Anda di halaman 1dari 17

BAB III

URAIAN DAN HASIL KEGIATAN

3.1 Unit Produksi


3.1.1 Gambaran Umum Unit Produksi
Unit Produksi merupakan salah satu bagian unit kegiatan di bawah Instalasi
Farmasi RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang bertugas membantu dan menunjang dalam
menyiapkan kebutuhan obat dan bahan di Rumah Sakit, baik berupa sediaan steril
(cairan volume kecil steril, ekstrak alergen) maupun sediaan non steril (sirup dan tetes
telinga), serta kegiatan aseptis dispensing seperti IV admixture, pengemasan ulang
(repacking), produksi Total Parenteral Nutrition (TPN), dan handling cytotoxic.
Kegiatannya meliputi proses pengolahan, pengemasan, sampai sediaan siap
didistribusikan. Kegiatan yang dilakukan di Unit Produksi bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan obat yang sulit didapatkan di pasaran, obat dengan komposisi atau
konsentrasi tertentu, obat yang tidak stabil dalam penyimpanan atau recenter paratus,
media atau reagen–reagen sederhana, repacking obat injeksi yang tidak stabil setelah
direkonstitusi, sediaan IV admixture, produksi Total Parenteral Nutrition (TPN) dan
handling cytotoxic.

3.1.2 Tujuan PKPA di Unit Produksi


Mengetahui peran apoteker dalam melaksanakan kegiatan di bidang
produksi sediaan steril maupun non steril dan teknik aseptis (handling cytotoxic, IV
admixture, repacking sediaan injeksi, TPN) yang sesuai dengan Standard Operating
Procedure (SOP) pada unit produksi.

3.1.3 Manfaat PKPA di Unit Produksi


Manfaat pelaksanaan PKPA di Unit Produksi Instalasi Farmasi RSUD Dr.
Soetomo Surabaya adalah:
a. Mahasiswa mendapatkan pembelajaran dan wawasan mengenai gambaran nyata
tentang kegiatan di Unit Produksi, antara lain handling cytotoxic, i.v.
admixture, repacking sediaan injeksi, TPN, pembuatan cairan volume kecil, teknik
aseptis, dan pembuatan ekstrak alergen.
b. Mahasiswa mendapatkan informasi secara langsung mengenai kegiatan produksi
sediaan obat mulai dari pengadaan bahan baku, proses pengolahan, pengemasan
sampai sediaan siap didistribusikan.

3.1.4 Kegiatan PKPA di Unit Produksi


Mahasiswa melaksanakan PKPA di Unit Produksi selama dua hari. Kegiatan
yang dilakukan antara lain:
a. Melakukan diskusi dengan Kepala Unit Produksi tentang rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh Unit Produksi, mulai dari jenis sediaan yang dibuat, cara pembuatan,
cara sterilisasi alat, ruangan, dan hasil produksi, prosedur permintaan sediaan steril
maupun non steril.
b. Mendapatkan penjelasan dan melakukan diskusi dengan Asisten Apoteker (AA) di
bagian produksi.
c. Melihat proses penanganan rekonstitusi sediaan sitostatika dan pelaksanaan
repacking sediaan injeksi yang tidak stabil dalam jangka waktu lama.
d. Melakukan perhitungan pengambilan sediaan sitostatika dan TPN sesuai permintaan
resep. Pelaksanaan tugas perhitungan pengambilan sediaan terdiri dari pengkajian
terhadap kompatibilitas, stabilitas sediaan terkait konsentrasi, wadah, waktu, dan
suhu, serta perhitungan pengambilan sediaan sitostatika sesuai permintaan resep.

3.1.5 Fungsi Unit Produksi


a. Fungsi Pelayanan
Fungsi pelayanan yang dilakukan oleh Unit Produksi adalah melaksanakan
pembuatan obat atas permintaan atau kebutuhan RSUD Dr. Soetomo dan atas
permintaan rumah sakit di luar RSUD Dr. Soetomo dengan persetujuan Direktur dan
Kepala Instalasi Farmasi RSUD Dr. Soetomo, membuat dan melaksanakan prosedur
tetap untuk masing-masing obat yang diproduksi, melaksanakan usulan perencanaan
kebutuhan bahan baku dan peralatan kepada UPPFS, bersama-sama Quality Control
mencari solusi jika terjadi kegagalan produksi serta melakukan evaluasi.
Gambar 3.1. Bagan alur permintaan produk di dalam RSUD Dr. Soetomo

PEMOHON

SURAT PERMOHONAN

DIREKTUR RSUD Dr.


