Anda di halaman 1dari 30

Makalah Perpindahan Kalor

konduksi

Oleh:
Kelompok 6

1. Ardina Ayu W 1706104363


2. Aulia Reza R 1606871442
3. Naufal Farras A 1606871505
4. Hafidz Aliyufa 1606907796
5. Zumroh Desty 1606907751

Program Studi Teknik Kimia


Departemen Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Indonesia
Depok 2018

i
KATA PENGANTAR

Pertama-tama puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya lah penyusun dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Perpindahan Kalor Konduksi” ini. Adapun tujuan dari penyusunan
makalah ini antara lain adalah untuk memenuhi tugas kelas Perpindahan Kalor-02
dan untuk memberikan suatu gambaran lengkap namun ringkas terkait perpindahan
kalor secara konduksi. Tidak lupa juga penulis menyampaikan terima kasih,
khususnya kepada Dr. Dianursanti S.T., M.T. dan Dr. Tania Surya Utami S.T.,
M.T., selaku dosen pengajar dalam mata kuliah Perpindahan Kalor dan teman-
teman yang sedikit banyak telah membantu penyusun dalam menyelesaikan
makalah ini.
Penyusun berharap bahwa makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman
sekalian, khususnya dalam mengerti secara lebih jelas terkait perpindahan kalor
secara konduksi.

Depok, Maret 2018

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
A. Penjelasan Umum ................................................................................................. 4
B. Tujuan pembelajaran ........................................................................................... 4
BAB II ISI ........................................................................................................................... 5
Tugas A ........................................................................................................................... 5
Tugas B ........................................................................................................................... 6
Tugas C ........................................................................................................................ 17
Tugas D ........................................................................................................................ 22
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 29
BAB IV DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 30

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Penjelasan Umum
Perpindahan Kalor atau Heat Transfer adalah ilmu untuk meramalkan
perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda
atau material. Dari termodinamika telah diketahui bahwa energi yang pidah itu
dinamakan kalor atau heat. Ilmu perpindahan kaloe tidak hanya mencoba
menjelaskan bagaiman energi kalor itu berpindah dari satu benda ke benda lain,
tetapi juga dapat meramalkna laju perpindahan yang terjadi pada kondisi-
kondisi tertentu. Kenyataan bahwa disini yang menjadi sasaran analisis ialah
masalah laju perpindahan, inilah yang membedakan ilmu perpindahan kalor
dari ilmu termodinamika. Termodinamika membahas sistem dalam
keseimbangan, kemudian ilmu pepindahan kalor melengkapi hukum pertama
dan kedua termodinamika, yaitu dengan memberikan beberapa kaidah
percobaan yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan perpindahan energi.
B. Tujuan pembelajaran
1. Dapat menejelaskan pengertian sistem insulasi dan mekanisme peredam
panas yang terjadi dalam suatu sistem insulasi
2. Dapat menejelaskan karakteristik material yang dapat digunakan sebagai
material insulasi yang baik dan contohnya
3. Dapat menejelaskan faktor yang memperngaruhi efektifitas dodsem
peredam panas
4. Dapat menejelaskan Hukum Fourier dan mekanisme perpindahan kalor
konduksi yang terjadi pada sistem satu dimensi
5. Dapat menejelaskan mekanisme perpindahan kalor konduksi yang terjadi
pada dinding sistem sumber kalor didalamnya(dinding dtar, silinder pejal,
silinder berongga, bola pejal)
6. Dapat menejelaskan pengertian tahanan kontak termal dan contohnya
7. Dapat menejelaskan metode peneyelsaian kalor untuk sistem dua dimensi
dengan bentuk tak berturan dan membutuhkan besaran tertentu
8. Dapat menejelaskan penyelesaian permasalaan perpindahan kalor dengan
pendekatan numerik
9. Dapat menejelaskan aliran kalor transien pada benda padat semi tak
berhingga
10. Dapat menejelaskan mekanisme perpindahan kalor konduksi dengan dan
tanpa tahanan termal
11. Dapat menejelaskan hubungan bilangan Biot dan Bilangan Fourier dengan
perpindahan kalor konduksi tak tunak
12. Perpindahan kalor konduksi tak tunak pada sistem satu dimensi

4
BAB II ISI
Tugas A
1. Bagaimana mekanisme peredam panas yang terjadi dalam suatu sistem
insulasi?
Suatu sistem insulasi (alam ruangan misalnya), merupakan faktor penting
untuk mencapai kenyamanan termal orang yang ada didalamnya. Pembuatan
insulasi membantu meminimalisasi panas yang hilang kelingkungan yang
mana hal ini tidak diinginkan atau (mengurangi kebutuhan energi dari sistem
pemanas dan pendingin). Panas dapat hilang ke lingkungan melalui tiga cara,
konduksi, konveksi, dan radiasi. Mekanisme dalam meredam panas ini berarti
memaksimalkan material penyusun dinding ruang tersebut yang optimal dalam
mempertahankan kalor untuk tidak hilang ke lingkungan, sehingga material
penyusun dinding ruangan disarankan memiliki nilai konduktivitas termal
yang kecil, ketebalan yang besar, Resistansi termal yang tinggi, difusivitas
termal yang rendah, serta massa jenis bahan yang rendah. Kelima kriteria
tersebut apabila dipenuhi maka akan membuat suatu sistem ruangan yang
mampu menahan kalor agar tidak hilang ke lingkungan. Bahan atau material
penginsulasi kalor contohnya, seperti: selulosa, glass wool, rock wool,
polystyrene, busa urethane, vermiculite, perlite, serat kayu, serat tanaman, daur
ulang katun denim, jerami tanaman, serat hewan (bulu domba), semen, dan
tanah. Insulasi Reflektif (atau Radiant Barrier) dapat melibatkan berbagai
desain dan teknik untuk mengatasi perpindahan panas konduksi, radiasi dan
konveksi pada suatu bahan. Sistem kerja nya adalah memerangkap sejumlah
besar udara (atau gas lainnya) sehingga tidak lepas ke lingkungan.

2. Karakteristik material yang seperti apa yang dapat digunakan sebagai


material insulasi yang baik?
Dalam menilai suatu karakteristik material yang baik untuk digunakan sebagai
insulator, dapat ditinjau dari berbagai aspek seperti nilai konduktivitas
termal, massa jenis bahan dan resistansi termal. Ketebalan dari material juga
mempengaruhi laju perpindahan kalor. Semakin tebal material tersebut, maka
semakin lama kalor perpindah dari satu permukaan ke permukaan lainnya.
Begitu pula dengan konduktivitas termal. Semakin besar nilai konduktivitas
termal suatu material, maka semakin baik ia dalam menghantarkan panas
sehingga semakin buruk insulator yang dihasilkan nya. Hal ini dapat dilihat
dari rumus laju perpindahan panas (Hukum Fourier),
𝝏𝑻
q = -k A 𝝏𝒙 ................................(1)

dimana laju perpindahan kalor sebanding dengan konduktivitas termal bahan


nya. Kemudian, dalam meninjau massa jenis bahan, semakin tinggi massa jenis
nya, maka semakin padat wujud nya, menandakan kerapatan molekul-molekul
material yang tinggi sehingga semakin cepat panas dihantarkan (benda solid

5
menghantarkan panas lebih baik dari benda cair dan benda gas) namun massa
jenis yang tinggi berarti difusivitas termal nya rendah, sehingga insulator yang
baik memiliki massa jenis yang kecil (polyurethen) dan difusivitas termal yang
rendah. Resistansi termal dapat kita artikan sebagai kemampuan suatu bahan
dalam menginsulasi kalor. Konduktivitas termal yang rendah, setara dengan
resistansi termal yang tinggi, maka insulator yang baik adalah insulator yang
memiliki resistansi termal yang tinggi.

3. Faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi efektivitas sistem insulasi


peredam panas?
Berdasarkan referensi http://www.greenspec.co.uk/building-design/insulation-
materials-thermal-properties/ yang melampirkan karakter bahan dalam suatu
sistem insulasi, ada empat faktor yang mempengaruhi suatu insulator,
a. Konduktivitas termal : Mengukur mudahnya suhu berpindah melalui
bahan dengan cara konduksi. Semakin kecil nilai konduktivitas termal
suatu bahan, semakin baik insulator yang dihasilkan.
b. Resistansi termal : aspek ini mengaitkan konduktivitas termal dengan
luas permukaan. Semakin tebal bahan, semakin kecil perpindahan panas
terjadi, sehingga makin kecil konduktivitas nya dan makin baik insulator
yang dihasilkan.
c. Kapasitas kalor spesifik : ialah banyaknya kalor yang dibutuh untuk
menaikkan satu derajat temperatur dari 1kg material. Semakin tinggi nilai
kapasitas kalor spesifik maka semakin insulator yang baik karena artinya
akan semakin banyak waktu yang diperlukan untuk menyerap panas
hingga akhirnya terjadi perpindahan panas.
d. Massa jenis : kerapatan material yang tinggi menandakan diffusivitas
termal yang rendah, juga thermal mass (kemampuan bahan menyerap
dan menyimpan panas) yang tinggi.

Tugas B
1. Bagaimanakah mekanisme perpindahan kalor konduksi yang terjadi pada
dinding datar, dinding berlapis silinder panjang, dan bola berongga?
Mekanisme Perpindahan Kalor Konduksi
a. Pada Dinding Datar
Gambar 1 menunjukkan distribusi suhu pada sebuah bidang datar dengan
koordinat Cartesian terhadap sumbu x. Pada dinding datar, diterapkan
hukum Fourier yang setelah diintegrasikan maka akan didapatkan :
𝒌𝑨
𝒒 = − ∆𝒙 (𝑻𝟐 − 𝑻𝟏 ) ................................(2)

6
Gambar 1. Perpindahan panas melalui satu dinding datar
Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer 10th Edition. New York: McGraw-Hill.

b. Pada Dinding Berlapis


Jika suatu aliran kalor dilewatkan pada bidang datar yang disusun berlapis
– lapis secara seri pada bahan yang berbeda – beda dengan harga
konduktivitas masing-masing, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Bahan tersebut mempunyai tebal yang berbeda – beda. Aliran panas masuk
dengan suhu T1 dan keluar dengan suhu T4. Suhu antar muka masing –
masing adalah T2 dan T3.

Gambar 2. Perpindahan panas melalui dinding datar yang disusun seri


Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer 10th Edition. New York: McGraw-Hill.

Pada keadaan tunak, kalor yang masuk harus sama dengan kalor yang
keluar,
𝒒𝒊𝒏𝒑𝒖𝒕 = 𝒒𝒐𝒖𝒕𝒑𝒖𝒕

Sehingga harga q untuk masing – masing bidang maupun untuk seluruh


bidang sama,
𝒒 = 𝒒𝑨 = 𝒒𝑩 = 𝒒𝑪

𝑻𝟐 −𝑻𝟏 𝑻𝟑 −𝑻𝟐 𝑻𝟒 −𝑻𝟑


𝒒 = −𝒌𝑨 𝑨 = −𝒌𝑩 𝑨 = −𝒌𝑪 𝑨 .........................(3)
∆𝒙𝑨 ∆𝒙𝑩 ∆𝒙𝑪
c. Pada Silinder Panjang
Pada Gambar 3, suatu silinder panjang berongga dengan jari – jari dalam
ri, jari jari luar ro dan panjang L dialiri panas sebesar q. Suhu permukaan
dalam silinder adalah Ti dan suhu permukaan luarnya adalah To.

7
Gambar 3. Aliran kalor satu dimensi melalui silinder berongga
Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer 10th Edition. New York: McGraw-Hill.

Pada silinder, digunakan juga Hukum Fourier dengan luas bidang aliran
kalor dalam sistem silinder ini, adalah:
𝑨𝒓 = 𝟐𝝅𝒓𝑳 .....................(3)
Sehingga hukum Fourier menjadi :
𝒅𝑻
𝒒𝒓 = −𝟐𝝅𝒌𝒓𝑳 ......................(5)
𝒅𝒓
Dengan kondisi batas
T = Ti pada r = ri
T = To pada r = ro
Dengan kondisi batas di atas, persamaan aliran panas untuk sistem silinder
adalah :
𝟐𝝅𝒌𝑳 (𝑻𝒊 −𝑻𝒐 )
𝒒= ................(6)
𝐥𝐧(𝒓𝒐 ⁄𝒓𝒊 )

Gambar 4. Aliran kalor satu dimensi melalui silinder berlapis


Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer 10th Edition. New York: McGraw-Hill.
Untuk sistem tiga lapis seperti pada Gambar 7, persamaan aliran panasnya,
adalah :
𝟐𝝅𝑳 (𝑻𝟏 − 𝑻𝟒 )
𝒒= ...............(7)
𝐥𝐧(𝒓𝟐 ⁄𝒓𝟏 )/𝒌𝑨 + 𝐥𝐧(𝒓𝟑 ⁄𝒓𝟐 )/𝒌𝑩 +𝐥𝐧(𝒓𝟒 ⁄𝒓𝟑 )/𝒌𝑪
d. Pada Bola Berongga
Sistem berbentuk bola juga dapat ditangani sebagai satu dimensi apabila
suhu merupakan fungsi jari – jari saja. Pada gambar 7, suatu bola berongga
dengan jari jari dalam ri, jari – jari luar ro, dan panjang L dialiri kalor
sebesar q. Suhu permukaan dalamnya adalah Ti dan suhu permukaan
luarnya adalah To.

Gambar 5. Aliran kalor satu dimensi melalui bola berongga


Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer 10th Edition. New York: McGraw-Hill.

8
Sehingga hukum Fourier menjadi :
𝒅𝑻
𝒒 = −𝒌𝟒𝝅𝒓𝟐 𝒅𝒓 ..............................(8)
Kondisi batas untuk sistem ini, adalah :
T = Ti pada r = ri
T = To pada r = ro
Dengan kondisi batas di atas, maka persamaan aliran kalor untuk sistem
bola, adalah :
𝟒𝝅𝒌 (𝑻𝒊 − 𝑻𝒐 )
𝒒= .........................(9)
𝟏⁄𝒓𝒊 − 𝟏⁄𝒓𝒐

Gambar 6. Aliran kalor satu dimensi melalui bola berlapis


Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer 10th Edition. New York: McGraw-Hill.

Untuk dinding lapis rangkap berbentuk bola, seperti pada Gambar 8,


persamaan Fourier menjadi:

𝟒𝝅(𝑻𝟏 − 𝑻𝟒 )
𝒒= (𝟏⁄𝒓𝟏 − 𝟏⁄𝒓𝟐 ) (𝟏⁄𝒓𝟐 − 𝟏⁄𝒓𝟑 ) (𝟏⁄𝒓𝟑 − 𝟏⁄𝒓𝟒 ) ...........(10)
⁄𝒌 + ⁄𝒌 + ⁄𝒌
𝑨 𝑩 𝑪

2. Bagaimana pula mekanisme perpindahan kalor konduksi pada sistem dengan


sumber kalor dalam dinding datar, silinder pejal, silinder berongga, dan bola
pejal?
a. Dinding Datar
Perhatikan suatu dinding datar dengan sumber kalor yang terbagi rata
seperti pada gambar berikut.

Gambar 7. Bagan yang menggambarkan soal konduksi satu dimensi dengan


pembangkitan kalor
Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer 10th Edition. New York: McGraw-Hill.

Tebal dinding di arah x ialah 2L, sedangkan dimensi di kedua arah lain
dianggap cukup besar sehingga aliran kalor dapat diandalkan satu dimensi.

