Anda di halaman 1dari 99

ANALISIS KUALITAS PRODUK PIPA API 5L DENGAN

MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA (DMAIC) PADA


PLANT KT 24 DI PT XYZ

TUGAS AKHIR

Doni Magat Harahap


1112003030

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS BAKRIE
JAKARTA
2015
ANALISIS KUALITAS PRODUK PIPA API 5L DENGAN
MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA (DMAIC) PADA
PLANT KT 24 DI PT XYZ

TUGAS AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Doni Magat Harahap


1112003030

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS BAKRIE
JAKARTA
2015

i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tugas Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Doni Magat Harahap

NIM : 1112003030

Tanda Tangan :

Tanggal : 2015

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Akhir ini diajukan oleh


Nama : Doni Magat Harahap
NIM : 1112003030
Program Studi : Teknik Industri
Fakultas : Teknik dan Ilmu Komputer
Judul Skripsi : Analisis Kualitas Produk Pipa API 5L dengan
Menggunakan Metode Six Sigma (DMAIC) pada
Plant KT 24 di PT XYZ

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Pembahas dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik dan
Ilmu Komputer, Universitas Bakrie.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing Penguji

Ir. Gunawarman Hartono, M.Eng. Ir. Paulus AC Tangkere, M.M

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 2015

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang memberikan segala kenikmatan yang tak
akan pernah dapat dihitung oleh bilangan apapun. Kenikmatan hidup yang tidak
pernah bisa dibayar dan tak ada yang menjualnya. Sungguh Kau Maha dari segala
Maha yang ada. Atas limpahan kenikmatan salah satunya penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Analisis Kualitas Produk Pipa API
5L dengan Menggunakan Metode Six Sigma (DMAIC) pada Plant KT 24 di
PT XYZ”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan untuk mu, Baginda
Agung Muhammad SAW, serta kepada keluarga, sahabat, para alim ulama, dan
semoga kita termasuk dalam barisan Beliau di Yaumil Akhir nanti.
Tugas Akhir ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan ujian Sarjana
Teknik pada Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer,
Universitas Bakrie, Jakarta.
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis mendapat bimbingan, nasihat,
motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Ir. Sofia W.Alisjahbana, M.Sc., Ph.D., selaku rektor Universitas
Bakrie.
2. Bapak Ir. Esa Haruman Wiraatmadja, M.Sc.Eng., Ph.D., selaku Dekan
Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Bakrie.
3. Bapak Ir. Gunawarman Hartono, M.Eng., selaku Ketua Program Studi
Teknik Industri Universitas Bakrie sekaligus dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dengan sabar untuk
memberikan bimbingan yang sangat bermanfaat selama proses
penyelesaian Tugas Akhir ini.
4. Bapak Ir. Paulus AC Tangkere, M.M., selaku dosen penguji pada sidang
Tugas Akhir yang memberikan banyak saran, dan masukan bermanfaat
bagi penyelesaian Tugas Akhir ini.

iv
5. Seluruh Dosen dan Karyawan Program Studi Teknik Industri Universitas
Bakrie yang telah memberikan pengajaran dan ilmu yang bermanfaat bagi
penulis.
6. Bapak M. Rusdi, Ahmad Puspayuda, Saimun, Nano, Slamet, Seylendra,
Ali, Chandra, dan seluruh karyawan PT XYZ yang telah memberikan
informasi dan perhatian yang luar biasa kepada penulis.
7. Azmal Harahap dan Nurhayati selaku orangtua kandung yang sangat
penulis sayangi dan telah senantiasa memperjuangkan penulis hingga bisa
menjadi sampai sekarang.
8. Andira, Doly, Denggan, Demi, dan Irji selaku saudara kandung, serta
Andini Langoday selaku sepupu dari penulis yang selalu jadi motivasi
penulis untuk tidak berputus asa dan tetap semangat dalam penyusunan
Tugas Akhir ini.
9. Sahabat-sahabat ku Teknik Industri 2011 yang telah memberikan
dukungan dan masukkan kepada penulis dalam menyelesaikan
penyusunan Tugas Akhir ini.
10. Amalia, Annisa, Arif, Aristantia, Balgis, Fitri Handayani, Ilfi, Iqbal,
Mawaddatul, Mega, Rischa, Riski Ilahi, Tyara, dan Vino yang selalu ada
memberikan bantuan, masukan, dan dukungan kepada penulis dalam
penyusunan Tugas Akhir ini.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyajian dan penyusunan Tugas
Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima
kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga
semua bantuan dan jerih payah yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah
SWT dan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait kedepannya.

Jakarta, 21 April 2015

Penulis

v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

Sebagai sivitas akademik Universitas Bakrie, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:

Nama : Doni Magat Harahap


NIM : 1112003030
Program Studi : Teknik Industri
Fakultas : Teknik dan Ilmu Komputer
Jenis Tugas Akhir : Kuantitatif Kualitatif

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Bakrie Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

ANALISIS KUALITAS PRODUK PIPA API 5L DENGAN


MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA (DMAIC) PADA PLANT KT 24
DI PT XYZ

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Bakrie berhak menyimpan, mengalihmedia/
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta untuk kepentingan
akademis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 2015

Yang menyatakan

(Doni Magat Harahap)

vi
Universitas Bakrie

ANALISIS KUALITAS PRODUK PIPA API 5L DENGAN


MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA (DMAIC) PADA
PLANT KT 24 DI PT XYZ

Doni Magat Harahap1

ABSTRAK

Untuk menghasilkan produk dengan kualitas yang baik pada era globalisasi saat
ini, sebuah industri dituntut untuk memberikan produk yang tidak cacat dan sesuai
dengan spesifikasi. PT XYZ adalah sebuah industri pipa baja dengan berbagai
macam ukuran dan diameter. Dalam proses produksinya, PT XYZ melakukan
pengendalian kualitas dengan menetapkan batas maksimum toleransi kerusakan
sebesar 5%. Namun, dalam pengendalian kualitas tersebut, masih terdapat produk
cacat pada beberapa proses pengerjaan OP tahun 2014/2015 di luar batas toleransi
yaitu sebanyak 12 OP dari 19 OP yang dikerjakan berada di luar batas toleransi
atau sekitar 36,84% yang masuk dalam batas toleransi. Penyebab kerusakan
produk cacat yang terjadi pada pipa API 5L didominasi oleh Downgrade sebanyak
48% dan pipa Class C Reject sebanyak 44% yang dikualifikasikan sebagai CTQ
(Critical To Quality). Untuk itu, metode Six Sigma ini digunakan dalam upaya
meningkatkan kualitas produk pipa baja melalui tahap DMAIC (Define, Measure,
Analyze, Improve dan Control). Hasil analisis penelitian menggunakan metode Six
Sigma diketahui bahwa nilai DPMO (Defect Per Million Opportunities) sebesar
24.420,36 dan nilai Sigma 3,69. Dan dari hasil analisis menggunakan metode
FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) diketahui bahwa faktor penyebab
utama terjadinya produk cacat adalah faktor electrical Problem yaitu adanya
masalah HF (High Frequency) dan annealer Problem pada mesin pengelasan, dan
jointing Problem pada proses penyambungan pipa, kemudian diikuti dengan
faktor roll Problem yaitu masalah jointing putus, dan terakhir disebabkan oleh
faktor mechanical Problem yaitu masalah Uncoiler Problem pada mesin input
bahan baku.

Kata kunci: Pengendalian Kualitas, Six Sigma, CTQ, DMAIC, FMEA.

1
Mahasiswa Universitas Bakrie

vii
Universitas Bakrie

ANALYSIS OF API 5L PIPE PRODUCT QUALITY USING SIX


SIGMA (DMAIC) METHOD ON KT 24 PLANT AT PT XYZ

Doni Magat Harahap2

ABSTRACT

To produce products with good quality in era of globalization, an industry is


required to provide a product that is not defective and in accordance with the
specifications. PT XYZ is a steel pipe industry with various diameters and sizes. In
the production process, PT XYZ performs Quality Control by setting damage
tolerance maximum limit. The maximum limit is 5%. However, in the Quality
Control, there are still defect levels at some OPs produced in 2014 that 12 OPs
are out of tolerance from 19 OPs. Which means there are only 36,84% working
process in tolerance. The causes of products defects that occur at API 5L seel
pipe is dominated by 48% Downgrade pipe and 44% Class C Reject pipe that
would be qualified as Critical To Quality (CTQ). Therefore, Six Sigma method is
used to improve the steel pipe products quality through the stages of DMAIC
(Define, Measure, Analyze, Improve and Control). The study results showed that
using Six Sigma method DPMO (Defect Per Million Opportunities) about
24.420,36 and 3,69 for the Sigma value. The main factors that cause products
defects are electrical Problems factor with High Frequency Problem and
annealer probel in welding machine, jointing Problem in process pipe joint,
followed by roll Problem factor with the broken jointing and mechanical Problem
factor with Uncoiler Problem in material input process machine.
Keywords: Quality Control, Six Sigma, CTQ, DMAIC, FMEA.

2
Mahasiswa Universitas Bakrie

viii
Universitas Bakrie

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................. vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ........................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 4
1.3 Batasan Masalah ....................................................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................................... 5
1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 8
2.1 Pengendalian Kualitas ............................................................................................... 8
2.2 Definisi dan Konsep Six Sigma ................................................................................. 9
2.3 Metodologi DMAIC................................................................................................ 13
2.3.1 Tahap Define .................................................................................................... 13
2.3.2 Tahap Measure................................................................................................. 16
2.3.3 Tahap Analyze .................................................................................................. 20
2.3.4 Tahap Improve ................................................................................................. 21
2.3.5 Tahap Control .................................................................................................. 26
2.4 Kerangka Konsep Penelitian ................................................................................... 26

ix
Universitas Bakrie

2.5 Penelitian Terdahulu ............................................................................................... 28


BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 30
3.1 Jenis Penelitian........................................................................................................ 30
3.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................................................ 30
3.2.1 Jenis Data ......................................................................................................... 30
3.2.2 Sumber Data..................................................................................................... 31
3.3 Diagram Alir Penelitian .......................................................................................... 31
3.4 Metode Pengumpulan Data ..................................................................................... 32
3.4.1 Studi Pustaka .................................................................................................... 32
3.4.2 Observasi Langsung ......................................................................................... 33
3.4.3 Wawancara Terstruktur .................................................................................... 33
3.5 Metode Analisis Data .............................................................................................. 33
3.5.1 Tahap Define .................................................................................................... 33
3.5.2 Tahap Measure................................................................................................. 34
3.5.3 Tahap Analyze .................................................................................................. 34
3.5.4 Tahap Improve ................................................................................................. 35
3.5.5 Tahap Control .................................................................................................. 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 36
4.1 Gambaran Umum Perusahaan................................................................................. 36
4.2 Pengumpulan Data .................................................................................................. 37
4.2.1 Data Jenis Cacat Produk Pipa API 5L .............................................................. 38
4.2.2 Data Waktu dan Jenis Breakdown (PAMCO Summary).................................. 39
4.2.3 Data Cacat dan Jumlah Produksi KT 24 .......................................................... 41
4.3 Pengolahan Data ..................................................................................................... 42
4.3.1 Tahap Define .................................................................................................... 42
4.3.2 Tahap Measure................................................................................................. 44
4.3.3 Tahap Analyze .................................................................................................. 54
4.3.4 Tahap Improve ................................................................................................. 59
4.3.5 Tahap Control .................................................................................................. 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 68
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 68

x
Universitas Bakrie

5.2 Saran ....................................................................................................................... 69


DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 71
LAMPIRAN .......................................................................................................... 73

xi
Universitas Bakrie

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Pipa Baja Jenis API 5L.............................................................2


Gambar 1.2 Percentages Unexpected Stopages Tahun 2014.......................3
Gambar 2.1 Contoh Pareto Chart................................................................14
Gambar 2.2 Contoh Process Mapping (SIPOC Diagram)..........................16
Gambar 2.3 Contoh Bentuk Peta Kendali U (U-Chart)..............................19
Gambar 2.4 Contoh Diagram Sebab Akibat................................................21
Gambar 2.5 Contoh Iceberg Diagram.........................................................26
Gambar 2.6 Kerangka Konsep Penelitian....................................................27
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian...........................................................32
Gambar 4.1 SIPOC Diagram Produksi Pipa Jenis API 5L..........................37
Gambar 4.2 Pareto Chart Jenis Cacat pada Produk Pipa Jenis API 5L......43
Gambar 4.3 Pareto Diagram nilai DPMO..................................................48
Gambar 4.4 Peta Kendali U-Chart Pipa Baja Jenis API 5L........................53
Gambar 4.5 Pareto Diagram Prioritas Perbaikan dari Waktu Breakdown.57
Gambar 4.6 Fishbone Diagram Untuk Downgrade, Class C reject...........58
Gambar 4.7 Iceberg diagram Kecacatan Pipa............................................65
Gambar L.1 Flow Process Chart Plant KT 24...........................................77
Gambar L.2 Mesin Uncoilling....................................................................78
Gambar L.3 Mesin Jointing........................................................................79
Gambar L.4 Mesin Edge Scraping..............................................................79
Gambar L.5 Mesin forming.........................................................................80
Gambar L.6 Mesin HF Welding..................................................................80
Gambar L.7 Scarf Box.................................................................................81
Gambar L.8 Heat Treatment (Annealing)...................................................82

xii
Universitas Bakrie

Gambar L.9 Mesin Sizing............................................................................82


Gambar L.10 Mesin Cut-off .......................................................................83

xiii
Universitas Bakrie

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tingkat Kecacatan pada Sigma.......................................................10


Tabel 2.2 Contoh tabel spreadsheet FMEA....................................................23
Tabel 2.3 Nilai occurance (OCC), severity, (SEV), dan detection (DET)......24
Tabel 2.4 Contoh Bentuk Tabel Action For Failure Mode.............................25
Tabel 2.5 Penelitian Terdahulu yang terkait....................................................28

Tabel 4.1 Data Jenis Breakdown Penyebab Pipa Reject..................................40

Tabel 4.2 Data Cacat dan Jumlah Produksi KT 24…......................................41

Tabel 4.3 Persentase jenis cacat untuk prioritas perbaikan CTQ.....................42

Tabel 4.4 Perhitungan Nilai DPMO dan Nilai Sigma Untuk Setiap OP..........45

Tabel 4.5 Data Prioritas Analisis OP nilai DPMO tinggi................................46

Tabel 4.6 OP Kritis Penyebab Tingginya Nilai DPMO...................................49

Tabel 4.7 Perhitungan Nilai CL=U bar, LCL, UCL dan Proprosi Defect........51
Tabel 4.8 Data Waktu Breakdown 8 OP Penyebab Tingginya Nilai DPMO...55
Tabel 4.9 Spreadsheet FMEA Masalah Downgrade, Class C Reject..............61

Tabel 4.10 Tabel Action Plan For Failure Mode Downgrade, Class C
Reject................................................................................................................64

xiv
Universitas Bakrie

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Data Percentages Unexpected Stopages Plant KT 24


(Januari 2014-Desember 2014)........................................................................73
Lampiran 2: Data Reject Pipa API 5L Per OP (Januari 2014-Maret 2015)......74
Lampiran 3: Tabel Konversi Sigma..................................................................75
Lampiran 4: Item pertanyaan wawancara pihak Quality Control PT XYZ......76
Lampiran 5: Alur Proses Produksi Plant KT 24...............................................77
Lampiran 6: Uraian Proses Produksi Plant KT 24............................................78

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemajuan dan perkembangan zaman telah mengubah persepsi konsumen
dalam memilih suatu produk yang diinginkan. Kualitas menjadi aspek yang sangat
penting bagi konsumen untuk memilih produk di samping faktor harga yang
bersaing. Perbaikan dan peningkatan kualitas produk dengan harapan tercapainya
tingkat cacat produk mendekati zero defect membutuhkan biaya yang tidak
sedikit. Perbaikan kualitas dan perbaikan proses terhadap sistem produksi secara
menyeluruh harus dilakukan jika perusahaan ingin menghasilkan produk yang
berkualitas baik dalam waktu yang relatif singkat.

Suatu perusahaan dapat dikatakan berkualitas apabila perusahaan tersebut


memiliki sistem produksi yang baik dengan proses yang terkendali. Hal ini sangat
berhubungan dengan proses produksi dan kecepatan produksi. Untuk dapat
bersaing dalam pasar sekarang ini, perusahaan harus selalu berusaha
meningkatkan efisiensi dan memfokuskan diri pada minimalisasi cacat serta
pemborosan dari keseluruhan proses yang mereka lakukan.

Meminimalisasi cacat adalah suatu usaha yang dilakukan secara


berkesinambungan, salah satunya dengan menerapkan metode Six Sigma. Six
Sigma adalah seperangkat alat yang digunakan untuk mengidentifikasi,
menganalisis, dan mengeliminasi sumber variasi dalam proses (Gaspersz, 2007).
Hal yang harus dilakukan adalah menentukan karakteristik kualitas yang
diinginkan konsumen (CTQ) dan melihat sejauh mana produk yang dibuat tidak
memenuhi apa yang diinginkan oleh konsumen.