SOETOMO & KEPALA KFT

SURAT PERINTAH

UNIT PEMBUATAN

LULUS UJI
PENGUJIAN

Gambar 3.2. Bagan alur permintaan produk dari luar RSUD Dr. Soetomo

b. Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan kepada para mahasiswa
Fakultas Farmasi program profesi Apoteker, tenaga kesehatan, atau instansi lain di
lingkungan RSUD Dr. Soetomo.
c. Fungsi Penelitian
Fungsi penelitian dilakukan berkaitan dengan penyediaan obat untuk keperluan
penelitian bagi tenaga kesehatan baik Dokter maupun Apoteker. Pembuatan sediaan yang
digunakan untuk penelitian berdasarkan atas permintaan dari peneliti. Contoh sediaan yang
dibuat di Unit Produksi untuk penelitian dan tetap dipakai sampai saat ini, antara lain: sirup
kloral hidrat, sirup resomal, sirup ferrous fumarat dan ZnSO4.

3.1.6 Pelayanan Farmasi di Unit Produksi


Pelayanan farmasi di unit produksi meliputi pembuatan sediaan non steril, pembuatan
sediaan steril, dan aseptik dispensing, termasuk di dalamnya adalah repacking, IV admixture,
dan handling cytotoxic. Adapun kegiatan di unit produksi dapat dilihat pada skema berikut.

