PENDAHULUAN
A. Hakikat Bahasa
1
baik untuk keperluan dirinya sebagai individu ( mengidentifikasikan diri) dan
untuk keperluannya sebagai makhluk sosial (berinteraksi).
Dari beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa bahasa sebagai sistem,
lambang, bunyi, arbitrer, konvensional, produktif, unik, universal, dinamis,
bervariasi, manusiawi. Sebagai suatu sistem bahasa berupa lambang dan bunyi
yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang maknanya dipertegas oleh gerak-
gerik badaniah serta ekspresi yang menyertainya. Sistem bahasa tersebut
didasarkan pada konvensi masyarakat pemiliknya yang memungkinkan setiap
kelompok yang berbeda dapat menentukan sistem yang berbeda pula (arbitrer atau
manasuka). Bahasa produktif, artinya bahasa dapat digunakan manusia untuk
menyampaikan berbagai hal terkait dengan kehidupannya. Kepemilikan bahasa
menjadi ciri universal yang dimiliki manusia yang membedakannya dengan
makhluk lainnya. Sistem bahasa itu bersifat dinamis dan unik sehingga
memungkinnya berubah sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kepentingan
penggunanya. Dengan demikian, hanya manusialah dengan akal, budi dan
pikirannya yang akan mampu berbahasa.
2
Beberapa ahli menjelaskan fungsi bahasa bagi manusia. Fungsi bahasa yang
lebih umum dapat dilihat pada pendapat Bromley (1988 ) sebagai berikut: a)
mengidentifikasi kemauan dan kebutuhan, b) mengubah dan mengontrol tingkah
laku, c) mempermudah pengembangan kognitif manusia, d) memungkinkan
manusia dapat berinteraksi penuh dengan sesamanya, e) mengekspresikan
keunikan pribadi manusia ( lihat juga: Mary Finochiaro (1974, Masinambow
(1987, Halliday, Jakobson).
Secara pragmatik, bahasa dapat dipergunakan manusia untuk berbagai
fungsi: menyatakan informasi faktual, menyatakan sikap intelektual, menyatakan
sikap emosional, menyatakan sikap moral, menyatakan perintah, bersosialisasi.
Dengan bahasa dapat dikatakan semua kebutuhan utamanya kebutuhan
komunikasi terpenuhi.
Khusus bagi kaum intelektual, bahasa lebih lanjut dapat merupakan
gambaran kualitas intelektualnya. Hanya orang-orang memiliki intelektual
tinggilah yang akan mampu memperlihatkan kemampuan berbahasa yang baik.
Keterampilan berbahasa merupakan cerminan individu dan kepribadiannya.
Bahasa Indonesia memilki dua fungsi yakni sebagai bahasa nasional dan
sebagai bahasa negara. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
telah ditetapkan sejak Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang berbunyi “ Kami
bangsa Indonesia menjoenjoeng bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Kedudukan
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, ditetapkan setelah termaktub dalam
batang tubuh UUD 1945 pada bab xv fasal 36 yang berbunyi “Bahasa negara
adalah bahasa Indonesia. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki
fungsi: 1). lambang kebanggaan nasional, 2). lambang identitas nasional, 3). alat
pemersatu berbagai suku bangsa, 4). sebagai sarana perhubungan antarbudaya
antardaerah. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai:
1). bahasa resmi kenegaraan, 2). Bahasa pengantar di lembaga-lembaga
pendidikan, 3). Alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
3
perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan
pemerintahan, 4). Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan
teknologi.
C. Ragam Bahasa
4
ragam literer, ragam filosofik, ragam akademik, dan ragam bisnis. Ragam
jurnalistik dipergunakan pada kegiatan jurnalistik (pemberitaan). Ragam literer
merupakan ragam yang dipergunakan para sastrawan untuk menyampaikan
imajinasi dengan gaya tertentu sehingga memiliki daya tersendiri bagi
pembacanya. Ragam filosofik dipergunakan para filosof menyampaikan dengan
arif daya pikir dan renungannya. Ragam akademik merupakan ragam yang
digunakan untuk menyampaikan penalaran seperti oleh pengajar ke peserta
didiknya atau oleh para ilmuwan pada saat melaksanakan diskusi ilmiah. Ragam
bisnis lebih mengacu pada cara yang dipergunakan oleh pelaksana bisnis dalam
memberikan persuasi dan sugesti pada pelanggannya.
Ragam bahasa dibedakan berdasarkan fungsi penggunaan: ragam baku,
ragam resmi, ragam usaha, ragam santai, ragam akrab dan ragam keilmuan.
Ragam baku dipergunakan untuk menuliskan dokumen-dokumen resmi
kenegaraan, serta menuliskan karya ilmiah dan pengetahuan lainnya. Ragam
resmi dipergunakan pada upacara-upacara resmi kenegaraan, ragam usaha
dipergunakan dalam menjalankan suatu usaha tertentu. Ragam santai
dipergunakan ketika berkomunikasi dengan teman sebaya. Ragam akrab
dipergunakan ketika melaksanakan komunikasi dengan anggota keluarga. Ragam
keilmuan dipergunakan dalam mendiskusikan suatu bidang ilmu pengetahuan.
5
pengubahan, itu dilakukan sesuai aturan yang jelas dengan kepentingan yang jelas
pula. Kemantapan yang dinamis juga bermaksud bersifat luwes, tidak harus kaku
dengan suatu aturan saja. Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
atau perubahan zaman dapat menjadi pemicu sehingga suatu sistim yang ada pada
bahasa tersebut berubah dengan sistim yang baru.
Ciri kecendekiaan bahasa baku berkaitan dengan; bahasa itu mampu
mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis atau masuk akal.
Hal ini menyiratkan bahwa bahasa berkaitan dengan berpikir. Setiap kegiatan
berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, menulis) harus atau didahului proses
berpikir. Tidak akan berarti sebuah pemikiran seorang ilmuan jika tidak
disampaikan dengan bahasa yang dipami pembaca atau ilmuan lainnya. Ini
menghendaki sikap positif para cendekiawan untuk meningkatkan keterampilan
berbahasa untuk kepentingan pendistribusian pengetahuannya ke orang lain.
