Anda di halaman 1dari 16

1. tanda radiologis satu-satunya pada myeloma multiple.

Fraktur patologis sering


dijumpai.
2. Fraktur kompresi pada corpus vertebra , tidak dapat dibedakan dengan osteoprosis
senilis.
3. Lesi-lesi litik “punch out lesion” yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi yang
berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.
4. Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks , menghasilkan massa jaringan
lunak.
Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada suatu
penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, costa 44%, calvaria
41%, pelvis 28%, femur 24%, clavicula 10% dan scapula 10%.13

Gambar 1. Foto skull lateral yang menggambarkan sejumlah lesi litik “punch out lesion”
yang khas pada calvaria, yang merupakan karakteristik dari gambaran multiple myeloma.

13
Gambar 2. Lateral radiografi tulang belakang lumbal. Gambar ini menunjukkan
deformitas dari vertebra L4 yang dihasilkan dari suatu plasmacytoma.

e
Gambar 3. Foto pelvic yang menunjukkan fokus litik kecil yang sangat banyak
sepanjang tulang pelvis dan femur yang sesuai dengan gambaran multiple myeloma.

14
Gambar 4. Foto femur kanan menunjukkan penampilan khas dari lesi myeloma tunggal
berupa lusen di wilayah intertrochanteric. Lesi yang lebih kecil terlihat di trokanter
mayor.

Gambar 5. Foto femur menunjukkan adanya endosteal scalloping (erosi pada cortex
interna) pada pasien dengan multiple myeloma.

15
Gambar 6. Foto humerus kanan menggambarkan destruktif lesi pada diafisis dan
terdapat faktur patologis

Gambar 7. Anteroposterior radiografi bahu kiri menunjukkan proses expansile di


glenoid.

16
1) CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada myeloma serta menilai
resiko fraktur pada tulang yang kerusakannya sudah berat. Diffuse osteopenia dapat
memberi kesan adanya keterlibatan myelomatous sebelum lesi litik sendiri terlihat.
Pada pemeriksaan ini juga dapat ditemukan gambaran sumsum tulang yang tergantikan
oleh sel tumor, osseous lisis, destruksi trabekular dan korteks. Namun, pada umumnya
tidak dilakukan pemeriksaan kecuali jika adanya lesi fokal. 5,9,12,13

Gambar 8. CT Scan sagital T1 – gambaran weighted pada vertebra lumbalis me-


nunjukkan adanya infiltrasi difus sumsum yang disebabkan oleh multiple myeloma.

17
Gambar 9. Lytic expansile mass dari C5. Pada CT Scan tranversal C5 menunjukkan adanya
perluasan massa jaringan lunak (expansile soft-tissue mass) pada sepanjang sisi kanan Vertebra
Cervikal 5 dengan kerusakan tulang terkait.

Gambar 10. Axial CT Scan dari glenoid yang menunjukkan lesi yang khas untuk myeloma.
Korteks intak

18
Gambar 11. Axial CT Scan dari glenoid yang sama dari gambar sebelumnnya menunjukkan 1
tahun kemudian lesi myeloma telah tumbuh secara signifikan, memperluas prosesus coracoid dan
melalui korteks glenoid.

Gambar 12 Axial CT scan bahu kiri dengan CT-guided biopsy (pasien yang sama dari gambar
sebelumnya). Gambar ini menunjukkan jarum biopsi melalui prosesus coracoid.

19
2) MRI
MRI potensial digunakan pada multiple myeloma karena modalitas ini baik
untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit myeloma
berupa suatu intensitas bulat , sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi
intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.4,14,15
Namun, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola
menyerupai myeloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun tidak
spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple myeloma seperti pengukuran
nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk menilai
plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk
menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.4,15

Gambar 13. Foto potongan sagital T1 weighted-MRI pada lumbar-sakral memperlihatkan


adanya diffusely mottled marrow yang menunjukkan adanya diffuse involvement pada sumsum
tulang dengan multiple myeloma. Juga didapatkan gambaran fraktur kompresi pada seluruh
vertebra yang tervisualisasi. Pada V-T10 terdapat adanya focal mass-like lesion yang
menunjukkan suatu plasmacytoma.

20
Gambar 14. Koronal T1-MRI, lesi myeloma humerus. Gambar ini menunjukkan
bahwa lesi berintensitas rendah. Margin korteks luar erosi tapi intak, namun, lesi
transgressed korteks bagian dalam.

21
Gambar 15. T1-MRI menunjukkan lesi myelomatous predominantly hypointense to
isointense di ruang meduler dari diaphysis. Lesi meluas melalui aspek anterior
korteks.

Gambar 16. T2-MRI myeloma humerus. Gambar ini menunjukkan lesi yang
hyperintense.

22
Gambar 17. T1-MRI dari bahu menunjukkan keterlibatan myelomatous dalam
glenoid dan prosesus coracoid

Gambar 18. T2-MRI dari bahu (pasien sama dengan gambar sebelumnya)
menunjukkan lesi myeloma hyperintense.