Kegiatan di Unit Produksi Farmasi RSUD Dr. Soetomo

Produksi sediaan steril Produksi sed. non steril Aseptic dispensing

Ekstrak Cairan
alergen volume kecil

Handling Repacking TPN IV


cytotoxic Admixture

Gambar 3.3 Skema kegiatan di Unit Produksi

3.1.6.1 Produksi Sediaan Steril


a. Ekstrak Alergen
Ekstrak alergen adalah larutan steril yang mengandung komponen ekstrak dari
beragam sumber biologis yang berpotensi memberi reaksi alergi pada manusia.
Pembuatannnya berdasarkan permintaan yang biasanya datang dari ruangan, poli, dokter,
dan dari luar lingkungan RSUD Dr. Soetomo. Untuk setiap hasil ekstrak alergen yang
diproduksi terlebih dahulu diuji di laboratorium farmasi untuk menjamin sterilitas ekstrak.
Alergen digunakan untuk tujuan tes alergi dan untuk tujuan terapi.
Tes alergi untuk mengetahui apakah seseorang mengalami alergi terhadap suatu alergen
tertentu yang dicurigai atau tidak. Sedangkan untuk tujuan terapi adalah melakukan
desensitisasi dengan pemberian ekstrak alergen tertentu secara intramuskular, mulai dari
konsentrasi yang rendah yang ditingkatkan sedikit demi sedikit ke konsentrasi yang
lebih tinggi supaya tubuh mampu mentoleransi (kebal) terhadap alergen tersebut.
Ekstrak alergen di Unit Produksi dibagi menjadi tiga jenis yaitu Alergen Kontrol (coca
filtra, histamin fosfat, dan solutio 48/80), Alergen Inhalan (debu rumah bulu anjing, bulu
kucing, bulu ayam, kecoa, mite/ tungau, jamur, kapuk, wool, tepung sari bunga,dll), dan
Alergen Makanan (putih telur, kuning telur, daging ayam, coklat, daging sapi, daging
kambing, tongkol, pindang, bandeng, kepiting, udang, pepaya, nanas, vitsin, bayam, dll).
Pemisahan bahan yang mengandung lemak dan yang tidak mengandung lemak dilakukan
sebelum pembuatan ekstrak alergen. Bahan yang mengandung lemak antara lain semua
jenis daging, semua jenis ikan, pepaya, mangga, pisang, tongkol, bawang merah,
terong, kapuk kacang-kacangan, beras, susu, kuning telur, durian, apokat, kelapa, nangka,
teh, kopi, coklat, tepung, tempe, tahu, nasi, kangkung, cabe. Bahan yang tidak mengandung
lemak antara lain bayam, putih telur, wortel, mentimun, jeruk, nanas, rambutan, blewah,
labu siam, buah yang berair, kubis, kecambah, apel, anggur, kentang, kacang
panjang, buncis, rebung, anggur, kentang, kacang panjang, buncis, jambu biji, jambu
air, dan semangka.
Proses pembuatan ekstrak Alergen meliputi proses antara lain Comminution, Defatting,
Extractie, Clarification, Dialysis, Concentration, Sterilization, Standardization, dan Quality
Control. Masing-masing proses dijabarkan sebagai berikut:
1) Comminution
Tujuan: mempermudah ekstrak dengan jalan memperbesar luas permukaan total. Cara:
material dibuat sehalus mungkin dengan blender, grinding machine/juicer, ekstraktor atau
cutting instrumen.
2) Defatting
Tujuan: mempermudah ekstraksi dengan jalan menghilangkan lemak dalam larutan
material (proses untuk bahan yang mengandung lemak). Cara: material direflux dalam
deffating agen aether, toluen, chloroform.
3) Extractie
Tujuan: Menarik zat alergenik yang aktif kedalam pelarut. Cara: Mengacak material
dalam larutan buffer saline, glycerid saline, dextros. Phosphat buffer glycerid saline,
hypertonis glycerid saline (stirers), bikarbonat saline/ cocos, dextrosa bicarbonat.
4) Clarification
Tujuan: Memisahkan inactive material dan partikel tersuspensi yang dapat menyumbat
bakteri filter. Cara: Disaring dengan penyaring kasar atau kain bila perlu dapat dipakai
dengan pompa isap disentrifuge.
5) Dialysis
Tujuan: Membebaskan iritasi ingridien zat warna yang dapat mewarnai kulit
penderita dan elektrolit yang tidak dikehendaki. Cara: Ekstrak dalam cellophone bagian
dialisir dalam air mengalir, larutan buffer saline, cairan ekstrak tertentu.
6) Concentration
Tujuan: Mendapatkan kadar yang lebih tinggi dengan jalan pemekatan larutan. Cara:
Penguapan pelarut dengan menggunakan panas tidak langsung. Volume kecil
menggunakan evaporating dish dengan aliran udara, volume besar menggunakan vacum
evaporator dengan penangas air.
7) Sterilization
Tujuan: Meniadakan semua bentuk mikroorganisme. Cara: Karena sifat alergen yang
termolabil maka dilakukan sterilisasi tanpa pemanasan dengan menggunakan bakteri filter.
Seluruh proses dilakukan dengan alat- alat steril dalam kondisi aseptis.
8) Standardization
Tujuan: Pembakuan ekstrak alergen. Cara: Pollen unit of noon, total nitrogen content,
protein unit-N dan standardisasi menurut berat volume atau prosuntage.
9) Quality Control
Tujuan: Menjaga mutu ekstrak alergen. Cara: Dilakukan pemeriksaan terhadap
sterilitas, pirogenitas dan potensi.

