Anda di halaman 1dari 10

PENURUNAN POPULASI DAN KEPUNAHAN

KATAK DARWIN

Oleh :

KELOMPOK 9

B1A015059 Mega Lestari


B1A015069 Rai Alvin Fazrian
B1A015091 Fajar Nur Sulistyahadi

TUGAS TERSTRUKTUR EKOLOGI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO

2016
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Populasi merupakan sekelompok individu dari satu spesies yang hidup di


daerah umum yang sama. Anggota-anggota populasi mengandalkan sumber daya
yang sama, dipengaruhi faktor-faktor lingkungan serupa, serta mungkin berinteraksi
dan berbiak satu sama lain (Campbell, 2010). Populasi merupakan keseluruhan
subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada, maka
penelitiannya merupakan penelitian populasi atau studi populasi (Rutoto, 2007).
Penelitian populasi yang dilakukan pada jurnal ini menggunakan populasi
katak Darwin sebagai objek. Katak Darwin merupakan dua spesies katak mulut-
merenung dari Chili dan Argentina, yaitu Rhinoderma darwinii dan Rhinoderma
rufum. Rhinoderma darwinii itu dinamai untuk menghormati Charles Darwin, yang
pertama kali menemukan katak ini pada Desember 1834, di Pulau Lemuy, Kepulauan
Chiloé selama pelayaran terkenal di seluruh dunia. Spesies ini memiliki penampilan
yang berbeda, setelah berevolusi untuk terlihat seperti daun, dengan hidung runcing.
Katak Darwin memiliki metode yang menarik dari pengasuhan, yaitu pejantan
merawat anak-anak mereka dengan menginkubasi mereka dalam kantung vokal. Hal
inilah yang menetapkan katak ini terpisah dari semua amphibi lain yang dikenal
(Frost, 2013).
Spesies ini mungkin terkena dampak negatif dari kehancuran vegetasi asli
melalui penanaman perkebunan pinus dan untuk membangun rumah kedua. Namun,
kemungkinan ini tidak sepenuhnya dapat menjelaskan hilangnya spesies ini,
penyebab pastinya belum sepenuhnya dipahami. Penurunan yang terjadi di habitat
yang cocok mungkin hasil dari ancaman seperti perubahan iklim atau penyakit,
seperti chytridiomycosis disebabkan oleh jamur Batrachochytrium dendrobatidis,
yang telah bertanggung jawab untuk banyak penurunan amfibi global, meskipun ini
belum pernah dilaporkan dari Cile. Spesies ini belum terlihat selama lebih dari 25
tahun dan mungkin sudah punah (Soto-Azat, 2013).
1.2 Rumusan masalah
1. Berapa besar penurunan populasi katak Darwin sehingga diklasifikasikan
sebagai hewan yang terancam punah?
2. Apakah yang menyebabkan katak Darwin diklasifikasikan kedalam hewan
yang terancam punah?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui seberapa besar persentase penurunan populasi katak Darwin
sehingga dikategorikan sebagai hewan yang terancam punah.
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi kepunahan kata Darwin.
II. MATERI DAN METODE
Penelitian mengenai populasi katak Darwin dilakukan pada beberapa
parameter, yaitu:
1. Distribusi Sejarah
Ditinjau dengan sebuah tinjauan literatur ilmiah dan catatan museum yang
dilakukan untuk membangun distribusi sejarah R. darwinii dan R. rufum. Koleksi
