Anda di halaman 1dari 13

LI BLOK 14 LBM 1

1. Klasifikasi edentulous

SISTEM KLASIFIKASI MENGGUNAKAN PDI


Sistem Klasifikasi Edentulous Penuh
1) Klas I
Klas ini mencirikan tahap edentulous yang paling sesuai dirawat dengan gigitiruan penuh yang
dibuat dengan teknik gigitiruan konvensional. Adapun kriteria diagnostik dari klas ini adalah :
a. Tinggi sisa tulang ≥21 m yang diukur pada tinggi vertikal rahang bawah terendah pada
radiografik panoramik.
b. Morfologi dari sisa lingir resisten terhadap pergerakan horizontal dan vertikal basis
gigitiruan; RA tipe A.
c. Lokasi perlekatan otot kondusif untuk retensi dan stabilitas gigi tiruan; RB tipe A atau tipe
B.

Klas I edentulous total menggunakan system klasifikasi PDI


2) Klas II
Secara khas ditandai dengan adanya degradasi fisis anatomi jaringan pendukung gigitiruan
yang berkelanjutan. Klas ini juga ditandai dengan adanya kemunculan dini interaksi penyakit-
penyakit sistemik serta ditandai dengan adanya penatalaksanaan pasien spesifik dan
pertimbangan- pertimbangan gaya hidup. Kriteria diagnostik dari klas ini:
a. Tinggi sisa tulang 16-20 mm yang diukur pada tinggi vertikal rahang bawah terendah pada
radiografi panoramik.
b. Morfologi sisa lingir resisten terhadap pergerakan horizontal dan vertikal basis gigitiruan;
rahang atas tipe A atau tipe B.
c. Lokasi perlekatan otot sedikit mempengaruhi retensi dan stabilitas gigitiruan; rahang
bawah tipe A atau tipe B.
d. Hubungan rahang klas I.
e. Adanya sedikit perubahan kondisi, pertimbangan psikososial dan penyakit sistemik ringan
yang bermanifestasi pada rongga mulut.
Klas II edentulous total menggunakan sistem klasifikasi PDI

3) Klas III
Klas ini ditandai dengan adanya kebutuhan akan revisi dari struktur pendukung gigitiruan
untuk memungkinkan diperolehnya fungsi gigitiruan yang adekuat. Kriteria diagnostik dari klas
ini yaitu :
a. Tinggi sisa tulang 11-15 mm yang diukur pada tinggi vertikal rahang bawah terendah pada
radiografik panoramik.
b. Morfologi sisa lingir sedikit berpengaruh dalam menahan pergerakan horizontal dan
vertikal basis gigitiruan; rahang atas tipe C.
c. Lokasi perlekatan otot cukup berpengaruh terhadap retensi dan stabilitas gigitiruan;
rahang bawah tipe C.
d. Hubungan rahang klas I, II atau III.
e. Kondisi-kondisi yang membutuhkan perawatan gigitiruan :
- Prosedur modifikasi jaringan keras minor, termasuk di dalamnya alveoplasti.
- Pemasangan implan sederhana; tidak membutuhkan augmentasi.
- Pencabutan beberapa gigi yang menghasilkan edentulous penuh untuk pemasangan
gigitiruan immediate.
- Keterbatasan ruang antar rahang 18-20 mm.
f. Pertimbangan psikososial tingkat sedang dan/atau manifestasi penyakit sistemik atau
kondisi-kondisi seperti xerostomia dalam tingkatan sedang.
g. Gejala-gejala TMD.
h. Lidah besar (memenuhi ruang interdental) dengan atau tanpa hiperaktivitas.
i. Hiperaktivitas refleks muntah.