Ciri umum bahasa baku sebagai mana dijelaskan di atas mengharapkan
bahasa Indonesia baku mengemban beberapa fungsi. Fungsi dimaksud adalah: 1)
fungsi pemersatu, 2) fungsi pemberi kekhasan, 3). fungsi pembawa kewibawaan,
4). fungsi sebagai kerangka acuan. Fungsi pemersatu maksudnya, bahasa
Indonesia baku diharapkan mampu untuk menyatukan penutur yang berbeda
ragam bahasa Indonesia apalagi yang berbeda bahasa daerahnya. Fungsi pemberi
kekhasan maksudnya, bahasa Indonesia baku akan mampu membedakannya
dengan ragam bahasa Indonesia lainnya maupun dengan bahasa lain terutama
dengan bahasa negara tetangga. Fungsi pembawa kewibawaan maksudnya, bahasa
Indonesia baku yang digunakan penuturnya akan memperlihatkan wibawanya bila
dibandingkan dengan penutur lainnya. Fungsi bahasa baku sebagai kerangka
acuan maksudnya, bahasa Indonesia baku merupakan tolak ukur untuk
menentukan betul tidaknya pemakaian bahasa oleh penutur maupun golongan.
Hal ini didasarkan adanya norma atau kaidah yang jelas dalam bahasa baku.
Dengan demikian, hanya orang-orang yang mendapatkan pendidikan (kaum
6
akademisi) yang akan mungkin mampu mempergunakan bahasa baku, karena di
lembaga-lembaga pendidikan, dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, mata
ajaran bahasa Indonesia sebagai mata ajaran yang wajib diikuti oleh semua
peserta didik. Bahkan di sekolah, ketuntasan mata ajaran khususnya pada UN dan
UAS menjadi salah satu indikator kelulusan siswa.
Sistim bahasa telah mengatur bahwa suatu sistim digunakan dengan suatu
tujuan atau kepentingan tertentu. Ketaatazasan penerapan sistim menjadi ciri
seseorang dapat dikatakan mampu berbahasa yang baik dan benar.
Penggunaan bahasa yang baik berkaitan dengan kemampuan
mempergunakan suatu ragam bahasa sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi
( konteks kebahasaan) yang dihadapi. Penggunaan bahasa yang baik menghendaki
penuturnya memahami hubungan dengan mitra tutur, masalah yang dibicarakan,
tempat pembicaraan berlangsung dengan jenis bahasa yang akan digunakannya.
Terkait dengan hubungan dengan mitra tutur antara lain yang harus
dipertimbangkan adalah: usia, hubungan kekerabatan, status sosial dsbmya.
Terkait dengan bidang atau masalah yang dibicarakan adalah penggunaan istilah-
istilah tertentu hanya untuk bidang keilmuan tertentu pula. Sedangkan terkait
dengan tempat, berhubungan dengan situasi: apakah pembicaraan dilaksanakan; di
luar kelas oleh guru dengan siswa atau di dalam kelas, misalnya. Ragam atau jenis
bahasa yang digunakan juga harus memperhatikan apakah: ragam baku, ragam
resmi, ragam usaha, ragam akrab, atau ragam santai yang akan digunakan
didasarkan pada pemahaman tujuan komunikasi yang akan dilaksanakan.
Penggunaan bahasa yang benar berkaitan dengan penerapan kaidah bahasa
secara tepat. Penerapan kaidah dengan tepat yang dimaksud identik dengan
bahasa baku. Di antara kemungkinan penggunaan bahasa baku adalah:
menuliskan dokumen-dokumen resmi negara, menuliskan karya-karya
pengetahuan atau karya ilmiah seperti penulisan makalah, skripsi, tesis atau
7
disertasi para mahasiswa, atau oleh para ilmuan lainnya ketika menyampaian
penelitian, buku dan karya pengetahuan lainnya. Kebenaran kaidah dapat dilihat
dari keterampilan penulisnya menggunakan semua kaidah bahasa ( fonologi,
morfologi, sintaksis, semantik, ejaan dan sebagainya)
8
BAB II
9
5). Ejaan Lembaga Bahasa dan Kesusastraan; 1966. Ejaan inilah yang menjadi
cikal bakal ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan.
6. Ejaan Yang Disempurnakan, diresmikan penggunaannya pada pidato
kenegaraan oleh Presiden Soeharto pada 16 Agustus 1972.
Penulisan kata, berkaitan dengan penulisan kata dasar, kata turunan, kata
ulang, gabungan kata dan lainnya: Selengkapnya dapat dilihat berikut:
a. Kata Dasar
Kata dasar ditulis serangkai kecuali baris telah berbeda, berikan tanda hubung.
b. Kata Turunan
a). Imbuhan dengan kata dasar yang diikuti dan mengikutinya ditulis
serangkai, kecuali baris berbeda, dan berikan tanda hubung,
b). Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis
serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya
c). Jika bentuk dasar berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran
sekaligus, unsur gabungan kata itu dituliskan serangkai.
10
d). Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi,
gabungan kata itu ditulis serangkai
c. Kata ulang
Kata ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung. Tanda hubung
digunakan di antara kata pertama dengan kata kedua sebagai wujud
pengulangannya. Kata ulang dibedakan atas: kata ulang murni, kata ulang
berimbuhan, dan kata ulang berubah bunyi.
d. Gabungan Kata
a). Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah
khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.
b). Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan
kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk
menegaskan pertalian di antara unsur-unsur yang bersangkutan
c). gabungan kata seperti: saputangan, segitiga, kepada, barangkali,
manasuka, sekalipun dsb.nya ditulis serangkai.
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya,
kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu
kata seperti kepada dan daripada.
11
g. Penulisan kata si dan sang
h. Penulisan Partikel
a). Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya.
b). Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
c). Partikel per yang berarti ‘mulai’ , ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari
bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
a. singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti
tanda titik.
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, badan
atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal
kata, ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti tanda titik.
c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih, diikuti satu
tanda titik.
d. Lambang kimia, singkatan nama ukuran, takaran, timbangan, dan mata
uang, tidak diikuti tanda titik.
Akronim
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal, dari deret
kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan sukukata atau gabungan
huruf dan sukukata dari deret kata, ditulis dengan huruf awal huruf
kapital.
12
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf,
sukukata, ataupun gabungan huruf dan sukukata dari deret kata
seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
b. untuk menyatakan: ukuran panjang, berat, luas, dan isi, satuan waktu, nilai
uang, kuantitas
h. lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis
dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara
berurutan.
j. angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian
supaya lebih mudah dibaca
k. bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekali gus dalam teks
kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi
l. jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisan harus tepat.