b. Sediaan Cairan Volume Kecil


Sediaan cairan volume kecil yang dibuat di Unit Produksi dibedakan
berdasarkan cara sterilisasinya, yaitu:
1. Sediaan yang disterilkan dengan sterilisasi uap (autoclave dengan suhu 115-121 oC,
tekanan 1 atm, selama 15-30 menit)
 Ca Cl3 20 cc  Na Thiosulfas 10 cc
 Lidocain 1 % 20 cc  NaCl 15 % 10 cc
 Methylenblue 0,5 % 10 cc  Talk 7 % dalam PZ 0,9 % 50 cc
 Na Sitrat 3,8 % 10 cc  Tripledye 10 cc
2. Sediaan yang disterilisasi dengan cara filtrasi
 Alkohol 96 % 20 cc
 Ekstrak alergen
 Phenol Olie 5
3. Bahan yang disterilkan dengan sterilisasi panas kering (oven) adalah oleum cocos
3.1.6.2 Produksi Sediaan Non Steril
Sediaan non steril yang dibuat oleh Unit Produksi RSUD Dr. Soetomo antara lain
sebagai berikut;
1) Pasta dan zalf, seperti pasta ECG, pasta EEG, argenta sulfadiazin dan zalf.
2) Bahan baku, seperti aceton, metanol, parafin liquid, xylol, cupri sulfat, EDTA, acid
trichlor aceton dan lainnya.
3) Antiseptik, seperti sabun hijau, hibicet, isodine, hibiscrub, alkohol, alkohol gliserin dan
lainnya.
4) Obat, seperti asam Trichlor Acetic 30%, bora gliserin, formalin 10% camphor
spiritus, lidocain 4%, perhidrol 3%, sublimat-HCl 25 %.
5) Reagen, seperti acidum aceticum 30%, amonia 10%, BaCl 10%, carbol fuchsin,
Fouchet, Lugol, Methylen Blue.
6) Sediaan, seperti solution chloralhidrat 250cc, resomal solution 250 cc, zinc sulphate
0,4 % solutio 150 cc, dan sirup fero fumarat 5% 100 cc

3.1.6.3 Aseptic Dispensing


Aseptik dispensing adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan tujuan
meminimalkan terjadinya kontaminasi mikroorganisme atau partikel kontaminan pada
sediaan. Faktor yang perlu diperhatikan untuk melakukan aseptik dispensing meliputi:
a. Ruangan
 Untuk pelaksanaan aseptis harus dibersihkan dan didesinfeksi
 Terdiri dari ruang penyiapan, ruang antara serta ruang steril dengan suhu yang
terjaga 18-22 oC dan kelembaban 35-50%
 Dinding, lantai, dan langit-langit permukaannya harus halus tidak bercelah dengan
dilapisi epoksi, dan secara dibersihkan secara berkala
 Dilengkapi dengan HEPA filter (tekanan udara di dalam ruang lebih positif dari
tekanan udara diluar ruang)
 Dilengkapi dengan laminar air flow (LAF)/biological safety cabinet (BSC)
 Memiliki persyaratan suhu dan tekanan tertentu
 Alur petugas dibedakan dengan alur barang yaitu sebagai berikut:
Barang masuk dan keluar melalui pass box yang didesain mampu untuk
meminimalkan kontaminasi. Pintu pass box harus dibuka secara bergantian untuk mencegah
kontaminasi.
Ada ruang antara yang digunakan petugas untuk memakai pakaian steril lengkap
sebelum masuk ruang steril. Terdapat persyaratan jumlah partikel tertentu yang boleh ada
pada tempat kerja yang dapat dipenuhi dengan adanya Laminar Air Flow. Ukuran partikel
dalam clean room dan LAF tidak boleh kurang dari 0,5 mikron. Hanya 10.000 partikel tiap
meter kubik yang diperbolehkan ada pada clean room. Sedangkan jumlah partikel yang
diperbolehkan ada pada LAF adalah sebanyak 100 partikel.

b. Personel
 Personel harus sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan yang terlatih
dalam pelaksanaan aseptis. Personel merupakan sumber kontaminan terbesar oleh
karena itu sebelum masuk ruang aseptik petugas harus didesinfeksi dahulu di ruang
transisi, pergerakan dari petugas harus diminimalkan agar tidak menyebabkan
tabrakan udara yang dapat menyebabkan kontaminasi.
 Personel memakai Alat Pelindung Diri Steril (baju, sarung kaki, tutup kepala,
masker, sarung tangan) yang harus disterilkan dahulu.
 Peralatan, harus disterilkan terlebih dahulu dan pengerjaan aseptisnya di bawah LAF
(laminar Air Flow) dengan standar sertifikasi.