Klas III edentulous total menggunakan system klasifikasi PDI


4) Klas IV
Klas ini mewakili kondisi edentulous yang paling buruk. Pembedahan rekonstruksi harus selalu
diindikasikan tetapi tidak selamanya dapat dilakukan karena tidak menguntungkannya
kesehatan pasien, minat, riwayat dental, dan pertimbangan finansial. Jika pembedahan revisi
bukan salah satu pilihan, maka teknik gigitiruan khusus harus dilakukan untuk mendapatkan
hasil yang adekuat.
a. Tinggi vertikal ≤10 mm yang diukur pada tinggi vertikal rahang bawah terendah pada
radiografi panoramik.
b. Hubungan rahang klas I, II atau III.
c. Sisa lingir sama sekali tidak dapat menahan pergerakan horizontal maupun vertikal,
rahang atas tipe D.
d. Lokasi perlekatan otot dapat diperkirakan berpengaruh terhadap retensi dan stabilitas
gigitiruan, rahang bawah tipe D atau tipe E.
e. Kondisi utama yang membutuhkan pembedahan praprostodontik :
- Pemasangan implan kompleks, augmentasi dibutuhkan.
- Koreksi kelainan-kelainan dentofasial secara bedah dibutuhkan
- Augmentasi jaringan keras dibutuhkan.
- Revisi jaringan lunak mayor dibutuhkan yaitu perluasan vestibulum dengan atau
tanpa pencangkokan jaringan lunak.
f. Riwayat parasthesia atau disesthesia.
g. Ketidakcukupan ruang antar rahang yang membutuhkan pembedahan koreksi.
h. Defek maksilofasial yang bersifat kongenital atau didapatkan.
i. Manifestasi penyakit sistemik yang parah pada rongga mulut.
j. Ataxia maksillomandibular.
k. Hiperaktivitas lidah yang mungkin disebabkan oleh retraksi posisi lidah dan atau morfologi
yang berhubungan.
l. Hiperaktivitas refleks muntah yang ditatalaksana dengan pengobatan.
m. Pasien kambuhan (pasien yang melaporkan keluhan-keluhan kronik setelah menjalani
terapi yang sesuai), yang terus mengalami kesulitan dalam mendapatkan apa yang
diharapkannya dari perawatan sekalipun perawatan telah dilakukan selengkap mungkin
atau sesering mungkin.
n. Kondisi psikososial yang membutuhkan perawatan profesional.

Klas IV edentulous total menggunakan sistem klasifikasi PDI

Sistem Klasifikasi Edentulous Sebagian


1) Klas I
Klas ini ditandai dengan keadaan yang ideal atau sedikit buruk dari lokasi dan perluasan daerah
edentulous (yang dibatasi lengkung rahang tunggal), kondisi gigi penyangga, karakteristik
oklusi dan kondisi residual ridge. Keempat kriteria diagnostik tersebut dapat dilihat sebagai
berikut :
a. Lokasi dan perluasan daerah edentulous yang ideal dan sedikit buruk :
- Daerah edentulous terletak pada 1 lengkung rahang.
- Daerah edentulous sedikit buruk sebagai dukungan fisiologis gigi penyangga.
- Daerah edentulous mencakup beberapa gigi anterior rahang atas yang tidak melebihi
dua gigi insisivus, beberapa gigi anterior rahang bawah yang tidak melebihi empat gigi
insisivus yang hilang, atau beberapa gigi posterior yang tidak melebihi satu premolar
dan satu molar.
b. Kondisi gigi penyangga yang ideal atau sedikit buruk, yang tidak membutuhkan terapi
prostetik.
c. Oklusi yang ideal atau sedikit buruk yang tidak membutuhkan terapi prostetik.
a. Morfologi residual ridge sama dengan kondisi edentulous total klas I.

Klas I edentulous sebagian menggunakan system klasifikasi PDI.


2) Klas II
Klas ini ditandai dengan keadaan yang cukup buruk dari lokasi dan perluasan daerah edentulous
pada kedua lengkung rahang, kondisi gigi penyangga yang membutuhkan terapi lokal tambahan,
karakteristik oklusi yang membutuhkan terapi lokal tambahan dan kondisi residual ridge.
a. Lokasi dan perluasan daerah edentulous cukup buruk :
- Daerah edentulous terdapat pada satu atau kedua lengkung rahang.
- Daerah edentulous cukup buruk sebagai dukungan fisiologis gigi penyangga.
- Daerah edentulous mencakup beberapa gigi anterior rahang atas yang tidak melebihi
dua gigi insisivus, beberapa gigi anterior rahang bawah yang tidak melebihi empat
gigi insisivus yang hilang atau beberapa gigi posterior (rahang atas atau rahang bawah)
yang tidak melebihi dua premolar atau satu premolar dan satu molar atau beberapa
gigi kaninus yang hilang (rahang atas atau rahang bawah).
b. Kondisi gigi penyangga cukup buruk :
- Gigi penyangga pada satu atau dua sisi tidak cukup untuk menahan struktur gigi atau
sebagai dukungan restorasi intrakorona atau ekstrakorona.
- Gigi penyangga pada satu atau dua sisi membutuhkan terapi lokal tambahan.
c. Oklusi cukup buruk :
Koreksi oklusi membutuhkan terapi lokal tambahan.
d. Morfologi residual ridge sama dengan kondisi edentulous total klas II.
Klas II edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi
PDI