13
5). Penggunaan Huruf Kapital dan Huruf Miring
14
n). Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak,
ibu, saudara, kakak, adik, dan paman, yang dipakai pada penyapaan
atau pengacuan.
o). Huruf pertama kata ganti Anda.
a. Tanda Titik ( . )
Tanda titik antara lain digunakan:
1. Akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan
2. Di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau
daftar.
3. Memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
waktu.
4. Di antara nama penulis, tahun terbit, judul tulisan yang tidak
berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit dalam
daftar pustaka.
5. Untuk memisahkan bilangan ribuan dan kelipatannya,
15
Tanda titik tidak dipakai:
b. Tanda Koma (, )
16
8. Untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam
daftar pustaka.
9. Di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
10. Di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya,
untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga atau marga.
11. Di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka
12. Untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak
membatasi.
13. Untuk menghindari salah baca di belakang keterangan yang
terdapat pada awal kalimat.
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian
lain yang mengirinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan
tanda tanya dan tanda seru.
17
5. Di antara bab (surat) dengan ayat dalam kitab suci.
6. Di antara judul dengan anak judul dalam suatu karangan.
7. Di antara nama kota dengan penerbit buku acuan dalam karangan.
e. Tanda Hubung (- )
f. Tanda Pisah ( _ )
18
3. Di antara dua bilangan, tanggal atau tempat dengan arti sampai
g. Tanda Elipsis ( … )
h. Tanda Tanya ( ? )
i. Tanda Seru ( ! )
19
Dalam EYD, tanda kurung siku digunakan:
1. Mengapit huruf, kata atau kelompok kata sebagai koreksi atau
tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain.
2. Mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda
kurung.
20
1. Dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa
satu tahun yang terbagi dalam dua tahun.
2. Pengganti kata dan, atau atau tiap.
21
BAB III
A. Hakikat
Bahasa itu bersistem, karena bahasa itu merupakan suatu keutuhan yang
terjadi dari satuan-satuan yang lebih kecil, yang masing-masingnya berhubungan
secara khusus dengan fungsi-fungsi tertentu. Bunyi bahasa merupakan satuan
yang membentuk kombinasi yang disebut sebagai kata. Kata pada dasarnya
merupakan satuan yang bila disatukan secara bersistem dapat membentuk
rangkaian yang lebih besar dan bermakna. Dengan kata berbagai aktivitas
manusia dapat diwakilkan. Meski harus disadari bahwa kata tidak dapat
digunakan secara sembarangan.
Semua konsep dalam bahasa mana pun dinyatakan dengan kata atau
rangkaian kata. Kata merupakan salah satu unsur dasar bahasa yang sangat
penting. Dengan kata orang dapat menyampaikan pikiran, menyatakan perasaan
serta mengemukakan gagasannya. Dengan kata juga orang dapat menjalin
persahabatan, perjanjian serta kerja sama. Akan tetapi, dengan kata orang dapat
memulai pertengkaran atau peperangan. Hal ini berarti bahwa kata memiliki
makna atau kekuatan tersendiri (Keraf, 2004: 21).
Secara tersirat, sebuah kata mengandung makna. Kata dapat
mengungkapkan ide, pikiran atau gagasan tertentu. Kata-kata dapat dijadikan
sebagai sarana untuk mengemukakan gagasan yang akan disampaikan oleh
seseorang kepada orang lain. Hal ini berarti bahwa setiap kata memiliki jiwa,
22
yang menghendaki agar setiap penutur harus mengetahui jiwa tersebut sebelum ia
menggunakannya untuk suatu tindak komunikasi.
Finoza (1996 23 ) menjelaskan bahwa untuk mewujudkan kekuatan kata
atau bahasa dalam menyampaikan pesan atau kesan, penggunaan suatu kata
haruslah dipertimbangkan. Dalam kenyataannya, ada kata yang harus dihindari,
diutamakan atau yang diragukan ketepatan penggunaannya. Kata hendaknya
digunakan setepatnya sehingga terwujud suatu kekuatan. Dalam berbahasa,
seorang penutur hendaknya melakukan seleksi atas kata-kata yang akan
digunakannya untuk mengungkapkan gagasan tertentu untuk situasi tertentu pula.
Seseorang yang memiliki penguasaan kosakata yang luas akan dapat secara
cermat memilih kata-kata yang harus dipakainya untuk suatu tujuan atau konteks
tertentu. Pertimbangan akan penggunaan kata-kata disebut diksi.
Gorys Keraf (2004: 23), menjelaskan bahwa suatu kekhilapan yang besar
untuk menganggap bahwa persoalan pilihan kata adalah persoalan yang
sederhana, yang tidak perlu dibicarakan atau dipelajari karena akan terjadi dengan
sendirinya secara wajar pada setiap manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, ada
orang yang sering mengobralkan penggunaan katanya tanpa memperhatikan
keberadaan makna yang tersurat atau tersirat dalam kata-kata itu. Untuk
menghindari hasil yang demikian seharusnya setiap penutur mengetahui
pentingnya peranan kata dalam membentuk satuan arti.
Diksi atau pilihan kata dapat diartikan sebagai upaya memilih kata untuk
mendapatkan kata terpilih yang akan digunakan dalam suatu tuturan bahasa (Fino-
za, 1996: 24). Lebih lanjut Keraf (2000) mengemukakan pengertian diksi jauh
lebih luas dari yang dipantulkan oleh rangkaian kata-kata. Istilah diksi bukan saja
dipergunakan untuk menyatakan kata-kata yang akan dipergunakan untuk
mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi
dan gaya bahasa.
23
Persoalan penggunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua persoalan
pokok yaitu; ketepatan memilih kata dan kesesuaian dalam memilih kata.
Ketepatan pemilihan kata berkaitan dengan kegiatan mempertimbangkan
kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan interpretasi yang sama dengan
imajinasi penulis atau pembicara. Kesesuaian pilihan kata mempersoalkan kata
yang dipergunakan itu harus dengan nilai-nilai sosial yang mempertimbangkan
situasi, waktu dan sasaran bahasa tersebut (Akhadiah, 1993:21).
Diksi atau pilihan kata adalah pemilihan kata untuk mengungkapkan
gagasan (Sudjiman, 1984: 19). Diksi yang baik berhubungan dengan pemilihan
kata yang bermakna tepat dan selaras. Diksi juga berkaitan dengan penggunaan
kata yang cocok dengan pokok pembicaraan yang disampaikan.