9
Kalor yang dibangkitkan per satuan volume adalah 𝑞̇ dan kita andaikan
pula bahwa konduktivitas termal tidak berubah dengan suhu. Dalam situasi
praktis, keadaan ini dapat terjadi jika arus listrik dialirkan melalui bahan
pengantar. Persamaan diferensial yang mengatur aliran kalor
ⅆ2 𝑡 𝑞̇
+𝑘 =0 .............................(11)
ⅆ𝑥 2
Sebagai kondisi batas kita tentukan suhu kedua muka dinding, yaitu
𝑇 = 𝑇𝑤 pada 𝑥 = ±𝐿
Penyelesaian dari persamaan diatas adalah
𝑞̇
𝑇 = − 2𝑘 𝑥 2 + 𝐶1 𝑥 + 𝐶2 ................................(12)

Oleh karena suhu pada masing-masing sisi dinding harus sama, maka C1
haruslah nol. Suhu pada bidang tengah adalah T0, sehingga dari persamaan
diatas
𝑇0 = 𝐶2
Jadi, distribusi suhu adalah
𝑞̇ 2
𝑇 − 𝑇𝑜 = − 𝑥
2𝑘
Atau
𝑇−𝑇0 𝑥 2
= (𝐿 ) ................................(13)
𝑇𝑤−𝑇0

Rumus tersebut merupakan distribusi parabola. Rumus untuk bidang


tengah To bisa didapatkan dari neraca energi. Pada keadaan tunak, jumlah
kalor yang dibangkitkan haruslah sama dengan rugi kalor pada permukaan.
Jadi,
𝑞̇ 𝐿2
𝑇0 = + 𝑇𝑤 ................................(14)
2𝑘

Hasil yang sama bisa diperoleh melalui substitusi T = Tw pada x = L ke


dalam persamaan.
Persamaan distribusi suhu dapat ditulis dalam bentuk alternative sebagai
berikut
𝑇−𝑇𝑤 𝑥2
= 1 − 𝐿2 ................................(15)
𝑇𝑜−𝑇𝑤

b. Silinder Pejal
Perhatikan suatu silinder dengan jari-jari R, yang mempunyai sumber
kalor yang terbagi rata, dan konduktivitas termal tetap. Jika silinder ini
cukup Panjang sehinga suhu dapat dianggap sebagai fungsi jari-jari saja,
maka persamaan diferensial yang tepat diturunkan dengan mengabaikan
suku-suku yang bergantung waktu, azimut dan sumbu. Penyelesaian akhir
distribusi suhu menjadi

10
𝑞̇
𝑇 − 𝑇𝑤 = (𝑅 2 − 𝑟 2 )
4𝑘
Atau, dalam bentuk tak-berdimensi

Dimana 𝑇𝑜 ialah suhu pada r = 0 dan diberikan oleh


𝑞̇ 𝑅 2
𝑇𝑜 = + 𝑇𝑤 ................................(16)
4𝑘

c. Silinder Berongga
Untuk silinder bolong/berongga dengan sumber kalor terbagi rata, kondisi
batas yang tepat adalah
𝑇 = 𝑇𝑖 pada 𝑟 = 𝑟𝑖 (muka dalam)
𝑇 = 𝑇𝑜 pada 𝑟 = 𝑟𝑜 (muka luar)
Penyelesaian umumnya masih
𝑞̇ 𝑟 2
𝑇= + 𝐶1 ln 𝑟 + 𝐶2
4𝑘

Penerapan kondisi batas baru ini menghasilkan


𝑞 𝑟
𝑇 − 𝑇𝑜 = 4𝑘 (𝑟𝑜2 − 𝑟 2 ) + 𝐶1 ln 𝑟 ................................(17)
𝑜

d. Bola Pejal
Neraca energi pada keadaan tunak adalah
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑝𝑒𝑟𝑝𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟 = 𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛

𝑄̇ = 𝑞̇ 𝑉
𝑑𝑇
−𝑘𝐴𝑟 = −𝑞̇ 𝑉
𝑑𝑟
4
Dimana luas permukaan bola pejal 𝐴𝑟 = 4𝜋𝑟𝑜2 dan 𝑉 = 3 𝜋𝑟𝑜3
𝑑𝑇 4
−𝑘(4𝜋𝑟𝑜2 )= 𝑞̇ 𝜋𝑟𝑜3
𝑑𝑟 3
𝑞𝑟̇
𝑑𝑇 =
3
𝑞̇ 𝑟 2
∆𝑇 max = To − Tw = 0 ................................(18)
6𝑘

Gambar 8. Sistem sumber panas bola pejal


Sumber: http://nptel.ac.in

11
3. Apa yang dimaksud dengan tahanan kontak termal?
Tahanan kontak termal merupakan aplikasi perpindahan kalor secara konduksi
pada sistem tunak antara 2 bidang kontak antara kedua bahan yang berbeda.
Jika dua batangan padat yang masing-masing memiliki konduktivitas yang
berbeda, dihubungkan secara paralel kemudian sisi-sisinya diisolasi, maka
akan menyebabkan terjadinya penurunan temperatur secara tiba-tiba pada
persinggungan keduanya. Hal ini terjadi karena adanya tahanan kontak termal
(thermal contact resistance), dimana nilai kekasaran permukaan bidang kontak
akan mempengaruhi laju perpindahan kalor. Dengan menerapkan neraca
energi pada kedua bahan, kita dapatkan
𝑇1 − 𝑇2𝐴 𝑇2𝐴 − 𝑇2𝐵 𝑇2𝐵 − 𝑇2𝐴3
𝑞 = 𝑘𝐴 𝐴 = = 𝑘𝐵 𝐴
𝛥𝑥𝐴 1/ℎ𝑐𝐴 𝛥𝑥𝐵
𝑇1 −𝑇2
𝑞=𝛥 ................................(19)
𝑥𝐴 ⁄𝑘𝐴 𝐴+1⁄ℎ𝑐𝐴+𝛥𝑥𝐵 ⁄𝑘𝐵 𝐴

dimana besaran 1⁄ℎ𝑐𝐴 adalah tahanan kontak termal dan ℎ𝑐 adalah koefisien
kontak. Faktor ini sangat penting dalam berbagai penerapan karena banyak
situasi perpindahan kalor yang menyangkut persambungan dua bahan.
Dengan memberi tanda 𝐴𝑐 untuk bidang kontak dan 𝐴𝑣 untuk bidang
lowong, maka dapatlah kita menuliskan aliran kalor melintasi sambungan itu
sebagai berikut
𝑇2𝐴 −𝑇2𝐵 𝑇2𝐴 −𝑇2𝐵 𝑇2𝐴 −𝑇2𝐵
𝑞= 𝐿𝑔 𝐿𝑔 + 𝑘𝑓 𝐴 = ................................(20)
+ 𝐿𝑔 1/ℎ𝑐 𝐴
2𝑘𝐴 𝐴𝑐 2𝑘𝐵 𝐴𝑐

dimana 𝐿𝑔 adalah tebal ruang lowong dan 𝑘𝑓 adalah konduktivitas termal fluida
yang mengisi ruang lowong itu. Luas penampang total batangan itu ialah A
Dengan menyelesaikan untuk mendapatkan ℎ𝑐, koefisien kontak, dapat
diperoleh dengan
1 𝐴 2𝑘𝐴 𝑘𝑏 𝐴𝑣
ℎ𝑐 = 𝐿 = ( 𝐴𝑐 𝑘 + 𝑘𝑓 )................................(21)
9 𝐴 +𝑘𝑏 𝐴

Gambar 9. Ilustrasi efek tahanan kontak termal


Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer 10th Edition. New York: McGraw-Hill.
4. Bagaimana metode penyelesaian perpindahan kalor untuk sistem rangkap
dengan bentuk tak-beraturan dan yang membutuhkan kondisi batas
tertentu?
Metode Penghitungan Dimensi Rangkap
a. Analsis Analitik

12
Pada sebuah persegi mempunyai tiga sisi dengan suhu tetap T1, sedangkan
sisi atasnya mempunyai distribusi suhu tertentu yang mana dapat berupa
suhu tetap pula atau distribusi gelombang-sinus.
Untuk menentukan fungsi x dan y ditetapkan terlebih dahulu kondisi batas
jika pinggir atas plat terdapat distribusi suhu gelombang-sinus. Pada metode
ini, persamaan Laplace diselesaikan dengan cara pemisahan variabel dan
kunci dari metode ini adalah bahwa persamaan diferensial dapat dianggap
mempunyai bentuk hasil perkalian :
T = XY
di mana X = X(x) dan Y = Y(y)
Untuk menetapkan bentuk fungsi X dan Y, diterapkan kondisi batas.
Sebagai contoh, pada plat siku-empat yang memiliki tiga sisi plat berada
pada suhu tetap T1 dan satu sisi lagi berada pada distribusi gelombang sinus.
Kondisi batasnya :
T  T1 pada y = 0
T  T1 pada x = 0
T  T1 pada x = W
x
T  Tm sin
 T1 pada y = H
W
Gambar 10. Isoterm dan garis aliran kalor pada plat siku empat
Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer 10th Edition. New York: McGraw-Hill.