c. Alat Pelindung Diri


Alat pelindung diri terdiri dari baju yang terbuat dari linen (gown), penutup kepala,
penutup kaki, masker, sarung tangan, dan kaca mata. Untuk penanganan obat–obat sitostatika
digunakan 2 lapis masker dan 2 lapis sarung tangan (sarung tangan terbuat dari latex dan
tidak berbedak). Masker dan sarung tangan termasuk dalam alat pelindung diri disposable
(sekali pakai). Baju, penutup kepala, penutup kaki, dan kaca mata dapat dipakai beberapa
kali, setelah melalui proses sterilisasi ulang (Depkes, 2009).
Sediaan yang diproduksi dengan aseptic dispensing antara lain, i.v admixture, repacking,
TPN dan handling cytotoxic.
1) Handling cytotoxic
Handling cytotoxic penting dilakukan dalam pengerjaan obat–obat sitostatika karena
obat–obat tersebut berpotensi menimbulkan efek karsinogenik, mutagenik, dan teratogenik
sehingga memerlukan penanganan yang khusus dan mampu melindungi operator dari
paparan obat–obat sitostatik. Prinsip pengerjaan handling cytotoxic sama dengan i.v
admixture, yang berbeda adalah alat yang digunakan bukan LAF biasa tetapi BSC
(Biological Safety Cabinet) yaitu LAF vertikal yang dirancang untuk melindungi personel,
obat, dan lingkungan sedangkan untuk personelnya sendiri diwajibkan menggunakan APD
(Alat Pelindung Diri).
Pada pengerjaan handling sitostatika sampai pendistribusiannya, bila terjadi tumpahan
sitostatika maka personel perlu melakukan SOP berikut :
a. Mengambil kit di UPF terdekat yang terdiri dari : baju yang terbuat dari linen (gown),
penutup kepala, penutup kaki, masker N95, 2 lapis sarung tangan, dan kaca mata
b. Memberi palang “Dilarang melintas”
c. Menggunakan APD tersebut
d. Bila tumpahan berupa padatan maka diusap dengan handuk yang diberi water for injection
(WFI). Lalu diusap kembali dengan handuk lain yang diberi detergen. Lalu diusap kembali
dengan handuk kering
e. Bila tumpahan berupa cairan maka diusap dengan lap kering. Lalu diusap kembali dengan
handuk yang diberi detergen. Lalu diusap kembali dengan handuk lain yang diberi WFI. Lalu
diusap kembali dengan handuk kering
f. Bila tumpahan berupa pecahan maka diambil dengan pinset
g. Tumpahan sitostatika dan APD yang disposable dimasukkan ke kantong plastik khusus
limbah sitostatika berwarna ungu
2) Repacking sediaan steril
Repacking merupakan pengemasan ulang sediaan obat yang ada di pasaran menjadi
kemasan dengan kekuatan yang lebih kecil secara teknik aseptis. Alasan dilakukannya
repacking antara lain karena waktu stabilitas obat tersebut pendek (≤ 24 jam) baik setelah
direkonstitusi maupun dibuka, sediaan obat yang dikehendaki dalam dosis yang lebih kecil
dari yang tersedia di pasaran, dan harga obat mahal. Contoh sediaan yang dikemas ulang
misalnya serbuk injeksi gansiclovir satu vial dosis 500 mg, dikemas ulang dalam dosis
50 mg, serta sediaan meropenem satu vial 1000 mg dikemas ulang dalam dosis 60 mg dan
100 mg.
3) IV admixture
IV admixture adalah merekonstitusi dan atau menambahkan/mencampur obat suntik
dengan cairan infus secara teknis aseptis. Tujuannya adalah untuk meminimalkan risiko
kontaminasi terhadap sediaan (jaminan sterilitas), untuk menjamin mutu dan kualitas
(pengkajian apoteker terhadap dosis, kompatibilitas dan stabilitas), cost effective dan
meningkatkan keamanan dengan larutan yang terstandarisasi, contohnya injeksi Prostin dan
Pregnil.
4) TPN
Total Parenteral Nutrition (TPN) adalah suatu sediaan yang mengandung berbagai
macam nutrisi yang dibutuhkan oleh pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi
secara per oral. Total Parenteral Nutrition (TPN) mudah terkontaminasi bakteri dan jamur,
sehingga TPN harus dibuat dengan steril aseptic technique, dan sediaan akhir TPN tidak
dapat disterilkan dengan metode sterilisasi akhir. Pengerjaan teknik aseptic dispensing TPN
secara umum sama dengan pengerjaan teknik aseptic dispensing IV admixture baik ruangan
dan alat pelindung diri yang digunakan (Hugo dan Russell, 2011).
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan Kegiatan PKPA di Unit Produksi


