Anda di halaman 1dari 22

Farmakologi

PENGERTIAN OBAT OTONOM

Obat otonom yaitu obat-obat yang bekerja pada susunan syaraf otonom, mulai dari sel
syaraf sampai sel efektor. Obat ini berpengaruh secar spesifik dan bekerja pada dosis kecil.
Efek suatu obat otonom dapat diperkirakan jika respons berbagai organ otonom terhadap
impuls syaraf otonom diketahui.
1.1 Anatomi Fisiologi Syaraf Otonom
Syaraf otonom terdiri dari syaraf preganglion, gaglion dan pascaganglion yang
mempersyarafi sel efektor. Saraf otonom berhubungan dengan syaraf somatic, sebaliknya
kejadian somatic juga mempengaruhi fumgsi organ otonom. Pada susunan syaraf pusat
terdapat beberapa pusat otonom, misalnya di medulla oblongata terdapat pengatur pernapasan
dan tekanan darah. Hipotalamus dan hipofisis yang mengatur suhu tubuh, keseimbangan air,
metabolisme lemak dan karbohidrat. Pusat susunan syaraf otonom yang lebih tinggi dari
hipotalamus adalah korpus striatum dan korteks serebrum yang dianggap sebagai coordinator
antara system otonom dan somatic.

Gb. pembagian syaraf otonom

Serat eferen terbagi dalam system simpatis dan parasimpatis. Sistem simpatis
disalurkan melalui serat torakolumbal (dari torakal 1 sampai lumbal 3), dalam system ini
termasuk ganglia pravertebal dan ganglia terminal. System parasimpatis atau
kraniosakral outflow disalurkan melalui syaraf otak ke III, IX, X dan N. pelvikus yang berasal
dari bagian sacral segmen 2, 3 dan 4.
Secara umum dapat dikatakan bahwa system simpatis dan parasimpatis
memperlihatkan fungsi yang antagonistik yaitu bila yang satu menghambat fungsi maka yang
lain memicu fungsi tersebut. Contoh yang jelas ialah midriasis terjadi dibawah pengaruh
syaraf simpatis dan miosis dibawah pengaruh parasimpatis.
System simpatis aktif setiap saat, walaupun aktivitasnya bervariasi dari waktu ke
waktu. Dengan demikian penyesuaian tubuh terhadap lingkungan terjadi setiap secara terus
menerus. Dalam keadaan darurat, system simpatoadrenal (terdiri dari system simpatis dan
adrenal) berfungsi sebagai satu kesatuan secara serentak. System parasimpatis fungsinya
lebih terlokalisasi, tidak difus seperti system simpatis, dengan fungsi primer reservasi dan
konservasi sewaktu aktivitas organisme minimal. System ini mempertahankan denyut jantung
dan tekanan darah pada fungsi basal, menstimulasi system pencernaan berupa peningkatan
motilitas dan sekresi getah pencernaan, meningkatkan absorpsi makanan, memproteksiretina
terhadap cahaya berlebihan, mengosongkan rectum dan kandung kemih.

1.2 Cara Kerja Obat Otonom


Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohormonal dengan cara menghambat atau
mengintensifkannya. Terdapat beberapa kemungkinan pengaruh obat pada transmisi system
kolinergik dan adrenergic, yaitu:
1. Menghambat sintesis atau pelepasan transmitor
2. Menyebabkan penglepasan transmitor.
3. Berikatan dengan reseptor
4. Menghambat destruksi transmitor.

1.3 Penggolongan Obat Berdasarkan Efek Utamanya


A. Kolinergik atau Parasimpatomimetik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf
parasimpatis.
Ada 2 macam reseptor kolinergik:
 Reseptor muskarinik: merangsang otot polos dan memperlambat denyut jantung
 Reseptor nikotinik/ neuromuskular → mempengaruhi otot rangka
Penggolongan Kolinergik
 Ester kolin (asetil kolin, metakolin, karbakol, betanekol)
 Anti kolinestrase (eserin, prostigmin, dilsopropil fluorofosfat)
 Alkaloid tumbuhan (muskarin, pilokarpin, arekolin)
 Obat kolinergik lain (metoklopramid, sisaprid)

Farmakodinamik Kolinergik
 Meningkatkan TD
 Meningkatkan denyut nadi
 Meningkatkan kontraksi saluran kemih
 Meningkatkan peristaltik
 Konstriksi bronkiolus (kontra indikasi asma bronkiolus)
 Konstriksi pupil mata (miosis)
 Antikolinesterase: meningkatkan tonus otot
Efek Samping
 Asma bronkial dan ulcus peptikum (kontraindikasi)
 Iskemia jantung, fibrilasi atrium
 Toksin; antidotum → atropin dan epineprin
Indikasi
 Ester kolin: tidak digunakan pengobatan (efek luas dan singkat), meteorismus,
(kembung), retensio urine, glaukoma, paralitic ileus, intoksikasi atropin/ alkaloid beladona,
faeokromositoma.
 Antikolinesterase: atonia otot polos (pasca bedah, toksik), miotika (setelah pemberian atropin
pd funduskopi), diagnosis dan pengobatan miastemia gravis (defisiensi kolinergik sinap),
penyakit Alzheimer (defisiensi kolinergik sentral)
 Alkaloid Tumbuhan: untuk midriasis (pilokarpin)
 Obat Kolinergik Lain: digunakan untuk memperlancar jalanya kontras radiologik, mencegah
dan mengurangi muntah (Metoklopramid)
Intoksikasi
 Efek muskarinik: mata hiperemis, miosis kuat, bronkostriksi, laringospasme, rinitis alergika,
salivasi, muntah, diare, keringat berlebih
 Efek nikotinik: otot rangka lumpuh
 Efek kelainan sentral: ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, konvulsi, koma, nafas
Cheyne Stokes, lumpuh nafas.