Sehingga didapat penyelesaian akhirnya yaitu :


sinh y / W   x 
T  Tm sin    T1 ................................(22)
sinh H / W   W 
Sekarang apabila kita perhatikan perangkat kondisi batas berikut:
T  T1 pada y = 0
T  T1 pada x = 0
T  T1 pada x = W
T = T2 pada y = H
Dengan menggunakan kondisi batas tersebut, penyelesaiannya persamaan
tersebut menjadi suatu bentuk dari deret sinus Fourier. Maka bentuk akhir
dari persamaan tersebut menjadi :
T  T1 2  (1) n 1  1 nx sinh( ny / W )
  sin ..............(23)
T2  T1  n 1 n W sinh( nH / W )

b. Analisis Grafik
Analisis grafik merupakan sebuah metode yang menggunakan garis-garis
aliran kalor dan isotherm yang membentuk berkas-berkas garis lengkungan
kurvilinear. Aliran kalor yang melintasi bagian-bagian kurvilinear diberi
hukum Fourier :

13
∆T
q = -k ∆x ∆y
Persamaan tersebut berlaku untuk semua bagian dalam jalur aliran kalor
biasa maupun total. Jika ∆x = ∆y dan aliran kalor konstan, maka ∆T yang
melintas tiap unsur sama dengan jalur aliran kalor, rumusnya :
∆T menyeluruh
∆T = N
Keterangan:
N = banyaknya peningkatan suhu
Aliran kalor yang melewati tiap jalur hasilnya akan sama karena tidak
bergantung pada dimensi ∆x dan ∆y, sehingga perpindahan kalornya :
M
q= k (T2-T1) ................................(24)
N
Keterangan:
M = jumlah jalur aliran kalor

Gambar 11. Bagan manunjukkan unsur untuk analisis bujursangkar


Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer 10th Edition. New York: McGraw-Hill.

c. Analisis Numerik
Analisis numerik juga merupakan solusi yang baik dalam menentukan
perpindahan kalor dalam suatu sistem. Metode yang digunakan adalah
teknik beda-berhingga. Dalam teknik ini, kita membuat sejumlah jenjang
tambahan kecil yang sama dalam benda dua dimensi, pada arah x dan y. Kita
gunakan beda-beda berhingga untuk mendekati tambahan diferensial pada
koordinat ruang dan suhu. Makin kecil tambahan berhingga yang kita
gunakan, makin baik pula pendekatan kita terhadap distribusi suhu
sebenarnya.
Aproksimasi beda berhingga dari persamaan (1) dapat ditulis sebagai
berikut.
Tm1,n  Tm1,n  2Tm,n Tm,n 1  Tm,n 1  2Tm,n
  0 ..........................(25)
(x) 2 (y ) 2
Jika ∆x=∆y, maka
Tm1,n  Tm1,n  Tm,n1  Tm,n1  4Tm,n  0 ............................(26)

14
Oleh karena hal yang diperhatikan bahwa konduktivitas termal tetap
sehingga aliran kalor dapat dinyatakan sebagai diferensial suhu. Persamaan
(26) dengan sederhana menunjukkan bahwa aliran kalor netto pada setiap
node adalah nol pada keadaan tunak. Pada hakekatnya, dalam pendekatan
numerik beda-berhingga distribusi suhu yang kontinu digantikan dengan
sejumlah batangan penghantar kalor khayalan yang bersambungan pada
setiap titik node, dan tidak mempunyai pembangkitan kalor.
Apabila ingin memperhitungkan pembangkitan kalor, kita tetap dapat
menyusun jalan beda-berhingga dengan menambahkan suku q/k ke dalam
persamaan. Diperoleh:
Tm 1,n  Tm 1,n  2Tm,n Tm,n 1  Tm,n 1  2Tm,n q
   0 .........................(27)
(x) 2 (y ) 2 k
Lalu untuk kisi bujur sangkar dimana ∆x=∆y:

q (x) 2
Tm 1,n  Tm 1,n  Tm,n 1  Tm,n 1   4Tm,n  0 ...............(28)
k
Dalam menggunakan metode numerik ini, persamaan (16) harus ditulis
untuk setiap node (titik yang menghubungkan pada jenjang tambahan) di
dalam bahan itu dan sistem persamaan yang dihasilkan lalu diselesaikan
untuk mendapatkan suhu pada setiap node.

5. Dalam Aplikasi teknik yang melibatkan system dengan geometri yang lebih
kompleks, dibutuhkan pendekatan numerik agar perhitungan yang
diperoleh lebih akurat. Bagaimana pendekatan ini dilakukan untuk
menyelesaikan permasalahan perpindahan kalor?
Salah satu pendekatan dalam penyelesaian masalah kompleks yang terjadi
pada perpindahan kalor adalah melalui metode analisis numerik. Pendekatan
ini disebut sebagai teknik beda berhingga atau finite-difference technique.
Gambar 12 menunjukkan sebuah benda dua dimensi yang dibagi atas
sejumlah jenjang tambahan kecil yang sama (equal increments) pada arah x
dan arah y. Titik-titik node yang m menunjukkan tambahan pada arah x dan
lokasi n menujukkan tambahan pada arah y.

Gambar 12. Bagan yang digunakan dalam analisis numerik konduksi kalor dua
dimensi.
Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer 10th Edition. New York: McGraw-Hill.

15
Melalui pendekatan dengan sketsa di atas, dapat digunakan untuk
menentukan gradient dengan rumus:

Bila delta x = delta y, maka


berlaku:

Pada
pendekatan ini, dapat dihitung juga heat generation (q/k) dan juga pada
kondisi delta x=delta y, maka terdapat rumus masing-masing:

Hukum
Fourier menyatakan bahwa persamaan umum laju konduksi adalah sebagai
berikut:
∆𝑥 ∆T
q= ∑ −𝑘. ∆𝑦
................................(29)
Dengan, q sebagai laju perpindahan panas konduksi (Watt), k sebagai
konduktivitias termal bahan (W/mK), A sebagai luas penampang tegak lurus
terhadap arah aliran panas (m2), dan ΔT/Δx sebagai gradien suhu perubahan
temperatur terhadap arah x (K/m).
Persamaan Hukum Fourier berperan sebagai kondisi yang
menentukan digunakan untuk menentukan suhu pada setiap titik node
di dalam benda. Finite differences digunakan untuk mendekati tambahan
diferensial pada koordinat ruang dan suhu. Makin kecil additional finite yang
kita gunakan, makin baik pula pendekatan kita terhadap distribusi suhu
sebenarnya. Persamaan umum yang digunakan jika Δx = Δy adalah:

.....................(30)
Jika konduktivitas yang terjadi adalah konduktivitas termal tetap, maka
aliran kalor dapat dinyatakan dalam diferensial suhu. Persamaan (30) dengan
sederhana menunjukkan bahwa aliran kalor netto pada setiap node ialah nol
pada keadaan tunak. Pada hakikatnya, dalam pendekatan numerik finite
differences distribusi suhu yang kontinu digantikan dengan sejumlah

16
batangan penghantar kalor khayalan yang bersambungan pada setiap titik
node dan tidak mempunyai pembangkitan kalor.
Untuk menggunakan metode numerik, persamaan (30) harus ditulis untuk
setiap node di dalam bahan itu dan sistem penamaan yang dihasilkan, lalu
diselesaikan untuk rnendapatkan suhu pada setiap node. Berikut contoh
penyelesaian metode numerik:

Gambar 13. Contoh Soal dan Penyelesaian Perpindahan Kalor dengan Metode
Numerik.
Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer 10th Edition. New York: McGraw-Hill.