PT XYZ adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang industri


pengolahan baja (coil) menjadi pipa baja batangan siap pakai, dengan Plant
unggulannya yaitu Kaiser Torrance (KT) 24 yang mempunyai desain kapasitas

1
Universitas Bakrie

produksi 150.000 ton per tahun dan mampu memproduksi pipa berdiameter 8 5/8
inchi sampai 24 inchi dengan ketebalan 4.8 mm – 15.9 mm dengan berbagai
macam spesifikasi. Pada Tahun 1979 dan 1984 American Petroleum Institute
(API) memberikan pengakuan kepada PT XYZ untuk menggunakan monogram
API pada setiap produk pipa API 5L (pipe for oil and gas industries) yang
diproduksi seperti yang terlihat pada gambar 1.1 di bawah ini:

Gambar 1.1 Pipa Baja Jenis API 5L

Sumber: Dokumentasi Perusahaan

Produk pipa baja jenis API 5L ini merupakan produk pipa baja dengan
grade tertinggi yang pernah dibuat oleh PT XYZ sehingga kualitas dalam proses
produksinya haruslah sangat diperhatikan. Berdasarkan hasil analisis data
perusahaan yang telah dilakukan sebelumnya (Lampiran 1) yang diperoleh dari
pihak Methods & technology berupa data PAMCO Summary Tube Mill KT 24
terdapat proporsi waktu Unexpected Stopages yang cukup besar yaitu 62,38
jam/bulan atau sekitar 11,57 % dari total waktu Overall Time Available yang ada
seperti yang terlihat pada Gambar 1.2 berikut ini:

2
Universitas Bakrie

Percentages Unexpected Stopages vs Overall


Time Available
900
800
700
600
500
400 625 676 649
300 498 542 521 529 607
474 481 464
200 405
100
0
107,4 39,6 87,6 33,9 35,5 59 28,3 53,1 47,6 105,8 42,5 108,3

TOTAL Unexpected Stopages in Hour Overall Time Available (A) in Hour

Gambar 1.2 Percentages Unexpected Stopages Tahun 2014

Sumber: Data Perusahaan yang telah diolah

Berdasarkan Gambar 1.2 di atas, dapat diketahui bahwa kondisi proses


produksi yang dilakukan pada Plant KT 24 selama periode Januari 2014 hingga
Desember 2014 memiliki tingkat breakdown yang cukup tinggi dan masih perlu
dikurangi guna meningkatkan pengendalian kualitas pada proses produksi agar
sumber-sumber penyebab defect dapat diminimalisir serta menjaga kualitas
produk pipa yang dihasilkan.

Pada saat ini terdapat cukup banyak perusahaan sejenis yang ada di
Indonesia sehingga persaingan dalam memperebutkan pasar terasa lebih
kompetitif. Untuk itu, metode perbaikan dengan Six Sigma ini sangat dibutuhkan
oleh perusahaan agar dapat mengetahui tingkat kualitas produk yang telah dibuat
serta meminimalkan produk cacat selama proses produksi yang berarti juga akan
mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk produk cacat tersebut. Sehingga
pada akhirnya akan meningkatkan kualitas produk dan produktivitas perusahaan.

Melalui metode pengendalian kualitas Six Sigma, diharapkan perusahaan


dapat menekan atau meminimalisasi kecacatan produk hingga 99,99966% dari apa
yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu (Pande, Neurman, &
Cavanagh, 2000). Dasar-dasar pemikiran metode ini tertuang pada setiap langkah-

3
Universitas Bakrie

langkah yang dilakukan dalam analisis peningkatan kualitas dengan metode Six
Sigma, yang mana terdapat lima tahap yaitu: Define, Measure, Analyze, Improve,
Control / (DMAIC).

Diharapkan dalam penelitian ini dapat ditemukan solusi yang tepat untuk
mengetahui jenis dan akar penyebab dari produk cacat dan aktivitas yang tidak
memberikan nilai tambah pada saat proses produksi untuk pipa jenis API 5L,
sehingga nilai kualitas dan tingkat produktivitas Plant KT 24 lebih meningkat.
Oleh karena itu, hal-hal di atas menjadi dasar pemikiran dalam penentuan
permasalahan yang akan diangkat sebagai judul dalam Tugas Akhir ini yaitu:

“ANALISIS KUALITAS PRODUK PIPA API 5L DENGAN


MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA (DMAIC) PADA PLANT KT 24
DI PT XYZ”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas maka
permasalahan yang akan dihadapi dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Berapakah tingkat SQL (Sigma Quality Level) dan nilai DPMO


(Defect Per Million Opportunities) pada produk pipa API 5L?
2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kecacatan terhadap produk
pipa API 5L?

1.3 Batasan Masalah


Pembatasan masalah dilakukan dengan tujuan agar pokok masalah yang
diteliti tidak melebar dari topik yang sudah ditetapkan. Oleh karena itu, dalam
penyusunan Tugas Akhir ini batasan masalah yang diberikan adalah sebagai
berikut:

1. Penelitian hanya difokuskan pada hasil QC (Quality Control)


khususnya pada Plant KT 24,

4
Universitas Bakrie

2. Analisis dengan metode Six Sigma dilakukan hanya pada tingkat


produk yaitu pada produk pipa jenis API 5L yang digunakan untuk
penyaluran gas dan minyak bumi,
3. Data yang diambil adalah data produksi pada Plant KT 24 periode
Januari 2014 hingga Maret 2015,
4. Penggunaan langkah-langkah DMAIC hanya sampai pada usulan
rencana perbaikan dan pengembangan.

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian dalam penyusunan Tugas Akhir ini adalah:
1. Mengetahui jenis cacat / (Critical To Quality) pada produk pipa API
5L,
2. Mengetahui tingkat SQL (Sigma Quality Level), nilai DPMO (Defect
Per Million Opportunities) dan tingkat defect tertinggi (kritis) dari
nilai DPMO (Defect Per Million Opportunities) pipa jenis API 5L,
3. Mengetahui faktor-faktor penyebab kecacatan terhadap produk pipa
API 5L.

1.5 Manfaat Penelitian


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak yang terkait. Adapun manfaat yang diharapkan, yaitu:

1. Bagi Perusahaan
- Membantu perusahaan dalam melakukan analisis kualitas proses
maupun produk dengan menerapkan metode Six Sigma (DMAIC)
sehingga mempermudah perusahaan dalam melakukan
pengendalian kualitas,
- Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukkan bagi
peningkatan kualitas proses maupun produk pada Plant KT 24 dan
kemajuan perusahaan,
- Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan
perusahaan mengenai pengendalian kualitas produk dan menambah

5
Universitas Bakrie

informasi mengenai metode-metode yang dapat dipakai untuk


meningkatkan kualitas produknya.
2. Bagi Mahasiswa
- Penelitian ini dapat menambah pengetahuan, serta mempersiapkan
diri untuk dapat terjun langsung dalam dunia kerja,
- Meningkatkan kemampuan atau skill analisis sebagai profesional
dalam memecahkan suatu masalah khususnya tentang pengendalian
kualitas dan penyebab terjadinya kegagalan pada suatu proses
produksi,
- Mampu memahami aliran proses produksi manufaktur pembuatan
pipa baja dengan berbagai macam mesin dan komponen penunjang
lainnya,
- Dapat lebih mengerti konsep Six Sigma dan penerapannya di dalam
suatu proses produksi di Plant KT 24,
- Dapat mengetahui tindakan perbaikan yang tepat untuk mengurangi
tingkat kecacatan dan kegagalan yang terjadi pada Plant KT 24.

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika
penulisan yang diharapkan mampu memberikan gambaran
pelaksanaan dan pembahasan Tugas Akhir ini.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA


Bab ini berisi tentang landasan teori yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti yaitu mengenai metode Six Sigma,
kerangka konsep penelitian, dan bagaimana cara mengukur tingkat
kualitas produk serta upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam

6
Universitas Bakrie

proses peningkatan kualitas yang pernah dilakukan oleh peneliti


terdahulu yang nantinya akan dijadikan acuan dalam penelitian ini.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN


Bab ini berisi tentang jenis penelitian, jenis dan sumber data,
diagram alir penelitian, metode pengumpulan data, serta langkah-
langkah pemecahan masalah melalui analisis data menggunakan
tahapan DMAIC yang ada pada metode Six Sigma.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN


Bab ini berisi tentang pengumpulan data berupa indikator-indikator
kinerja perusahaan berikut pula definisi, ukuran kinerja, dan
periodesasi pengukuran masing-masing indikator kinerja.
Disamping itu juga berisi analisis hasil penilaian yang dilakukan
peneliti bersama-sama dengan manajemen perusahaan berdasarkan
data dan informasi yang diperoleh dari pengolahan data kemudian
dilakukan pula analisis penyebab masalah serta usulan perbaikan
yang diperlukan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian
yang telah dilakukan dan saran-saran sebagai masukkan untuk
pelaksaaan perbaikan kualitas bagi perusahaan.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Untuk memperkuat dan memberikan pertimbangan dalam menelaah materi


Tugas Akhir yang akan dibahas, maka diperlukan teori-teori dalam menganalisa
masalah-masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Dengan adanya landasan
teori yang telah dikemukakan para ahli akan lebih memberikan pertimbangan
dalam pembahasan materi penelitian, sekaligus sebagai pedoman dalam
pemecahan masalah yang dihadapi oleh perusahaan.

2.1 Pengendalian Kualitas


Persaingan di dunia usaha yang semakin ketat dewasa ini mendorong
perusahaan untuk lebih mengembangkan pemikiran-pemikiran untuk memperoleh
cara yang efektif dan efisien dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan. Perusahaan membutuhkan suatu cara yang dapat mewujudkan
terciptanya kualitas yang baik pada produk yang dihasilkannya serta menjaga
konsistensinya agar tetap sesuai dengan tuntutan pasar yaitu dengan menerapkan
sistem pengendalian kualitas (Quality Control) atas aktivitas proses yang dijalani.
Pengendalian kualitas merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki
kualitas produk bila diperlukan.

Dalam menjalankan aktivitas, pengendalian kualitas merupakan salah satu


teknik yang perlu dilakukan mulai dari sebelum proses produksi berjalan, pada
saat proses produksi, hingga proses produksi berakhir dengan menghasilkan
produk akhir. Pengendalian kualitas dilakukan agar dapat menghasilkan produk
berupa barang atau jasa yang sesuai dengan standar yang diinginkan dan
direncanakan, serta memperbaiki kualitas produk yang belum sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan dan sedapat mungkin mempertahankan kualitas
yang telah sesuai. Ada beberapa pengertian tentang pengendalian kualitas antara
lain:

8
Universitas Bakrie

1. Menurut (Assauri, 1998) dalam (Pakki, Soenoko, & Santoso, 2014),


pengendalian mutu merupakan usaha untuk mempertahankan
mutu/kualitas dari barang yang dihasilkan, agar sesuai dengan spesifikasi
produk yang telah ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan pimpinan
perusahaan.
2. “Quality Control is the operational techniques and activities used to fulfill
requirements for quality” (Gaspersz, 2007).

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa


pengendalian kualitas adalah suatu teknik dan aktivitas/tindakan terencana yang
dilakukan untuk mencapai, mempertahankan dan meningkatkan kualitas suatu
produk dan jasa agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan dapat
memenuhi kepuasan konsumen.

2.2 Definisi dan Konsep Six Sigma


Six Sigma merupakan sebuah metode untuk memperbaiki suatu proses
dengan memfokuskan pada usaha-usaha untuk memperkecil variasi proses yang
terjadi, sekaligus mengurangi cacat (produk yang keluar dari spesifikasi yang
telah ditetapkan) dengan memanfaatkan metode statistik (Pande, Neurman, &
Cavanagh, 2000). Secara sederhana Six Sigma dapat diterjemahkan sebagai suatu
proses yang mempunyai kemungkinan cacat (defect opportunity) paling tidak
sebesar 0.00034% atau sebanyak 3,4 buah produk cacat dalam satu juta produk
yang diproduksi DPMO (Defect Per Million Opportunities).

Menurut (General Electric, 2004) dalam (Prajapati & Desai, 2014), Six
Sigma merupakan sebuah metode sistematis untuk memperoleh data permasalahan
dengan menggunakan pendekatan DMAIC (Define, Measure, Analysis, Improve
and Control) dan menggunakan metode DFSS (Design For Six Sigma). Umumnya
Six Sigma dituliskan dalam simbol 6 Sigma (6σ). Suatu proses dengan nilai Sigma
yang lebih tinggi akan mempunyai cacat (defect) yang lebih sedikit (baik jumlah
ataupun jenisnya). Persentase dan jumlah kecacatan dari beberapa Sigma dapat
dilihat pada tabel 2.1 berikut ini (Gaspersz, 2007).

9
Universitas Bakrie

Tabel 2.1 Tingkat Kecacatan pada Sigma

Tingkat Pencapaian Sigma DPMO

1 – Sigma 691.462 (sangat tidak kompetitif)

2 – Sigma 308.538 (rata-rata industri Indonesia)

3 – Sigma 66.807

4 – Sigma 6.210 (rata-rata industri USA)

5 – Sigma 233

6 – Sigma 3,4 (industri kelas dunia)

Sumber: (Gaspersz, 2007)

Menurut (Desai, 2006) dalam (Prajapati & Desai, 2014), Six Sigma
merupakan sebuah sistem bisnis dengan berbagai macam aspek statistik, dan
secara alami cocok digunakan dalam sistem bisnis di hampir semua perusahaan
yang ada. Six Sigma ini merupakan sebuah pemicu peningkatan yang mana
memiliki kemampuan untuk mendeskripsikan persepsi kualitas menurut
pelanggan yang dapat diaplikasikan ke dalam ukuran dan jenis organisasi apa saja.

Menurut (Polytip, Jose, Vikas, & Ming, 2014) dalam (Prajapati & Desai,
2014), di samping sebagai pengukur kinerja dan variabilitas suatu proses, Six
Sigma juga merupakan filosofi dan stategi menejemen yang mampu membantu
organisasi untuk mencapai biaya yang lebih rendah, hampir sama seperti
penyelesaian masalah dan metode peningkatan kualitas yang dapat diaplikasikan
kepada setiap jenis proses untuk mengeliminasi akar penyebab dari produk cacat.

Dalam usaha-usaha memperkecil variasi, Six Sigma dilakukan secara


sistematik dengan mendefinisikan, mengukur, menganalisa, memperbaiki, dan
mengendalikan. Dalam pelaksanaanya Six Sigma tidak dapat dilakukan oleh
perorangan, akan tetapi dijalankan oleh suatu tim Six Sigma yang terdiri dari
pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan pelaksanaan Six
Sigma, meliputi (Pyzdek, 2003):

10
Universitas Bakrie

a. Executive Leaders
Diduduki oleh pimpinan puncak perusahaan yang bertekad untuk
mewujudkan Six Sigma, memulai dan memasyarakatkannya di seluruh
bagian, divisi, departemen dan cabang-cabang perusahaan.
b. Champions
Merupakan orang-orang yang sangat menentukan keberhasilan atau
kegagalan pelaksanaan Six Sigma. Mereka merupakan pendukung utama
yang berjuang demi terbentuknya black belts dan berupaya meniadakan
berbagai rintangan/hambatan agar black belts berfungsi sebagaimana
mestinya. Dapat dikatakan champions anggotanya berasal dari kalangan
direktur dan manajer, bertanggung jawab terhadap aktivitas proyek sehari-
hari, wajib melaporkan perkembangan hasil kepada executive leaders
sekaligus mendukung tim pelaksana. Sedangkan tugas-tugas lainnya
meliputi memilih calon-calon anggota black belts, mengidentifikasi
wilayah kerja proyek, menegaskan sasaran yang dikehendaki, menjamin
terlaksananya proyek sesuai dengan jadwal dan memastikan bahwa tim
pelaksana telah memahami maksud/tujuan proyek.
c. Master Black Belt
Yaitu orang-orang yang bertindak sebagai pelatih, penasehat dan
pemandu. Master black belts adalah orang-orang yang sangat menguasai
alat-alat dan teknik Six Sigma, dan merupakan sumber daya secara teknis
sangat berharga. Mereka memusatkan seluruh perhatian dan
kemampuannya kepada penyempurnaan proses. Aspek-aspek kunci dari
peranan master black belts terletak pada kemampuannya dalam
memfasilitasi penyelesaian masalah tanpa mendominasi
proyek/tugas/pekerjaan.
d. Black Belt
Merupakan orang-orang yang berperan sebagai seorang pemimpin proyek
perbaikan kinerja perusahaan. Mereka dilatih untuk menemukan masalah,
mencari penyebab serta penyelesaiannya, bertugas mengubah teori ke
dalam tindakan, memilah-milah data dan bertanggung jawab
mengaplikasikan Six Sigma. Para calon anggota black belts wajib

11
Universitas Bakrie

memenuhi syarat-syarat seperti: memiliki disiplin pribadi, cakap


memimpin, menguasai keterampilan teknis tertentu, mengenal prinsip-
prinsip statistika, mampu berkomunikasi dengan jelas, serta mempunyai
motivasi kerja yang memadai.
e. Green Belt
Adalah orang-orang yang membantu black beltsberdasarkan keahliannya.
Pada umumnya green belts bertugas secara paruh waktu pada bidang
tertentu, mengaplikasikan alat-alat Six Sigma untuk menguji dan
menyelesaikan permasalahan-permasalahan kritis, mengumpulkan dan
menganalisis data sert melakukan percobaan-percobaan.
f. Yellow Belt
Adalah orang-orang yang membantu black belts dan green belts.
Meskipun tidak memiliki keahlian tertentu tentang Six Sigma, akan tetapi
mereka dapat membantu kerja bliack belts dan green belts dalam
pengumpulan data, pendefinisian masalah atau mencari sebak akibat dari
suatu masalah.