Menurut Keraf (2004: 24), diksi tidak hanya mempersoalkan ketepatan
pemilihan kata, tetapi juga mempersoalkan kata yang dipilih itu dapat juga
diterima atau tidak merusak suasana yang ada. Suatu kata yang tepat untuk
menyatakan suatu maksud tertentu belum tentu dapat diterima hadirin atau
pendengar tuturan tersebut. Masyarakat yang diikat oleh berbagai norma
menghendaki pula agar setiap kata yang dipergunakan harus cocok, serasi dengan
norma-norma masyarakat atau harus sesuai dengan situasi yang dihadapi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa diksi mencakup
pengertian, kata-kata yang akan dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan,
kata-kata yang tepat atau ungkapan-ungkapan yang tepat pula serta pertimbangan
gaya bahasa yang baik digunakan dalam suatu situasi. Diksi juga mencakup
kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang
ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan
situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Penggunaan
diksi yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar
kosakata atau perbendaharaan kata suatu bahasa. Dengan demikian, seseorang
yang banyak kosakatanya dan mengetahui secara tepat batasan-batasan pengertian
24
kata tersebut akan memungkinkannya untuk menggunakannya secara tepat /sesuai
dengan maksud yang diharapkan.
Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa ada beberapa alasan pentingnya
pemilihan kata khususnya dalam ragam forma. Alasan dimaksud adalah:
a. adanya kata-kata yang meniliki makna denonatif dan ada pula yang
sekali gus memiliki makna konotatif
b. Ada kata-kata yang memiliki makna umum dan makna khusus
c. Ada kata-kata yang memiliki relasi dalam makna
d. Ada kata-kata yang memiliki ragam baku (formal) dan ada pula
ragam percakapan (nonformal)
6. Adanya kepentingan mengunakan kata-kata secara benar
7. Adanya tuntutan penulisan kata secara benar khususnya pada
ragam baku (Ermanto dan Emidar, 2010: 88).
B. Kaidah
1. Relasi Makna
Setiap kata dibentuk dari unsur yang jelas, yang membedakannya dengan
kata lainnya. Setiap kata memilki pelafalan yang. Kejelasan bentuk/ wujud dan
25
lafal suatu kata akan mempengaruhi makna kata tersebut. Namun harus didasari,
bahwa dalam relasi makna, ada kata yang meskipun tulisannya berbeda, dengan
lafal yang sama, ada pula kata yang sama dengan lafal yang berbeda sehingga
menimbulkan perbedaan makna. Selengkapnya pada tabel berikut, relasi istilah
relasi makna dapat dilihat:
Beberapa istilah lain yang harus dipahami dalam pilihan kata adalah adanya
perbedaan istilah-istilah berikut:
1. Kata populer dan kata kajian
2. Jargon, kata percakapan dan slang
3. Perubahan makna: generalisasi, spesifikasi, ameliorasi, peyorasi, sinestesia dan
asosiasi
4. Kata serapan dan kata asing
5. Kata umum dan kata khusus
6. Kata abstrak dan kata konkrit
7. Denotasi dan konotasi
8. Kata baku dan nonbaku
Kata populer adalah kata yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Kata
popular bersinonim dengan kata percakapan, bersifat nonbaku. Pemilihannya
sesuai dengan kebutuhan pemakainya.
26
Kata kajian, merupakan kata-kata yang penggunaannya terbatas dalam pengajian
bidang-bidang ilmu tertentu. Kata kajian disebut juga dengan kata istilah teknis
bidang ilmu. Misalnya: fonem, grafem dalam istilah linguistik. Dalam istilah
umum disebut dengan bunyi yang membedakan arti (fonem), lambang bunyi
(grafem).
Slang, adalah kosakata yang dibentuk oleh kelompok tertentu dengan makna
tertentu, dan tidak bersifat umum. Penggunaan kata oleh kelompok tersebut
sebagai suatu yang rahasia dengan tujuan tertentu pula. Pada umumnya, ketika
kosakata dimaksud telah diketahui masyarakat umum, maka kelompok pemilik
akan menukarnya dengan istilah yang lain. Contoh, istilah khusus yang digunakan
para copet untuk melancarkan aksinya.
27
tinggi dari kata yang bersinonim lainnya. Kata istri lebih lebih hormat dari bini.
Tuna karya lebih halus dari pengangguran.
Peyorasi, merupakan perubahan nilai rasa kata menjadi lebih rendah, jelek, atau
kasar dari makna sinonim lainnya. Kata gelandangan lebih kasar dari tuna wisma.
Kata pramu saji lebih terhormat dari pelayan rumah makan.
Asosiasi, adalah perubahan makna suatu kata yang disebabkan adanya penyaman
sifat benda, tumbuhan atau binatang untuk menggambarkan sifat manusia. Dalam
kalimat ‘Ia berkepala batu, sehingga tidak disenangi oleh teman
sepermainannya’. Kelompok kata berkepala batu bersinonim dengan keras
kepala. Batu merupakan benda yang keras yang sangat sulit untuk diubah atau
dibentuk sesuai keinginan kita. Oleh karena itu, kalimat di atas menggambarkan
sifat seseorang yang sulit diatur atau sulit menerima pendapat atau gagasan orang
lain.
Kata serapan adalah kosa kata asing dan daerah yang telah melalui proses
sehingga telah berterima menjadi kosakata bahasa tertentu. Contoh, kosakata
bahasa Inggris yang telah diserap oleh bahasa Indonesia activity ---- aktivitas,
active ---- aktif
28
Kata asing, adalah kosakata suatu bahasa di luar atau selain dari bahasa yang
diperbincangkan. Contoh, kosakata bahasa Belanda merupakan kosakata asing
bagi kosakata bahasa Indonesia.
Kata yang bermakna denotatif disebut juga dengan kata yang bermakna
konseptual atau referensial. Kata dengan makna denotatif memiliki makna sesuai
29
dengan hasil observasi penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan, dan
pengecapan. Kata denotatif maknanya menyangkut informasi-informasi faktual
dan ojektif. Istilah denotatif disebut juga dengan lugas atau kata yang memilki
makna harfiah. Kata dengan makna denotatif dipergunakan dalam penulisan karya
ilmiah.
Kata yang bermakna konotatif adalah kata-kata yang memiliki makna asosiatif,
dan timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi, yang merupakan makna
tambahan dari makna konseptual atau denotatif. Semua kata memiliki makna
denotatif, tapi tidak semua kata memiliki makna konotatif. Konotasi berhubungan
dengan nilai rasa, sehingga dipengaruhi oleh apresiasi pengguna bahasa pada kata
tersebut. Kata dengan makna konotatif dapat dipergunakan pada situasi-situasi
tertentu. Dalam karya sastra, penggunaan kata-kata dengan konotasi memiliki
fungsi di antaranya untuk memberikan kesan indah.