Pembacaan persamaan yaitu:

Penyelesaian persamaan diatas akan mendapatkan:

Aliran kalor dapat ditentukan dengan menggunakan rumus Hukum


Fourier dengan ΔT ditentukan pada batas-batas. Dalam contoh di atas, aliran
kalor dihitung dari 500°C atau pada ketiga noda 100°C.

Tugas C
1. Apakah yang dimaksud dengan analisis transien dalam perpindahan kalor
konduksi tak-tunak? Bagaimana hubungannya dengan bilangan biot?
Analisis transien dalam perpindahan kalor kondisi tak tunak adalah analisis
yang bertujuan untuk menentukan distribusi suhu sebagai fungsi waktu dan
posisi, 𝑇(𝑥,𝑡) dalam sistem yang sedang melakukan perpindahan kalor
Analisis transien digambarkan sebagai metode Lumped Capacitance.
Dalam metode ini, kriteria suatu benda yang berada pada daerah transisi
(mengalami perpindahan kalor konduksi-konveksi) dilihat dari besar nya
nilai Bilangan Biot.
ℎ𝐿
𝐵𝑖 = < 0.1 ................................(31)
𝑘
Syarat benda yang memenui kriteria Lumped Capacitance adalah memiliki
bilangan biot sekecil kecil nya, lebih kecil dari 0,1. Dengan bilangan biot
yang kecil, berarti perpindahan kalor secara konveksi lebih besar daripada

17
perpindahan kalor konduksi nya (resistansi konveksi lebih besar dari
resistansi konduksi). Namun, ditemukan dalam beberapa penyelesaian
contoh soal yang menggunakan pendekatan Lumped Capacitance, apabila
bilangan biot melampaui batas maksimal nya, maka hasil perhitungan dalam
dikatakan sebagai perkiraan saja, meskipun sebenarnya pendekatan sudah
tidak lagi sesuai, sehingga faktor kesalahan perhitungan tersebut apabila
dipaksakan akan besar. Jika Bi > 0,1 dan τ > 0,2 (metode lain) maka dapat
mencari distribusi suhu dengan rumus
𝑇(𝑥, 𝑡) − 𝑇∞ 2 𝜆1 𝑥
𝜃(𝑥, 𝑡)ⅆ𝑖𝑛ⅆ𝑖𝑛𝑔 ⅆ𝑎𝑡𝑎𝑟 = = 𝐴1 𝑒 −𝜆1 𝜏 cos ( ) , 𝜏 > 0,2
𝑇𝑖 − 𝑇∞ 𝐿
𝑇(𝑟, 𝑡) − 𝑇∞ 2 𝜆1 𝑟
𝜃(𝑟, 𝑡)𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛ⅆ𝑒𝑟 = = 𝐴1 𝑒 −𝜆1 𝜏 𝐽0 ( ) , 𝜏 > 0,2
𝑇𝑖 − 𝑇∞ 𝑟0
𝜆1 𝑟
𝑇(𝑟, 𝑡) − 𝑇∞ sin ( 𝑟 )
−𝜆21 𝜏 0
𝜃(𝑟, 𝑡)𝑏𝑜𝑙𝑎 = = 𝐴1 𝑒 , 𝜏 > 0,2
𝑇𝑖 − 𝑇∞ 𝜆 1 𝑟
𝑟0

2. Dapatkah anda menjelaskan mekanisme perpindahan kalor konduksi yang


terjadi jika tahanan internal sistem diabaikan?
Pada umumnya temperature suatu benda bervariasi terhadap fungsi posisi.
Pada koordinat persegi, fungsi ini dinyatakan dalam T(x,y,z,t), dimana
(x,y,z) menyatakan fungsi posisi pada sumbu x,y,dan z, dan t menyatakan
fungsi terhadap waktu. Misalkan terdapat sebuah bola baja panas yang
dicelupkan ke dalam air dingin. Bila bola baja tersebut dapat dianggap
suhunya merata selama proses pendinginan sehingga yang terjadi hanya
perpindahan panas konveksi dari permukaan bola ke air maka bola baja itu
disebut mengikuti sistem kapasitas kalor tergabung. Distribusi suhu yang
merata di dalam bola baja ini dimungkinkan bila koefisien perpindahan
panas konduksi cukup kecil dibandingkan dengan koefisien perpindahan
panas konveksi pada permukaan, sehingga gradien suhu terutama pada
lapisan fluida di permukaan bola. Pada sistem kapasitas kalor tergabung,
tahanan dalam benda dapat diabaikan terhadap tahanan luar atau tahanan
luarlah yang diperhitungkan. Pada kondisi seperti ini berlaku :
𝑇(𝑡)−𝑇∞
= 𝑒 −𝑏𝑡 ................................(31)
𝑇𝑖−𝑇∞
Dimana :
ℎ𝐴𝑠
𝑏 = 𝜌𝑉𝐶𝑝 (1/s) ................................(32)
Lumped System Analysis dapat digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan perpindahan kalor. Hal pertama yang harus dilakukan untuk
menentukan Lumped System Analysis dapat digunakan atau tidak adalah
menentukan characteristic length dengan :
𝑉
𝐿𝑐 = 𝐴𝑠 ................................(33)

18
Dan bilangan Biot :
ℎ𝐿𝑐
𝐵𝑖 = ................................(34)
𝑘
Dapat juga dituliskan dalam bentuk :
ℎ ∆𝑇 𝑐𝑜𝑛𝑣𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑎𝑡 𝑡ℎ𝑒 𝑠𝑢𝑟𝑓𝑎𝑐𝑒 𝑜𝑓 𝑡ℎ𝑒 𝑏𝑜𝑑𝑦
𝐵𝑖 = =
𝑘 ∆𝑇 𝐶𝑜𝑛𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑠𝑡𝑎𝑛𝑐𝑒 𝑎𝑡 𝑡ℎ𝑒 𝑠𝑢𝑟𝑓𝑎𝑐𝑒 𝑜𝑓 𝑡ℎ𝑒 𝑏𝑜𝑑𝑦
𝐿𝑐

Disepakati bahwa Lumped System Analysis dapat di gunakan apabila Bi


≤ 0,1.
3. Bagaimana pula mekanisme perpindahan kalor konduksi jika tahanan internal
sistem tidak diabaikan?
Kondisi dimana tahanan internal tidak dapat diabaikan adalah pada kondisi
0.1<Bi<40. Persamaan matematika yang menggambarkan perubahan suhu
pada kondisi ini adalah:
𝜕𝑇 𝑘 𝜕2 𝑦
= ( ) ................................(35)
𝜕𝑡 𝜌𝐶𝜌 𝜕𝑥 2
Persamaan di atas terutama ditujukan untuk benda dengan bentuk tertentu
yang sederhana dan dapat didefinisikan dengan baik, seperti bentuk bola,
silinder tak berbatas dan lempeng tak terhingga. Asumsi yang digunakan
adalah bahwa benda harus mempunyai suhu yang seragam pada t=0 dan
bahwa benda ditempatkan secara instan pada suhu medium pendingin atau
pemanas pada t=0.
Persoalan pindah panas dengan tahanan internal dapat dipecahkan
dan disederhanakan dengan membuat diagram hubungan suhu dan waktu
untuk masing-masing geometri lempeng, silinder, dan bola. Diagram
hubungan suhu dan waktu ini menggunakan bilangan tak berdimensi yang
disebut bilangan Fourier (Fo) yang diformulasikan dengan persamaan
berikut:

𝑘 𝑡 𝛼𝑡
𝐹𝑜 = 𝜌𝐶 . 𝐷2 = 𝐷2 ................................(36)
𝜌

Bilangan Fourier dapat diartikan sebagai suatu ukuran laju konduksi panas
per satuan laju penyerapan panas. Semakin besar bilangan Fourier
menunjukkan penetrasi (kedalaman tembus) panas yang lebih masuk ke
dalam bahan padat pada periode pemanasan tertentu.
Pada diagram hubungan suhu dan waktu. Sumbu ordinat (sumbu y) pada
𝑇
gambar tersebut dinyatakan sebagai perbandingan suhu 𝑇 𝛼−𝑇 yang diplotkan
𝛼−𝑇𝑖

dalam skala logaritmik, sedangkan pada sumbu aksis (sumbu x) adalah


𝛼𝑡
bilangan Fourier (Fo), yaitu . Grafik-grafik hubungan suhu-waktu ini
𝐷2
disebut dengan Gurnie-Lurrey Chart atau Heisler Chart. Pada perbandingan

19
suhu tersebut, (T) adalah suhu benda pada waktu,( 𝑇𝛼 ) adalah suhu medium
pemanas, dan ( 𝑇𝑖 ) adalah suhu awal.
Perbandingan antara ( 𝑇𝛼−𝑇 ) dengan ( 𝑇𝛼−𝑇𝑖 ) menunjukkan porsi
peningkatan atau penurunan suhu yang masih belum tercapai
(unaccomplished rise or fall in temperature) pada waktu pemanasan
tertentu. Penyebut dari perbandingan suhu ( 𝑇𝛼−𝑇𝑖 ) itu merupakan
peningkatan atau penurunan suhu maksimum yang mungkin terjadi,
sedangkan pembilang ( 𝑇𝛼−𝑇 ) merupakan perubahan suhu pada waktu t.
Garis-garis yang terdapat pada grafik menunjukkan kebalikan dari nilai
Bilangan Biot (1/Bi atau k / hD). Bilangan Biot atau modulus Biot
merupakan rasio antara besaran konveksi-permukaan dan tahanan
konduksi-dalam perpindahan-kalor. Bagan Heisler diterapkan dengan
membagi penyelesaian deret tak berhingga menjadi beberapa suku saja.
Bagan-bagan Heisler hanya dapat digunakan jika angka Fourier lebih besar
dari 0,2.

Gambar 14. Heisler Chart untuk menentukan suhu tengah sebuah bola
Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer 10th Edition. New York: McGraw-Hill.

Gambar 15. Heisler Chart untuk menentukan suhu tengah silinder infinit
Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer 10th Edition. New York: McGraw-Hill.

20
Gambar 16. Heisler Chart untuk menentukan suhu tengah lempeng infinit
Sumber: Holman, J.P. 2010. Heat Transfer 10th Edition. New York: McGraw-Hill.

4. Sistem seperti apakah yang dimaksud dengan benda solid semi tak-berhingga?
Sebuah benda padat semi tak berhingga merupakan suatu benda teridealisasi
yang memiliki sebuah permukaan tunggal yang rata dan meluas ke segala
arah tak berhingga, seperti terlihat pada Gambar diatas. Benda teridealisasi
ini digunakan untuk mengindikasikan bahwa perubahan temperatur dalam
benda tersebut di area dekat permukaan bergantung pada kondisi termal
pada sebuah permukaan tunggal. Misalnya bumi, bisa dianggap sebagai
medium semi-tak berhingga dalam menentukan variasi temperatur dekat
permukaannya. Demikian juga dinding tebal dapat dijadikan model medium
semi-tak berhingga jika pusat perhatian kita adalah variasi temperatur di
area yang dekat dengan sebuah sisinya, dan sisi yang lain terlalu jauh untuk
berdampak pada area tersebut selama pengamatan. Sedangkan suhu pada
inti dinding tidak berubah dalam hal ini.

Gambar 17. Skema Benda Semi Tak Berhingga


Sumber: Cengel, Y. 2006. Heat Transfer 2nd Edition. USA: Mc Graw-Hill

21
Tugas D
1. Peti es portable memiliki dimensi dalam 6x8x10 inchi, ketebalan penti 1 inchi,
dan terbuat dari sejenis busa dengan nilai k =0.006 Btu/hr.ft.oF. Peti es
tersebut diisi dengan cairan nitrogen dengan ketinggian 9 inchi, pada tekanan
1 atm. Peti diletakkan dalam lingkungan bersuhu 70oF, dan koefisien
perpindahan kalor konveksi di bagian luar peti diperkirakan 5 Btu/hr.ft2.oF.
Peti tidak tertutup dengan rapat sehingga ketinggian cairan nitrogen di
dalamnya mengalami penurunan. Perkirakan waktu yang dibutuhkan hingga
ketinggian cairan nitrogen berkurang 1 inchi.

Gambar 18. Skema Peti es Portabel


Ditanya : t (saat nitrogen ketinggiannya menjadi 1 inch) ?

• Data yang dicari

Tabel 1. Tabel Kalor Laten Zat (Nitrogen)


Sumber : Abdullah, M. 2012. Fisika Dasar. Bogor : Institut Pertanian Bogor
• Data yang didapat dari tabel di atas adalah Kalor Penguapan
(UNitrogen)
𝑘𝐽 𝑘𝑔 1 𝐵𝑡𝑢
UNitrogen = 200.832 𝑘𝑔. 2.2046 𝑙𝑏𝑚 . 1.05506 𝑘𝐽 =86.34 Btu/lbm
• Data Massa jenis didapat dari tabel Massa jenis zat (nitrogen cair)
𝑙𝑏𝑚
𝑔 1
𝑓𝑡3
𝜌𝑐𝑎𝑖𝑟 = 0.808 𝑚𝐿 . 𝑔 = 50.44 𝑙𝑏𝑚/𝑓𝑡 3
0.01601846
𝑚𝐿
Jawab :
• Mencari Volume peti es portable (Vpeti) dan volume nitrogen yang akan
menguap (Vnitrogen)
1𝑓𝑡 3
Vpeti =( 6 x 8 x 10 ) inch =480 inch3= 480. 12 𝑖𝑛𝑐ℎ3 = 0.2778 ft3

22
1𝑓𝑡 3
Vnitrogen=( 6 x 8 x 1 ) inch =48 inch3= 48. 12 𝑖𝑛𝑐ℎ3 = 0.0278 ft3
• Mencari Massa nitrogen (mnitrogen)
mnitrogen= 𝑉𝑁𝑖𝑡𝑟𝑜𝑔𝑒𝑛 𝑥 𝜌𝑁𝑖𝑡𝑟𝑜𝑔𝑒𝑛
= 0.0278 ft3 x 50.44 lbm/ ft3
= 1.4022 lbm
• Mencari kalor laten (Qlaten)
Qlaten = 𝑈𝑁𝑖𝑡𝑟𝑜𝑔𝑒𝑛 𝑥 𝑚𝑁𝑖𝑡𝑟𝑜𝑔𝑒𝑛
= 86.34 Btu/lbm 𝑥 1.4022 lbm
=121.068 Btu
• Mencari Hambatan (R)
1 𝑓𝑡
𝐿 1 𝑖𝑛𝑐ℎ 𝑥
a. Rkonduksi = 𝑘 = 12 𝑖𝑛𝑐ℎ
𝐵𝑡𝑢 = 13.89 ft2.hr. oF/ Btu
0.006
ℎ𝑟.𝑓𝑡.℉
1 1
b. Rkonveksi = = 𝐵𝑡𝑢 = 0.2 ft2.hr. oF/ Btu
ℎ 5
ℎ𝑟.𝑓𝑡.℉

Dengan demikian Hambatan (R) perpindahan kalor,


∑ 𝑅 = (13.89 + 0.2)𝑓𝑡2. ℎ𝑟. ℉/𝐵𝑡𝑢
= 14. 09 𝑓𝑡2. ℎ𝑟. ℉/𝐵𝑡𝑢
• Mencari luas area (A)
a. Bagian depan dan belakang peti es