Setiap orang yang menjadi bagian dari perusahaan merupakan anggota


yellow belts. Terdapat 6 komponen utama konsep Six Sigma (Pande, Neurman, &
Cavanagh, 2000), yaitu:

 Mengutamakan pelayanan kepada pelanggan.


 Manajemen yang berdasarkan data dan fakta.
 Fokus pada proses, manajemen, dan perbaikan.
 Manajemen yang proaktif.
 Kerjasama tim yang bagus.
 Selalu mengejar kesempurnaan.

Keuntungan menerapkan Six Sigma berbeda untuk tiap perusahaan yang


bersangkutan, tergantung pada usaha yang dijalankannya. Secara garis besar, Six
Sigma mengarahkan perusahaan untuk mengurangi persentase cacat hingga sangat
kecil dengan cara mengukur, menganalisa, memperbaiki dan mengontrol proses
untuk menghilangkan variasi proses untuk mengurangi potensi terjadinya
kecacatan (Karo, 2014).

12
Universitas Bakrie

Menurut (Samadhi, Opit, & dan Singal, 2008) dalam (Rijanto, 2014), Six
Sigma merupakan sebuah metode yang komprehensif dan fleksibel untuk
melakukan proses perbaikan secara berkesinambungan. Keunikan metode Six
Sigma adalah dikendalikan oleh pemahaman yang kuat terhadap kebutuhan
pelanggan. Metodologi Six Sigma adalah DMAIC (Define, Measure, Analyze,
Improve, Control) (Gaspersz, 2007). Menurut (Supriyanto, 2004) dalam (Rijanto,
2014), DMAIC merupakan suatu proses closed-loop yang menghilangkan
langkah-langkah proses yang tidak produktif, sering berfokus pada pengukuran–
pengukuran baru dan menerapkan teknologi untuk peningkatan mutu menuju
target Six Sigma.

2.3 Metodologi DMAIC


Ada banyak metode perbaikan yang dapat digunakan untuk memperbaiki
proses. Menurut (Pyzdek, 2003) dalam (Sower, 2011) Kebanyakan berdasarkan
langkah-langkah yang dikenalkan oleh W. Edwards Deming yaitu PDCA (Plan-
Do, Check-Act), SEA (Select, Experiment, Adapt), SEL (Select, Experiment,
Learn), dan DMAIC. Menurut (General Electric, 2004) dalam (Prajapati & Desai,
2014), langkah sistematis dalam Six Sigma terdiri dari lima tahapan yang dikenal
dengan istilah The Breakthrough Strategy, terdiri dari tahap Define, Measure,
Analyze, Improve, dan Control. Berikut penjelasan masing-masing tahapan:

2.3.1 Tahap Define


Menurut (Rafael, Obed, & Rita, 2010) dalam (Kumar, Jawalkar, &
Vaishya, 2014), Meskipun semua tahapan DMAIC yang ada sama pentingnya.
Namun, yang paling menentukan gambaran untuk langkah selanjutnya yaitu
dibutuhkan tahap awal yang matang dan terencana. Pada tahap Define (D) ini akan
mendeskripsikan cara, tujuan, permasalahan yang kritis, dan keinginan pelanggan
yang menjadi parameter kunci untuk keberhasilan dalam melakukan perbaikan
kualitas. Penentukan masalah dan menetapkan kebutuhan spesifik dari pelanggan
yang dalam hal ini sering disebut dengan istilah “suara pelanggan” (VOC – Voice

13
Universitas Bakrie

of Customers). Setelah mendata semua variabel yang dipandang penting oleh


pelanggan sebagai Voice of Customers, selanjutnya perlu diberikan nilai terukur.
Variabel terukur tersebut dinamakan karakteristik pengukur kualitas pengganti
atau CTQ (Critical To Quality). Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi
proses-proses yang menyertai CTQ tersebut.

Untuk lebih memudahkan pendefinisian masalah pada tahap ini dapat


digunakan tool dalam statistik, yaitu Pareto Diagram dan Process Mapping.
Contoh bentuk Pareto Diagram dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini.

1). Pareto Diagram

Diagram Pareto

100,00
90,00
300
80,00
Jumlah Cacat

70,00
200 60,00
50,00
40,00
100 30,00
20,00
10,00
0 0,00
C A B D E
Jenis Cacat

Jumlah Cacat Kum % Cacat

Gambar 2.1 Contoh Pareto Diagram

Sumber: (Sower, 2011)

Pareto Diagram adalah grafik yang membuat peringkat pada hal-hal yang
harus diprioritaskan, yaitu dengan memilih penyebab mana yang paling besar
bobot pengaruhnya dan harus diprioritaskan terlebih dahulu (Sower, 2011).

14
Universitas Bakrie

2). SIPOC Diagram

Sedangkan Process Mapping adalah grafik yang menggambarkan


langkah-langkah yang harus dilakukan dalam meningkatkan kualitas proses
menggunankan simbol-simbol standar flowChart. Menurut (Pande e. , 2002)
dalam (Hidayatno & Afriansyah, 2014), SIPOC Diagram berguna dalam
menggambarkan interaksi yang terjadi antara proses dengan elemen-elemen yang
berada di luar proses. Process mapping mempunyai lima kategori kerja utama,
yaitu mengidentifikasi supplier process, input supplier, process, output process
dan pelanggan dari proses. Kelima kategori ini dikenal dengan istilah SIPOC
(Supplier-Input-Process-Output-Customer).

Simbol-simbol yang digunakan pada pembuatan Process Mapping yaitu:

: Digunakan untuk menggambarkan awal proses.

: Digunakan untuk menggambarkan tahap-tahap dalam proses.

:Digunakan untuk menggambarkan proses pengambilan keputusan.

: Digunakan untuk menghubungkan tahap-tahap dalam proses.

Contoh dari process mapping dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut.

15
Universitas Bakrie

Gambar 2.2 Contoh Process Mapping (SIPOC Diagram)

Sumber: (Hidayatno & Afriansyah, 2014)

2.3.2 Tahap Measure


Tahap Measure (M) merupakan tahap mengukur tingkat kecacatan
produk dan tingkat kinerja. Tahap ini memiliki peranan yang sangat penting
dalam meningkatkan kualitas, karena dengan melakukan tahap ini penulis dapat
mengetahui kinerja perusahaan saat ini melalui perhitungan data yang dijadikan
dasar untuk melakukan analisa dan perbaikan. Dalam metode DMAIC terdapat
dua konsep pengukuran yaitu pengukuran kinerja proses dan pengukuran kinerja
produk (Gunawarman, Nugroho, Ferdy, & Fitrianingtyas, 2010). Berikut uraian
kedua konsep pengukuran tersebut.

1). Pengukuran Baseline Kinerja

Sebelum melakukan proses Six Sigma perlu dilakukan pengukuran


tingkat kinerja saat ini atau pengukuran baseline kinerja. Ukuran hasil
kinerja baseline yang digunakan pada Six Sigma adalah tingkat DPMO
(Defect Per Million Opportunity) dan pencapaian tingkat kapabilitas
Sigma (SQL – Sigma Quality Level) (Gaspersz, 2007).

16
Universitas Bakrie

Perhitungan nilai Sigma dilakukan untuk mengetahui kinerja


proses saat ini yang akan menjadi tolak ukur dalam menentukan tindakan
perbaikan yang harus dilakukan. Langkah-langkahnya yaitu:

a. Menghitung nilai DPMO


DPMO merupakan suatu ukuran kegagalan dalam Six Sigma
yang menunjukkan kerusakan satu produk dalam satu juta
barang yang diproduksi. Kriteria DPMO harus didefinisikan
dengan teliti. Kerusakan dapat digambarkan dengan tidak
bersih, tidak tepat atau tidak sesuai dengan standar.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛
DPMO = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 x 1.000.000 (Persamaan 2.1)

Sumber: (Gaspersz, 2007)

Nilai DPMO suatu produk menggambarkan rata-rata


pengukuran pada suatu proses.
b. Mengobservasi nilai DPMO ken nilai Sigma menggunakan
tabel konversi Sigma (Lampiran 3).
c. Membuat prioritas nilai DPMO yang tertinggi hingga terendah
dengan Pareto Diagram guna memfokuskan dalam
menganalisis penyebab terjadinya produk cacat.

2). Pengukuran Kapabilitas Proses (U-Chart)

Batas kendali adalah suatu alat statistik yang dapat digunakan


untuk mempertahankan variasi-variasi di dalam kualitas keluaran yang
disebabkan karena ketidaksesuaian spesifikasi yang diinginkan. Penentuan
batas kendali merupakan sebagai syarat dalam perhitungan process
capability. Dalam penentuan batas control (batas kendali) yang digunakan
adalah peta kendali U (U-Chart), dimana peta peta kendali U adalah alat
statistik yang digunakan untuk mengevaluasi jumlah kerusakan /kecacatan,
atau menghitung item yang tidak sesuai, yang dihasilkan oleh sebuah

17
Universitas Bakrie

proses (Pakki, Soenoko, & Santoso, 2014). Penggunaan peta kendali U ini
dikarenakan jumlah sampel yang diamati pada setiap pengamatan berbeda-
beda. Peta kendali U merupakan peta control atribut yang digunakan untuk
mengamati proporsi atau perbandingan antara produk yang cacat dengan
total produksi.

Diagram ini dapat disusun dengan langkah sebagai berikut:

a) Pengambilan populasi dan sempel


Populasi yang diambil untuk analisis peta kendali U (U-Chart)
adalah jumlah produk yang dihasilkan dalam kegiatan produksi
Plant KT 24 pada bulan Januari 2014 hingga Maret 2015.
b) Pemeriksaan karakteristik dengan menghitung nilai mean.

𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒙𝒊
U bar = 𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒏𝒊 (Persamaan 2.2)

Sumber: (Sower, 2011)

Total ni : Total jumlah sampel yang diperiksa


Total xi : Total jumlah kecacatan
U Bar : rata-rata kecacatan per sampel

c) Menentukan batas kendali terhadap pengawasan yang


dilakukan dengan menetapkan nilai UCL (Upper Control
Limit/ batas spesifikasi atas) dan LCL (Lower Control Limit /
batas spesifikasi bawah).
𝑈𝑏𝑎𝑟
- LCL = Ubar – 3 √ (Persamaan 2.3)
𝑛𝑖

𝑈𝑏𝑎𝑟
- UCL = Ubar + 3√ (Persamaan 2.4)
𝑛𝑖

𝑥𝑖
- Defect per samples (ui) = 𝑛𝑖 (Persamaan 2.5)

Sumber: (Sower, 2011)


UCL : Upper Control Limit

18
Universitas Bakrie

LCL : Lower Control Limit


U Bar : rata-rata kecacatan per sampel
Defect per samples : Proporsi cacat per sampel per OP
xi : Jumlah kecacatan per OP
ni : jumlah sampel yang diperiksa

Peta kendali U (U-Chart) ini memuat tiga baris batas, yaitu: garis
kontrol atas atau biasa disebut Upper Control Limit (UCL), rata-rata
kualitas sampel/Control Limit (CL=U Bar) dan garis kontrol bawah atau
biasa disebut Lower Control Limit (LCL). Sampel yang berada dalam
rentang UCL-LCL dikatakan berada dalam pengawasan (in control)
sedangkan sampel yang berada di luar rentang UCL-LCL dikatakan berada
di luar pengawasan (out control) (Sower, 2011). Fungsi dari diagram ini
adalah:

a) Menentukan batas terkontrol dari suatu proses.


b) Memberikan informasi tentang stabilitas dan kemampuan proses.
c) Membantu mengurangi variabilitas.
d) Memonitor kinerja agar tetap berada dalam batas pengawasan.

Gambar 2.4 berikut menggambarkan contoh bentuk peta kendali U (U-Chart):

Gambar 2.3 Contoh Bentuk Peta Kendali U (U-Chart)

Sumber: (Sower, 2011)

19
Universitas Bakrie

2.3.3 Tahap Analyze


Tahap Analyze (A) merupakan tahap mencari penyebab dari suatu
masalah dengan menggunakan informasi yang diperoleh, berbagai jenis faktor
yang ada diamati dan faktor kunci pun diketahui bahwa lebih berpengaruh pada
produk akhir. Menurut (Liu, 2011) dalam (Kumar, Jawalkar, & Vaishya, 2014),
selanjutnya akar utama suatu permasalahan dapat dianalisis meggunakan
informasi yang ada dari quality tools seperti: Pareto Diagram dan Cause and
Effect Diagram.

1). Pareto Diagram

Untuk penjelasan Pareto Diagram, dapat dilihat dalam uraian poin 1 pada
sub bab 2.3.1 Tahap Define di atas.

2). Cause and Effect Diagram

Cause and Effect Diagram adalah sebuah alat yang digunakan untuk
mengorganisasi dan menggabungkan seluruh ide-ide mengenai penyebab
potensial dari suatu masalah (Sower, 2011). Bentuknya seperti tulang ikan
(fishbone), terdiri dari dua macam bagian yaitu:

a. Kepala ikan (akibat), berada di sebelah kanan. Bagian ini memuat


suatu permasalahan (kecacatan produk), yaitu akibat yang terjadi.
b. Tulang ikan (penyebab), beradaa disebelah kiri. Terdiri dari faktor-
faktor penyebab dimana duri-duri tersebut akan menjadi cabang-
cabang suatu jumlah penyebab yang ditemukan. Gambar 2.4 di bawah
merupakan contoh bentuk Cause and Effect Diagram.

20
Universitas Bakrie

Gambar 2.4 Contoh Cause and Effect Diagram

Sumber: (Sower, 2011)

2.3.4 Tahap Improve


Tahap Improve (I) merupakan tahap meningkatkan proses dan
menghilangkan sebab-sebab timbulnya cacat. Rencana perbaikan dilakukan
terhadap segala sumber yang berpotensi untuk menciptakan produk cacat
berdasarkan hasil analisis Cause and Effect Diagram, dan perioritas tindakan
perbaikan didasarkan pada nilai RPN hasil dari analisis FMEA (Pakki, Soenoko,
& Santoso, 2014). Setelah sumber-sumber penyebab masalah kualitas dapat
diidentifikasi, maka dapat dilakukan pemetaan rencana tindakan (action plan)
dengan tabel Action Plan For Failure untuk melaksanakan peningkatakan kualitas
Six Sigma. Untuk menemukan akar penyebab masalah kecacatan yang terjadi
digunakan tool Iceberg Diagram agar proses penentuan solusi atau usulan
perbaikan dapat lebih tepat sasaran (Wijayanto, Hubeis, Affandi, & Hermawan,
2011). Berikut penjabaran lebih lanjut mengenai tool FMEA dan Iceberg
Diagram yang digunakan.

21
Universitas Bakrie

1). FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)

FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) atau analisis potensi kegagalan
dari produk atau proses dan efek-efeknya merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan untuk menentukan kemungkinan kerusakan yang dapat terjadi pada
suatu proses dalam sistem atau sub sistem serta untuk mendokumentasikaan
pengidentifikasian tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan
potensi kegagalan terjadi (Sower, 2011).

Langkah-langkah dalam menggunakan FMEA yaitu (Sower, 2011):

a) Mengidentifikasi proses, produk atau jasa.


b) Membuat kolom-kolom dlaam sebuah spreadsheet. Masing-masing
kolom tersebut diberi nama: modes of failure, cause of failure, effect of
failure, frequency of occurance, degree of severity, chances of
detection, risk priority number (RPN) dan rank.
c) Membuat daftar masalah-masalah yang mungkin muncul.
d) Mengidentifikasi semuaa penyebab dari setiap masalah yang muncul.
e) Menentukan akibat dari setiap masalah tersebut. Kemudian
mengidentifikasi akibat potensi dari masalah terhadap pelanggan,
produk dan jasa.
f) Membuat tabel keterangan nilai-nilai yang akan ditentukan. Untuk
mengisi kolom frequency of occurance, degree of severity, dan chances
of detection dibuat sebuah tabel konsensus dari nilai-nilai relatif untk
mengasumsikan frekwensi muncul (occurance), seberapa besar
pengaruh efek kegagalan yang terjadi (severity), kemungkinan masalah
tersebut terdeteksi dan diatasi sekarang ini (detection). Selanjutnya
mengisikan nilai yang sesuai untuk kolom-kolom di atas berdasarkan
tabel yang telah dibuat.
g) Menghitung nilai resiko (RPN) dari tiap masalah.