3) Klas III
Klas ini ditandai dengan keadaan yang buruk dari lokasi dan perluasan daerah edentulous pada
kedua lengkung rahang, kondisi gigi penyangga yang membutuhkan lebih banyak terapi lokal
tambahan, karakteristik oklusi membutuhkan penyesuaian kembali tanpa mengubah dimensi
vertikal dan kondisi residual ridge.
a. Lokasi dan perluasan daerah edentulous buruk :
- Daerah edentulous terdapat pada satu atau kedua lengkung rahang.
- Daerah edentulous buruk sebagai dukungan fisiologis gigi penyangga.
- Daerah edentulous mencakup beberapa gigi posterior rahang atas atau rahang bawah
lebih banyak daripada tiga atau dua gigi molar, tiga gigi atau lebih pada daerah
edentulous anterior dan posterior.
b. Kondisi gigi penyangga buruk :
- Gigi penyangga pada tiga sisi tidak cukup untuk menahan struktur gigi atau sebagai
dukungan restorasi intrakorona atau ekstrakorona.
- Gigi penyangga pada tiga sisi membutuhkan lebih banyak terapi lokal tambahan
(misalnya prosedur periodontal, endodontik atau ortodontik).
- Gigi penyangga mempunyai prognosis sedang.
c. Oklusi buruk :
Membutuhkan penyesuaian ulang oklusi tanpa diikuti oleh perubahan dimensi vertikal.

d. Morfologi residual ridge sama dengan kondisi edentulous total klas III.

Klas III edentulous sebagian menggunakan sistem klasifikasi PDI.

4) Klas IV
Klas ini ditandai dengan keadaan yang sangat buruk dari lokasi dan perluasan daerah edentulous
dengan prognosis terpimpin, kondisi gigi penyangga yang membutuhkan terapi lokal tambahan
yang besar, karakteristik oklusi membutuhkan penyesuaian ulang oklusi dengan mengubah
dimansi vertikal dan kondisi residual ridge.
a. Lokasi dan perluasan daerah edentulous buruk :
- Daerah edentulous yang luas dan bisa terdapat pada kedua lengkung rahang.
- Daerah edentulous buruk sebagai dukungan fisiologis gigi penyangga untuk
menegakkan diagnosis terpimpin.
- Daerah edentulous mencakup kerusakan maksilofasial kongenital atau yang didapat.
b. Kondisi gigi penyangga buruk :
- Gigi penyangga pada empat sisi tidak\ cukup untuk menahan struktur gigi atau sebagai
dukungan restorasi intrakorona atau ekstrakorona.
- Gigi penyangga pada empat sisi membutuhkan terapi lokal tambahan yang lebih
besar.
c. Oklusi buruk : Diperlukan rencana penyesuaian ulang oklusi dengan mengubah dimensi
vertikal.
d. Morfologi residual ridge sama dengan kondisi edentulous total klas IV.

Klas IV edentulous sebagian menggunakan system klasifikasi PDI

KLASIFIKASI KENNEDY
Pada tahun 1923, Kennedy merancang sebuah sistem yang kemudian menjadi popular karena
sederhana dan mudah diaplikasikan. Kennedy berupaya untuk mengklasifikasikan lengkung tak
bergigi agar dapat membantu pembuatan desain gigitiruan sebagian lepasan. Klasifikasi ini
membagi semua keadaan tak bergigi menjadi empat kelompok. Daerah tak bergigi yang
berbeda dari keadaan yang sudah ditetapkan sebelumnya yaitu dalam empat kelompok tadi,
disebut sebagai modifikasi.
1) Klas I
Daerah edentulous terletak di bagian posterior dari gigi yang masih tersisa dan berada pada
kedua sisi rahang (bilateral).
Klas I edentulous sebagian
2) Klas II
Daerah edentulous terletak dibagian posterior dari gigi yang masih tersisa dan hanya berada
pada salah satu sisi rahang (unilateral).