Kata baku dipergunakan dalam ragam fomal. Kata baku dapat dilihat dari aspek
ketaatazasan dalam mempergunakan kaidah bahasa seperti fonologi, morfologi
dan leksikon. Kata baku dipergunakan dalam penulisan karya ilmiah serta
penulisan dokumen-dokumen resmi kenegaraan.
Kata nonbaku merupakan antonim dari kata baku. Kata nonbaku dilihat dari
ketidaktaatazasan dalam penerapan kaidah formal. Kata nonbaku biasanya
dipergunakan dalam ragam percakapan.
30
BAB I V
KALIMAT EFEKTIF
A. Hakikat Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan maupun tulisan
yang telah mampu mengungkapkan pikiran yang utuh (Alwi, dkk,. 1998: 311).
Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik – turun, keras – lembut,
disela oleh jeda, dan diakhiri dengan intonasi final, berikutnya diikuti oleh
kesenyapan. Dalam wujud tulisan, kalimat dimulai dengan huruf kapital, dan
diakhiri dengan tanda titik, atau tanda tanya, atau tanda seru.
C. Struktur Kalimat
Kalimat terdiri atas lapisan bentuk berupa kata-kata yang tersusun dengan
struktur yang jelas, dan lapisan yang disebut makna. Makna merupakan sesuatu
maksud yang disampaikan melalui satuan-satuan bahasa yang terlihat dengan
jelas.
Dalam penulisan karya ilmiah, kalimat yang digunakan haruslah mengikuti
struktur ragam baku. Ragam baku identik dengan ragam bahasa tulis, Oleh karena
itu, struktur kalimat ragam baku harus mengandung kelengkapan unsur-unsurnya,
tuntas maknanya, dan berterima dari segi nilai sosial budaya masyarakat
31
pemakainya. Dalam bahasa lisan, kelengkapan unsur kalimat diperjelas oleh
intonasi, mimik dan gerak-gerik yang menyertai pengujaran kalimat tersebut.
Sedangkan dalam bahasa tulis, diperlukan penggunaan kaidah EYD, pilihan kata
selain struktur yang jelas untuk memudahkan pemahaman makna oleh pembaca.
Dari segi unsurnya, kalimat dikatakan lengkap jika memiliki unsur yang
dibutuhkan untuk mengungkapkan pikiran penulisnya. Kalimat yang lengkap
minimal terdiri atas 2 unsur yaitu subyek dan predikat. Jika predikat kalimat
tersebut berupa kata kerja transitif, maka ia akan memerlukan kehadiran unsur
objek, sehingga strukturnya subyek – predikat –objek. Unsur keterangan juga
harus disertakan berdasarkan makna verba yang mengisi predikat. Penjelasan
tentang ciri-ciri setiap unsur-unsur kalimat dimaksud dapat dilihat sbb:
32
3. Objek, adalah unsur kalimat yang kehadirannya dituntut oleh predikat yang
berupa verba transitif pada kalimat aktif. Ciri-ciri objek sbb.:
a. Terdapat pada kalimat transitif.
b. Terletak langsung di belakang predikat.
c. Dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif
d. Tidak didahului oleh preposisi
e. Dapat diganti dengan pronominal –nya.
f. Berwujud frase nomina atau klausa.
33
e. Pada umumnya, kehadiran keterangan bersifat manasuka dalam
kalimat. ( Alwi, dkk., 1998: 327-330).
1. Kalimat Efektif
34
- penekanan
- variasi
35
dan pengamalan Pancasila. Kata penghayatan dan pengamalan
menggunakan konfiks peN- an.
h. Kehematan berkaitan dengan ekonomis dalam penggunaan kata
dalam kalimat. Hal ini menghendaki efisiensi dalam penggunaan kata.
Kalimat efektif tidak menghendaki penggunaan kata mubazir dan ambigu.
Jumlah kata yang dipergunakan hendaknya sesuai dengan kebutuhan
gagasan yang disampaikan. Dengan kata lain, dari segi kehematan, kalimat
yang efektif adalah kalimat yang singkat, padat, dan maknanya jelas.
i. Kelogisan berkaitan dengan ciri kalimat efektif yang harus
menyampaikan penalaran yang dapat diterima akal sehat/logis. Ciri ini
menghendaki penulis/ pembicara tidak hanya mementingkan aspek
kejelasan unsur, ketepatan struktur saja. Lebih jauh, aspek penalaran yang
disampaikan dalam kalimat tersebut harus diperhatikan, karena tidak
semua kalimat yang jelas unsurnya akan dapat dikatakan sebagai kalimat
efektif.
Contoh: Adik menyiram bunga (logis)
Bunga menyiram adik (tidak logis)
j. Penekanan, berkaitan dengan adanya unsur yang dipentingkan
dalam kalimat. Penekanan dapat diperlihatkan dengan:
1). Repetisi, pengulangan kata ditekankan,
2). Menempatkan kata yang ditekankan pada posisi depan.
3). Penambahan partikel –lah, -kah, dan –pun.
k. Variasi dalam kalimat bertujuan untuk lebih menghilangkan
kejenuhan/kemonotonan dalam menyampaikan informasi, sehingga tetap
tertarik membaca, yang pada akhirnya lebih mudah dipahami. Variasi
dalam kalimat dapat diperlihatkan pada:
1). Variasi dalam penggunaan kata yang bersinonim
2). Variasi struktur kalimat
36
3). Pengutamaan informasi
4). Variasi kalimat aktif –pasif
5) Variasi kalimat tunggal – majemuk.
2. Kalimat Baku
Kalimat baku adalah kalimat yang baik, dan lazim dipergunakan dalam
ragam formal. Kalimat baku dianggap dapat dengan tepat mengungkapkan
maksud penulis ke pembaca. Kalimat baku menyampaikan persoalan secara
langsung (lugas).
Kalimat baku haruslah berwawasan keilmuan. Kalimat baku memiliki ciri:
1. memiliki kejelasan struktur ( normatif)
2. memiliki kelogisan makna (logis)
3. memiliki kehematan (ekonomis)
4. memiliki kebakuan kata.