RPN = OCC x SEV x DET (Persamaan 2.6)

Sumber: (Sower, 2011)

22
Universitas Bakrie

h) Menyusun masalah berdasarkan nilai RPN, dengan urutan nilai RPN


tertinggi hingga terendah.
i) Mengambil tindakan untuk mengurangi resiko pada masalah
berdasarkan rankingnya.

Berikut contoh tabel spreadsheet FMEA pada tabel 2.2 di bawah ini.

Tabel 2.2 Contoh tabel spreadsheet FMEA

Mode Cause Effect Frequence Degree Chance Risk


of of of of of of Priority
Rank
Failure Failure Failure Occurance Severity Detection Number
(1-10) (1-10) (1-10) (RPN)

Sumber: (Sower, 2011)

Nilai occurance (OCC), severity, (SEV), dan detection (DET) besarnya


antara 1-10. Ketentuan pemberian besarnya nilai ini dapat dilihat dalam tabel 2.3
berikut.

23
Universitas Bakrie

Tabel 2.3 Contoh Nilai occurance (OCC), severity, (SEV), dan detection (DET)

Nilai Occurance (OCC) Severity (SEV) Detection (DET)

Jika masalahnya tidak Jika masalahnya pasti dapat


berpengaruh (minor) cepat-cepat tercapai diatasi
1 Jika masalahnya hampir (very high)
tidak pernah terjadi

2 Jika masalahnya sedikit


berpengaruh dan tidak
terlalu kritis (low) Jika masalahnya kemungkinan
besar dapat diatasi (high)
3 Jika masalahnya sangat
jarang terjadi,relatif
sedikit (low)
4 Jika masalahnya cukup
berpengaruh, dan
5 pengaruhnya cukup Jika masalahnya ada
kritis (moderate) kemungkinan untuk diatasi
Jika masalahnya kadang- (moderate)
kadang terjadi (moderate)
6

7 Jika masalahnya sangat Jika masalahnya


berpengaruh, dan kritis kemungkinannya kecil untuk
Jika masalahnya sering (high) dapat diatasi (low)
terjadi
8

9 Jika masalah benar- Jika masalahnya mungkin


benar berpengaruh, tidak dapat diatasi (very low)
Jika masalahnya sulit sangat merugikan dan
untuk dihindari (very high) sangat kritis (very high)
Jika masalahnya tidak dapat
diatasi (none)
10

Sumber: (Sower, 2011)

Setelah dilakukan analisis FMEA, selanjutnya menentukan tindakan


yang sesuai untuk mengatasi masalah-masalah yang ada. Terutama masalah-
masalah yang memiliki nilai resiko (RPN) tertinggi. Untuk itu digunakan tabel
action planning for failure mode seperti yang terlihat pada table 2.4 berikut ini.

24
Universitas Bakrie

Tabel 2.4 Contoh Bentuk Tabel Action For Failure Mode

Failure Actionable Desain Action/ Design


Mode Cause Validation
Potensial Solution

Sumber: (Sower, 2011)

Dengan tabel ini ditentukan tindakan yang sesuai untuk mencegah dan
mengatasi masalah-masalah yang terjadi dengan memberikan solusi langsung ke
akar penyebab permasalahannya. Apabila diperlukan, untuk setiap solusi tersebut
dapat dibuat validasi yang akan berguna untuk memastikan bahwa solusi telah
diimplementasikan dengan benar. Bentuk validasi tersebut dapat berupa laporan,
form atau checksheet.

2). Iceberg Diagram

Iceberg Diagram atau yang biasa disebut sebagai diagram puncak gunung
es ini merupakan sebuah tool yang digunakan untuk memperlihatkan akar
penyebab masalah yang sedang dihadapi dari suatu sistem yang sedang diamati.
Dalam proses pengamatan akar penyebab masalah tersebut, tool ini menggunakan
pendekatan struktural atau hirarki yang dapat menjelaskan urutan akar penyebab
masalah yang dihadapi mulai dari kejadian yang dapat dilihat secara kasat mata
(event), perilaku-perilaku (system behavior) yang dilakukan sehingga
menyebabkan permasalahan tersebut hingga pada tahap struktur yaitu akar
penyebab masalah paling utama yang menjadi pemicu atau dalang dibalik semua
kejadian yang terjadi (Wijayanto, Hubeis, Affandi, & Hermawan, 2011). Untuk
memperjelas teori terdapat contoh Iceberg Diagram dapat dilihat pada gambar 2.5
berikut ini.

25
Universitas Bakrie

Gambar 2.5 Contoh Iceberg Diagram

Sumber: (Wijayanto et al, 2011)

2.3.5 Tahap Control


Pada tahap Control (C) hasil-hasil peningkatan kualitas
didokumentasikan dan disebarluaskan. Hasil-hasil yang memuaskan dari proyek
peningkatan kualitas Six Sigma harus distandarisasikan, dan selanjutnya dilakukan
peningkatan terus-menerus pada jenis masalah yang lain mengikuti konsep
DMAIC. Dalam melakukan pengimplementasian, sangatlah perlu dilakukan
pendokumentasian ini guna menciptakan suatu standarisasi baru. Hal ini
merupakan upaya untuk mencegah adanya kecenderungan suatu sistem baru akan
kembali ke sistem atau pola kerja yang lama (Hidayatno & Afriansyah, 2014).

2.4 Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
bertujuan untuk menggambarkan bagaimana pengendalian kualitas yang
dilakukan dengan metode Six Sigma ini dapat bermanfaat dalam menganalisis
tingkat kecacatan produk yang dihasilkan oleh Plant KT 24 di PT XYZ.
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas dan penelitian awal pada perusahaan, maka
dapat disusun kerangka pemikiran dalam penelitian ini, seperti tersaji dalam
gambar 2.5 berikut:

26
Universitas Bakrie

Gambar 2.6 Kerangka Konsep Penelitian

Sumber: Penulis

Selain itu, kerangka konsep penelitian ini juga berguna bagi peneliti
supaya dapat lebih fokus dalam melakukan penelitian sesuai dengan alur yang
sudah ada sehingga tidak akan keluar dari topik yang ingin diteliti/out of topic.

27
Universitas Bakrie

2.5 Penelitian Terdahulu


Tabel 2.5 Penelitian terdahulu yang terkait

No Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode


Penelitian

Analisis Kiinerja Menganalisis kinerja Six Sigma,


Proses dan Produk proses dan kinerja DMAIC,
Gunawarman dengan Pendekatan produk Teh Botol pada Kapabilitas
Hartono, Tri Metodologi Six PT XYZ untuk Proses, p-
Nugroho Putro, Sigma (DMAIC) meningkatkan kualitas Chart, np-
Ferdy Farhan, Untuk Produk Teh perusahaan menuju Chart,
1 Rizky Botol Pada PT tingkat kinerja kualitas FMEA
Fitrianingtyas XYZ (2010) 6-Sigma

Mengimplementasikan DMAIC,
metode Six Sigma dan SIPOC
Six Sigma-An melihat bagaimana tool Diagram,
Innovative yang ada pada Capability
Kumar G., Approach for keseluruhan Process,
Jawalkar C. Improving Sigma peningkatan dan Pareto
2 S.,Vaishya R. Level: A Case penurunan jumlah cacat Diagram,
O. Study of a Brick di Kissan Brick Cause and
Company (2014) Company Effect
Diagram

Nayan J. A Review of Six Melihat overview Six Sigma,


Prajapati dan Sigma dampak dan penerapan DMAIC,
3 Darshak A. Implementation at metode Six Sigma pada Business
Desai Exporting industri ekspor Strategy
Industries (2014)

Analsis menganalisis Six Sigma,


Pengendalian pengendalian mutu DMAIC,
Ong Andre Mutu Proses proses pembuatan valve Kapabilitas
Wahyu Rijanto Machining Alloy hole location pada alloy Proses
4 Wheel wheel type MS 511
Menggunakan YA
Metode Six Sigma
(20014)

Peningkatan Perbaikan kualitas Six Sigma,


Kualitas Potong produk setengah jadi DMAIC,
Mesin Eye Tracer yang dihasilkan oleh SOP
di PT. United proses pemotongan (Standard
Akhmad Tractors Pandu dengan mesin Eye Operational
Hidayatno dan Engineering Tracer di lini persiapan Prosedure)
5 Bahrun dengan Metode Six bahan PT. United
Afriansyah Sigma (2004) Tractors Pandu
Engineering

28
Universitas Bakrie

Usulan Perbaikan Memberikan usulan Six Sigma,


Kualitas Proses bagaimana cara Kapabilitas
Gidion Karo Produksi di meningkatkan kualitas Proses,
Karo, Martin Industri Berbasis proses produksi di PT Quality
6 Ryanche Hasil Laut (2014) Biru Laut Nusantara Tools

Gunawan Usulan Penerapan Mengurangi tingkat Six Sigma,


Pakki, Rudy Metode Six Sigma rejectproses klongsong DMAIC,
Soenoko, Untuk 6mm dan menentukan Ishikawa,
Purnomo Budi Meningkatkan faktor yang FMEA
7 Santoso Kualitas mempengaruhi produk
Klongsong (Studi defect
Kasus Industri
Senjata) (2014)

Sumber: Studi Pustaka

29
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian adalah suatu cara yang digunakan untuk melakukan


kegiatan ilmiah berupa penelitian secara hati-hati, kritis, terencana, sistematis, dan
terarah. Metode ini bertujuan untuk mengumpulkan data-data yang sesuai atau
relevan untuk memecahkan suatu permasalahan.

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, sebuah studi untuk
mengadakan perbaikan terhadap suatu keadaan terdahulu. Penelitian yang
dilakukan terhadap suatu permasalahan yang ada dengan tujuan untuk
memperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya. Penelitian dilakukan untuk
mencari fakta-fakta yang jelas tentang kualitas produk yang dihasilkan dan
kondisi perusahaan.

3.2 Jenis dan Sumber Data


Jenis dan sumber data dalam penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut:

3.2.1 Jenis Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang
merupakan data yang diperoleh dari divisi QC (Quality Control) dan divisi
produksi pada Plant KT 24 yang menjadi tempat penelitian. Data yang
diperoleh berupa data kuantitatif dan data kualitatif.

 Data kuantitatif :
o Data jumlah produksi pipa API 5L selama periode Januari 2014
hingga Maret 2015.
o Data reject produk pipa API 5L selama periode Januari 2014
hingga Maret 2015.

30
Universitas Bakrie

 Data kualitatif :
o Dokumen umum perusahaan berupa profil perusahaan dan alur
proses produksi pada Plant KT 24.
o Informasi siklus produksi produk pipa API 5L.
o Informasi cara pengambilan data, spesifikasi, dan bahan
produk.
o Informasi tentang penyebab terjadinya produk cacat.

3.2.2 Sumber Data


Sumber data secara keseluruhan diperoleh dari dalam institusi yang
menjadi tempat penelitian yaitu PT XYZ. Data yang bersifat kuantitatif
diperoleh dari dokumen/arsip bagian QC (Quality Control), produksi, dan
bagian personalia. Sedangkan data yang bersifat kualitatif diperoleh dari
wawancara dan pengamatan secara langsung di perusahaan.

3.3 Diagram Alir Penelitian


Pada bagian ini akan dijelaskan langkah-langkah yang dilakukan dalam
penelitian dari penelitian pendahuluan hingga pengambilan kesimpulan. Langkah-
langkah tersebut akan diuraikan pada Gambar 3.1 berikut ini:

Penetapan Tujuan

Menetapkan tujuan penelitian


yang akan dicari

Pencarian Data

Data jumlah produksi dan kecacatan


produk pada kondisi awal (baseline)

Tahap Define

Menentukan Critical To
Quality/ Karakteristik kualitas

Tahap Measure

- Menentukan nilai DPMO dan Level Sigma


- Menentukan nilai Kapabilitas Proses (U-Chart)

31
Universitas Bakrie

Tahap Analyze

- Mencari penyebab masalah dengan Fishbone Diagram


- Menghitung nilai RPN dengan metode FMEA

Tahap Improve

- Menentukan rencana perbaikan pada masing-masing kecacatan


dan kerusakan yang terjadi dengan (Table Action Plan For Failure)
- Menentukan urutan prioritas perbaikan berdasarkan RPN (Risk
Priority Number) pada FMEA

Tahap Control

- Memberikan usulan pengendalian dari hasil analisis


metode Six Sigma, dengan:
o Mengevaluasi Baseline kinerja DPMO
o Mengevaluasi Kapabilitas Proses
o Mengontrol tingkat kecacatan produk

Kesimpulan dan Saran

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Sumber: Penulis

3.4 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan melakukan pengamatan langsung di perusahaan yang menjadi
obyek penelitian. Untuk menyelesaikan permasalahan pada penelitian ini
digunakan metode deskriptif, berupa teknik pengumpulan data yang dilakukan
sebagai berikut:

3.4.1 Studi Pustaka


Metode studi pustaka merupakan pengumpulan informasi serta data-
data teoritis dengan mempelajari buku-buku, jurnal serta referensi lain
yang berhubungan dengan analisis metode Six Sigma dan tentang profil
perusahaan.

32
Universitas Bakrie

3.4.2 Observasi Langsung


Metode Observasi merupakan pengamatan atau peninjauan secara
langsung di tempat penelitian yaitu pada Plant KT 24 dengan mengamati
sistem atau cara kerja pegawai yang ada, pengumpulan informasi
dengan mempelajari dokumen-dokumen perusahaan yang berupa laporan
kegiatan produksi, laporan jumlah produksi dan jumlah produk cacat,
rencana kerja, dokumen kepegawaian, mengamati proses produksi dari
awal sampai akhir, kegiatan pengendalian kualitas dan sebagainya.

3.4.3 Wawancara Terstruktur


Merupakan suatu cara untuk mendapatkan data atau informasi
dengan tanya jawab secara langsung pada orang yang mengetahui tentang
obyek yang diteliti. Dalam hal ini adalah dengan pihak
manajemen/operator yang bertugas pada Plant KT 24 yaitu data mengenai
jenis-jenis produk cacat dan penyebabnya, proses produksi serta bahan
baku yang digunakan. Wawancara dilakukan terhadap pihak Quality
Control produksi, operator mesin dan bagian visual inspection (checker)
dibidang produksi (Item pertanyaan pada Lampiran 4).

3.5 Metode Analisis Data


Setelah data diperoleh dari bagian produksi, Quality Control, dan lainnya.
Selanjutnya dilakukan pengolahan terhadap data-data yang didapat. Pengolahan
dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah pemecahan masalah yang
digunakan dari metode Six Sigma yaitu metode DMAIC yang terdiri dari beberapa
tahapan, yaitu (Gaspersz, 2007):

3.5.1 Tahap Define


Pada tahapan Define ini ditentukan proporsi defect yang menjadi
penyebab paling signifikan terhadap adanya kerusakan yang merupakan
sumber kegagalan produksi dengan menggunakan diagram Pareto. Dari
hasil identifikasi tersebut dapat diperoleh permasalahan utama yang
sedang dihadapi oleh perusahaan. Cara yang ditempuh adalah:

33
Universitas Bakrie

1. Mendefinisikan masalah standar kualitas dalam menghasilkan


produk yang telah ditentukan perusahaan.
2. Mendefinisikan rencana tindakan yang harus dilakukan
berdasarkan hasil observasi dan analisis penelitian.
3. Menetapkan sasaran dan tujuan peningkatan kualitas Six Sigma
berdasarkan hasil observasi.

3.5.2 Tahap Measure


Tahap Measure dilakukan pengukuran baseline dengan parameter
DPMO dan nilai Sigma serta pengukuran proporsi defect menggunakan U-
Chart. Perhitungan nilai DPMO dapat dilakukan dengan menggunakan
persamaan 2.1. Dan pengukuran proporsi defect produk menggunakan
analisis diagram kontrol U (U-Chart) yang terdapat pada persamaan 2.2
hingga persamaan 2.5.

Setelah diperoleh nilai DPMO, kemudian dilakukan konversi nilai


DPMO menjadi nilai Sigma dengan menggunakan tabel konversi Sigma
(Lampiran 3). Dari nilai DPMO dan nilai Sigma, maka dapat diketahui
kondisi perusahaan.

3.5.3 Tahap Analyze


Pada tahap Analyze dilakukan analisis penyebab utama yang
menyebabkan masalah pada proses dengan menggunakan diagram sebab
akibat (Cause and Effect Diagram) dan analisis FMEA (Failure Mode and
Effect Analysis). Untuk membuat diagram sebab akibat, dilakukan
wawancara dengan pihak Quality Control dan operator yang berada padal
Plant KT 24. Untuk memperoleh informasi tentang hal-hal yang
menyebabkan permasalahan utama yang dihadapi oleh perusahaan.