3) Radiologi Nuklir
Myeloma merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas pada osteoklas.
Scan tulang radiologi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik (formasi tulang) pada
penyakit dan belum digunakan rutin, pemeriksaan ini menggunakan radiofarmaka Tc-
99m senyawa kompleks fosfat yang diinjeksikan secara intravena. Tingkat false negatif
skintigrafi tulang untuk mendiagnosis multiple myeloma tinggi. Scan dapat positif pada
radiograf normal, membutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi.4,16

23
Gambar 8. FDG PET scan pada pasien multiple myeloma dengan difuse yang berat
disertai focal disease.

4) Angiografi
Gambaran angiografi tidak spesifik. Tumor dapat memiliki zona perifer dari
peningkatan vaskularisasi. Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk
mendiagnosis multiple myeloma.

a. Patologi Anatomi4,13
Pada pasien multiple myeloma , sel plasma berproliferasi di dalam sumsum
tulang. Sel-sel plasma memiliki ukuran yang lebih besar 2 – 3 kali dari limfosit, dengan
nuklei eksentrik licin (bulat atau oval) pada kontur dan memiliki halo perinuklear.
Sitoplasma bersifat basofilik.

24
Gambar 9. Aspirasi sumsum tulang memperlihatkan sel-sel plasma multiple myeloma. Tampak
sitoplasma berwarna biru, nukleus eksentrik, dan zona pucat perinuclear (halo).

Gambar 10. Biopsi sumsum tulang menunjukkan lembaran sel-sel plasma ganas pada multiple
myeloma

Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosis multiple myeloma pada pasien


yang memiliki gambaran klinis multiple myeloma dan penyakit jaringan konektif,
metastasis kanker, limfoma, leukemia, dan infeksi kronis telah dieksklusi adalah
sumsum tulang dengan >10% sel plasma atau plasmasitoma dengan salah satu dari
kriteria berikut :1
- Protein monoclonal serum (biasanya >3g/dL)
- Protein monoclonal urine
- Lesi litik pada tulang
2.8 Staging,3,4,10

Saat ini ada dua derajat multiple myeloma yang digunakan yaitu Salmon Durie system
yang telah digunakan sejak 1975 dan the International Staging System yang dikembangkan
oleh the International Myeloma Working Group dan diperkenalkan pada tahun 2005.
Berdasarkan Salmon-Durie14, staging multiple myeloma adalah sebagai berikut:

25
Tabel 2.2 Salmon-Durie Staging Criteria
Perkiraan beban
Stage Kriteria
tumor, x 1012 sel/m2
I 1. Hb > 6,2 mmol/L
2. Kalsium serum normal : < 2,6
mmol/L
3. Kerangka (tulang) normal atau
paling banyak 1 sarang tulang
soliter.
< 0,6 (rendah)
4. Kadar paraprotein relative
rendah :
a. IgG < 50 g/L
b. IgA < 30 g/L
c. Sekresi Bence-Jones
<4g/24jam
II Kriteria Tidak memenuhi stadium I 0,6 – 1,20 (sedang)
maupun III
III 1. Hemoglobin < 5,3 g/dL)
2. Kalsium serum > 2,6 mmol/L
3. Kelainan kerangka luas
>1,2 (tinggi)
4. Tingginya produksi paraprotein:
a. IgG > 70 g/L
b. IgA > 50 g/L
c. Sekresi Bence Jones 12 g/L

26
Berdasarkan kriteria International Staging System, mieloma multipel dibagi menjadi:

a) Stadium I
β2 mikroglobulin ≤ 3,5 g/dL dan albumin ≥ 3,5 g/dL
CRP ≥ 4,0 mg/dL
Plasma cell labeling index < 1%
Tidak ditemukan delesi kromosom 13
Serum Il-6 reseptor rendah
durasi yang panjang dari awal fase plateau

b) Stadium II
Beta-2 microglobulin level >3.5 hingga <5.5 g/dL, atau
Beta-2 microglobulin <3.5g/dL dan albumin <3.5 g/dL
c) Stadium III
Beta-2 microglobulin >5.5 g/dL

2.9 Diagnosis Banding

Diagnosis multiple myeloma seringkali jelas karena kebanyakan pasien memberikan


gambaran klinis khas atau kelainan hasil laboratorium, termasuk trias berikut :
1. Protein M serum atau urin (99% kasus)
2. Peningkatan jumlah sel plasma sumsum tulang
3. Lesi osteolitik dan kelainan abnormal lain pada tulang.
Keadaan yang dapat menjadi diagnosis banding multiple myeloma berupa metastasis
tumor ke tulang.
Delapan puluh persen penyebaran tumor ganas ke tulang disebabkan oleh keganasan
primer payudara, paru, prostat, ginjal dan kelenjar gondok. Penyebaran ini ternyata ditemukan
lebih banyak di tulang skelet daripada ekstremitas. Bone Survey atau pemeriksaan tulang-
tulang secara radiografik konvensional adalah pemeriksaan semua tulang-tulang yang paling
sering dikenai lesi-lesi metastatik yaitu skelet ekstremitas bagian proksimal. Sangat jarang lesi
mengenai sebelah distal siku atau lutut. Bila ada lesi pada bagian tersebut harus dipikirkan
kemungkinan multiple myeloma.

27
Gambar 23. Foto pelvic pada metastasis tumor payudara ke tulang memberikan gambaran
osteolytic.

Gambar 24. Foto pelvic pada multiple myeloma menunjukkan adanya multiple lytic lesions
pada sepanjang pelvis dan femur.

28

Anda mungkin juga menyukai