Tabel Jenis Obat Kolinergik


Nama-nama obat Dosis Pemakaian dan pertimbangan
kolinergik pemakaian

Bekerja langsung
Betanekol (urecholine) D: PO: 10-50 mg, b.i.d.-q.i.d Untuk meningkatkan urin, dapat
merangsang motilitas lambung
Karbakol (carcholine, 0,75-3%, 1 tetes Untuk menurunkan tekanan
miostat) intraokuler, miosis
Pilokarpin (pilocar) 0,5-4%, 1 tetes Untuk menurunkan tekanan
intraokuler, miosis
Antikolinestrase reversible
Fisostigmin (eserine) 0,25-0,5%, 1 tetes, q.d-q.i.d Untuk menurunkan tekanan
intraokuler, miosis, masa kerja
singkat
Neostigmin D: PO: mula-mula 15 mg, Untuk menambah kekuatan otot
(prostigmin) t.i.d pada miastenia gravis, masa kerja
Dosis max: 50 mg, singkat
t.i.d
Ambenonium D: PO: 60-120 mg, t.i.d atau Untuk menambah kekuatan otot,
(mytelase) q.i.d masa kerja sedang
Antikolinestrase irreversible
Demakarium 0,125-0,25%, 1 tetes, q 12- Untuk menurunkan tekanan
(humorsol) 48 jam intraocular pada glaucoma,
miotikum, masa kerja panjang
Isofluorofat (floropryl) Ointment 0,25%, q 8-72 jam Untuk mengobati glaucoma.
Kenakan pada sakus konjungtiva
B. Simpatomimetik atau Adrenergic
Yakni obat-obat yang merangsang system syaraf simpatis, karena obat-obat ini
menyerupai neurotransmitter (norepinafrin dan epinephrine). Obat-obat ini bekerja pada suatu
reseptor adrenergic yang terdapat pada sel-sel otot polos, seperti pada jantung, dinding
bronkiolus saluran gastrointestinal, kandung kemih dan otot siliaris pada mata. Reseptor
adrenergic meliputi alfa1, alfa2, beta1 dan beta2
Kerja obat adrenergic dapat di bagi dalam 7 jenis:
 Perangsang perifer terhadap otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, dan terhadap
kelenjar liur dan keringat.
 Penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh darah otot rangka.
 Perangsangan jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi.
 Perangsangan SSP, misalnya perangsangan pernapasan, peningkatan kewaspadaan, aktivitas
psikomotor dan pengurangan nafsu makan.
 Efek metabolic, misalnya peningkatan glikogenesis di hati dan otot, lipolisis dn pelepasan
asam lemak bebas dari jaringan lemak.
 Efek endokrin, misalnya mempengaruhi efek insulin, rennin dan hormone hipofisis.
 Efek prasinaptik, dengan akibat hambatan atau peningkatan penglepasan neurotransmitter NE
dan Ach.

Penggolongan Adrenergik
 Katekolamin (Endogen: epineprin, norepineprin dan dopamine; Sintetik: isoprotenol
hidroklorida dan dobutamine)
 Non katekolamin (fenileprin, meteprotenol dan albuterol)
Farmakodinamik Adrenergic
 Bersifat inotropik
 Bronkodilator
 Hipertensi
 Tremor dan gelisah
Efek Samping
Efek samping sering kali muncul apabila dosis ditingkatkan atau obat bekerja non
selektif (bekerja pada beberapa reseptor). Efek samping yang sering timbul pada obat-obat
adrenergic adalah, hipertensi, takikardi, palpitasi, aritmia, tremor, pusing, kesulitan berkemih,
mual dan muntah.
Kontra Indikasi
 Tidak boleh di gunakan pada ibu hamil
 Sesuaikan dosis pada penderita yang mendapat antidepresi trisiklik
 Tidak boleh digunakan pada penderita Stenorsis subaorta, anoreksia, insomnia dan estenia.
Tabel Jenis Obat Adrenergik
Adrenergic Resptor Dosis Pemakaian dalam

Epinefrin (adrenalin) Alfa1, beta1, beta2 Berbeda-beda Syok non


D: IV, IM, SK: 0,2-1 ml henti jantung,
dari 1:1000 akut, asma akut.
Efadrin Alfa1, beta1, beta2 D: PO: 25-50 mg, t.i.d Keadaan
atau q.i.d bronkospasme,
D: SK hidung, hipotens
Norepinefrin (lavarterenol, Alfa1, beta1 D: IV: 4 mg, dekstrose Syok,
levophed) 5% dalam 250-500 ml vasokontriktor
meningkatkan te
dan curah jantun
Dopamine (intropin) Beta1 D: IV: mula-mula 1-5 Hipotensi (tidak
µg/kg/menit, naikkan fungsi ginjal dal
secara bertahap; ≤ 50 µg/kg/menit)
µg/kg/menit
Fenilefrin (neo-synephrine) Alfa1 Larutan 0,123- Kongesti
1% (dekongestan)
Pseudoefedrin (Sudafed, Alfa1, beta1 Obat bebas (beberapa) Dekongestan
Actifed)
Fenilpropanolamin Alfa1, beta1 Obat bebas (beberapa) Dekongestan
(Dimetapp, contac,
triaminicol, dexatrim)
Dobutamin (dobutrek) Beta1 D: IV: mula-mula 2,5-10 Obesitas
µg/kg, dapat dinaikkan
secara bertahap; ≤ 40
µg/kg/menit
Isoprotenol (isoprel) Beta1, beta2 Inhal: 1-2 semprotan, Dekompensasi
IV: 5-20 µ/menit payah jantung
(meningkatkan
miokardium
jantung)
Metaprotenol (alupent, Beta1 (beberapa), beta2 Inhal: 2-3 semprotan ≤ Bronkospasme,
metaprel) 12 semprotan/hari akut (hanya d
D: PO: 10-20 mg, t.i.d bradikardi yan
atau q.i.d terhadap atropine
Albuterol (proventil) Beta2 Inhal: 1-2 semprotan, q Bronkospasme
4-6 h D: PO: 2-4 mg,
t.i.d atau q.i.d
Ritodrin (yutopar) Beta1 (beberapa), beta2 D: PO: 10-20 mg, q 4-6 Relaksasi usus
h, ≤ 120 mg/hari
IV: 50-300 µ/menit

C. Parasimpatolitik atau Antikolinergik


Obat-obat yang menghambat kerja asetilkolin dengan menempati reseptor-reseptor
asetilkolindisebut dengan antikolinergik atau parasimpatolitik. Obat ini mempengaruhi organ
jantung, saluran pernapasan, saluran gastrointestinal, kandung kemih, mata dan kelenjar
eksokrin dengan menghambat saraf parasimpatis, sehingga system saraf simpatis (adrenergic)
menjadi dominan.