Selanjutnya dilakukan analisis FMEA untuk mengetahui penyebab


manakan yang paling mepengaruhi masalah dan paling kritis untuk segera
diperbaiki. Analisis FMEA dilakukan dengan menggunakan Spreadsheet

34
Universitas Bakrie

FMEA. Setelah diketahui penyebab utama dari permasalahan dengan


FMEA maka selanjutnya ditentukan prioritas penyebab masalah dengan
mencari nilai RPN paling besar dari hasil wawancara terstruktur dengna
pihak Qaulity Control, produksi, dan supervisor pada Plant KT 24.

3.5.4 Tahap Improve


Pada tahap Improve ini akan dilakukan peningkatan proses dan
menghilangkan sebab-sebab cacat pada produk dengan menggunakan hasil
analisis diagram sebab akibat dan FMEA yang telah dilakukan.
Selanjutnya, untuk memperoleh saran dalam tahap perbaikan proses ini
ditentukan dari hasil analisis serta wawancara dengan menggunakan tabel
Action Plan for Failure Mode dari metode FMEA. Untuk menemukan
akar penyebab masalah kecacatan yang terjadi, maka dapat dilakukan
analisis pemetaan dengan menggunakan tool Iceberg Diagram yang
nantinya akan membantu dalam proses penetuan solusi atau usulan
perbaikan yang lebih tepat sasaran serta berguna untuk menjelaskan
pemetaan hubungan antara akar penyebab masalah yang sedang dihadapi
dengan usulan yang diberikan untuk peningkatan proses tersebut.

3.5.5 Tahap Control


Pada tahap Control merupakan tahap operasional terakhir dalam proyek
peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini hasil-hasil peningkatan
kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan, praktik-praktik terbaik
yang sukses dalam meningkatkan proses distandarisasikan dan dijadikan
pedoman kerja standar, serta kepemilikan dan penanggung jawab proses,
yang berarti Six Sigma berakhir pada tahap ini.

35
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan penelitian dan pengumpulan data (Tabel Lampiran 2),


maka pada bab ini akan dilakukan pengolahan dan analisis terhadap data yang
diperoleh. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan mendefinisikan,
mengukur, dan menganalisis masalah yang sedang dihadapi oleh Plant KT 24 di
PT XYZ dengan pendekatan Six Sigma yang terdiri dari tahapan DMAIC (Define,
Measure, Analyze, Improve, dan Control). Hasil dan pembahasan diuraikan
sebagai berikut.

4.1 Gambaran Umum Perusahaan


PT XYZ adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang industri
pengolahan baja (coil) menjadi pipa baja batangan siap pakai yang terkemuka di
Indonesia. PT XYZ memproduksi pipa baja untuk berbagai keperluan seperti:
media penyalur minyak dan gas bumi, casing & tubing, instalasi air, tiang
pancang, tiang telepon, tiang listrik, konstruksi bangunan, dan berbagai keperluan
lainnya. Pipa baja tersebut diproduksi dalam berbagai jenis dan ukuran, mulai dari
½ inchi hingga 24 inchi dengan ketebalan mulai dari 1,5 mm sampai dengan 15,9
mm. Salah satu Plant unggulan yang ada di PT XYZ yaitu Plant KT (Kaiser
Torrance) 24 yang mempunyai desain kapasitas produksi 150.000 ton per tahun
dan mampu memproduksi pipa berdiameter 8 5/8 inchi sampai 24 inchi dengan
ketebalan 4.8 mm – 15.9 mm dengan berbagai macam spesifikasi.

Disamping memenuhi kebutuhan pipa baja dalam negeri, PT XYZ juga


telah melakukan ekspor ke beberapa negara di antaranya: Amerika Serikat,
Australia, Belanda, Kanada, Kuwait, Jepang, Thailand, dan Singapura. Oleh
karena itu, pada Tahun 1979 dan 1984 American Petroleum Institute (API)
memberikan pengakuan kepada PT XYZ untuk menggunakan monogram API
pada setiap produk pipa API 5L (pipe for oil and gas industries) dan API 5CT
(casing & tubing) yang diproduksi. Proses pembuatan pipa yang dilakukan

36
Universitas Bakrie

berjalan secara continuous flow, seperti alur proses pada SIPOC Diagram yang
dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 SIPOC Diagram Proses Produksi Pipa Jenis API 5L

Sumber: Dokumentasi Perusahaan

Berdasarkan alur proses yang digambarkan dengan SIPOC Diagram pada


Gambar 4.1 menunjukkan bahwa terdapat beberapa tahapan yang dilakukan serta
proses inspeksi yang harus dilalui dalam memproses bahan baku (coil) hingga
menjadi pipa baja batangan siap pakai. Tulisan ini khususnya akan membahas
tentang analisis kualitas produk pipa API 5L yang diproduksi oleh Plant KT 24 di
PT XYZ dengan menggunakan metode pengendalian kualitas Six Sigma
(DMAIC).

4.2 Pengumpulan Data


Data yang akan diambil adalah data jenis cacat pipa API 5L, jenis
breakdown yang ada, jumlah produksi, dan waktu breakdown yang terjadi (Waktu
Unexpected Stopages dari data PAMCO Summary KT 24). Data yang diambil
berasal dari pihak Quality Control, produksi, dan wawancara dengan supervisor.

37
Universitas Bakrie

4.2.1 Data Jenis Cacat Produk Pipa API 5L


Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Quality Control, Visual
Inspection (Checker) dan supervisor yang ada pada Plant KT 24, diketahui bahwa
jenis cacat yang ada selama proses pembuatan pipa API 5L yang nantinya akan
dijadikan sebagai CTQ (Critical To Quality) dapat dikategorikan ke dalam tiga
jenis cacat produk, diantaranya:

1. Class C
Class C merupakan jenis pipa cacat yang dihasilkan oleh Plant KT 24
dikarenakan proses produksi berhenti sehingga lasan akan selalu terbuka ketika
mesin produksi berhenti bekerja. Sehingga dalam memproses satu coil (gulungan
baja) normalnya akan terdapat dua buah pipa Class C seperti ini. Namun, apabila
jumlah pipa ini lebih dari yang seharusnya maka bisa dikatakan bahwa pada
proses produksi yang dilakukan terdapat breakdown atau kerusakan yang
mengakibatkan proses produksi terhenti ketika pembuatan pipa. Pipa Class C ini
juga terbagi atas tiga jenis yang sesuai dengan panjang pipa dan hasil dari
probability repair nya, yaitu:

a) Pipa class C baik dengan panjang 12 meter,


b) Pipa class C baik dengan panjang 6 meter, dan
c) Pipa class C Reject yang tidak dapat direpair.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat satu
jenis produk cacat yang dapat dijadikan data karena merupakan hasil dari proses
produksi yang tidak dapat berjalan dengan baik yaitu pipa Class C Reject yang
tidak dapat di repair sehingga menjadi pipa defect/scrap.

2. Downgrade
Downgrade merupakan jenis pipa reject yang dihasilkan pada proses
produksi karena adanya berbagai macam kegagalan terjadi selama proses produksi
berlangsung. Contoh kegagalan pada proses produksi, seperti: plate reject, UT
reject, under thickness, roll mark, dan sebagainya. Pipa yang masuk ke dalam
kategori Downgrade ini juga memiliki jenis-jenis yang berbeda sesuai dengan
panjang dan kelasnya, diantaranya:

38
Universitas Bakrie

a. Pipa Downgrade (A-120/A-252) panjang 12,


b. Pipa Downgrade (A-120/A-252) DRL,
c. Pipa Downgrade (A-120/A-252) panjang 6 meter,
d. Pipa Downgrade kelas (C/A-252) panjang 12 meter, dan
e. Pipa Downgrade (C/A-252) panjang 6 meter.
3. Afkir
Afkir merupakan salah satu jenis pipa cacat yang disebabkan karena
adanya kegagalan atau breakdown ketika proses produksi berlangsung. Pipa Afkir
ini dapat di repair menjadi pipa baik, maka pipa tersebut akan masuk ke dalam
kategori pipa Downgrade dengan kualitas yang lebih baik. Namun, apabila pipa
cacat tersebut tidak dapat di repair karena kerusakan yang terlalu parah, sehingga
pipa tersebut akan masuk ke dalam dua kategori pipa Afkir/scrap berdasarkan
panjang pipa tersebut, yaitu:

a) Pipa afkir panjang 12 meter,


b) Pipa afkir panjang 6 meter.

4.2.2 Data Waktu dan Jenis Breakdown (PAMCO Summary)


Pengumpulan data jenis breakdown ini dilakukan untuk keperluan analisis
penyebab nilai DPMO yang tinggi atau rendahnya level Sigma suatu perusahaan.
Dari sekian banyak data waktu dan jenis breakdown yang ada, peneliti hanya
mengambil data waktu dan jenis breakdown yang menyebabkan produk pipa cacat
pada proses pembuatan pipa API 5L. Data waktu breakdown terdapat pada
lampiran 1 dan jenis-jenis breakdown yang berpengaruh terhadap pipa cacat yang
dihasilkan dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini.

39
Universitas Bakrie

Tabel 4.1 Data Jenis Breakdown Penyebab Pipa Reject

Jenis Cacat Bagian Jenis Breakdown

Pahat inner gompal

Tools Problem Pisau side trimming gompal

Pisau cut off gompal

Pahat outer gompal

Jointing putus

Roll forming Problem

Side trimming putus/keluar


Roll Tools Bearing roll Problem
Problem
Roll sizing Problem
Downgrade, Roll SQ Problem
Class C
Reject dan Mechacinical cut off Problem
Afkir
Gear box drive Problem

Mechanical Side trimming/scrap winder Problem


Problem
Uncoiler Problem

Shearing Problem

HF Problem

Electrical cut off Problem

Electrical Annealer Problem


Problem
Jointing Problem

Run/Out conveyor kick off Problem

Problem Finishing equipment Problem

Material Problem Chamber, Waving, Necking

Sumber: Data Perusahaan yang telah diolah

40
Universitas Bakrie

4.2.3 Data Cacat dan Jumlah Produksi KT 24


Dalam penelitian ini, perbaikan kualitas akan dilakukan pada bagian
produksi yang sering terjadi kerusakan/gangguan. Dari divisi produksi dapat
diketahui data jumlah produksi dan jumlah produk cacat seperti yang telah
disebutkan pada poin data jenis cacat produk pipa API 5L di atas. Data cacat dan
jumlah produksi yang diperoleh dari pihak Produksi dan Quality Control
perusahaan dapat dilihat dalam tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2 Data Cacat dan Jumlah Produksi KT 24 (Januari 2014 – Maret 2015)
JENIS CACAT (BTG)

NO OP JUMLAH CLASS DOWN AFKIR TOTAL PERSENTASE


PRODUKSI C GRADE DEFECT CACAT (%)
(BTG)

1 41417025 4476 57 17 10 84 2%

2 41424034 434 7 10 2 19 4%

3 41424035 83 1 5 8 14 17%

4 41433049 146 7 4 1 12 8%

5 41434053 218 6 2 0 8 4%

6 41436056 597 5 1 9 15 3%

7 41327031 25296 501 863 92 1.456 6%

8 41410009 1245 27 1 8 36 3%

9 41426041 1904 14 27 1 42 2%

10 41429046 918 18 0 3 21 2%

11 41429047 908 0 1 1 2 0%

12 41446064 178 25 7 1 33 19%

13 41447065 1178 4 0 5 9 1%

14 41413016 190 23 0 2 25 13%

15 41434054 1039 213 4 1 218 21%

16 41440061 16340 0 63 18 81 0%

41
Universitas Bakrie

17 41444062 71 0 1 0 1 1%

18 41439060 25 0 4 0 4 16%

19 41435055 112 18 0 1 19 17%

TOTAL 55.358 926 1.010 163 2.099


Rata-rata 7%

Sumber: Data Perusahaan yang telah diolah

4.3 Pengolahan Data


Pengolahan data yang dilakukan pada tulisan ini sesuai dengan tahapan yang
ada pada metodologi DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control).
Tahap-tahap dari pengolahan data dilakukan sebagai berikut:

4.3.1 Tahap Define


Tahap Define merupakan tahap awal dalam proses perbaikan kualitas
untuk menentukan proporsi cacat yang menjadi penyebab paling signifikan
terhadap kerusakan yang merupakan sumber kegagalan produksi dengan
menggunakan Pareto Diagram. Dari hasil identifikasi tersebut dapat diperoleh
permasalahan utama yang sedang dihadapi oleh perusahaan. Berdasarkan data
pada tabel 4.2 di atas diketahui bahwa cacat produksi yang ada pada Plant KT 24
terdiri dari tiga jenis produk cacat. Dari hasil pendataan jenis cacat tersebut, maka
dapat dilakukan perhitungan prioritas perbaikan CTQ untuk 3 jenis cacat yang
dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Persentase jenis cacat untuk prioritas perbaikan CTQ

Jenis Cacat Jumlah cacat Persentase Cacat Cumm. Persentase


(Batang) (%) (%)

Downgrade 1.010 48% 48%

Class C Reject 926 44% 92%

Afkir 163 8% 100%

TOTAL 2.099 100%

Sumber: Data Perusahaan yang telah diolah

42
Universitas Bakrie

Berdasarkan tabel pendataan jenis cacat dan perhitungan prioritas


perbaikan CTQ di atas, maka dapat dibuat Pareto Diagram untuk
memprioritaskan perbaikan yang paling kritis. Gambar 4.2 di bawah
menggambarkan prioritas jenis produk cacat yang terdapat pada saat melakukan
proses produksi untuk pipa baja jenis API 5L periode Januari 2014 hingga Maret
2015.

Prioritas Perbaikan Produk Cacat


1.200 120%
100%
1.000 92% 100%
Pareto Diagram

800 80%

600 60%
48%

400 40%

200 20%

0 0%
DOWNGRADE Class C Reject AFKIR
Jumlah Cacat (Batang) 1.010 926 163
CUMM. PERSENTASE (%) 48% 92% 100%

Gambar 4.2 Pareto Diagram Jenis Cacat pada Produk Pipa Jenis API 5L

Sumber: Data Perusahaan yang telah diolah

Setelah melakukan prioritas perbaikan jenis cacat di atas dapat diketahui


dari Pareto Diagram di atas bahwa 48% terjadi kecacatan produk jenis cacat
Downgrade dan 44% terjadi kecacatan produk jenis Class C Reject. Oleh karena
itu, kedua jenis cacat tersebut perlu mendapat prioritas perbaikan terlebih dahulu.

43
Universitas Bakrie

4.3.2 Tahap Measure


Setelah dilakukan pendefinisian masalah yang akan dianalisis pada thaap
Define, kemudian pada tahap Measure dilakukan pengukuran baseline kinerja
dengan menghintung nilai DPMO dan nilai Sigma dari OP yang dikerjakan serta
pengukuran kapabilitas proses dengan menggunakan peta kendali U (U-Chart)
untuk melihat kapabilitas perusahaan dalam menghasilkan produk yang
berkualitas.

1). Pengukuran Baseline Kinerja

 Menghitung nilai DPMO


Hasil perhitungan DPMO dan nilai Sigma dari tiap-tiap jenis
kecacatan dapat dilihat dalam tabel 4.2 (nilai Sigma diperoleh dari tabel
Konversi Six Sigma pada Lampiran 3). Berikut contoh perhitungan untuk
OP 41417025:

(𝐶𝑙𝑎𝑠𝑠 𝐶 𝑅𝑒𝑗𝑒𝑐𝑡+𝐷𝑜𝑤𝑛𝑔𝑟𝑎𝑑𝑒+𝐴𝑓𝑘𝑖𝑟)
 DPMO = x 1.000.000
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑟 𝑂𝑃∗𝐶𝑇𝑄

(57+17+10+0)
 DPMO = x 1.000.000
(4476∗3)

84
 DPMO = 18.212 x 1.000.000

 DPMO = 6.255,59 ≈ 4,00 Sigma

 Mengkonversikan nilai DPMO ke nilai Sigma

Mengkonversikan nilai DPMO menjadi nilai Sigma dengan


menggunakan tabel konversi Sigma yang ada pada lampiran 3. Berikut
konversi nilai DPMO yang diperoleh menjadi nilai Sigma dapat dilihat
pada tabel 4.4 di bawah ini.