37
c. Kehematan kata maksudnya, 1). Menggunakan satu subjek dari subjek
yang sama, 2). Menggunakan satu kata dari beberapa kata yang bersinonim,
3). Menggunakan kata yang dibutuhkan untuk mengungkapkan maksud
penulis.
d. Kebakuan kata, berkaitan dengan penggunaan kata yang tepat dari segi
bentuk/unsur dan makna dalam bahasa tulis. Kebakuan dalam bentuk, lafal
dan makna diperlukan dalam bahasa lisan. Kebakuan unsur bentuk, lafal, dan
makna satuan-satuan bahasa dapat diacu ke kamus bahasa, seperti KBBI.
BAB V
A. Pengertian
Pada dasarnya, paragraf adalah satuan pikiran atau gagasan atau topik yang
pada umumnya disampaikan dalam beberapa kalimat. Paragraf merupakan bagian
dari suatu wacana.
Berikut pengertian paragraf menurut para ahli:
b. Harimurti Kridalaksana ( 1984: 40) menjelaskan bahwa
paragraf adalah satuan bahasa yang mengandung satu tema.
c. Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:
828) menjelaskan bahwa paragraf adalah bagian bab dalam suatu
karangan yang biasanya mengandung satu ide pokok, penulisannya
dimulai pada baris baru. Paragraf disebut juga alinea
d. M. Atar Semi ( 1989: 58) menjelaskan bahwa paragraf
merupakan kalimat atau seperangkat kalimat yang mengacu pada satu
topik.
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa paragraf dapat berupa satu atau dua
kalimat (paragraf sederhana) dan beberapa kalimat (paragraf sempurna).
38
Penulisan paragraf dilakukan dengan menjorokkan ke arah dalam dari margin
sebelah kiri. Paragraf dari segi isinya menyampaikan satu topik tertentu.
B. Jenis paragraf;
39
dengan pola umum – khusus. Paragraf induktif adalah paragraf yang apabila
posisi kalimat topiknya di akhir paragraf. Paragraf induktiuf, mengikuti
penyajian khusus – umum. Paragraf deduktif – induktif disebut juga dengan
paragraf campuran. Ide pokok pada paragraf jenis ini terdapat pada awal dan
akhir paragraf. Paragraf tersirat, apabila kalimat topiknya tidak tergambar pada
salah satu kalimat dalam paragraf tersebut. Kalimat topik tersirat pada semua
kalimat yang membangun paragraf tersebut.
3. Menurut teknik pemaparannya: paragraf dibedakan atas narasi, eksposisi,
deskripsi, argumentasi, dan persuasi. Berikut adalah ciri paragraf dengan
pemaparannya:
Narasi:
1). Berupa cerita tentang suatu peristiwa atau pengalaman manusia
2). Peristiwa/ pengalaman tsb. ( benar terjadi, imajinasi semata atau gabungan
keduanya).
3). disusun berdasarkan konflik
4). memiliki estetika
5). Menekankan susunan kronologis
6). Biasanya memiliki dialog
Eksposisi
1). Tulisan yang memberikan pengetahuan dan pengertian
2). Menjawab pertanyaan tentang apa, mengapa, kapan dan bagaimana
3). Disampaikan dengan lugas dan bahasa baku
4). Pada umumnya menggunakan susunan logis
5). Nada netral (tidak memihak dan memaksakan sikap penulis terhadap
pembacanya
DESKRIPSI
1). Berupaya untuk lebih memperlihatkan detail atau perincian tentang objek
2). Lebih bersifat memberikan pengaruh sensitivitas dan membentuk imajinasi
pembaca
40
3). Disampaikan dengan gaya memikat dengan pilihan kata yang menggugah
4). Lebih banyak memperlihatkan sesuatu yang dapat didengar, dilihat dan
dirasakan
5). organisasi penyajian umumnya mengikuti susunan ruang
Argumentasi
1). Bertujuan meyakinkan orang lain
2). Berusaha membuktikan kebenaran suatu pendapat/pernyataan
3). Mengubah pendapat pembaca
4). Fakta yang ditampilkan merupakan bahan pembuktian
41
subbab. Paragraf penutup biasanya berisi tentang simpulan topik bahasan,
penegasan topik bahasan, atau pengharapan tentang topik bahasan.
Paragraf yang baik memiliki empat ciri yaitu: 1). memiliki kohesi, 2).
memiliki koherensi, 3). kecukupan pengembangan, dan 4. pola yang jelas.
Pola yang jelas maksudnya, suatu paragraf harus memilih salah satu pola
pengembangan yang ada. Pola berkaitan dengan letak kalimat topik dalam
paragraf tersebut. Pola yang dimaksud adalah: deduktif, induktif, deduktif –
induktif, atau tersirat. Paragraf deduktif menempatkan kalimat topik pada awal
paragraf. Paragraf induktif menempatkan kalimat topik berada di akhir
42
paragraf. Paragraf dedukti-induktif menempatkan kalimat topik di awal dan di
akhir paragraf. Paragraf tersirat memperlihatkan kalimat topik tergambar pada
keseluruhan kalimat pada paragraf tersebut.
BAB VI
Ketika mengonsep surat, ada bebrapa hal yang harus diperhatikan agar
tujuan pembuatan dapat dicapai. Hal dimaksud adalah:
43
c. Fakta yang diperlukan pembaca surat
B. Fungsi surat:
Sebagai suatu saran komunikasi, surat memiliki fungsi antara lain:
a. Pengganti diri
b. Bukti tertulis
c. Pedoman kerja
d. Sumber data pengingat atau berpikir
e. Bukti sejarah
Sifat isinya
Bentuknya
Prosedur
Jangkauannya
Isinya
Jumlah penerima
Keamanan isi
Kegunaan
Cara pengiriman
Tujuan penulisan.
44
E. Langkah menulis surat
Di antara prosedur atau langkah dalam menulis surat yang dianggap efektif
adalah:
menetapkan tujuan
menentukan pokok-pokok isi surat
mengumpulkan bahan pendukung
menentukan alamat dan pengirim
menetapkan dan menggunakan kelengkapan yang tepat.
