Anda di halaman 1dari 4

Obyek Wisata Jatiluwih

Bali terkenal dengan wilayahnya yang sejuk serta sawahnya yang membentang. Namun saat
ini sudah jarang ditemukan sawah-sawah diperkotaan. Sehingga sawah dapat dijadikan obyek
wisata untuk wisatawan yang ingin berkunjung ke Bali. Salah satu obyek wisata yang menawarkan
pemandangan sawah dengan terasering bertingkat yang indah yaitu obyek wisata Jatiluwih.

Obyek wisata jatiluwih berada di Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan
Bali pada koordinat 8.3492° S, 115.1118° E. Jarak dari Bandara Internasional Ngurah Rai ke Obyek
Wisata Jatiluwih yaitu 59,9 km ditempuh sekitar dua jam dengan arus lalu lintas yang lancar. Waktu
yang baik untuk mengunjungi Jatiluwih yaitu sekitar bulan Pebruari sampai April dikarenakan pada
bulan tersebut saat padi tumbuh dan menguning, sedangkan pada bulan Juni sampai Juli akan
ditemui petani yang sedang memanen padinya. Obyek wisata Jatiluwih dapat dikunjungi pada pukul
08.00 pagi sampai dengan puku 17.00. Wisatawan dianjurkan untuk membawa payung dikarenakan
daerah Jatiluwih merupakan kawasan dengan curah hujan
yang tinggi. Untuk memasuki wilayah Obyek Wisata
Jatiluwih dikenakan tarif masuk untuk wisatawan luar
negeri yaitu dewasa Rp 40.000 dan Anak-anak Rp 30.000,
sedangkan untuk wisatawan domestik tidak dikenakan
biaya masuk. Untuk tarif parkir di sekitar Jatiluwih yaitu
sepeda motor Rp 2.000, mobil Rp 5.000, dan Minibus serta
Bus Rp 10.000.

Obyek wisata Jatiluwih terkenal karena hamparan


persawahan yang luas dan bertingkat serta terasering yang tertata sehingga terlihat indah.
Penduduk sekitar Desa Jatiluwih mayoritasnya sebagai petani dikarenakan desa tersebut
merupakan wilayah persawahan. Selain menjadi daerah penghasil beras yang terkenal dengan beras
merahnya, Jatiluwih juga daerah penghasil sayuran, kopi, kelapa, pisang dan hasil kebun yang
lainnya

UNESCO menetapkan Desa Jatiluwih sebagai Warisan budaya Dunia (WBD) sejak 29 Juni
2012 dikarenakan sistem pertaniannya menggunakan konsep filosofi Tri Hita Karana yang dianggap
mempunyai keunikan dan ciri khas. Filosofi Tri Hita Karana mempunyai konsep mengenai
keseimbangan antar manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Sang Pencipta. Tujuan
dari diterapkannya konsep filosofi tersebut dalam sistem pertanian Jatiluwih yaitu agar tercapai dan
terbinanya keselarasan dan keharmonisan warga subak dengan sesama, warga subak dengan
lingkungan/alam, serta warga subak dengan Sang Pencipta/Tuhan. Berdasarkan filosofi yang
diterapkan dalam hal hubungan
dengan sang Pencipta/Tuhan, warga
subak melakukan berbagai upacara
yang menjadi bagian dari aktivitas
petani seperti pada saat menanam,
mengelola, dan memanen padi
dengan budaya serta disesuaikan
dengan upacara dalam agama Hindu
karena merupakan agama mayoritas
yang dianut petani di Desa Jatiluwih .
Jatiluwih termasuk ke dalam area Lanskap
Subak Catur Angga Batukaru yang
mempunyai sistem irigasi yang dikelola
anggota subak dengan baik.

Selain terkenal dengan terasering


sawah yang bertingkat, obyek wisata
Jatiluwih juga memiliki daya tarik lain yaitu
aktivitas dari petani. Aktivitas petani
memiliki daya tarik tersendiri seperti dalam mengelola sawahnya para petani masih menggunakan
alat-alat serta cara-cara tradisional seperti masih menggunakan cangkul, Nampadin yaitu
membersihkan pematang sawah, membajak sawah atau Ngelampit, meratakan tanah sawah atau
melasah, menanam padi atau nandur serta kegiatan lainnya yang dijadikan sebagai obyek fotografi
oleh wisatawan. Kegiatan lain yang bisa dilakukan di Jatiluwih yaitu hiking dan cycling. Terdapat
beberapa penginapan/pondok wisata untuk wisatawan yang ingin menginap dan menikmati
suasana di Jatiluwih. Café, warung maupun rumah makan di Jatiluwih akan menyajikan makanan
khas daerah Jatiluwih.

Jatiluwih berasal dari kata Jaton dan Luwih. Jaton berarti Jimat dan Luwih berarti bagus.
Sehingga Jatiuwih memiliki arti sebuah desa yang memiliki jimat yang benar-benar bagus dan ampuh
serta berwasiat. Selain itu ada juga ceita yang mengatakan di tengah desa tersebut terdapat sebuah
kuburan burung Jatayu yang merupakan binatang purba. Nama burung Jatayu ini semakin lama
mengalami perubahan bunyi
menjadi Jaton Ayu berarti
bagus atau luwih. Sehingga
nama burung Jatayu
tersebut berganti menjadi
Jatiluwih yang selanjutnya
diterapkan menjadi nama
desa dan belum pernah
mengalami perubahan. Pada
zaman dahulu para Bharmana, Ksatria, Wesia, serta kaum Sudra yang datang dari Tabanan menuju
Desa Jatiluwih untuk memohon keselamatan kesejahteraan masing-masing golongan mereka. Dari
hal tersebut kemudian mendirikan beberapa Pura yang ada didaerah sekitar Desa Jatiluwih
seperti Pura Bujangga Waisnawa, Pura Petali, dan tempat-tempat suci yang lain disekitarnya.
Sejarah obyek wisata Jatiluwih sebagai obyek wisata di Bali telah terkenal sejak masa
kekuasaan Belanda yaitu tahun 1910 sampai 1942. Tetapi sarana dan prasarana sepeti jalan menuju
obyek wisata Jatiluwih rusak yang menyebabkan wisatawan yang berkunjung tidak banyak. Namun
saat ini pembangunan infrastruktur sudah diperhatikan dan diperbaiki dari adanya bantuan dari
pemeritah.
Obyek wisata Jatiluwih patut dikunjungi karena akan memberikan pemandangan indah,
udara pedesaan yang sejuk, dan suasana alam yang asri. Obyek ini menjadi pilihan yang tepat
apabila wisatawan menginginkan liburan yang damai dengan suasana pedesaan dan pegunungan
yang sejuk.

Anda mungkin juga menyukai