Penggolongan Obat Antikolinergik


 Antikolinergik klasik (alkaloid belladonna, atropine sulfat dan skopolamin)
 Antikolinergik sintetik (Propantelin)
 Antikolinergik-antiparkisonisme (triheksifenidil hidroklorida, prosiklidin, biperiden dan
benztropin)
Farmakodinamik Antikolinergik
 Menghambat efek muskarinik
 Penurunan salivasi dan sekresi lambung (konstipasi)
 Mengurangi kontraksi tonus kandung kemih
 Dapat bekerja sebagai antidot terhadap toksin
 Sebagai obat antispasmodik
 Meningkatkan TD
 Mengurangi rigriditas dan tremor berhubungan dengan ekstensi neuromuscular
Efek Samping
 Mulut kering
 Gangguan penglihatan (terutama penglihatan kabur akibat midriasis)
 Konstipasi sekunder
 Retensi urine
 Takikardia (akibat dosis tinggi)

Obat-obat Antikolinergik
Nama obat Dosis Pemakaian dan pertimbangan

Atropine D: IM: 0,4 mg Pembedahan untuk mengurangi salvias da


IV: 0,5-2 mg bronchial. Meningkatkan denyut jantung dengan
mg
Propantelin (bentyl) D: PO: 7,5-15 mg, t.i.d atau
q.i.d Sebagai antispasmodic untuk tukak peptic d
bowel syndrome
Skopolamin D: PO: 0,5-1 mg, t.i.d atau Obat preanestesi, irritable bowel syndrome d
(hyoscine) q.i.d; perjalanan.
IM: 0,3-0,6 mg
Isopropamid D: PO: 5 mg, b.i.d Tukak peptic dan irritable bowel syndrome
(darbid)
Hematropin (isopto Larutan 2-5%, 1-2 tetes Midriasis dan siklopegia (paralisis otot siliari
hematropin) akomodasi hilang) untuk pemeriksaan mata
Siklopentolat Larutan 0,5-2%, 1-2 tetes Midriasis dan siklopegia untuk pemeriksaan mata
(cyclogyl)
Benztropin D; PO: 0.5-6 mg/hari dalam Penyakit parkison. Untuk mengobati efek
(cogentin) dosis terbagi fenotiazin dan agen antipsikotik lainnya
Biperiden (akineton) D: PO: 2 mg, b.i.d - q.i.d Penyakit parkison. Untuk mengobati efek
fenotiazin dan agen antipsikotik lainnya
Trihesifinidil D: PO: 1 mg/hari, dapat Penyakit parkison. Untuk mengobati efek
(artane) dinaikkan sampai 5-15 fenotiazin dan agen antipsikotik lainnya
mg/hari dalam dosis terbagi

D. Simpatolitik atau Antiadrenergik


Obat-obat antiadrenergik umumnya mengahambat efek neurotransmitter adrenergic
dengan menempati reseptor alfa dan beta baik secara langsung maupun tidak langsung.
Berdasar tempat kerjanya, golongan obat ini dibagi atas antagonis adrenoreseptor
(adrenoreseptor bloker) dan penghambat saraf adrenergic.
Antagonis reseptor atau adrenoreseptor blocker ialahh obat yang menduduki
adrenoreseptor sehingga menghalanginya untuk berinteraksi dengan obat adrenergic, dengan
demikian menghalangi kerja obat adrenergic pada sel efektornya. Untuk masing-masing
adrenoreseptor α dan β memiliki penghambat yang efektif yakni α-blocker dan β-blocker.
Penghambat saraf adrenergic adalah obat yang mengurangi respon sel efektor
terhadap perangsangan saraf adrenergic, tetapi tidak terhadap obat adrenergic eksogen.

1. α - Blocker
Penggolongan dan Indikasi Obat α - Blocker
a. α – Blocker Nonselektif:
 Derivat haloalkilamin (dibenamin dan fenoksibenzamin) : untuk pengobatan feokromositoma,
pengobatan simtomatik hipertofi prostat benigna dan untuk persiapan operasi,
 Derivat imidazolin (fentolamin dan telazolin) : mengatasi hipertensi, pseudo-obstruksi usus
dan impotensi.
 Alkaloid ergot (ergonovin, ergotamine dan ergotoksin) : meningkatkan tekanan darah, untuk
stimulasi kontraksi uterus setelah partus, mengurangi nyeri migren dan untuk pengobatan
demensia senelis.
b. α1 – Blocker Selektif:
 Derivat kuinazolin (prazosin, terazosin, doksazosin, trimazosin danbunazosin) :
untuk pengobatan hipertensi, gagal jantung kongesif, penyakit vaskuler perifer, penyakit
raynaud dan hipertofi prostat benigna (BPH)
c. α2 – Blocker Selektif : (Yohimbin) untuk pengobatan impotensi, meningkatkan
TD,

Farmakodinamik
 Menimbulkan vasodilatasi dan venodilatasi
 Menghambat reseptor serotonin
 Merangsang sekresi asam lambung, saliva, air mata dan keringat
 Kontriksi pupil
Efek Samping
 Hipotensi postural
 Iskemia miokard dan infark miokard
 Takikardi dan aritmia
 Hambatan ejakulasi dan espermia yang reversible
 Kongesti nasal
 Pusing, sakit kepala, ngantuk, palpasi edema perifer dan nausea.
 Tekanan darah menurun