Klas II edentulous sebagian

3) Klas III
Daerah edentulous terletak diantara gigi-gigi yang masih ada di bagian posterior maupun
anterior dan hanya berada pada salah satu sisi rahang (unilateral)

Klas III edentulous sebagian

4) Klas IV
Daerah edentulous terletak pada bagian anterior dari gigi-gigi yang masih ada dan melewati
garis median.

Klas IV edentulous sebagian

KLASIFIKASI APPLEGATE-KENNEDY
Setelah bertahun-tahun menggunakan dan menerapkan klasifikasi Kennedy, Applegate menganggap
perlu mengadakan perubahan-perubahan tertentu demi perbaikan. Hal ini dimaksudkan untuk lebih
mendekatkan prosedur klinis dengan pembuatan desain dengan klasifikasi yang dipakai.
Applegate kemudian memperbaiki klasifikasi tersebut yang kemudian dikenal sebagai Klasifikasi
Applegate-Kennedy. Applegate membagi rahang yang sudah kehilangan sebagian giginya menjadi
enam kelas.

1) Klas I
Daerah edentulous sama dengan klas I Kennedy, terletak di bagian posterior dari gigi yang masih
tersisa dan berada pada kedua sisi rahang (bilateral). Keadaan ini sering dijumpai pada rahang
bawah. Secara klinis dijumpai :
a. Derajat resorpsi residual ridge bervariasi.
b. Tenggang waktu pasien tidak bergigi akan mempengaruhi stabilitas gigitiruan yang akan
dipasang.
c. Jarak antar lengkung rahang bagian posterior biasanya sudah mengecil.
d. Gigi asli yang masih ada atau tinggal sudah migrasi dalam berbagai posisi.
e. Gigi antagonis sudah ekstrusi dalam berbagai derajat.
f. Jumlah gigi yang masih tertinggal di bagian anterior umumnya 6-10 gigi saja.
g. Ada kemungkinan dijumpai kelainan sendi temporomandibula.
Indikasi perawatan prostodontik klas I yaitu GT sebagian lepasan dengan desain bilateral dan
perluasan basis distal.
2) Klas II
Daerah edentulous sama seperti klas Kennedy, terletak dibagian posterior dari gigi yang masih
tersisa dan hanya berada pada salah satu sisi rahang (unilateral). Secara klinis dijumpai keadaan :
a. Resorpsi tulang alveolar terlihat lebih banyak.
b. Gigi antagonis relatif lebih ekstrusi dan tidak teratur.
c. Ekstrusi menyebabkan rumitnya pembuatan restorasi pada gigi antagonis ini.
d. Pada kasus ekstrim, karena tertundanya pembuatan protesa untuk jangka waktu lama,
kadang-kadang perlu pencabutan satu atau lebih ggi antagonis.
e. Karena pengunyahan satu sisi, sering dijumpai kelainan sendi temporomandibula.
Indikasi perawatan prostodontik klas II yaitu GT sebagian lepasan dengan desain bilateral dan
perluasan basis distal.

3) Klas III
Daerah edentulous sama seperti klas III Kennedy, terletak diantara gigi-gigi yang masih ada di
bagian posterior maupun anterior dan hanya berada pada salah satu sisi rahang (unilateral). Daerah
edentulous paradental dengan kedua gigi tetangganya tidak lagi mampu memberi dukungan
kepada protesa secara keseluruhan. Secara klinis, dijumpai keadaan :
a. Daerah tak bergigi sudah panjang.
b. Bentuk atau panjang akar gigi kurang memadai.
c. Tulang pendukung mengalami resorpsi servikal, dan atau disertai goyangnya gigi secara
berlebihan.
d. Beban oklusal berlebihan.
Indikasi perawatan prostodontik klas III yaitu gigitiruan sebagian lepasan dukungan gigi
dengan desain bilateral.
4) Klas IV
Daerah edentulous sama dengan klas IV Kennedy, terletak pada bagian anterior dari gigi-gigi yang
masih ada dan melewati garis median. Pada umumnya untuk klas ini dibuat gigitiruan sebagian
lepasan, bila : Tulang alveolar sudah banyak hilang.
a. Gigi harus disusun dengan overjet besar, sehingga dibutuhkan banyak gigi pendukung.
b. Dibutuhkan distribusi merata melalui banyak gigi penyangga, pada pasien dengan daya
kunyah besar.
c. Diperlukan dukungan dengan retensi tambahan dari gigi penyangga.
d. Mulut pasien depresif, sehingga perlu penebalan sayap untuk memenuhi faktor
esetetik.
Indikasi perawatan prostodontik klas IV yaitu :
a. Gigitiruan cekat (GTC), bila gigi-gigi tetangga masih kuat.
b. Gigitiruan sebagian lepasan (GTSL) dengan desain bilateral dan dukungan gigi atau
jaringan atau kombinasi.
c. Pada kasus yang meragukan, sebaiknya dibuatkan GTSL.