44
Universitas Bakrie

Tabel 4.4 Perhitungan Nilai DPMO dan Nilai Sigma Untuk Setiap OP

Rata- Rata-
rata rata
NO OP Jumlah Total CTQ DPO DPMO DPMO Nilai Sigma
Produksi Defect Potensial SIGMA

1 41417025 4476 84 3 0,01 6255,59 4,00

2 41424034 434 19 3 0,01 14592,93 3,68

3 41424035 83 14 3 0,06 56224,90 3,09

4 41433049 146 12 3 0,03 27397,26 3,42

5 41434053 218 8 3 0,01 12232,42 3,75

6 41436056 597 15 3 0,01 8375,21 3,89

7 41327031 25296 1456 3 0,02 19186,17 3,57

8 41410009 1245 36 3 0,01 9638,55 3,84

9 41426041 1904 42 3 0,01 7352,94 3,94

10 41429046 918 21 3 0,01 7625,27 3,93


24420,36
11 41429047 908 2 3 0,00 734,21 4,68
3,69
12 41446064 178 33 3 0,06 61797,75 3,04

13 41447065 1178 9 3 0,00 2546,69 4,30

14 41413016 190 25 3 0,04 43859,65 3,21

15 41434054 1039 218 3 0,07 69939,04 2,98

16 41440061 16340 81 3 0,00 1652,39 4,44

17 41444062 71 1 3 0,00 4694,84 4,10

18 41439060 25 4 3 0,05 53333,33 3,11

19 41435055 112 19 3 0,06 56547,62 3,08

Rata-rata 24420,36

Sumber: Data Perusahaan yang telah diolah

Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata DPMO
dari semua OP yang telah dikerjakan selama periode Januari 2014 hingga Maret
2015 sudah cukup baik dengan melihat dari nilai rata-rata Sigma yang diperoleh
sebesar 3,69 Sigma (masuk dalam kategori di atas nilai rata-rata industri Indonesia
tapi masih di bawah nilai rata-rata industri USA yaitu 4 Sigma). Namun dapat
dilihat, terdapat beberapa OP yang memiliki nilai DPMO yang sangat tinggi yang
menandakan bahwa pada proses produksinya terdapat banyak kendala yang sangat

45
Universitas Bakrie

perlu dianalisis lebih lanjut dan diadakan tindakan pengendalian kualitas yang
tepat agar output yang dihasilkan lebih berkualitas dan tentunya dengan nilai
Sigma yang lebih baik. Pada tabel 4.5 berikut dilakukan perhitungan data prioritas
analisis OP yang memiliki nilai DPMO tinggi untuk dijadikan acuan dalam
mencari akar penyebab masalahnya.

Tabel 4.5 Data Prioritas Analisis OP nilai DPMO tinggi

NO OP DPMO Sigma Bulan

15 41434054 69939 2,98 Sep-14

12 41446064 61798 3,04 Sep-14

19 41435055 56548 3,08 Okt-14

3 41424035 56225 3,09 Jan-15

18 41439060 53333 3,11 Feb-15

14 41413016 43860 3,21 Mar-15

4 41433049 27397 3,42 Sep-14

7 41327031 19186 3,57 Okt-14

2 41424034 14593 3,68 Sep-14

5 41434053 12232 3,75 Sep-14

8 41410009 9639 3,84 Mar-14

6 41436056 8375 3,89 Sep-14

10 41429046 7625 3,93 Sep-14

9 41426041 7353 3,94 Jan-15

1 41417025 6256 4,00 Sep-14

17 41444062 4695 4,10 Mar-15

13 41447065 2547 4,30 Jan-15

16 41440061 1652 4,44 Sep-14

11 41429047 734 4,68 Sep-14

Sumber: Data Perusahaan yang telah diolah

46
Universitas Bakrie

Berdasarkan data prioritas yang ada pada tabel 4.5 di atas, maka dapat
dibuat Pareto Diagram untuk mempermudah dalam menentukan OP mana yang
akan dianalisis dan seberapa banyak pengaruhnya terhadap tingginya nilai DPMO
yang diperoleh. Pareto Diagram dari data di atas dapat dilihat pada gambar 4.3
berikut.

47
Universitas Bakrie

Prioritas Analisis Penyebab Tingginya Nilai DPMO


80.000 120,0%

70.000
100,0%
98,9% 99,5% 99,8% 100,0%
95,0% 96,6% 97,9%
93,3%
60.000 89,5% 91,5%
86,8%
83,7%
Pareto Diagram

79,5% 80,0%
50.000 73,6%

64,2%
40.000 60,0%
52,7%
30.000
40,6% 40,0%

20.000 28,4%
20,0%
10.000 15,1%

- 0,0%
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S
DPMO 69.93 61.79 56.54 56.22 53.33 43.86 27.39 19.18 14.59 12.23 9.639 8.375 7.625 7.353 6.256 4.695 2.547 1.652 734
Cumm. Persentase 15,1% 28,4% 40,6% 52,7% 64,2% 73,6% 79,5% 83,7% 86,8% 89,5% 91,5% 93,3% 95,0% 96,6% 97,9% 98,9% 99,5% 99,8% 100,0%

Gambar 4.3 Pareto Diagram nilai DPMO

Sumber: Data Perusahaan yang telah diolah

48
Universitas Bakrie

Pada Pareto Diagram di atas dapat diketahui bahwa OP yang memberikan


pengaruh sebesar 83,7% terhadap tingginya nilai DPMO dan rendahnya nilai
Sigma yang diperoleh adalah bersumber dari 8 OP yang dikerjakan pada bulan-
bulan yang berbeda yang dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah. Setelah diketahui
OP yang menjadi penyebab rendahnya nilai Sigma perusahaan khususnya pada
Plant KT 24, maka selanjutnya akan dilakukan perbandingan hasil analisis dengan
peta kendali U (U-Chart) untuk memperkuat hasil analisis penyebab terjadinya
produk cacat serta membuat solusi apa saja yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki kapabilitas proses pada tahap Analyze.

Tabel 4.6 OP Kritis Penyebab Tingginya Nilai DPMO

NO OP DPMO Sigma Bulan

15 41434054 69939 2,98 Sep-14

12 41446064 61798 3,04 Sep-14

19 41435055 56548 3,08 Okt-14

3 41424035 56225 3,09 Jan-15

18 41439060 53333 3,11 Feb-15

14 41413016 43860 3,21 Mar-15

4 41433049 27397 3,42 Sep-14

7 41327031 19186 3,57 Okt-14

Sumber: Data Perusahaan yang telah diolah

Berdasarkan tabel 4.6 di atas, dapat diketahui bahwa penyebab tingginya nilai
rata-rata DPMO Plant KT 24 ini berasal dari tingginya nilai DPMO dari 8 OP
yang dikerjakan pada periode tertentu. Hasil analisis yang diperoleh sebagai
berikut:

- OP 41434054 yang dikerjakan pada bulan September 2014

- OP 41446064 yang dikerjakan pada bulan September 2014

- OP 41435055 yang dikerjakan pada bulan Oktober 2014

49
Universitas Bakrie

- OP 41424035 yang dikerjakan pada bulan Januari 2015

- OP 41439060 yang dikerjakan pada bulan Februari 2015

- OP 41413016 yang dikerjakan pada bulan Maret 2015

- OP 41433049 yang dikerjakan pada bulan September 2014

- OP 41327031 yang dikerjakan pada bulan Oktober 2014

Langkah selanjutnya yaitu membuktikan apakah benar bahwa ke 8 OP di atas


merupakan penyebab tingginya nilai DPMO yang akan dibandingkan dengan hasil
analisis pada peta kendali U (U-Chart). Jika hasilnya sama, maka akan
dilanjutkan pada tahap Analyze untuk mencari penyebab tingginya nilai DPMO
pada ke 8 OP tersebut. Perhitungan peta kendali U (U-Chart) dilakukan sebagai
berikut.

2). Pengukuran Kapabilitas Proses (U-Chart)

Dalam penelitian ini dilakukan analisis U-Chart berdasarkan banyaknya


jumlah produksi dan produk cacat yang dihasilkan. Penggunaan peta kendali U ini
dikarenakan jenis data berupa OP pada Plant KT 24 ini tidak terdistribusi normal
yang mana jumlah produksi setiap OP nya berbeda-beda. Sehingga pada tahap
analisis ini digunakan tool peta kendali U untuk mengetau kapabilitas proses Plant
KT 24 ini. Data yang diperoleh berdasarkan data produksi per OP selama periode
Januari 2014 hingga Maret 2015 untuk pipa baja jenis API 5L. Setelah data
diperoleh (Tabel Lampiran 2), langkah pertama yang dilakukan adalah mencari
UCL, LCL, Rata-rata total produk cacat per total sampel yang diperiksa (U bar)
dan proporsi defect per OP. Nilai-nilai tersebut digunakan untuk mengetahui
kondisi perusahaan mempunyai kapabilitas atau tidak serta membandingkan
apakah hasil dair analisis prioritas OP yang berpengaruh pada tingginya nilai
DPMO sama dengan hasil analisis yang dilakukan dengan U-Chart. Nilai-nilai
tersebut yang ada pada tabel 4.7 dapat digunakan untuk membuat bagan kendali

50
Universitas Bakrie

U-Chart pada gambar 4.3. Berikut contoh perhitungan nilai UCL, LCL, U bar dan
Proporsi Defect per samples untuk OP 41417025:

 Menghitung nilai CL=Ubar, UCL, LCL, dan Ui

Mean (CL) atau rata-rata proporsi kecacatan (U bar):


2.099
 CL = U bar = 55.358 = 0,038

Batas kendali bawah (LCL) dan batas kendali atas (UCL):


0,038
 LCL = 0,038 – 3 √ 4476 = 0,0329

0,038
 UCL = 0,038 + 3√ = 0,0429
84

84
 Defect per samples (ui) = 4476 = 0,019

Tabel 4.7 Perhitungan Nilai CL=U bar, LCL, UCL dan Proprosi Defect

Jumlah Jumlah Jumlah Sampel CL


Sampel Cacat yang diperiksa (Ubar)
NO OP (ni) (xi) (ni) Ui UCL LCL

1 41417025 4476 84 4476 0,019 0,043 0,033 0,038

2 41424034 434 19 434 0,044 0,054 0,022 0,038

3 41424035 83 14 83 0,169 0,075 0,001 0,038

4 41433049 146 12 146 0,082 0,066 0,010 0,038

5 41434053 218 8 218 0,037 0,061 0,015 0,038

6 41436056 597 15 597 0,025 0,052 0,024 0,038

7 41327031 25296 1456 25296 0,058 0,040 0,036 0,038

8 41410009 1245 36 1245 0,029 0,047 0,028 0,038

9 41426041 1904 42 1904 0,022 0,046 0,030 0,038

10 41429046 918 21 918 0,023 0,049 0,027 0,038

51
Universitas Bakrie

11 41429047 908 2 908 0,002 0,049 0,027 0,038

12 41446064 178 33 178 0,185 0,063 0,013 0,038

13 41447065 1178 9 1178 0,008 0,048 0,028 0,038

14 41413016 190 25 190 0,132 0,062 0,013 0,038

15 41434054 1039 218 1039 0,210 0,048 0,027 0,038

16 41440061 16340 81 16340 0,005 0,041 0,035 0,038

17 41444062 71 1 71 0,014 0,078 0,000 0,038

18 41439060 25 4 25 0,160 0,105 0,000 0,038

19 41435055 112 19 112 0,170 0,070 0,006 0,038

2099 55358

Sumber: Data Perusahaan yang telah diolah


Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 4.7 di atas dapat dijadikan
sebagai acuan dalam pembuatan peta kendali kecacatan pada produk pipa API 5L
yang nantinya akan memperlihatkan apakah hasil dari proses produksi yang
dilakukan masih masuk dalam batas toleransi minimum dan maksimum dari
kecacatan yang diperbolehkan atau tidak. Peta kendali kecacatan produk pipa API
5L dapat dilihat pada gambar 4.4 di bawah ini:

52
Universitas Bakrie

Peta Kendali U untuk OP Periode Januari 2014 - Maret 2015


0,250

0,210
0,200
0,170
0,185
0,160
0,169
0,150
U-Chart

0,132

0,100
0,082

0,058
0,050
0,044
0,037
0,025 0,029 0,030
0,019 0,022 0,023
0,008 0,005 0,014
0,000 0,002
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
ui 0,019 0,044 0,169 0,082 0,037 0,025 0,058 0,029 0,022 0,023 0,002 0,185 0,008 0,132 0,210 0,005 0,014 0,160 0,170
UCL 0,043 0,054 0,075 0,066 0,061 0,052 0,040 0,047 0,046 0,049 0,049 0,063 0,048 0,062 0,048 0,041 0,078 0,105 0,070
LCL 0,033 0,022 0,001 0,010 0,015 0,024 0,036 0,028 0,030 0,027 0,027 0,013 0,028 0,013 0,027 0,035 0,000 0,000 0,006
CL=Ubar 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038 0,038

Gambar 4.4 Peta Kendali U-Chart Pipa Baja Jenis API 5L

Sumber: Data Perusahaan yang telah diolah

53
Universitas Bakrie

Berdasarkan peta kendali U di atas dapat dilihat bahwa besarnya UCL dan
LCL berbeda-beda sesuai dengan jumlah sampel yang diambil. Berdasarkan
syarat perhitungan, jika nilai LCL yang diperoleh negatif maka sesuai aturan nilai
LCL nya menjadi 0 (LCL = 0) seperti pada data OP No. 17 dan 18. Setelah
diperoleh nilai-nilai yang menjadi batasan tersebut, maka akan terlihat proporsi
cacat produk yang dihasilkan apakah masih dalam batas toleransi atau tidak.

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa proses produksi yang dilakukan


oleh Plant KT 24 selama periode Januari 2014 hingga Maret 2015 belum memiliki
kapabilitas proses yang cukup baik. Seperti yang terlihat, hanya 7 dari 19 OP yang
masuk dalam batas toleransi kecacatan atau sekitar 36,84% dari total OP yang
telah dikerjakan. Dan sebaliknya, terdapat 12 dari 19 OP yang memiliki kecacatan
di luar batas toleransi kecacatan atau sekitar 63,16% dari total OP telah
dikerjakan. Sehingga dapat dibuktikan bahwa hasil analisis prioritas penyebab
tingginya nilai DPMO dengan Pareto Diagram sebelumnya memperoleh hasil
yang sama dengan analisis yang dilakukan dengan peta kendali U/ U-Chart di
atas. Hal ini menandakan bahwa proses produksi masih belum memiliki
kapabilitas yang baik dan mengalami banyak kendala. Oleh karena itu, hal ini
dapat menjadi acuan dalam mencari akar masalah yang menjadi penyebab produk
cacat pada Plant KT 24.

4.3.3 Tahap Analyze


Tahap Analyze merupakan langkah ketiga dalam proses Six Sigma. Tujuan
dari tahap ini adalah menganalisis sebab-sebab utama yang menyebabkan masalah
pada proses produksi. Berdasarkan hasil pengolahan data prioritas nilai DPMO
dan peta kendali U (U-Chart) sebelumnya diketahui bahwa terdapat 8 OP yang
menjadi penyebab tingginya nilai DPMO perusahaan. Sebelum analisis akar
penyebab masalah dengan Cause and Effect Diagram dilakukan, hal yang harus
dilakukan adalah mengambil data waktu breakdown dari ke 8 OP yang
bermasalah dari data PAMCO Summary Tube Mill Plant KT 24 yang disajikan
pada tabel 4.8 berikut.

54
Universitas Bakrie

Tabel 4.8 Data Waktu Breakdown 8 OP Penyebab Tingginya Nilai DPMO

Waktu Breakdown (Menit)

Bagian Penyebab Sep Okt- Jan Feb Mar Rata RANK


(Kerusakan) -14 14 -15 -15 -15 -rata

Pahat inner 30 390 100 40 50 122 11


gompal
Tools
Problem Pisau side 0 70 0 0 0 14 21
trimming
gompal

Pisau cut off 0 30 30 0 0 12 22


gompal

Pahat outer 0 40 20 0 0 12 23
gompal

Jointing putus 640 480 780 220 0 424 2

Roll forming 0 60 0 0 20 16 20
Problem
Roll Tools
Problem Side trimming 60 160 80 40 10 70 13
putus/keluar

Bearing roll 0 10 30 0 0 8 24
Problem

Roll sizing 0 130 0 0 0 26 18


Problem

Roll SQ Problem 100 150 0 60 0 62 15

Mechacinical cut 80 130 60 510 300 216 6


off Problem

Gear box drive 0 30 0 0 60 18 19


Mechanica Problem
l Problem
Side 20 10 150 40 0 44 17
trimming/scrap
winder Problem

Uncoiler 200 1000 120 60 240 324 4


Problem

Shearing 180 360 110 0 0 130 10


Problem

55
Universitas Bakrie

HF Problem 120 1460 280 370 670 580 1

Electrical cut off 220 0 20 40 10 58 16


Problem
Electrical
Problem Annealer 100 1160 190 0 0 290 5
Problem

Jointing Problem 370 380 70 30 70 184 8

Run/Out 80 60 120 60 470 158 9


conveyor kick
off Problem

Others Finishing 0 0 660 830 270 352 3


Problem equipment
Problem

Material Chamber, 0 0 450 10 550 202 7


Problem Waving,
Necking/Tong
Mark

Sumber: Data Perusahaan yang telah diolah

Berdasarkan data waktu dan jenis breakdown pada 8 OP di atas, dapat


dibuat prioritas perbaikan dari masing-masing kerusakan sesuai porsi ke
kritisannya dengan menggunakan Pareto Diagram pada gambar 4.5 berikut.