2. β - Blocker
Jenisnya adalah propanolol yang menjadi prototype golongan obat ini. Sehingga
sampai sekarang semua β-blocker baru selalu dibandingkan dengan propanolol.
Farmakodinamik
 Mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard
 Menurunkan TD dan resistensi perifer
 Sebagai antiaritmia
 Bronkokontriksi
 Mengurangi efek glikemia
 Peningkatan asam lemak dalam darah
 Menghambat tremor dan sekresi renin
Efek Samping
 Gagal jantung dan Bradiaritmia
 Bronkospasme
 Gangguan sirkulasi perifer
 Gejala putus obat (serangan angina, infark miokard, aritmia ventrikuler bahkan kematian)
 Hipoglikemia dan hipotensi
 Efek sentral (rasa lelah, gangguan tidur dan depresi)
 Gangguan saluran cerna (nausea, muntah, diare atau konstipasi)
 Gangguan fungsi libido ( penurunan libido dan impotensi)
 Alopesia, retensi urine, miopati dan atropati
Indikasi
Pada umumnya obat-obat antiadrenergik di gunakan untuk pengobatan Angina
pectoris, Aritmia, Hipertensi, Infark miokard, Kardiomiopati obstruktif hipertrofik,
Feokromositoma, Tirotoksokosis, Glaucoma, tremor esensial dan Ansietas
Kontraindikasi
 Hati-hati penggunaan β-blocker pada penderita dengan pembesaran jantung dan gagal
jantung
 Hati-hati penggunaan pada penderita asma, syok kardiogenik, penyakit hati dan ginjal.
 Tidak boleh digunakan pada penyakit vascular perifer dan penyakit paru obstruktif menahun
(PPOM)

3. Penghambat Saraf Adrenergik


Penghambat saraf adrenergic mengambat aktivitas saraf adrenergic berdasarkan
gangguan sintesis atau penyimpanan dan penglepasan neurotransmitor di ujung saraf
adrenergic.
Penggolongan dan Indikasi Obat Penghambat Saraf Adrenergik
a. Guanetidin dan Guanadrel (ismelin dan hylorel) : sebagai antihipertensi
b. Reserpin : sebagai antihipertensi (lebih efektif bila dikombinasikan dengan obat diuretic)
c. Metirosin : menghambat enzim tirosin hidroksilase, sebagai adjuvant dari fenoksibenzamin
pada pengobatan feokrositoma maligna.
Farmakodinamik
 Menyebabkan respon trifasik terhadap TD
 Menyebabkan vasodilatasi, venodilatasi dan penurunan curah jantung.
 Retensi air dan garam
 Meningkatkan motilitas saluran cerna
Efek Samping
 Hipotensi ortostatik dan hipotensi postural
 Diare
 Hambatan ejakulasi
 Retensi urine
 Sedasi, ansietas dan tidak mampu berkonsentrasi
 Depresi psikotik atau gangguan psikis lainnya
 Hidung tersumbat
 Odema

Kontraindikasi
 Tidak boleh diberikan pada penderita dengan riwayat depresi.
 Tidak boleh dikonsumsi bersamaan dengan alcohol.

Tabel Jenis Obat Antiadrenergik


Antiadrenergik Reseptor Dosis Pemakaian dalam klinis

Tolazolin alfa D:IM: IV: 25mg, Gangguan pembuluh darah


(proscoline) q.i.d. bayi baru lahir: tepi (raynaud), hipertensi
IV: 1-2mg/kg selama
10 menit
Fentolamin alfa D: IM: IV: 5 mg Gangguan pembuluh darah
(regitine) A: IM: IV: 1 mg perifer, hipertensi.
Prazosin (minipress) alfa D: PO: 1-5 mg, t.i.d; Hipertensi
≤ 20 mg/hari
Propanolol (inderal) Beta1, beta2 D: PO: 10-20 mg, Hipertensi, aritmia, angina
t.i.d atau q.i.d; dosis pectoris, pasca infark
dapat disesuaikan miokardium
IV: 1-3 mg, dapat
diulang bila perlu
Nadolol (corgard) Beta1, beta2 D: PO:40-80 Hipertensi, angina pektoris
mg/hari, ≤ 240
mg/hari
Timolol (blocarden) Beta1, beta2 D: PO:10-20 mg, Hipertensi pasca infark
b.i.d ≤60 mg/hari miokardium
Meetoprolol Beta1 D: PO: 100-450 mg, Hipertensi, angina, pasca
(lopressor) q.i.d; q rata-rata 50 infark miokardium
mg b.i.d
Atenolol (temormin) Beta1 D: PO:50-100 Hipertensi, angina
mg/hari
Asebutolol Beta1 D: PO: 200 mg, b.i.d Hipertensi, aritmia
(spectral) ventrikel

E. Obat Ganglion
Reseptornya dikenal sebagai reseptor nikotinik yang sensitive terhadap peghambatan
oleh heksametonium. Atas dasar fakta yang ditemukan diduga bahwa Ach yang dilepaskan
saraf preganglion berinteraksi dengan suatu neuron perantara yang di lepaskan katekolamin.
Zat yang menstimulasi kolinoreseptor di ganglion otonom dapat dibagi 2 golongan.
Golongan yang pertama terdiri dari nikotin dan lobelin. Golongan kedua adalah muskarin,
metakolin dan sebagian antikolinestrase. Sedangkan zat penghambat ganglion juga ada 2
golongan,yaitu golongan yang merangsang lalu menghambat seperti nikotin dan yang
langsung mengambat contohnya heksametonium dan trimetafan.

1. Obat Yang Merangsang Ganglion.


Nikotin penting bukan karena kegunaannya dalam terapi tapi tempat kerjanya di
ganglion yang dapat menimbulkan ketergantungan dan bersifat toksik.
Farmakodinamik
 Takikardi
 Merangsang efek bifasik pada medulla adrenalin
 Merangsang efek sentral pada SSP
 Vasokontriksi
 Tonus usus dan peristaltic meningkat
 Perangsangan sekresi air dan secret bronkus
Efek Samping
 Muntah dan Salivasi
 Hipertensi
 Efek sentral (Tremor dan insomnia)
 Efek nikotinik (kelumpuhan atau lemah pada otot rangka)

Intoksikasi
Intoksikasi akut: mual, slivasi, kolik usus, muntah, diare, keringat dingin, sakit kepala,
pusing, pendengaran dan penglihatan terganggu, otot-otot menjadi lemah, frekuensi napas
meninggi, TD naik.
Pengobatan: larutan kalium permanganate 1:10.000
Intoksikasi kronik: kejadian ini biasanya terjadi pada perokok berat antara lain
faringitis, sindrom pernapasann perokok, ekstrasistol, takikardi atrium paroksismal, nyeri
jantung, penyakit buerger, tremor dan insomnia.