Unit produksi merupakan salah satu unit kegiatan di bawah Instalasi Farmasi yang ada
di RSUD Dr.Soetomo guna menghasilkan suatu sediaan obat. Batasan tugas unit produksi
dimulai dari pengadaan bahan baku, proses pengolahan, pengemasan hingga sediaan siap di
distribusikan. Unit produksi bertugas untuk membuat dan menyediakan sediaan steril maupun
non steril yang tidak ada/sukar didapat di pasaran seperti sediaan yang memiliki komposisi
atau konsentrasi tertentu, sediaan yang tidak stabil dalam penyimpanan atau recenter paratus
dan sediaan yang digunakan untuk kepentingan pendidikan/penelitian. Selain pembuatan
sediaan-sediaan tersebut, unit produksi juga melakukan penanganan obat-obat sitostatika,
pembuatan TPN (Total Parenteral Nutrition) serta repacking sediaan yang memiliki waktu
stabilitas pendek. Pada awalnya unit produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal
rumah sakit sehingga bersama dengan laboratorium internal farmasi, kualitas sediaan yang
dihasilkan dapat dijamin sehingga keselamatan pasien dapat dicapai. Kegiatan di unit
produksi terdiri dari proses handling cytotoxic, aseptic repacking obat injeksi, pembuatan
TPN serta pembuatan sediaan yang diproduksi oleh unit produksi, seperti ekstrak alergen,
cairan volume kecil, cairan desinfektan-antiseptik dan beberapa cairan non steril.
Proses handling cytotoxic merupakan kegiatan khusus penyiapan obat sitostatika sebab obat
sitostatika besifat toksik pada sel (karsinogenik, mutagenik dan teratogenik). Paparan obat
sitostatika tidak hanya memiliki efek samping bagi pasien yang menjalani kemoterapi namun
juga berpotensi bahaya begi petugas jika tidak ditangani dengan benar. Paparan sediaan
sitostatika terhadap petugas dapat terjadi secara inhalasi, absorbs melalui kulit, tertusuk jarum
atau tertelan. Oleh karena itu, penanganan obat-obat sitostatika hendaknya dilakukan dengan
teknik aseptis dalam biological safety cabinet (BSC) oleh petugas yang terlatih dan terampil
dalam pencampuran sediaan sitostatika serta dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD).
Tujuan dari handling cytotoxic yaitu meminimalkan resiko kontaminasi terhadap
sediaan (jaminan sterilitas), meminimalkan resiko paparan terhadap petugas yang kontak dan
lingkungan serta menjamin kualitas sediaan. Langkah yang dilakukan sebelum melakukan
handling cytotoxic yaitu mengkaji ulang form permintaan sitostatika dari setiap unit
pelayanan farmasi (UPF) seperti pengkajian dosis yang disesuaikan dengan kondisi pasien
(LPT dan fungsi renal), kompatibilitas dengan pelarut, cara rekonstitusi dan pengenceran,
stabilitas obat, penentuan kadaluarsa dari sediaan campuran sitostatika berdasarkan pada
literatur yang ada, penentuan cara penyimpanan dari sediaan sitostatika serta pemberian
rekomendasi terkait obat sitostatika. Lembar RPO sitostatika injeksi dibuat rangkap 4
(lembar putih diletakkan di lembar RM pasien, lembar merah untuk unit produksi, lembar
hijau dan kuning untuk unit pelayanan farmasi). Dokter penulis resep menuliskan regimen
kemoterapi, dosis yang diberikan, jumlah dan jenis pelarut yang akan digunakan,
premedikasi yang akan diberikan, data berat badan, tinggi badan, luas permukaan tubuh serta
nilai kreatinin pasien. Kemudian akan dikaji oleh Apoteker di ruangan tersebut dan
diserahkan kepada Apoteker di unit produksi untuk dikaji kembali terkait jenis dan jumlah
pelarut serta expired date dan dilakukan persiapan handling cytotoxic oleh tenaga teknis
kefarmasian (TTK).
Pendistribusian sediaan sitostatika ke ruang perawatan pasien dikirim dalam tempat
yang tertutup dan diberi label tanda obat sitostatika. Obat sitostatika yang telah ditangani
diperiksa kembali kebenarannya oleh petugas, dimasukkan ke dalam plastik hitam dan beri
etiket, kemudian diserahkan kepada petugas berikutnya melalui pasbox untuk diberi plastik
klip, lalu menuliskan nama pasien serta ruangan pasien tersebut, setelah itu obat siap
dikirimkan ke ruangan pasien. Semua limbah sitostatika, baik alat-alat disposable yang
digunakan untuk penanganan sediaan (jarum, spuit, ampul dan vial), serta infues bag tempat