terbesar di Eropa dan Amerika Selatan dikunjungi dan masing-masing spesimen
bermetamorfosis dalam koleksi tersebut diperiksa untuk mengkonfirmasi identitas
spesies. Menggunakan data tersebut, berbagai peta distribusi sejarah diciptakan
untuk setiap Rhinoderma spp. mengikuti metode pologon cembung -minimum.
2. Distribusi Saat Ini
Ditinjau dari survei yang luas di seluruh distribusi sejarah R. rufum dan R.
darwinii di Chili dan Argentina yang dilakukan dari Oktober 2008 sampai Maret
2012. Survei dilakukan disiang hari untuk memaksimalkan kemungkinan
menemukan katak. Survei dilakukan pada bulan Oktober sampai Maret, ketika
katak reproduktif aktif. Wilayah yang dapat diakses di setiap lokasi dikunjungi
dan dicari oleh 2-6 herpetologis dengan hati-hati untuk pertemuan visual dan
pendengaran dengan Rhinoderma spp. Tidak adanya Rhinoderma spp. di situs
ditentukan setelah menyelesaikan minimal dua kunjungan yang dilakukan di
tahun yang berbeda, masing-masing upaya pencarian tidak ada durasi kurang dari
5 jam.
3. Kelimpahan
Kelimpahan ditentukan dengan metode capture mark recapture yaitu dengan
menandai, melepaskan dan menangkap kembali sampel sebagai metode
pengamatan populasi. Metode ini merupakan yang umumnya dipakai untuk
menghitung perkiraan besarnya populasi sampel yang mudah ditangkap.
1. Dilihat dari lokasi di mana katak Darwin ditemukan, situs yang dibatasi dan
upaya pencarian standar selama satu jam oleh dua peneliti yang dilakukan
untuk mendapatkan informasi tentang kelimpahan relatif.
2. Pencarian dilakukan dengan cara melakukan survei di setiap situs, katak
tertangkap sementara dihapus dan dimasukkan kembali setelah sesi capture di
tempat penangkapan.
3. Setiap katak ditangani menggunakan sarung tangan nitrile (sebelum rilis data
mortofetri dan penyeka kulit non-inovasif untuk studi pelengkap diperoleh).
Prosedur ini dilakukan untuk setidaknya dua kunjungan untuk setiap penduduk
untuk memperkirakan indeks kelimpahan relatif (RAI), yang dihitung unutk
setiap penduduk, sebagai berikut: RAI= C x F-1 dimana C adalah jumlah dari
yang ditangkap dan F adalah frekuensi sesi capture pada setiap populasi.
Populasi secara geografis diklasifikan sebagai Pesisir, Andes, Chiloe Island,
dan South.
4. Analisis dilakukan dengan menggunakan SSPS untuk mendeteksi perbedaan
yang signifikan dalam kelimpahan relatif antara kelompok geografis dan antara
derajat yang berbeda adri dampak manusia. Standar capture pada populasi
setidaknya empat sesi berturut-turut, setiap sesi dipisahkan selama 24 jam,
pemilihan populasi ini didasarkan pada tiga kriteria: 1) representasi dari semua
empat wilayah geografis dalam rentang distribusi R.darwinii, 2) derajat yang
berbeda dalam kelimpahan R. darwinii, sebelumnya diperoleh dari nilai-nilai
RAI, dan 3) aksesibilitas, yaitu kedekatan dengan jalan atau desa. Luas situs
yang berisi masing-masing populasi diukur untuk menghitung kepadatan
penduduk.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil

1. Distribusi Sejarah 2. Distribusi Saat Ini

3. Grafik Kelimpahan Relatif Katak Darwin dari 36 populasi


4. Tabel ukuran populasi yang diperkirakan, dihitung dengan menggunakan
Huggins model populasi tertutup dan kepadatan dari lima populasi katak
Southern Darwin (Rhinoderma darwinii).

B. Pembahasan
Peninjauan literatur dan catatan museum yang dilakukan mendapatkan hasil
bahwa sebanyak 2244 Rhinoderma spesimen dari 50 lembaga diperiksa. Berdasarkan
ciri anatomi; 789 dari spesimen yang telah katalog sebagai R. darwinii
diklasifikasikan ulang sebagai R. rufum. Sebagai konsekuensi, total 1.226 R. darwinii
dan 1.018 R. rufum teridentifikasi. Menurut hasil ini (yang tertera dalam foto pada
hasil), distribusi R. rufum jauh lebih besar dari yang sebelumnya diakui, seperti yang
telah direkam dari kaki bukit Andes di VI Region serta dari hutan pesisir V Daerah
Chile (C. Moreno, pers. comm.). Sebaliknya, menurut data ini, kisaran historis R.
darwinii telah berlebihan, karena tidak dapat menemukan catatan apapun dari spesies
yang telah ditemukan selatan dari kota Coyhaique atau di Chonos Nusantara.
Survei mengenai distribusi saat ini yang dilakukan mendapatkan hasil pada
223 situs yang disurvei untuk katak Darwin: 46 dalam rentang sejarah hanya R.
rufum, 157 dalam rentang sejarah hanya R. darwinii, dan 20 situs dalam bidang
sympatry. Meskipun upaya pencarian yang luas dan survei dari setiap lokasi yang
direkam dari spesies, tidak ada individu dari R. rufum entah diamati atau mendengar.
Untuk R. Darwinii, namun ditemukan 26 daerah dengan masih ada katak di mana
spesies yang hadir dalam total 36 situs. Menggunakan model OLE dikembangkan
oleh Solow catatan penampakan menunjukkan bahwa spesies ini kemungkinan besar
menjadi punah di awal 1980-an. Metode OLE tidak memperhitungkan beberapa
penampakan di lokasi tertentu, meskipun mengasumsikan bahwa upaya penampakan
tidak pernah jatuh ke nol dalam intervensi tahun. Data yang diperoleh ditambah data
penelitian-penelitian sebelumnya dari Crump dan Veloso, menunjukkan bahwa
spesies ini telah menghilang dari, atau menurun pada beberapa lokasi. Misalnya, di
daerah terpencil Melimoyu, Crump 146 individu pada tahun 1998 dan 120 pada
tahun 1999 selama sesi lapangan dari 10 dan 16 hari masing-masing. Ini merupakan
penurunan populasi drastis selama 12 tahun terakhir di daerah selatan Chili.
Kelimpahan (abundansi) suatu jenis satwa menunjukan pada kualitas atau
juga persentase suatu jenis satwa dalam suatu lokasi tertentu dan pada waktu tertentu.
Metode yang digunakan dalam pendugaan abundansi adalah metode penandaan dan
penagkapan ulang (mark recapture). Metode CMR ini mendapatkan hasil sebanyak
648 R. darwinii berbeda (120 merenung laki-laki, 111 non-merenung laki-laki, 218
perempuan dan 199 remaja). Jumlah relatif lokal ditunjukkan pada tabel. Nilai pada
RAI untuk setiap populasi R. darwinii memberikan rata-rata 7,0 katak/populasi (95%
CI, 5,0-9,0). Perbedaan dalam kelimpahan antara empat wilayah geografis yang
ditemukan (satu arah ANOVA; F 3.32 = 8.32, P <0,001). Post-hoc perbandingan
mengungkapkan kelimpahan yang lebih tinggi dari katak di Chiloé jika dibandingkan
dengan Pantai, Andes dan populasi Selatan (Tukey HSD : P = 0,001, P = 0,008, P =
0,002 masing-masing). Perbedaan dalam kelimpahan sesuai dengan tingkat dampak
manusia ditemukan. Situs dengan tidak ada gangguan menunjukkan kelimpahan
tinggi katak bila dibandingkan dengan situs dengan gangguan antropogenik (Mann-
Whitney U-test; U = 57,0, P = 0,005). analisis capture-mark-recapture menunjukkan
variabilitas yang cukup besar dalam probabilitas deteksi antara situs (0,04-0,64 per
kunjungan), menunjukkan bahwa tingkat hati-hati diperlukan dalam menafsirkan
nilai-nilai RAI. Meskipun demikian, besarnya perbedaan RAI antara situs cukup
besar untuk memberikan keyakinan bahwa pola luas kelimpahan tinggi pada Chiloé
Pulau daripada di tempat lain adalah nyata, terutama untuk delapan lokasi di ketiga
selatan pulau. Analisis data ini menunjukkan bahwa semua situs yang dikunjungi
memiliki ukuran populasi di bawah 100, hal ini menunjukkan gambaran tentang
populasi yang terfragmentasi, kecil dan rentan.
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan jurnal yang telah dibahas, dapat disimpulkan bahwa R. rufum


punah dan menunjukkan bahwa R. darwinii telah menurun ke tingkat yang jauh lebih
besar dari sebelumnya diakui. R. darwinii harus kembali diklasifikasikan sebagai
populasi yang terancam punah.
DAFTAR REFERENSI

Campbell, Nail. A. 2010. Biologi Edisi 8 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.


Frost DR (2013) Amphibian species of the world: an online reference. Version 5.6:
American Museum of Natural History, New York. Available: http://
research.amnh.org/vz/herpetology/amphibia. Accessed 7 March 2013.
Rutoto, Sabar. 2007. Pengantar Metedologi Penelitian. Kudus. FKIP: Universitas
Muria
Soto-Azat, Claudio. 2013. The Population Decline and Extinction of Darwin’s Frogs.
Plos one. Volume 8.

Anda mungkin juga menyukai