2. Obat Penghambat Ganglion


Dalam golongan ini termasuk heksametonium (C6), pentolinium (C5),
tetraetiamonium (TEA), klorisondamin, mekamilamin, trimetafan.
Farmakodinamik
 Vasodilatasi
 Pengurangan alir balik vena
 Temperature kulit meningkat
 Penurunan laju filtrasi glomerulus
 Sekresi lambung, air liur dan pancreas berkurang
 Kelenjar keringat dihambat.
Efek Samping
 Midriasis
 Hipotensi ortostatik
 Sembelit dengan kemungkinan ileus peeristaltik dan retensi urin
 Mulut kering
 Impotensi
 Konstipasi
 Obstipasi diseling dengan diare, mual, anoreksia dan sinkop.

Kontraindikasi
 Gunakan dengan hati-hati pada pasien alergi
 Jangan di gunakan pada penderita insufisiensi koroner dan ginjal.

Keterangan:
D: Dewasa
PO: Peroral
IV: Intra Vena
IM: Intra Muskular
1.4 Referensi
Deglin, Vallerand. 2005. Pedoman Obat Untuk Perawat. Jakarta: EGC
FKUI, Bagian Farmakologi. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Gaya Baru:
Jakarta
http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/04/obat-otonomik.html
Kee, Hayes. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC
Penggolongan Obat Otonom