dicampurkannya sediaan sitostatika dibuang dalam wadah khusus yang dilapisi kantong
plastik ungu. Semua limbah sitostatika dimusnahkan di incinerator pada suhu 1100°C.
Proses repacking (pengemasan kembali) ditujukan untuk sediaan injeksi yang
memiliki waktu stabilitas pendek (≤ 24 jam) setelah direkonstitusi dan sediaan injeksi
yang tersedia di pasaran dalam kemasan besar. Proses repacking menghemat biaya
pengobatan pasien dengan mengefisienkan penggunaan sediaan injeksi, dalam arti pasien
tidak membayar untuk 1 vial utuh sediaan, tetapi hanya membayar untuk porsi yang
digunakan saja. Penyimpanan sisa sediaan injeksi juga dapat diminimalisasi, karena
repacking mengemas kembali dalam kemasan dan jumlah yang lebih kecil. Proses
pengemasan kembali sediaan-sediaan injeksi dilakukan secara aseptis dibawah laminar air
flow (LAF) untuk tetap menjaga sterilitas sediaan. Contoh sediaan injeksi yang di repacking
yaitu adalah serbuk injeksi gansiclovir 500 mg/vial, dikemas ulang dalam dosis 50 mg serta
meropenem 500 mg/vial di repacking menjadi dosis 100 mg per vial.
Ekstrak alergen dan sediaan volume kecil juga dibuat di unit produksi. Pembuatan
ekstrak alergen didasarkan pada permintaan dari RSUD Dr. Soetomo sendiri dan dapat pula
dari luar RS. Pengerjaan ekstrak alergen dilakukan secara aseptis dan dibuat dalam volume
yang kecil. Ekstrak alergen yang dihasilkan diuji oleh Laboratorium Farmasi, jika sudah
dinyatakan steril ekstrak alergen dapat digunakan. Hal ini juga berlaku untuk sediaan steril
yang diproduksi oleh RSUD Dr. Soetomo. Adapun kendala dalam produksi ekstrak alergen,
yaitu penyediaan bahan baku alergen yang sukar diperoleh, seperti bulu hewan. Contoh
ekstrak alergen yang dibuat di unit produksi adalah larutan kontrol (solutio coca, histamin),
alergen inhalant (debu, kapuk, bulu hewan), alergen makanan (kepiting, putih telur, kuning
telur, coklat, mangga, semangka, daging sapi, daging ayam, dll). Contoh sediaan volume
kecil yang dibuat di unit produksi RSUD Dr. Soetomo adalah triple dye, oleum cocos, NaCl
15%, metylen blue, Na. Tiosulfat dan talk 7% dalam PZ.
Pencampuran TPN (Total Parenteral Nutrition) juga dilakukan di unit produksi.
Pencampuran TPN juga hendaknya dilakukan dengan teknik aseptis oleh tenaga terlatih
untuk menjamin kualitas dan sterilitas sediaan nutrisi untuk pasien. Formulasi TPN
disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi pasien dengan tetap menjaga stabilitas sediaan dan
formula standar. Tujuan pemberian TPN pada pasien diantaranya adalah untuk memenuhi
nutrisi pasien dalam keadaan tidak dapat mencerna makanan melalui mulut, menghindari
komplikasi, meningkatkan kualitas hidup, menjaga fungsi organ dan mempercepat
penyembuhan. Peran Apoteker dalam pencampuran TPN adalah melakukan pengadaan,
penyimpanan, pencampuran TPN serta mengidentifikasi adanya interaksi TPN dengan obat.
Sediaan TPN yang akan didistribusikan dikemas dalam plastik gelap serta diberi etiket untuk
keterangan pasien yang bersangkutan. Seluruh proses produksi di RSUD Dr. Soetomo
dilakukan pemeriksaan kontrol kualitas sebelum sediaan di distribusikan dan pemeriksaan
sampel pertinggal setiap beberapa bulan sekali di laboratorium farmasi untuk pengujian
stabilitas sediaan yang diproduksi. Setiap batch produk yang dibuat, sebelum dilakukan
pengemasan dilakukan pengujian kadar. Produk yang telah lolos uji dilengkapi label yang
berisi nama produk, kekuatan, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa dan nomor batch
produksi. Setiap batch produk yang akan didistribusikan diambil sampel pertinggalnya untuk
diuji lagi pada kemudian hari secara rutin atau jika terjadi komplain dari pengguna.
Lampiran 1.
Tugas Unit Produksi
1. Perhitungan Sitostatika
2. Perhitungan TPN 1
Pada Unit Dispensing Sediaan Farmasi, alur permintaan TPN dilakukan oleh dokter
dengan menuliskan form RPO nutrisi parenteral. Apoteker yang menerima harus mereview
RPO terlebih dahulu dengan melihat aspek administratif, farmasetik, dan klinis. Pada
beberapa kasus terdapat permintaan khusus yang bersifat cito sehingga penyiapan sediaan
didahulukan daripada RPO yang lain.
Contoh RPO TPN yang masuk dalam unit dispensing adalah :