Kepala surat
Tanggal
Perhatian surat
Alamat dalam
Penyapa
Tubuh/isi surat
Salam penutup
Tanda tangan
Keterangan tembusan
45
F. Format Surat
1 ---------------------------------------- 1 ------------------------------------
2 ------------------- 2-------
3 -------------------- 3 ------------------
-------------------- -------------------
--------------------- -------------------
4 ------------------------- 4 -------------------------
5 ----------------------------------------- 5----------------------------------
------------------------------------------ ------------------------------------
------------------------------------------ ------------------------------------
------------------------ -------------------------
------------------------------------------ ------------------------------------
------------------------- -------------------------
-------------------------------- ---------------------------
6 ---------------------------------- 6-----------------------------
46
7 ---------------------------------
7-----------------------------
1--------------------------------------------- 1 -----------------------------------
----------------------------------------------- -----------------------------------
3------------------ 3 ------------------
------------------ -------------------
------------------ -----------------
4 ------------------------- 4 -------------------------
5 ---------------------------------- 5----------------------------
----------------------------------------- ----------------------------------
----------------------------------------- ------------------------------------
-------------------- --------------------
------------------------------------- -------------------------------
------------------------- -------------------------
--------------------------- -------------------------------
47
6 -------------------- 6 ----------------
7 --------------------- 7
----------------
Keterangan
BAB VII
48
Perbedaan Tulisan Ilmiah dengan Nonilmiah
49
Struktur
Gaya
Teknis/mekanis
Perwajahan
E. Sumber Informasi:
- buku/media cetak
- pengalaman/pengamatan pribadi
- publikasi yang bukan media cetak: kuliah, seminar, ceramah
- hasil wawancara/diskusi yang tidak dipublikasikan
F. Prosedur Penulisan
Menulis adalah suatu proses. Sebagai sebuah proses, menulis karya ilmiah
harus mengikuti prosedur yang jelas. Pemahaman prosedur penting bagi
penulis agar ia memahami langkah kegiatan yang harus dilakukan secara
berkesinambungan.
50
Secara garis besarnya, prosedur penulisan tersebut dibedakan atas: a).
Prapenulisan, b). Penulisan awal, c). revisi/ perbaikan , dan d) penulisan
final/akhir. Kegiatan prapenulisan disebut juga kegiatan persiapan. Pada
tahapan ini penulis melakaukan berbagai kegiatan sebagai persiapan untuk
tahapan penulisan berikutnya (penulisan awal). Penulisan awal disebut juga
dengan penulisan konsep. Semua materi yang dipersiapkan pada tahap
persiapan dijadikan sebagai dasar bagi penulisan awal ini. Kegiatan revisi
penting dilakukan. Kegiatan ini dilakukan dengan membaca kembali naskah
yang diperbuat pada penulisan awal. Kegiatan revisi akan memberikan hasil
yang maksimal jika revisi memang atau dikerjakan oleh orang-orang yang
kompetensinya sesuai dengan bidang keilmuan penulis. Jika kegiatan ini
dikerjakan dengan serius akan menimilkan kesalahan dalan tulisan, kegiatan
penulisan final merupakan langkah terakhir dari suatu proses penulisan.
I. PRA PENULISAN
- Merencanakan Topik
- Menetapkan Topik
- Membatasi Masalah
- Merumuskan Masalah
- Menetapkan Tujuan
- Memperhitungan Calon Pembaca
- Membuat Kerangka
- Menjelaskan Kerangka
Konseptual
- Menuliskan Instrumen
- Mengumpulkan Data
- Menganalisis Data
51
III. REVISI / PERBAIKAN
52
Bab 3, Metode penelitian, pada prinsipnya menjelaskan data, sumber data,
metode dan teknik yang dipergunakan pada kegiatan pengumpulan
dan analisis data.
Bab 4, Hasil peneliatian dan Pembahasan, menjelaskan tentang deskripsi
data, dan analisis data. Biasanya bagian ini dilengkapi dengan
pembahahasan hasil analisis data dan implikasi temuan.
Bab 5, Penutup, terdiri atas dua bagian yaitu: simpulan dan saran.
Simpulan bisa berupa simpulan uraian bab 1 – 5. Simpulan dapat
juga berupa simpulan bab 4 ( hasil penelitian dan pembahasannya).
Saran berkaitan dengan ajakan atau himbahan yang berkaitan
dengan pihak-pihak yang terkait dengan. Untuk lebih jelasnya
struktur bagian utama ini dapat dilihat pada bagan berikut:
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
2. Rumusan Masalah
3. Ruang Lingkup Penelitian
4. Tujuan Penelitian
5. Manfaat Penelitian
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
1.Tinjauan Teoritis
2. Penelitian Terkait
3. Kerangka Konseptual
4. Defenisi Operasional
5. Pertanyaan Penelitian
METODE PENELITIAN
1. Desaian Penelitian
2. Populasi dan Sampel
BAGIAN UTAMA 3. Cara Pengumpulan Data
4. Cara Pengolahan dan Anali-
sis Data
5. Tempat dan Waktu Peneli-tian 53
6. Etika Penelitian
HASIL
PENELITIAN/PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
2. Pembahasan
H. Laporan:
b. Tujuan laporan:
54
c. Sifat-sifat Laporan
d. Macam-macam laporan
55
10. Biasanya didokumentasi khusus.
1. Halaman judul
2. Surat penyerahan
3. Daftar isi
4. Ikhtisar atau abstrak
5. Pendahuluan
6. Isi laporan
7. Kesimpulan
8. Saran (rekomendasi)
9. Apendiks
10. Bibliografi
BAB VIII
A. Konvensi Naskah
1. Pengetikan
56
2. Penomoran:
1). Nomor bab, menggunakan angka Romawi, ditulis secara simetris di bawah
judul bab, dicetak tebal seperti judul bab.
2). Nomor halaman, angka Arab, dapat ditulis di kanan atas, kanan bawah atau
tengah bawah kertas.
3). Khusus nomor halaman yang berisi judul bab, dapat tidak ditulis meski
dihitung, atau ditulis tetapi menempati posisi tengah bawah
a. Jika dapat, tabel, grafik maupun gambar dibuat pada halaman yang sama.
Tetapi jika tidak, dapat disambung pada halaman berikutnya dengan
memberitahukan bahwa tabel, gambar atau grafik tersebut bersambung.
b. Setiap tabel, grafik dan gambar harus diberi nomor dan nama.
c. Tulisan yang memiliki tabel, grafik dan gambar, harus membuat daftar
yang dimuat pada pelengkap pendahuluan, setelah daftar isi.
B. Teknik Mengutip
1. Pengertian:
Kutipan tidak langsung: menggunakan ide, gagasan orang lain pada karya pribadi
mengutip secara tidak langsung dapat dilakukan dengan cara
memperjelas maksud kalimat yang ada pada sumber dengan kalimat
57
penulis, tanpa merubah isinya. Kutipan secara tidak langsung dapat pula
berupa menyimpulkan suatu naskah yang disampaikan dengan bahas
sendiri penulisnya.