Pengertian Obat Otonomik Dan Penggolongannya Berdasarkan Macam Saraf


Otonom
Obat otonom adalah obat yang bekerja pada berbagai bagaian susunan saraf otonom, mulai dari sel saraf
sampai dengan sel efektor.
Secara anatomi susunan saraf otonom terdiri atas praganglion, ganglion dan pascaganglion yang mempersarafi
sel efektor. Serat eferen persarafan otonom terbagi atas sistem persarafan simpatis dan parasimpatis.
Berdasarkan macam saraf otonom tersebut, maka obat otonomik digolongkan menjadi :
Saraf Parasimpatis
 Parasimpatomimetik atau Kolinergik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf parasimpatis.
 Parasimpatolitik atau Antagonis Kolinergik
Menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf parasimpatis.
Saraf Simpatis
 Simpatomimetik atau Adrenegik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf simpatis.
 Simpatolitik atau Antagonis Adrenegik
Menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf simpatis.
Obat Ganglion
Merangsang atau menghambat penerusan impuls di ganglion, baik pada saraf parasimpatis maupun pada saraf
simpatis.
MEKANISME KERJA OBAT OTONOMIK
 Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohumoral/transmitor dengan cara menghambat
atau mengintensifkannya.
 Mekanisme kerja obat otonomik timbul akibat interaksi obat dengan reseptor pada sel
organisme.
 Terjadi perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respon khas oleh obat
tersebut.
 Pengaruh obat pada transmisi sistem kolinergik maupun adrenergik, yaitu :
1. Hambatan pada sintesis atau pelepasan transmitor
a. Kolinergik
- Hemikolonium menghambat ambilan kolin ke dalam ujung saraf dengan demikian mengurangi
sintesis ACh.
- Toksin botulinus menghambat penglepasan ACh di semua saraf kolinergik sehingga dapat
menyebabkan kematian akibat paralisis pernafasan perifer. Toksin ini memblok secara irreversible penglepasan
ACh dari gelembung saraf di ujung akson dan merupakan salah satu toksin paling proten. Diproduksi oleh
bakteri Clostridium botulinum.
- Toksin tetanus mempunyai mekanisme kerja yang serupa.
b. Adrenergik
- Metiltirosin memblok síntesis NE dengan menghambat tirosin hidroksilase yaitu enzim yang
mengkatalisis tahap penentu pada síntesis NE.
- Metildopa menghambat dopa dekarboksilase
- Guanetidin dan bretilium menggangu penglepasan dan penyimpanan NE.
2. Menyebabkan pepasan transmitor
a. Kolinergik
- Racun laba-laba black widow menyebabkan penglepasan ACh (eksositosis) yang berlebihan,
disusul dengan blokade penglepasan ini.
b. Adrenergik
- Tiramin, efedrin, amfetamin dan obat sejenis menyebabkan penglepasan NE yang relatif
cepat dan singkat sehingga menghasilkan efek simpatomimetik.
- Reseprin memblok transpor aktif NE ke dalam vesikel, menyebabkan penglepasan NE secara lambat
dari dalam vesikel ke aksoplasma sehingga NE dipecah oleh MAO. Akibatnya terjadi blokade adrenergik akibat
pengosongan depot NE di ujung saraf.
3. Ikatan dengan receptor
- Agonis adalah obat yang menduduki reseptor dan dapat menimbulkan efek yang mirip dengan efek
transmitor.
- Antagonis atau blocker adalah obat yang hanya menduduki reseptor tanpa menimbulkan efek
langsung, tetapi efek akibat hilangnya efek transmitor karena tergesernya transmitor dari reseptor.
4. Hambatan destruksi transmitor
1. Kolinergik
- Antikolinesterase kelompok besar zat yang menghambat destruksi ACh karena menghambat AChE,
dengan akibat perangsangan berlebihan di reseptor muskarinik oleh ACh dan terjadinya perangsangan yang
disusul blokade di reseptor nikotinik.
1. Adrenergik
- Kokain dan imipramin mendasari peningkatan respon terhadap perangsangan simpatis akibat
hambatan proses ambilan kembali NE setelah penglepasanya di ujung saraf. Ambilan kembali NE setelah
penglepasanya di ujung saraf merupakan mekanisme utama penghentian transmisi adrenergik.
- Pirogalol (penghambat COMT) sedikit meningkatkan respons katekolamin.
- TranilPengertian Obat Otonomik Dan Penggolongannya Berdasarkan Macam
Saraf Otonom
Obat otonom adalah obat yang bekerja pada berbagai bagaian susunan saraf otonom, mulai dari sel saraf
sampai dengan sel efektor.
Secara anatomi susunan saraf otonom terdiri atas praganglion, ganglion dan pascaganglion yang mempersarafi
sel efektor. Serat eferen persarafan otonom terbagi atas sistem persarafan simpatis dan parasimpatis.
Berdasarkan macam saraf otonom tersebut, maka obat otonomik digolongkan menjadi :
Saraf Parasimpatis
 Parasimpatomimetik atau Kolinergik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf parasimpatis.
 Parasimpatolitik atau Antagonis Kolinergik
Menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf parasimpatis.
Saraf Simpatis
 Simpatomimetik atau Adrenegik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf simpatis.
 Simpatolitik atau Antagonis Adrenegik
Menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf simpatis.
Obat Ganglion
Merangsang atau menghambat penerusan impuls di ganglion, baik pada saraf parasimpatis maupun pada saraf
simpatis.
MEKANISME KERJA OBAT OTONOMIK
 Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohumoral/transmitor dengan cara menghambat
atau mengintensifkannya.
 Mekanisme kerja obat otonomik timbul akibat interaksi obat dengan reseptor pada sel
organisme.
 Terjadi perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respon khas oleh obat
tersebut.
 Pengaruh obat pada transmisi sistem kolinergik maupun adrenergik, yaitu :
1. Hambatan pada sintesis atau pelepasan transmitor
a. Kolinergik
- Hemikolonium menghambat ambilan kolin ke dalam ujung saraf dengan demikian mengurangi
sintesis ACh.
- Toksin botulinus menghambat penglepasan ACh di semua saraf kolinergik sehingga dapat
menyebabkan kematian akibat paralisis pernafasan perifer. Toksin ini memblok secara irreversible penglepasan
ACh dari gelembung saraf di ujung akson dan merupakan salah satu toksin paling proten. Diproduksi oleh
bakteri Clostridium botulinum.
- Toksin tetanus mempunyai mekanisme kerja yang serupa.
b. Adrenergik
- Metiltirosin memblok síntesis NE dengan menghambat tirosin hidroksilase yaitu enzim yang
mengkatalisis tahap penentu pada síntesis NE.
- Metildopa menghambat dopa dekarboksilase
- Guanetidin dan bretilium menggangu penglepasan dan penyimpanan NE.
2. Menyebabkan pepasan transmitor
a. Kolinergik
- Racun laba-laba black widow menyebabkan penglepasan ACh (eksositosis) yang berlebihan,
disusul dengan blokade penglepasan ini.
b. Adrenergik
- Tiramin, efedrin, amfetamin dan obat sejenis menyebabkan penglepasan NE yang relatif
cepat dan singkat sehingga menghasilkan efek simpatomimetik.
- Reseprin memblok transpor aktif NE ke dalam vesikel, menyebabkan penglepasan NE secara lambat