Salah satu yang perlu diperhatikan dalam perhitungan TPN adalah dosis cairan
dextrose yang diminta. Pada unit dispensing, tersedia larutan dextrose 5%, dextrose 10%, dan
dextrose 40%. Volume yang diambil dihitung dulu dengan menggunakan metode aligasi.
Pada contoh diatas, dextrose yang diminta adalah D20%.
20
D10 20 = 30 x 250 ml = 166,67 ml

D20
10
D40 10 = 30 x 250 ml = 83,33 ml

Total = 30
Sehingga untuk membuat larutan D20 sebanyak 250 ml dibutuhkan D10 sebanyak
166,67 ml dan D40 sebanyak 83,33 ml. Selanjutnya, perlu diperhatikan pula molalitas cairan
dan volume total TPN yang disiapkan. Molalitas cairan (m) menggambarkan banyaknya mol
zat yang terlarut dalam 1 kg (1000 gram) pelarut. Molalitas dapat dicari dengan cara
membagi jumlah mol zat terlarut dengan jumlah kilogram pelarut atau m =
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔𝑟𝑎𝑚) 1000
x . Bila molalitas campuran yang didapatkan
𝑀𝑟 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑔𝑟𝑎𝑚)

>900 mol/kg, maka pemberian TPN tidak boleh diberikan secara perifer karena konsentrasi
yang tinggi dapat merusak dinding vena perifer. Melainkan harus dengan sentral melalui vena
cava, subclavia, umbilikal, atau jugularis. Selain itu, penyiapan TPN ini dipisahkan dalam 2
wadah berbeda berdasarkan aspek stabilitas dan kelarutannya. Wadah pertama berisi
dextrose, NaCl 15%, dan KCl 7,4%. Sedangkan wadah kedua berisi Ca glukonas, MgSO4,
Vitalipid, dan Soluvit.
Selanjutnya, pembuatan etiket TPN. Pada unit dispensing RSUD Dr. Soetomo, etiket
akan tercetak secara otomatis pada komputer setelah mengentry data pada komputer.
3. Perhitungan TPN 2

Anda mungkin juga menyukai