4. Teknik:
1) Penanda
58
- jika nama penulis satu kata, maka langsung seluruh
penanda ( nama, tahun terbit dan halaman sumber) ditempatkan di
akhir kutipan dan diapit tanda kurung.
- Jika nama penulis terdiri atas dua atau lebih kata, maka
yang dibuat adalah nama terakhir, seluruh informasi dalam tanda
kurung di akhir kutipan.
Contoh:
… mahasiswa tahun kedua lebih baik dari pada mahasiswa tahun
ketiga ( Salimim, 1990: 123).
… ada hubungan yang erat antara faktor sosial ekonomi dengan
kemajuan belajar ( Halim, 2008: 15).
1). Fungsi:
59
3). Unsur-Unsur dari berbagai sumber
a. Buku ajar
1. Penulis perorangan:
2. Kumpulan tulisan beberapa penulis/editor
3. Buku yang dikarang oleh lembaga
4. Buku terjemahan
b. Tulisan di Majalah:
1. Artikel yang ditulis penulis
2. Artikel yang ditulis badan/lembaga
Buku ajar
60
2). Buku berupa kumpulan tulisan beberapa penulis/editor
a. nama penulis
b. tahun terbit
c. judul tulisan/ bab
d. judul buku
e. nama editor
f. edisi
g. nama penerbit
h. tempat terbit
i. halaman yang dibaca
Tulisan di Majalah
61
Cara penulisan sama dengan di atas, hanya nama penulis diganti dengan
nama lembaga
a. nama penulis
b. tahun penyajian
c. judul makalah
d. nama forum penyajian
e. kota
f. bulan dan tanggal penyajian.
Disertasi/tesis
a. nama penulis
b. tahun penerbitan
c. judul disertasi/tesis
d. tempat penerbitan
e. universitas
Tulisan di surat kabar
a. nama penulis
b. tahun penerbitan
c. judul tulisan
d. kata ‘dalam’ diikuti nama surat kabar dicetak miring/garis bawahi
e. hari diikuti tanda koma
f. tanggal
g. bulan
h. halaman
i. kolom.
Makalah/informasi dari internet
62
b). situs
c). tanggal akses
Atmazaki. 2005. Ilmu Sastra; Teori dan Terapan. Padang: Yayasan Citra Budaya
Indonesia.
Bakar, Jamil dkk. 1981. Sastra Lisan Minangkabau: Pepetah, petitih dan Mantra.
Jakarta: P3B Depdikbud.
63
BAB IX
A. Metode Penyajian
Metode penyajian lisan secara garis besarnya dibedakan atas: 1). tanpa
persiapan ( impromtu, atau serta-merta), dan 2). Metode dengan persiapan.
Metode dengan persiapan memilki perwujudan yang berbeda yaitu: a). metode
menghapal, b). metode naskah, dan c). metode ekstemporan.
Masing masing metode memiliki keungulan dan kelemahan. Oleh
karena itu, seorang pembicara harus memilih metode yang tepat sesuai tujuan dan
sesuai dengan kemampuannya. Berikut akan dijelaskan karateristik penggunaan
metode tersebut:
64
a. Impromtu
b. Metode Menghapal
c. Metode Naskah
65
pembicara mesti berusaha menata intonasi, memperjelas lafal, menjaga
kelancaran serta volume sehingga ada daya tarik penggunaan metode ini.
4. Metode ektemporan
1. Meneliti Masalah:
a. Menentukan Maksud
b. Menganalisis Situasi dan Pendengar
c. Memilih dan Menyempitkan Topik
2. Menyusun Uraian :
3. Mengumpulkan Bahan
4. Membuat Kerangka Uraian
5. Menguraikan bahan secara Detail
66
C. Topik yang Menarik
a. Diketahui serba sedikit oleh pendengar
b. Menarik perhatian bagi pembicara
c. menarik perhatian bagi pendengar
d. tidak melampaui daya tangkap pendengar
e. dapat diselesaikan dalam waktu yang disediakan
D. Tujuan Berbicara:
a. Mendorong
b. Meyakinkan
c. Berbuat/bertindak
d. Memberitahukan
e. Menyenangkan
1. Faktor Utama:
67
- Penguasaan bahan
- Keberanian
- Kemampuan mengunakan bahasa yang baik dan benar
- Kemampuan menyajikan secara lancar dan teratur
- Ketenangan sikap di depan massa
- Kemampuan memperlihatkan gerak-gerik tidak kaku
- Kemampuan memberikan reaksi yang cepat dan tepat
2. Faktor Pendukung:
- Pembukaan
- Gerak-gerik
- Mimik
- Intonasi/ lafal
- Media/ alat bantu
- Teknik bicara
- Kecepatan dan transisi
- penampilan
b). Pendengar
c). Lingkungan
68
Lingkungan yang kondusif dapat menjadi faktor pendukung bagi
keberhasilan penyajian lisan. Oleh karena itu, sebelum pembicara mulai, maka
ia harus mengamati lingkungan apakah sudak kondusif atau belum. Jika
belum, harus diupayakan. Termasuk ke dalam faktor lingkungan adalah
tempat dan suasana pelaksanaan proses penyajian.
d). Sarana/Media
F. Penyesuaian Diri
69
2. Penyesuaian Diri terhadap Sikap Angkuh
a). Pengertian:
Diskusi merupakan interaksi verbal yang dilakukan secara terpimpin,
dilaksanakan secara tatap muka dengan melibatkan individu-individu dalam
rangka mencari solusi /tujuan pemecahan suatu masalah.
b). Manfaat:
70
c). Unsur-unsur:
1). Materi : tema dan topik yang dibicarakan
2). Manusia : pimpinan diskusi, pembicara, pemrasaran, penyanggah,
pendengar
3). Fasilitas : ruangan, tempat, alat tulis, alat pandang dengar.
71
9). Memberikan kesempatan berbicara terhadap peserta yang tidak mau
mengemukakan pendapat.
10). Mengatur lalu lintas pembiacaraan secra teratur dan sopan, tidak banyak
mengomentari.
11). Membuat rangkuman pembicaraan.
12). Menutup diskusi dan membacakan rangkuman diskusi, menampilkan
perbedaan pendapat jika ada.
72
7). Mencegah terjadinya perpecahan kelompok yang berpendapat benar dan
tidak benar.
8). Melaksanakan semua keputusan yang telah diambil dalam diskusi dengan
musyawarah.
9). Mendorong dan menyokong supaya diskusi berjalan dengan lancar dan
bermanfaat untuk semua peserta.
73