dari dalam vesikel ke aksoplasma sehingga NE dipecah oleh MAO. Akibatnya terjadi blokade adrenergik akibat
pengosongan depot NE di ujung saraf.
3. Ikatan dengan receptor
- Agonis adalah obat yang menduduki reseptor dan dapat menimbulkan efek yang mirip dengan efek
transmitor.
- Antagonis atau blocker adalah obat yang hanya menduduki reseptor tanpa menimbulkan efek
langsung, tetapi efek akibat hilangnya efek transmitor karena tergesernya transmitor dari reseptor.
4. Hambatan destruksi transmitor
1. Kolinergik
- Antikolinesterase kelompok besar zat yang menghambat destruksi ACh karena menghambat AChE,
dengan akibat perangsangan berlebihan di reseptor muskarinik oleh ACh dan terjadinya perangsangan yang
disusul blokade di reseptor nikotinik.
1. Adrenergik
- Kokain dan imipramin mendasari peningkatan respon terhadap perangsangan simpatis akibat
hambatan proses ambilan kembali NE setelah penglepasanya di ujung saraf. Ambilan kembali NE setelah
penglepasanya di ujung saraf merupakan mekanisme utama penghentian transmisi adrenergik.
- Pirogalol (penghambat COMT) sedikit meningkatkan respons katekolamin.
- Tranilsipromin, pargilin, iproniazid dan nialamid (penghambat MAO)
meningkatkan efek tiramin tetapi tidak meningkatkan efek katekolamin.Pengertian Obat
Otonomik Dan Penggolongannya Berdasarkan Macam Saraf Otonom
Obat otonom adalah obat yang bekerja pada berbagai bagaian susunan saraf otonom, mulai dari sel saraf
sampai dengan sel efektor.
Secara anatomi susunan saraf otonom terdiri atas praganglion, ganglion dan pascaganglion yang mempersarafi
sel efektor. Serat eferen persarafan otonom terbagi atas sistem persarafan simpatis dan parasimpatis.
Berdasarkan macam saraf otonom tersebut, maka obat otonomik digolongkan menjadi :
Saraf Parasimpatis
 Parasimpatomimetik atau Kolinergik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf parasimpatis.
 Parasimpatolitik atau Antagonis Kolinergik
Menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf parasimpatis.
Saraf Simpatis
 Simpatomimetik atau Adrenegik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf simpatis.
 Simpatolitik atau Antagonis Adrenegik
Menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf simpatis.
Obat Ganglion
Merangsang atau menghambat penerusan impuls di ganglion, baik pada saraf parasimpatis maupun pada saraf
simpatis.
MEKANISME KERJA OBAT OTONOMIK
 Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohumoral/transmitor dengan cara menghambat
atau mengintensifkannya.
 Mekanisme kerja obat otonomik timbul akibat interaksi obat dengan reseptor pada sel
organisme.
 Terjadi perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respon khas oleh obat
tersebut.
 Pengaruh obat pada transmisi sistem kolinergik maupun adrenergik, yaitu :
1. Hambatan pada sintesis atau pelepasan transmitor
a. Kolinergik
- Hemikolonium menghambat ambilan kolin ke dalam ujung saraf dengan demikian mengurangi
sintesis ACh.
- Toksin botulinus menghambat penglepasan ACh di semua saraf kolinergik sehingga dapat
menyebabkan kematian akibat paralisis pernafasan perifer. Toksin ini memblok secara irreversible penglepasan
ACh dari gelembung saraf di ujung akson dan merupakan salah satu toksin paling proten. Diproduksi oleh
bakteri Clostridium botulinum.
- Toksin tetanus mempunyai mekanisme kerja yang serupa.
b. Adrenergik
- Metiltirosin memblok síntesis NE dengan menghambat tirosin hidroksilase yaitu enzim yang
mengkatalisis tahap penentu pada síntesis NE.
- Metildopa menghambat dopa dekarboksilase
- Guanetidin dan bretilium menggangu penglepasan dan penyimpanan NE.
2. Menyebabkan pepasan transmitor
a. Kolinergik
- Racun laba-laba black widow menyebabkan penglepasan ACh (eksositosis) yang berlebihan,
disusul dengan blokade penglepasan ini.
b. Adrenergik
- Tiramin, efedrin, amfetamin dan obat sejenis menyebabkan penglepasan NE yang relatif
cepat dan singkat sehingga menghasilkan efek simpatomimetik.
- Reseprin memblok transpor aktif NE ke dalam vesikel, menyebabkan penglepasan NE secara lambat
dari dalam vesikel ke aksoplasma sehingga NE dipecah oleh MAO. Akibatnya terjadi blokade adrenergik akibat
pengosongan depot NE di ujung saraf.
3. Ikatan dengan receptor
- Agonis adaPengertian Obat Otonomik Dan Penggolongannya Berdasarkan
Macam Saraf Otonom
Obat otonom adalah obat yang bekerja pada berbagai bagaian susunan saraf otonom, mulai dari sel saraf
sampai dengan sel efektor.
Secara anatomi susunan saraf otonom terdiri atas praganglion, ganglion dan pascaganglion yang mempersarafi
sel efektor. Serat eferen persarafan otonom terbagi atas sistem persarafan simpatis dan parasimpatis.
Berdasarkan macam saraf otonom tersebut, maka obat otonomik digolongkan menjadi :
Saraf Parasimpatis
 Parasimpatomimetik atau Kolinergik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf parasimpatis.
 Parasimpatolitik atau Antagonis Kolinergik
Menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf parasimpatis.
Saraf Simpatis
 Simpatomimetik atau Adrenegik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf simpatis.
 Simpatolitik atau Antagonis Adrenegik
Menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf simpatis.
Obat Ganglion
Merangsang atau menghambat penerusan impuls di ganglion, baik pada saraf parasimpatis maupun pada saraf
simpatis.
MEKANISME KERJA OBAT OTONOMIK
 Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohumoral/transmitor dengan cara menghambat
atau mengintensifkannya.
 Mekanisme kerja obat otonomik timbul akibat interaksi obat dengan reseptor pada sel
organisme.
 Terjadi perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respon khas oleh obat
tersebut.
 Pengaruh obat pada transmisi sistem kolinergik maupun adrenergik, yaitu :
1. Hambatan pada sintesis atau pelepasan transmitor
a. Kolinergik
- Hemikolonium menghambat ambilan kolin ke dalam ujung saraf dengan demikian mengurangi
sintesis ACh.
- Toksin botulinus menghambat penglepasan ACh di semua saraf kolinergik sehingga dapat
menyebabkan kematian akibat paralisis pernafasan perifer. Toksin ini memblok secara irreversible penglepasan
ACh dari gelembung saraf di ujung akson dan merupakan salah satu toksin paling proten. Diproduksi oleh
bakteri Clostridium botulinum.
- Toksin tetanus mempunyai mekanisme kerja yang serupa.
b. Adrenergik
- Metiltirosin memblok síntesis NE dengan menghambat tirosin hidroksilase yaitu enzim yang
mengkatalisis tahap penentu pada síntesis NE.
- Metildopa menghambat dopa dekarboksilase
- Guanetidin dan bretilium menggangu penglepasan dan penyimpanan NE.
2. Menyebabkan pepasan transmitor
a. Kolinergik
- Racun laba-laba black widow menyebabkan penglepasan ACh (eksositosis) yang berlebihan,