96 + 60
𝐴1 = 𝑥 2 = 156 𝑖𝑛𝑐ℎ = 1.083 𝑓𝑡 2
2
b. Bagian kanan dan kiri peti es

80 + 120
𝐴2 = 𝑥 2 = 200 𝑖𝑛𝑐ℎ = 1.389 𝑓𝑡 2
2
c. Bagian atas peti

80 + 48
𝐴2 = 𝑥 2 = 64 𝑖𝑛𝑐ℎ = 0.44 𝑓𝑡 2
2
Dengan demikian luas seluruh peti es adalah
∑ 𝐴 = 𝐴1 + 𝐴2 + 𝐴3
= (1.083 + 1.389 + 0.44) ft2
• Mencari waktu yang dibutuhkan hingga ketinggian cairan nitrogen
berkurang 1 inch dengan menggunakan rumus :
𝑄𝑙𝑎𝑡𝑒𝑛
= 𝑞” 𝐴
𝑡
𝑄𝑙𝑎𝑡𝑒𝑛 𝑇∞ − 𝑇1
= 𝐴
𝑡 ∑𝑅
𝑄𝑙𝑎𝑡𝑒𝑛 ∑𝑅
𝑡= 𝑥
𝐴 𝑇∞ −𝑇1

23
𝑓𝑡 2 . ℎ𝑟. ℉
121.068 𝐵𝑡𝑢 14.09
𝑡= 𝑥 𝐵𝑡𝑢
2.9123 𝑓𝑡 2 (70 − (−320.33))℉
𝑡 = 1.5 ℎ𝑟 = 5400 𝑠
2. Lakukan perhitungan kembali atas sistem pada soal no.1 di atas dengan
menggunakan pendekatan faktor bentuk. Bandingkan dan analisis kedua hasil
perhitungan yang diperoleh.

Jawab:
➢ Diketahui:
Dimensi dalam = 6 x 8 x 10 inch
= 0,1524 x 0,2032 x 0,254 m
kdalam peti = 0,006 Btu/hr.ftºF
= 0,0104 W/mºC
Dcairan nitrogen = 9 inch
= 0,2286 m
𝛥𝑥 = 1 inch  0,0254 m
Tlingkungan = 70ºF
= 21,11ºC
hluar peti = 5 Btu/hr.ft2.ºF
= 28,39 W/m2ºC
➢ Ditanya:
t pada saat Dcairan nitrogen = 8 inch
= 0,2032 m
Membutuhkan waktu …. sekon.
➢ Asumsi:
• Peti es berbentuk balok yang diletakkan secara vertikal.
• Perpindahan kalor dalam kondisi tunak dan proses transfer kalor
berlangsung 1 dimensi, serta merupakan cairan homogen diseluruh
permukaan peti.
• Pada tekanan 1 atm, maka profil nitrogen cair berdasarkan literatur
adalah:
(Suhu) T = -195.56ºC
(Densitas) ρ = 800 kg/m3
(Kalor laten penguapan) U = -199,643 kJ/kg

24
Gambar 19. Penampang peti es yang diisi cairan nitrogen
Karena bentuk peti es merupakan balok yang diletakkan vertical, maka
memiliki rumus faktor bentuk sebagai berikut:
𝑏 −0,59 𝑏 −0,078
𝑆 = 1,685𝐿 [𝑙𝑜𝑔 (1 + ) ] ( )
𝑎 𝑐
➢ Menghitung luas permukaan sistem nitrogen cair untuk 𝛥𝑥 = 1 inch (bagian
dalam):
Ai = 2 [(0,1524 x 0,2032) + (0,2032 x 0,0254) + (0,0254 x
0,1524)]
= 0,08 m2
➢ Menghitung volume nitrogen cair yang diuapkan:
V=pxlxt
= 0,1524 x 0,2032 x 0,0254
= 7,866 x 10-4 m3
➢ Menghitung kalor uap (Q) nitrogen cair:
𝑄𝑢𝑎𝑝 𝑛𝑖𝑡𝑟𝑜𝑔𝑒𝑛 𝑐𝑎𝑖𝑟 = 𝑚𝑛𝑖𝑡𝑟𝑜𝑔𝑒𝑛 𝑐𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝑈𝑛𝑖𝑡𝑟𝑜𝑔𝑒𝑛 𝑐𝑎𝑖𝑟
= (ρ x V) x U
= (800 kg/m x 7,866 x 10-4 m3) x -199,643 kJ/kg
3

= -125,63 kJ  -1,256 x 105 J


➢ Menghitung Rkonduksi atau tahanan termal secara konduksi:
𝛥𝑥 0,0254 𝑚
𝑅𝑘𝑜𝑛ⅆ𝑢𝑘𝑠𝑖 = = = 30,53 ºC/W
𝑘. 𝐴ⅆ𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑊 2
(0,0104 2 ) (0,08 𝑚 )
𝑚 ºC
➢ Menghitung q dari permukaan luar peti ke permukaan dalam peti :

𝛥𝑇 (−195,56 − 21,11)ºC
𝑞𝑘𝑜𝑛ⅆ𝑢𝑘𝑠𝑖 = = = −7,1 𝐽/𝑠
𝑅𝑘𝑜𝑛ⅆ𝑢𝑘𝑠𝑖 30,53 ºC/W

➢ Menghitung faktor bentuk untuk cairan nitrogen setinggi 8 inch:


Dengan b = tinggi balok – tinggi cairan nitrogen
= 10 in. – 8 in.
= 0,254 m – 0,2032 m
= 0,0508 m
Maka nilai faktor bentuknya adalah:
0,0508 −0,59 0,0508 −0,078
𝑆 = 1,685 𝑥 0,2032 [log (1 + )] ( )
0,1524 0,254
= 1,32 m
Jadi, nilai faktor bentuknya sebesar 1,32 m.
➢ Menghitung q dengan menggunakan rumus faktor bentuk:
𝑞𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘 = 𝑘 𝑆 𝛥𝑇
2
= (0,0104 W/m ºC) x (1,32 m) x (– 195,56ºC – 21,11ºC)
= -3,0 J/s

25
➢ Menghitung q total dari penjumlahan q (faktor bentuk) dengan q (konduksi):
J 𝐽
𝑞𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑞𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘 + 𝑞𝑘𝑜𝑛ⅆ𝑢𝑘𝑠𝑖 = −3,0 + −7,1 = −10,1 𝐽/𝑠
s 𝑠

➢ Menghitung waktu yang dibutuhkan nitrogen cair menurun dari 9 inch


menjadi 8 inch:
𝑄𝑢𝑎𝑝 𝑛𝑖𝑡𝑟𝑜𝑔𝑒𝑛 𝑐𝑎𝑖𝑟 = 𝑞𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑥 𝑡
𝐽
−1,256 x 105 J = −10,1 𝑡
𝑠
−1,256 x 105 J
𝑡=
𝐽
−10,1
𝑠
= 12.435,63 𝑠 = 3,45 𝑗𝑎𝑚
Jadi, waktu yang dibutuhkan nitrogen cair untuk berkurang 1 inch adalah
3,45 jam.
3. Kontainer logam tipis dengan diameter 6 inchi dan tinggi 8 inchi, diisi
dengan air hingga kedalaman 6 inchi. Kontainer tersebut kemudian
dipanaskan di atas kompor listrik pada suhu 1000⁰F . Suhu air mula-mula
adalah 50⁰F, dan dilakukan pengadukan selama proses pemanasan. Jika
dibutuhkan waktu 6 menit untuk menaikkan suhu air menjadi 200⁰F,
hitunglah nilai konduktansi antara bagian bawah kontainer dan kompor
listrik.
Diketahui :
D : 6 in T1 : 50⁰F
h : 8 in T2 : 200⁰F
t : 6 menit
Ditanya : nilai konduktansi (k) antara bagian bawah kontainer dan kompor
listrik?
Jawab:
Asumsi : Air berbentuk silinder mengikuti wadah
Properti termal dan koefisien panas konstan
Radiasi diabaikan
Temperatur air seragam karena dilakukan pengadukan sehingga
analisis lumped dapat diterapkan
1 1
V water = 4 π D2t = 4 π (6)2 = 28.26 m
𝑉
Lc = 𝐴𝑠
1
= 4 π (6)26 = 169.56 m2 = t silinder
1 2 =6m
As = 4π D