56
Universitas Bakrie

Prioritas Perbaikan Breakdown


700 120,00%

600 100,00%
97,59%98,13%98,62%99,04%99,40%99,76%100,00%
500 93,74%95,48%96,81%
89,77%91,87% 80,00%
86,09%
400 82,18%
77,42%
71,88% 60,00%
65,80%
300 59,30%
50,57% 40,00%
200
40,82%
100 30,22% 20,00%
17,46%
0 0,00%

Waktu Breakdown Rata-rata Cumm. Persentase

Gambar 4.5 Pareto Diagram Prioritas Perbaikan dari Waktu Breakdown

Sumber: Data Perusahaan yang telah diolah

57
Universitas Bakrie

Berdasarkan pengolahan data dengan Pareto Diagram di atas, dapat


diketahui bahwa terdapat 9 jenis breakdown yang menjadi penyebab utama
tingginya nilai DPMO pada 8 OP tersebut. Ke 9 jenis breakdown tersebut dapat
diuraikan dalam Cause and Effect Diagram pada gambar 4.6 berikut.

Gambar 4.6 Cause and Effect Diagram Penyebab Produk Cacat

Sumber: Data Perusahaan yang telah diolah

Berdasarkan hasil analisis Cause and Effect Diagram di atas dapat


diketahui bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya produk cacat pada Plant KT 24
dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Mechanical Problem
Mechanical Problem merupakan masalah yang diakibatkan oleh kegagalan
mekanik yang terjadi selama proses produksi berlangsung seperti: mesin Uncoiler
rusak, shearing Problem, gear box drive tidak berfungsi, mechanical cut off
Problem, dan sebagainya.

b. Material Problem
Material Problem adalah masalah yang ditimbulkan akibat adanya
kecacatan bawaan pada bahan baku yaitu coil maupun kecacatan material yang
diakibatkan oleh proses. Kecacatan ini tidak terdeteksi saat proses inspeksi coil
karena terdapat pada lapisan dalam. Sehingga sulit untuk dideteksi dan diatasi.

58
Universitas Bakrie

Contoh kecacatan dari bahan baku sendiri, seperti: Chumber, waving, dan
necking/tong mark. Sedangkan cacat material yang disebabkan oleh proses,
seperti: high low yang disebabkan oleh roll-roll forming yang belum pas setting-
an nya.

c. Roll Problem
Roll Problem ialah masalah yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan
pada bagian roll yang biasanya berupa kurang pasnya setting-an awal pada roll-
roll yang ada. Contoh kerusakannya seperti: Jointing pututs Roll sizing Problem,
bearing roll pecah, dan sebagainya.

d. Electrical Problem
Electrical Problem merupakan masalah yang disebabkan oleh adanya
kerusakan pada bagian kelistrikan pada mesin-mesin produksi seperti: HF
Problem, annealer Problem, jointing Problem dan sebagainya.

e. Others Problem
Others Problem merupakan masalah yang terjadi akibat adanya kerusakan
pada area finishing seperti: mesin bevel rusak, mesin hydrostatic test rusak, mesin
flatteing bermasalah dan lainnya.

4.3.4 Tahap Improve


Setelah diketahui penyebab-penyebab dari masalah Downgrade, dan Class
C berdasarkan analisis Cause and Effect Diagram di atas, maka dilakukan analisis
penyebab utama permasalahan dengan metode FMEA. Analisis FMEA dilakukan
dengan menggunakan speadsheet FMEA dengan mengajukan beberapa item
pertanyaan (lampiran 4). Setiap masalah dari permasalahan yang ada dicari nilai
RPN-nya kemudian nilai RPN tersebut disusun dari nilai yang paling besar
sampai ke yang paling kecil. Penyebab yang mempunyai nilai RPN yang paling
besar inilah yang merupakan penyebab utama dari permasalahan yang dihadapi.

59
Universitas Bakrie

Nilai RPN merupakan hasil perkalian dari nilai severity, occurance, dan detection
dari tiap-tiap penyebab masalah.

Pengisian spreadsheet FMEA dilakukan dengan menggunakan


brainstorming dengan beberapa pihak seperti: Quality Control, produksi,
Maintenance, Method & Technology, dan supervisor beserta operator yang
bertugas pada Plant KT 24. Brainstorming tersebut dilakukan untuk mengetahui
akibat yang ditimbulkan dari tiap-tiap penyebab, menentukan severity, oocurance,
dan detection besarnya antara 1-10, pemberian nilai ini berdasarkan pertimbangan
dan acuan yang ada dalam referensi (Tabel 2.3 halaman 24). Berikut contoh
perhitungan nilai RPN untuk bagian Roll Problem dengan penyebab kerusakan
Jointing putus:

 Bobot Occurance : 7
 Bobot Severity : 10
 Bobot Detection : 4

RPN = OCC x SEV x DET


RPN = 7 x 10 x 4
RPN = 280

Sehingga, untuk lebih jelas dan lengkapnya, hasil brainstorming bersama


pihak Quality Control, produksi, Maintenance, Methods & Technology dan
beberapa supervisor yang ada pada Plant KT 24 dapat dilihat pada tabel 4.9
berikut.

60
Universitas Bakrie

Tabel 4.9 Spreadsheet FMEA

Jenis Bagian Penyebab Akibat OCC SEVV DET RPN Rank


Cacat (Kerusakan)
(1-10) (1-10) (1-10)

Roll Jointing Proses produksi


Problem putus berhenti,
menghasilkan pipa 7 10 4 280 3
afkir

Chamber, Roundness (ovality)


Waving, rendah, pipa
Material Necking bergaris-garis, dan
Problem terdapat cekungan
membentuk cincin 3 9 8 216 8
pada pipa

Others Finishing Proses repair


Problem equipment menjadi terhenti
Problem 8 7 4 224 7

Proses produksi
berhenti,
Uncoiler menghasilkan pipa 8 8 5 320 2
Problem Class C atau Afkir
Mechanical
Downgrade Problem Mechacinical RPM pisau cut off
dan Class cut off lebih lama dan
C Reject Problem menggores pipa 6 8 5 240 6
selanjutnya

Roundness (ovality)
rendah, Proses
Jointing produksi berhenti
Problem sehingga
menghasilkan pipa 7 9 4 252 4
Class C atau Afkir

Lasan tidak
sempurna (mentah
HF Problem dan tidak menyatu 8 10 5 400 1
dengan bahan)
Electrical
Problem

Annealer Lasan getas (tidak 7 9 4 252 5


Problem kuat) dan mudah
pecah

Run/Out Proses pemindahan


conveyor pipa ke proses
kick off selanjutnya 7 6 3 126 9
Problem terhambat

Sumber: Data Perusahaan yang telah diolah

61
Universitas Bakrie

Berdasarkan hasil spreadsheet FMEA pada Tabel 4.9 di atas, diketahui


bahwa penyebab yang memiliki nilai RPN paling tinggi untuk kerusakan
Downgrade dan Class C Reject adalah faktor HF Problem. Berikut hasil analisis
prioritas pada penyebab terjadinya kecacatan produk berdasarkan nilai RPN.

 Nilai occurance sebesar 8: hal tersebut berarti masalah HF Problem ini


sering terjadi dan menggangu jalannya proses produksi yang sedang
berlangsung,
 Nilai severity sebesar 10: hal ini berarti penyebab tersebut sangat
berpengaruh dan sangat kritis terhadap kecacatan yang terjadi pada pipa
Downgrade, Class C, dan Afkir tersebut, dan
 Nilai detection sebesar 5: hal ini berarti penyebab tersebut ada
kemungkinan untuk dapat diatasi.

Sehingga setelah ketiga nilai tersebut dikalikan (8x10x5) diperoleh nilai


RPN sebesar 400. Dan analisis pada kerusakan Downgrade dan Class C Reject
lainnya yang masih perlu untuk diperbaiki akan diambil dari 5 nilai RPN tertinggi,
yaitu: faktor Uncoiler Problem, Jointing putus, Jointing Problem dan Annealer
Problem .

Dalam hal ini berarti bahwa penyebab utama dari kecacatan yang timbul
seperti Pipa Downgrade, dan Class C Reject adalah:

1. HF Problem (RPN = 400)


High Frekwensi Problem merupakan permasalahan yang sering terjadi
pada Plant KT 24. Masalah kerusakan terjadi pada mesin pengelasan ERW
(Electric Resistance Welding) dikarenakan komponen sumber panas yang
kurang baik (fluktuatif) sehingga mengakibatkan lasan mentah atau tidak
menyatu dengan material pada saat proses pengelasan berlangsung.
2. Uncoiler Problem (RPN = 320)
Uncoiler Problem merupakan permasalahan yang lumayan sering terjadi
pada Plant KT 24. Kerusakan ini terjadi pada mesin Uncoiler yang
berfungsi untuk menempatkan bahan baku ke dalam proses (keterangan
lebih lanjut pada Lampiran 6)

62
Universitas Bakrie

3. Jointing Putus (RPN = 280)


Jointing putus merupakan salah satu permasalahan yang terjadi pada saat
memproses pipa baja. Hal ini disebabkan karena hasil proses jointing yang
dilakukan kurang baik sehingga mengakibatkan sambungan coil tidak
cukup kuat menahan beban tarikan pada saat proses berjalan dan
mengakibatkan sambungan putus di dalam proses.
4. Jointing Problem (RPN = 252)
Jointing Problem merupakan kerusakan yang terjadi pada mesin jointing
yang dilakukan tepat setelah proses uncoiling selesai. Contoh kerusakan
yang terjadi adalah rusaknya mesin pengelasan manual pada
saatmenggabungkan ujung coil yang telah habis diproses dengan ujung
coil baru yang dibuka di Uncoiler.

5. Annealer Problem (RPN = 252)


Annealer Problem merupakan kerusakan pada mesin heat treatment
(annealer) ketika proses pemberian panas pada lasan pipa dengan inductor
dan temperaturnya 800-900 °C tidak sempurna, dan bisa jadi kerusakan
terjadi pada komponen mesin pre heat yang berguna untuk mendapatkan
temperature yang diinginkan sebelum dilakukannya proses annealing.

Setelah diketahui penyebab utama dan penjelasannya, selanjutnya dibuat


tabel action plan for failure mode untuk menentukan tindakan perbaikan yang
sesuai untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi. Pengisian tabel juga
merupakan hasil brainstorming dengan pihak Quality Control dan produksi Plant
KT 24 di PT XYZ (item wawancara dengan pihak perusahaan terdapat pada
Lampiran 4). Untuk lebih jelasnya, hasil branstorming tersebut dapat dilihat pada
tabel 4.10 untuk kecacatan Downgrade, dan Class C Reject.

63
Universitas Bakrie

Tabel 4.10 Tabel Action Plan For Failure Mode Downgrade dan Class C Reject

Jenis Bagian Penyebab Desain Solusi


Cacat

Melakukan resetting dan


perbaikan mesin pengelasan
HF (welder)
Problem
Electrical
Problem Annealer Hentikan proses produksi dan
Problem melakukan perbaikan
Downgrade
Jointing Hentikan proses produksi dan
dan Class
Problem melakukan perbaikan
C Reject
Roll Tools Jointing Menghentikan proses
Problem putus produksi serta melakukan
pengelasan secara manual

Mechanical Uncoiler Hentikan proses produksi dan


Problem Problem melakukan perbaikan

Sumber: Hasil wawancara dengan pihak Quality Control dan produksi

Berdasarkan hasil wawancara pada tabel 4.10 di atas, dapat diketahui


bahwa penyebab utama terjadinya kecacatan Downgrade, dan Class C Reject
adalah kerusakan yang terjadi akibat proses setting-an yang belum sesuai dengan
standar kalibrasi mesin yang dilakukan oleh operator. Dapat disimpulkan bahwa
penyebab dari dua jenis kecacatan tersebut adalah terdapat lima jenis breakdown,
yaitu: HF Problem, Uncoiler Problem, Jointing Putus, Jointing Problem, dan
Annealer Problem.

Selain HF Problem, penyebab masalah yang termasuk kritis berdasarkan


hasil analisis dan wawancara tersebut adalah Uncoiler Problem, Jointing Putus,
dan Annealer Problem. Ketiga masalah ini merupakan masalah yang terjadi pada
area tube mill dan saling berhubungan satu sama lain. Hal ini menandakan bahwa
perlu adanya keseriusan dalam melakukan perawatan mesin khususnya pada are
tube mill karena dapat dikatakan hampir 80% kualitas pipa yang akan dihasilkan

64
Universitas Bakrie

tergantung dari kualitas proses pada area tersebut. Dan 20% nya lagi bergantung
pada hasil finishing, repair dan pengujian kekuatan lasan dan material yang
merupakan lanjutan dari proses pada tube mill di area finishing. Untuk lebih
jelasnya, hirarki dari proses analisis akar penyebab kecacatan yang terjadi pada
produk pipa API 5L ini dapat dilihat pada gambar 4.6 berikut.

Gambar 4.7 Iceberg Diagram Kecacatan Pipa API 5L

Sumber: Data Perusahaan yang telah diolah

Untuk menganalisis penyebab kecacatan produk pipa API 5L sampai


keakar-akarnya maka digunakan System Approach dari System Thinking berupa
tool yang disebut Iceberg diagram. Berdasarkan Iceberg Diagram di atas dapat
diketahui bahwa sebuah kejadian (event) yang terjadi pada proses produksi yang
dilakukan untuk produk pipa API 5L ini adalah berupa dua jenis kecacatan yang
proporsinya paling tinggi, yaitu: pipa Downgrade dan pipa Class C Reject.

65
Universitas Bakrie

Namun jika ditelusuri lebih dalam, maka ditemukan penyebab dari dua kecacatan
tersebut berupa kerusakan-kerusakan pada beberapa bagian produksi/breakdown
yang dapat disebut sebagai system behavior. Dari hasil analisis pada Tabel 4.10
sebelumnya diketahui bahwa terdapat lima jenis breakdown penyebab kecacatan
tersebut di atas, diantaranya: HF Problem, Annealer Problem, Jointing Problem,
Jointing Putus, dan Uncolier Problem.

Untuk menemukan akar penyebab masalah yang sebenarnya (system


structure) maka dilakukan analisis lebih dalam lagi dari ke lima jenis breakdown
penyebab kecacatan tersebut. Sebenarnya, terdapat beberapa hal pokok yang
menjadi pemicu timbulnya ke lima jenis breakdown tersebut, diantaranya: proses
setting mesin yang belum tepat dan sesuai dengan spesifikasi produk pipa yang
diinginkan pelanggan sebelum proses produksi berlangsung sehingga
mengakibatkan terjadinya beberapa kerusakan/breakdown pada saat proses
produksi dilakukan. Selain itu, schedule maintenance yang belum dipatuhi untuk
kegiatan perawatan dan pengecekkan mesin-mesin seperti: HF, Jointing,
Annealer, Uncoiler dan Roll-roll. Hal terakhir inilah yang menjadi akar penyebab
masalah yang sebenarnya, yakni kurangnya koordinasi antara divisi Production
dan Maintenance untuk saling sharing terkait masalah-masalah breakdown yang
sering terjadi agar diperoleh solusi dan penanganan yang tepat sasaran.

4.3.5 Tahap Control


Usulan perbaikan yang telah diberikan penulis pada uraian di tahap
improve, diharapkan dapat memberikan peningkatan kinerja kualitas produk
maupun proses yang ada pada Plant KT 24 khususnya untuk produk pipa jenis
API 5L. Peningkatannya dapat diukur kembali dengan menggunakan nilai DPMO
dan nilai Sigma pada jenis kecacatan serta dengan peta kendali U (U-Chart) untuk
mengetahui kapabilitas proses.

Berikut ini merupakan usulan control pada tiap masalah kerusakan yang
terjadi yang diharapkan dapat membantu perusahaan dalam mengatasi
permasalahan produk non-standar/cacat, antara lain:

66
Universitas Bakrie

1. Evaluasi kinerja proses dengan melakukan perhitungan peta kendali U (U-


Chart) untuk melihat proporsi kecacatan yang dihasilkan dan alasan
menggunakan U-Chart adalah karena jumlah produksi tiap OP pada Plant
KT 24 khusus pada pipa jenis API 5L yang bervariasi. Sehingga dari hasil
analisis tersebut dapat diketahui apakah ada peningkatan dari sisi
kapabilitas proses atau belum.
2. Evaluasi kinerja produk dengan menghitung nilai DPMO, dan nilai Sigma
dari masing-masing OP yang telah dikerjakan. Dan membandingkan nilai
Sigma yang diperoleh dengan nilai Sigma terdahulu.

67
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah dilakukan pengolahan dan analisis data, maka pada bab ini akan
diambil kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan dan juga akan diberikan
saran untuk perusahaan serta untuk penelitian selanjutnya.

5.1 Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan pada Plant KT 24 di PT XYZ untuk produk pipa jenis
API 5L yang merupakan pipa dengan grade tertinggi yang pernah dibuat. Peranan
konsep Sx Sigma sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas khususnya pada
jenis produk yang diteliti. Sehingga perusahaan pun tetap dapat bersaing secara
kompetitif dan terkendali.

1. Langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi masalah-masalah


kecacatan pada produk pipa baja. Kecacatan tersebut terbagi atas 3 jenis
yang dijadikan sebagai CTQ (Critical To Quality), yaitu: Downgrade,
Class C Reject, dan Afkir. Setelah dilakukan prioritas kecacatan ternyata
masalah kecacatan ini berasal dari pipa Downgrade sebesar 48% dan
Class C Reject sebesar 44%. Sehingga kedua jenis kecacatan ini menjadi
prioritas untuk dianalisis lebih lanjut.
2. Setelah diketahui jenis cacat paling kritis yang dihadapi oleh PT XYZ
khususnya pada Plant KT 24, maka selanjutnya dilakukan pengukuran
baseline kinerja (nilai DPMO & level Sigma) dengan nilai DPMO yang
diperoleh adalah sebesar 24.420,36 atau setara dengan 3,69 Sigma dan
pengukuran kapabilitas proses (peta kendali U (U-Chart)) dengan hasil
analisis produk cacat terdapat hanya 36,84% sampel yang masih dalam
batas kendali atau sekitar 63,16% sampel berada di luar batas kendali.

68
Universitas Bakrie

Hal ini menandakan bahwa masih sangat diperlukan adanya usaha-usaha


pengendalian kualitas kinerja dan produk yang tepat dilakukan oleh PT
XYZ.

3. Selanjutnya dilakukan analisis brainstorming dengan pihak Quality


Control, produksi, dan supervisor mengenai penyebab kecacatan produk
yang terjadi dengan menggunakan tools FMEA dan diperoleh kesimpulan
bahwa penyebab utama kecacatan pada pipa Downgrade, dan Class C
Reject adalah sebagai berikut:
a) HF Problem
b) Uncoiler Problem
c) Jointing Putus
d) Jointing Problem
e) Annealer Problem

Berdasarkan penyebab kecacatan pada pipa Downgrade, dan Class C


Reject di atas, diketahui bahwa akar penyebab masalah kecacatan yang terjadi
dengan menggunakan tool Iceberg Diagram, yaitu: proses setting mesin yang
belum tepat dan sesuai dengan spesifikasi produk pipa yang diinginkan pelanggan
sehingga mengakibatkan terjadinya ke lima jenis kerusakan/breakdown di atas.
Selain itu, schedule maintenance yang belum dipatuhi untuk kegiatan perawatan
dan pengecekkan mesin-mesin seperti: HF, Jointing, Annealer, Uncoiler dan Roll-
roll. Hal terakhir inilah yang menjadi akar penyebab masalah yang sebenarnya,
yakni kurangnya koordinasi antara divisi Production dan Maintenance untuk
saling sharing terkait masalah-masalah breakdown yang sering terjadi agar
diperoleh solusi dan penanganan yang tepat sasaran.

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka diperoleh
saran yang berikan kepada pihak perusahaan untuk dapat menanggulangi efek dari
akar penyebab masalah kecacatan yang terjadi serta untuk melakukan peningkatan
proses pengendalian kualitas diperusahaan, antara lain:

69
Universitas Bakrie

1. Perusahaan sebaiknya memperbaiki dan melakukan perawatan mesin-


mesin produksi yang sekiranya sudah memiliki masa pakai lebih dari
masa pakai yang telah ditetapkan. Agar kondisi mesin-mesin produksi
khususnya pada area tube mill dapat terpantau dengan baik dan proses
pun dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
2. Pihak produksi dengan pihak maintenance sebaiknya lebih berkoordinasi
lagi agar dapat saling sharing terkait masalah-masalah yang sekiranya
dapat ditanggulangi lebih awal dapat dilakukan sesegera mungkin
sebelum kerusakan semakin parah.
3. Para operator yang berada pada area tube mill harus selalu diberikan
arahan maupun training terkait proses setting awal mesin agar lebih
akurat dan tepat sesuai dengan standar kalibrasi mesin yang ada agar
proses produksi tidak sering berhenti untuk melakukan proses resetting
terus menerus.

70
DAFTAR PUSTAKA

Assauri, S. (1998). Manajemen Produksi dan Operasi (Revisi Ed.). Jakarta:


Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Desai, D. A. (2006). "Improving customer delivery commitments the Six Sigma
way: Case study of an Indian small scale industry". International Journal
of Six Sigma and Competitive Advantage, 2, 23-47.
Gaspersz, V. (2007). Lean Six Sigma. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
General Electric. (2004). Diambil kembali dari What is Six Sigma: the roadmap to
customer impact? http://www.ge.com/sixSigma.
Gunawarman, H., Nugroho, P. T., Ferdy, F., & Fitrianingtyas, R. (2010, April).
"Analisis Kinerja Proses dan Produk Dengan Pendekatan Metodologi Six
Sigma (DMAIC) untuk Produk Teh Botol Pada PT XYZ". INASEA, 11(1),
58-69.
Hidayatno, A., & Afriansyah, B. (2014). "Peningkatan Kualitas Potong Mesin Eye
Tracer di PT. United Tractors Pandu Engineering dengan Metode Six
Sigma". Jurnal Teknologi, 2, 1-11.
Karo, G. K. (2014). "Usulan Perbaikan Kualitas Proses Produksi di Industri
Berbasis Hasil Laut". Journal of Industrial Engineering & Management
Systems, 7(2), 148-163.
Kumar, G., Jawalkar, C. S., & Vaishya, R. O. (2014). "Six Sigma-An Innovative
Approach for Improving Sigma Level: A Case Study of a Brick
Company". International Journal of Engineering and Innovative
Technology (IJEIT), 3(8).
Liu, J. (2011). "Application of Six Sigma methodology in forging manufacturing
plants: An example study Computing, Control and Industrial Engineering
(CCIE)". 2011 IEEE 2nd International Conference on, 2, 354-357.
Pakki, G., Soenoko, R., & Santoso, P. B. (2014). "Usulan Penerapan Metode Six
Sigma Untuk Meningkatkan Kualitas Klongsong (Studi Kasus Industri
Senjata)". JEMIS, 2(1), 10-18.
Pande, e. (2002). The Six Sigma Way team Fieldbook: An Implementation for
Project Improvement Teams. USA: McGraw-Hill Companies Inc.
Pande, P. S., Neurman, R. P., & Cavanagh, R. R. (2000). The Six Sigma Way.
New York: McGraw-Hill.
Pande, Pete, & Holpp, L. (2002). What is Six Sigma? New York: McGraw-Hill.

71
Universitas Bakrie

Polytip, J., Jose, A. G.-R., Vikas, K., & Ming, K. (2014). "A Six Sigma and
DMAIC application for the reduction of defects in a rubber gloves
manufacturing process". International Journal of Lean Six Sigma.
Prajapati, N. J., & Desai, D. A. (2014). "A Review of Six Sigma Implementation
at Exporting Industries". International Journal of Emerging Technology
and Advanced Engineering, 4(3), 556-562. Diambil kembali dari
www.ijetae.com
Pyzdek, T. (2003). The Six Sigma Handbook: A Complete Guide For Greenbelt,
Blackbelts. New York: McGraw-Hill.
Rafael, R., Obed, C., & Rita, A. (2010). "Six Sigma in paving process," Education
and Management Technology (ICEMT). 2010 International Conference
on, 612-616.
Rijanto, O. A. (2014). Analisis Pengendalian Mutu Proses Machining Alloy
Wheel Menggunakan Metode Six Sigma. Jurnal Ilmiah Teknik Industri,
13(2), 177-186.
Samadhi, T., Opit, P., & dan Singal, Y. (2008). Penerapan Six Sigma Untuk
Peningkatan Kualitas Produk Bimoli Classic (Studi Kasus: PT. Salim
Ivomas Pratama – Bitung). Jurnal Teknik Industri, 3(2), 17-25.
Sower, V. E. (2011). Essential of Quality: with cases and experiential exercises.
New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Supriyanto, H. (2004). "Proses Pembuatan Tow dengan Pendekatan Six Sigma".
Jurnal Teknologi Industri, 3(1), 317-326.
Wijayanto, A. H. (2011). Determinants for Employee’s Work Competencies.
Jurnal Manajemen IKM, 6(2), 81-87.

72
LAMPIRAN
Lampiran 1

Data Percentages Unexpected Stopages Plant KT 24 (Januari 2014-Maret 2015)

Month Overall Time Available TOTAL Unexpected Percentages


Stopages in Hour (US/A)
(A) in Hour

Januari 625 107,4 17,18%


2014

Februari 474 39,6 8,35%

Maret 498 87,6 17,59%

April 542 33,9 6,25%

Mei 481 35,5 7,38%

Juni 464 59 12,72%

Juli 405 28,3 6,99%

Agustus 521 53,1 10,19%

September 529 47,6 9,00%

Oktober 676 105,8 15,65%

November 607 42,5 7,00%

Desember 649 108,3 16,69%

TOTAL 6471 748,6 11,57%

73
Universitas Bakrie

Lampiran 2

Data Reject Pipa API 5L Per OP (Januari 2014-Maret 2015)

JENIS CACAT (BTG)


JUMLAH TOTAL DEFECT
NO OP CLASS DOWN
PRODUKSI AFKIR (BTG)
C GRADE
1 41417025 4476 57 17 10 84
2 41424034 434 7 10 2 19
3 41424035 83 1 5 8 14
4 41433049 146 7 4 1 12
5 41434053 218 6 2 0 8
6 41436056 597 5 1 9 15
7 41327031 25296 501 863 92 1.456
8 41410009 1245 27 1 8 36
9 41426041 1904 14 27 1 42
10 41429046 918 18 0 3 21
11 41429047 908 0 1 1 2
12 41446064 178 25 7 1 33
13 41447065 1178 4 0 5 9
14 41413016 190 23 0 2 25
15 41434054 1039 213 4 1 218
16 41440061 16340 0 63 18 81
17 41444062 71 0 1 0 1
18 41439060 25 0 4 0 4
19 41435055 112 18 0 1 19
TOTAL 55.358 926 1.010 163 2.099
Rata-rata

74
Universitas Bakrie

Lampiran 3

Tabel Konversi Sigma

75
Universitas Bakrie

Lampiran 4

Item pertanyaan wawancara pihak Quality Control PT XYZ:

1. Jenis produk apa saja yang sering diproduksi dan memiliki standar yang
tinggi?
2. Bagaimana alur produk saat proses produksi berlangsung?
3. Quality Control seperti apa yang diterapkan khususnya pada Plant KT 24?
4. Apa sajakah yang diteliti oleh pihak Quality Control / bagian Produksi?
5. Apakah PT XYZ mengetahui tentang metode Six Sigma?
6. Apakah sudah ada keinginan untuk menerapkan metode Six Sigma dalam
kinerja PT XYZ?
7. Selama ini apakah ada komplain yang dilakukan pelanggan terhadap
produk?
8. Kecacatan apa yang sering timbul pada saat proses produksi dilakukan?
9. Apa sajakah yang dikategorikan produk cacat/reject untuk produksi?
10. Faktor apa yang menjadi faktor utama produk reject untuk produk?
11. Seberapa frekuensi faktor utama pada produk?
12. Seberapa parah dampak faktor utama ini terhadap kualitas produk?
13. Seberapa besar kemungkinan faktor utama ini dapat diatasi?
14. Bagaimana cara menanggulangi masalah-masalah pada produk cacat di PT
XYZ?
15. Seberapa besar frekuensi masalah tersebut terjadi?
16. Jika STD menjadi penyebab utama terhadap tingginya angka reject,
bagaimana cara menanggulangi, dan apa solusi yang sekiranya bisa
dilakukan? Bagaimana solusi alternatifnya?
17. Jika Downgrade menjadi penyebab utama terhadap tingginya angka reject,
bagaimana cara menanggulangi, dan apa solusi yang sekiranya bisa
dilakukan?
18. Jika solusi tersebut tidak bisa dilakukan, bagaimana solusi alternatifnya?
19. Apakah ada dilakukan evaluasi antara pihak Quality Control dengan
atasan PT XYZ?

76
Universitas Bakrie

Lampiran 5

Proses Produksi Plant KT 24

Gambar L.1 Flow Process Chart Plant KT 24

77
Universitas Bakrie

Lampiran 6

Uraian Proses Produksi KT-24

a) Uncoiling

Merupakan proses pertama dalam rangkaian produksi pipa, setelah sebuah

coil dipindahkan dari tempat penyimpananya. Proses ini bertujuan untuk

menempatkan coil pada mandrel dengan cara membuka coil yang akan

dimasukan ke mesin untuk diproduksi.

Gambar L.2 Mesin Uncoilling

b) End Shearing

Merupakan proses pemotongan ujung lidah pada coil agar didapat ujung

coil yang rata dan tegak lurus untuk menghasilkan proses penyambungan yang

baik.

c) Joint Process

Jointing merupakan kegiatan operasi yang dilakukan tepat setelah proses

uncoiling selesai. Di tahap ini, suatu ujung coil yang telah habis digabungkan

dengan ujung coil yang baru dibuka di Uncoiler. Proses ini dilakukan dengan

cara pengelasan yang dapat dilakukan oleh mesin atau secara manual. Suatu

78
Universitas Bakrie

ujung coil harus disambungkan dengan ujung lainya untuk menciptakan proses

produksi yang berkelanjutan.

Gambar L.3 Mesin Jointing

d) Edge Scraping

Edge Scraping merupakan proses yang bertujuan untuk menghaluskan

pinggiran plat setelah side trimmer. Setting ketebalan edge scraping

disesuaikan dengan ketebalan plat.

Gambar L.4 Mesin Edge Scraping

e) Forming

Proses forming merupakan kegiatan operasi dimana suatu scalp atau coil

dibentuk menjadi suatu pipa dari bentuk datar. Setting mesin forming

disesuaikan berdasarkan dimensi pipa yang akan diproduksi. Bagian ini

merupakan salah satu bagian yang sering mengalami kerusakan dan perlu

dilakukan maintenance yang rutin.

79
Universitas Bakrie

Gambar L.5 Mesin forming

f) High Frecuency Welding

Welding merupakan salah satu proses yang penting dalam pemanufakturan

pipa. Pada tahap ini suatu pipa mengalami pengelasan tanpa filler metal dengan

mesin Electric Resistance Welding (ERW). Proses pengelassan ini berfungsi

untuk menyatukan kedua “ujung” pipa yang telah melalui forming untuk

menempelkan satu dengan yang lainya sehingga membentuk inner bead dan outer

bead. Mesin pengelas VAI ini bekerja dimana pipa digerakkan dengan kecepatan

konstan. Proses HF Welding bertujuan untuk membuat pipa dari gulungan coil

baja tanpa pembakaran metal pengisi serta berbagai masalah / cacat yang yang

terjadi pada proses ini.

Gambar L.6 Mesin HF Welding

80
Universitas Bakrie

g) Bead Removing

Operasi ini bertujuan untuk menyerut kampuh las bagian luar (outer bead)

dan dalam (inner bead) yang terbentuk proses welding. Kedua kampuh ini

harus diserut karena pipa yang diproduksi di mesin KT-24 ini memiliki tekanan

yang tinggi apabila tidak diserut, sehingga dapat menyebabkan kerusakan

internal. Bagian ini juga bekerja pada saat pipa diproduksi dengan kecepatan

konstan tepat setelah proses welding. Hasil kampuh las yang telah dibuang

kemudian ditaruh di sebuah kotak yang dimakan Scarf Box. Setelah proses ini,

lasan pipa diinspeksi dengan menggunakan pengujian Ultrasonic On-Line.

Gambar L.7 Scarf Box

h) Heat Treatment (Annealing)

Merupakan proses pemberian panas pada lasan pipa dengan inductor dan

temperaturnya 800-900 °C, untuk mengetahui sifat-sifat fisik yang dimiliki

oleh logam / coil. Lasan pada pipa dipanaskan menggunakan mesin annealing

lalu didinginkan secara perlahan. Sebelum masuk annealing, terdapat mesin pre

heat yang berguna untuk mendapatkan temperature yang diinginkan.

81
Universitas Bakrie

Gambar L.8 Heat Treatment (Annealing)

i) Cooling

Proses cooling merupakan proses yang dilakukan tepat setelah welding dan

bead scarfing. Pipa yang telah mengalami pengelasan memiliki temperature

yang sangat tinggi, oleh karena itu, proses pendinginan yang baik harus

dilakukan untuk merendahkan temperatur pipa. Pendinginan dilakukan dengan

pendinginan udara dan air.

j) Sizing

Proses ini memiliki tujuan untuk membentuk pipa dan untuk meraih

kebulatan pipa yang sesuai dengan persyaratan dengan roll sizing. Pada proses

ini, dilakukan juga suatu inspeksi terhadap kebulatan pipa. Apabila kebulatan

pipa belum memenuhi persyaratan, maka masalah tersebut akan diselesaikan.

Gambar L.9 Mesin Sizing

82
Universitas Bakrie

k) Cut-off

Cut-off merupakan tahap akhir dari proses produksi pipa. Pada tahap ini

terhadap mesin yang bekerja untuk memotong pipa dengan panjang yang

ditentukan. Rangkaian panjang pipa yang bergerak di dengan kecepatan

produksi konstan akan mencapai ujungnya di tahap ini. Kecepatan konstan

dimana pipa bergerak di lintasan produksi memiliki dampak besar terhadap

pemotongan pipa dan jumlah produksi pipa dalam suatu jangka waktu.

Gambar L.10 Mesin Cut-off

83

Anda mungkin juga menyukai