disusul dengan blokade penglepasan ini.
b. Adrenergik
- Tiramin, efedrin, amfetamin dan obat sejenis menyebabkan penglepasan NE yang relatif
cepat dan singkat sehingga menghasilkan efek simpatomimetik.
- Reseprin memblok transpor aktif NE ke dalam vesikel, menyebabkan penglepasan NE secara lambat
dari dalam vesikel ke aksoplasma sehingga NE dipecah oleh MAO. Akibatnya terjadi blokade adrenergik akibat
pengosongan depot NE di ujung saraf.
3. Ikatan dengan receptor
- Agonis adalah obat yang menduduki reseptor dan dapat menimbulkan efek yang mirip dengan efek
transmitor.
- Antagonis atau blocker adalah obat yang hanya menduduki reseptor tanpa menimbulkan efek
langsung, tetapi efek akibat hilangnya efek transmitor karenaCVPengertian Obat Otonomik Dan
Penggolongannya Berdasarkan Macam Saraf Otonom
Obat otonom adalah obat yang bekerja pada berbagai bagaian susunan saraf otonom, mulai dari sel saraf
sampai dengan sel efektor.
Secara anatomi susunan saraf otonom terdiri atas praganglion, ganglion dan pascaganglion yang mempersarafi
sel efektor. Serat eferen persarafan otonom terbagi atas sistem persarafan simpatis dan parasimpatis.
Berdasarkan macam saraf otonom tersebut, maka obat otonomik digolongkan menjadi :
Saraf Parasimpatis
 Parasimpatomimetik atau Kolinergik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf parasimpatis.
 Parasimpatolitik atau Antagonis Kolinergik
Menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf parasimpatis.
Saraf Simpatis
 Simpatomimetik atau Adrenegik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf simpatis.
 Simpatolitik atau Antagonis Adrenegik
Menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf simpatis.
Obat Ganglion
Merangsang atau menghambat penerusan impuls di ganglion, baik pada saraf parasimpatis maupun pada saraf
simpatis.
MEKANISME KERJA OBAT OTONOMIK
 Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohumoral/transmitor dengan cara menghambat
atau mengintensifkannya.
 Mekanisme kerja obat otonomik timbul akibat interaksi obat dengan reseptor pada sel
organisme.
 Terjadi perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respon khas oleh obat
tersebut.
 Pengaruh obat pada transmisi sistem kolinergik maupun adrenergik, yaitu :
1. Hambatan pada sintesis atau pelepasan transmitor
a. Kolinergik
- Hemikolonium menghambat ambilan kolin ke dalam ujung saraf dengan demikian mengurangi
sintesis ACh.
- Toksin botulinus menghambat penglepasan ACh di semua saraf kolinergik sehingga dapat
menyebabkan kematian akibat paralisis pernafasan perifer. Toksin ini memblok secara irreversible penglepasan
ACh dari gelembung saraf di ujung akson dan merupakan salah satu toksin paling proten. Diproduksi oleh
bakteri Clostridium botulinum.
- Toksin tetanus mempunyai mekanisme kerja yang serupa.
b. Adrenergik
- Metiltirosin memblok síntesis NE dengan menghambat tirosin hidroksilase yaitu enzim yang
mengkatalisis tahap penentu pada síntesis NE.
- Metildopa menghambat dopa dekarboksilase
- Guanetidin dan bretilium menggangu penglepasan dan penyimpanan NE.
2. Menyebabkan pepasan transmitor
a. Kolinergik
- Racun laba-laba black widow menyebabkan penglepasan ACh (eksositosis) yang berlebihan,
disusul dengan blokade penglepasan ini.
b. Adrenergik
- Tiramin, efedrin, amfetamin dan obat sejenis menyebabkan penglepasan NE yang relatif
cepat dan singkat sehingga menghasilkan efek simpatomimetik.
- Reseprin memblok transpor aktif NE ke dalam vesikel, menyebabkan penglepasan NE secara lambat
dari dalam vesikel ke aksoplasma sehingga NE dipecah oleh MAO. Akibatnya terjadi blokade adrenergik akibat
pengosongan depot NE di ujung saraf.
3. Ikatan dengan receptor
- Agonis adalah obat yang menduduki reseptor dan dapat menimbulkan efek yang mirip dengan efek
transmitor.
- Antagonis atau blocker adalah obat yang hanya menduduki reseptor tanpa menimbulkan efek
langsung, tetapi efek akibat hilangnya efek transmitor karena tergesernya transmitor dari reseptor.
4. Hambatan destruksi transmitor
1. Kolinergik
- Antikolinesterase kelompok besar zat yang menghambat destruksi ACh karena menghambat AChE,
dengan akibat perangsangan berlebihan di reseptor muskarinik oleh ACh dan terjadinya perangsangan yang
disusul blokade di reseptor nikotinik.
1. Adrenergik
- Kokain dan imipramin mendasari peningkatan respon terhadap perangsangan simpatis akibat
hambatan proses ambilan kembali NE setelah penglepasanya di ujung saraf. Ambilan kembali NE setelah
penglepasanya di ujung saraf merupakan mekanisme utama penghentian transmisi adrenergik.
- Pirogalol (penghambat COMT) sedikit meningkatkan respons katekolamin.
- Tranilsipromin, pargilin, iproniazid dan nialamid (penghambat MAO) meningkatkan
efek tiramin tetapi tidak meningkatkan efek katekolami tergesernya transmitor dari reseptor.
4. Hambatan destruksi transmitor
1. Kolinergik
- Antikolinesterase kelompok besar zat yang menghambat destruksi ACh karena menghambat AChE,
dengan akibat perangsangan berlebihan di reseptor muskarinik oleh ACh dan terjadinya perangsangan yang
disusul blokade di reseptor nikotinik.
1. Adrenergik
- Kokain dan imipramin mendasari peningkatan respon terhadap perangsangan simpatis akibat
hambatan proses ambilan kembali NE setelah penglepasanya di ujung saraf. Ambilan kembali NE setelah
penglepasanya di ujung saraf merupakan mekanisme utama penghentian transmisi adrenergik.
- Pirogalol (penghambat COMT) sedikit meningkatkan respons katekolamin.
- Tranilsipromin, pargilin, iproniazid dan nialamid (penghambat MAO) meningkatkan
efek tiramin tetapi tidak meningkatkan efek katekolamin.lah obat yang menduduki reseptor dan dapat
menimbulkan efek yang mirip dengan efek transmitor.
- Antagonis atau blocker adalah obat yang hanya menduduki reseptor tanpa menimbulkan efek
langsung, tetapi efek akibat hilangnya efek transmitor karena tergesernya transmitor dari reseptor.
4. Hambatan destruksi transmitor
1. Kolinergik
- Antikolinesterase kelompok besar zat yang menghambat destruksi ACh karena menghambat AChE,
dengan akibat perangsangan berlebihan di reseptor muskarinik oleh ACh dan terjadinya perangsangan yang
disusul blokade di reseptor nikotinik.
1. Adrenergik
- Kokain dan imipramin mendasari peningkatan respon terhadap perangsangan simpatis akibat
hambatan proses ambilan kembali NE setelah penglepasanya di ujung saraf. Ambilan kembali NE setelah
penglepasanya di ujung saraf merupakan mekanisme utama penghentian transmisi adrenergik.
- Pirogalol (penghambat COMT) sedikit meningkatkan respons katekolamin.
- Tranilsipromin, pargilin, iproniazid dan nialamid (penghambat MAO) meningkatkan
efek tiramin tetapi tidak meningkatkan efek katekolamin.

Anda mungkin juga menyukai