Dibutuhkan waktu 6 menit untuk menaikkan 50ͦF menjadi 200ͦF


T(6menit) = 200ͦF

26
T1 = 50ͦF
Tω = 1000ͦF

𝜃 𝑇 6𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 − Tω Bi = 4.77 . 10-4


= ℎ.𝐴𝑠
𝜃𝑖 𝑇₁ − Tω Bi =
= exp(−𝐵𝑖. 𝐹𝑜) 𝜌.𝐶𝑝.𝑉
(200 − 1000) ℎ
Bi =
𝜌.𝐶𝑝.𝐿𝑐
(50 − 1000)

= exp −𝐵𝑖(6.60) = 4.77 .
𝑙𝑏𝑚 𝑙𝑏𝑚 6
− 800 62,3 .1 . 𝑓𝑡
= exp(−𝐵𝑖. 𝐹𝑜) 𝑓𝑡3 𝑙𝑏𝐹 12
− 950
10-4
0,84 = exp-Bi(360)
h = 0,015 Btu/s.ftoF
-Bi.(360) = -0,17185
= 54 Btu/h.ftoF
Maka, nilai konduktansi antara bagian bawah kontainer dan kompor
listrik adalah sebesar 54 Btu/h.ftoF

4. Iga sapi diasumsikan berbentuk silinder dengan diameter 5 inchi dan Panjang
10 inchi. Nilai k dan ∝ dari iga sapi tersebut mendekati nilai k dan ∝ dari air.
Iga sapi baru saja dikeluarkan dari lemari pendingin pada suhu 40oF dan akan
dipanggang di dalam oven dengan suhu 325oF. Koefisien perpindahan kalor
konveksi pada bagian dalam oven adalah 10Btu/hr.ft2.oF. Berapakah waktu
yang dibutuhkan agar suhu di bagian tengah iga sapi mencapai 200oF?

Diketahui:
Asumsi: [Nilai k dan α sama dengan air]
k = 0,3273 Btu/ft.hr.°F T∞ = 325°F
Cp = 4210 J/kg.K Ti = 40°F
3
ρ = 62,3 lbm/ft T0 = 200°F
-3 2
α = 5,26 x10 ft /hr hoven = 10 Btu/hr.ft2.°F
D = 5 inch = 5/12 ft L = 10 inch = 10/12 ft
τ > 0,2
Ditanya : Waktu yang dibutuhkan agar suhu di bagian tengah iga sapi mencapai
200 °F?
Perhitungan bilangan Biot
ℎ𝐿
𝐵𝑖 = (untuk silinder, L = r0)
𝑘
Btu 5
(10 . ft2. °F) x (24) 𝑓𝑡
𝐵𝑖 = hr
0,3273 Btu/ft. hr. °F
𝑩𝒊 = 𝟔, 𝟑𝟔𝟓
Karena bilangan biot lebih dari satu, maka penyelesaian dengan menggunakan
pendekatan lumped capacitance kurang sesuai. Oleh karena itu, digunakan
metode lain, yaitu berdasarkan perhitungan Bessel :

27
𝑇(𝑟,𝑡)−𝑇∞ 2 𝜆 𝑟
𝜃(𝑟, 𝑡)𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛ⅆ𝑒𝑟 = = 𝐴1 𝑒 −𝜆1 𝜏 𝐽0 ( 𝑟1 ) , 𝜏 > 0,2 dengan
𝑇𝑖 −𝑇∞ 0
Pusat silinder (r = 0): 𝐽0 (0) = 1, sehingga
𝑇0 − 𝑇∞ 2
𝜃0,𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛ⅆ𝑒𝑟 = = 𝐴1 𝑒 −𝜆1 𝜏
𝑇𝑖− 𝑇∞
𝛼𝑡
τ= 𝑟 2
0
Dari Tabel 4-1 dalam buku Heat Transfer (2006) : Cengel, kita dapat
menemukan korelasi bilangan biot dengan nilai λ1 dan A1

Metode Interpolasi :
𝑋 − 𝑋1 𝑌 − 𝑌1
=
𝑋2 − 𝑋1 𝑌2 − 𝑌1
Dengan interpolasi saat Bi = 6,365  didapatkan nilai λ1 dan A1 berturut-
turut adalah 2,065 dan 1,531. Maka,
200 − 325 2
𝜃0,𝑠𝑖𝑙𝑖𝑛ⅆ𝑒𝑟 = = (1,531)𝑒 −(2,065) 𝜏
40 − 325
𝑒 −4,264𝜏 = 0,286
−1,252
𝜏= = 0,294
−4,264
𝛼𝑡 𝑟0 2 τ
τ= 𝑟 2  𝑡 =
0 𝛼
5 2
( ) 𝑓𝑡 2 𝑥 (0,294)
𝑡= 24
= 2,426 jam
5,26 x10−3 ft2 /hr
Maka, waktu yang dibutuhkan untuk membuat suhu pada pusat iga sapi 200°F
adalah 2,426 jam.

28
BAB III PENUTUP
Berdasarkan pembahasan soal pemicu, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:
Perpindahan panas dalam suatu benda dapat melalui tiga cara, yaitu
konduksi, konveksi, dan radiasi. Pendekatan dalam meninjau suatu bidang
pada pembahasan ini dibagi menjadi tiga, bidang datar, silinder, dan bola.
Pada pemicu pertama kali ini, dibahas mengenai perpindahan panas secara
konduksi, yaitu pada sistem tunak (steady state) dan sistem tak tunak (unsteady
state). Pada sistem tak tunak, kita membahas perpindahan kalor secara
konduksi-konveksi pada daerah transien. Perpindahan panas konduksi berkutat
pada hukum fourier dimana laju perpindahan panas sebanding dengan nilai
konduktivitas termal suatu bahan dan luas bidang yang ditembus oleh panas
(luas bidang selalu tegak lurus dengan arah perpindahan panas). Perpindahan
panas ini terjadi (driving force) karena ada nya gradien temperatur, sehingga
perpindahan panas terjadi dari suhu yang tinggi ke suhu yang rendah. Ketebalan
dan konduktivitas termal suatu bahan mempengaruhi laju perpindahan kalor
karena semakin tebal suatu material maka perpindahan kalor nya akan semakin
lama terjadi, sedangkan semakin besar konduktivitas suatu material maka
perpindahan kalor akan semakin cepat terjadi, sehingga insulator yang baik
perlu memiliki konduktivitas termal yang rendah juga ketebalan dinding yang
besar. Dipelajari pula bilangan biot, yaitu bilangan yang menentukan kriteria
suatu sistem dapat dikatakan mendekati lumped capacitance atau tidak.
Semakin kecil bilangan biot, maka akan semakin sesuai dengan metode lumped
capacitance (batas minimum aplikasi adalah pada Bi < 0,1 (Fundamentals of
Heat and Mass Transfer, 2017 : Bergman))

29
BAB IV DAFTAR PUSTAKA

Cengel, Yunus. 2006. Heat Transfer 2nd Edition. USA: Mc Graw-Hill


Holman, J.P. 1987. Heat Transfer. New York : Mc Graw Hill
Incropera, F.P., and Dewitt, D.P. 2002. Fundamentals of Heat and Mass
Transfer. New Jersey : John Wiley & Sons, Inc.
Kern, D.Q. 1950. Process Heat Transfer. New York : Mc Graw Hill
McCabe, Warren L & Smith, J.C. 1999. “Operasi Teknik Kimia”. Alih
Bahasa Jasiji, E.Ir. Edisi ke-4. Penerbit Erlangga : Jakarta.
Mc Adams, W.H. (1954). Heat Transmission. Edisi ke 3. McGraw-Hill, New
York

30

Anda mungkin juga menyukai