5) Klas V
Daerah edentulous berada pada salah satu sisi rahang, gigi anterior lemah dan tidak dapat
digunakan sebagai gigi penyangga atau tidak mampu menahan daya kunyah. Kasus seperti ini
banyak dijumpai pada rahang atas, karena gigi kaninus yang dicabut malposisi atau terjadi
kecelakaan.

Klas V edentulous sebagian menggunakan


system klasifikasi Applegate- Kennedy

Indikasi perawatan prostodontik klas V yaitu gigitiruan sebagian lepasan dengan desain
bilateral dan prinsip basis berujung bebas di bagian anterior.

6) Klas VI
Daerah edentulous terletak pada daerah unilateral dengan kedua gigi tetangga dapat digunakan
sebagai gigi penyangga.

Klas VI edentulous sebagian menggunakan


sistem klasifikasi Applegate- Kennedy

Biasanya dijumpai keadaan klinis :


a. Daerah edentulous yang pendek.
b. Bentuk atau panjang akar gigi tetangga memungkinkan sebagai pendukung penuh.
c. Sisa Prossesus alveolaris memadai.
d. Daya kunyah pasien tidak besar.
Indikasi perawatan prostodontik klas VI yaitu:
a. GTC,
b. GTSL dukungan gigi dan desain unilateral (protesa sadel).
7) Klas VII
Edentuous sebagian, semua gigi asli yang tersisa berada pada salah satu sisi rahang. Kasus ini
jarang terjadi, biasanya terjadi pada pasien hemimaxillectomy.

Klas VII edentulous sebagian menggunakan


sistem klasifikasi Applegate- Kennedy
8) Klas VIII
Edentulous sebagian, semua gigi asli yang tersisa terletak di salah satu sudut anterior dari rahang.
Kasus ini jarang terjadi pada pasien bedah maxillofacial dan advanced periodontitis

Klas VIII edentulous sebagian


menggunakan sistem klasifikasi Applegate-
Kennedy
2. Dampak edentulous
ATRISI
Kehilangan gigi menyebabkan terganggunya kebersihan mulut. Migrasi dan rotasi gigi menyebabkan
gigi kehilangan kontak dengan gigi tetangganya, demikian pula pada gigi antagonisnya. Adanya
ruang interproksimal ini mengakibatkan terbentuknya celah antar gigi yang mudah disisipi sisa
makanan. Dengan sendirinya kebersihan mulut jadi terganggu dan mudah terbentuk plak; bila tidak
diperhatikan maka akan menyebabkan angka kejadian karies meningkat.1 Pada kasus tertentu
dimana membran periodontal gigi masih menerima beban berlebih tetapi belum mengalami
kerusakan dan masih dalam keadaan sehat. Toleransi terhadap beban ini biasa berwujud atrisi pada
geligi, sehingga dalam jangka waktu yang lama akan terjadi pengurangan dimensi vertikal wajah
pada saat gigi dalam keadaan oklusi sentrik.
3. Penatalaksanaan diagnosis?
1) Pemeriksaan pendahuluan
a) Pemeriksaan subyektif
b) Pemeriksaan obyektif (intraoral dan ekstraoral)
2) Pencetakan dengan teknik mukostatik.
3) Pemilihan warna dan bentuk gigi.
4) Tahan persiapan
a) Survei model.
b) Pembuatan desain gigi tiruan.
5) Kirim ke lab atau pengerjaan dipraktekan pribadi.
6) Tahap pemasangan dengan mempertimbangkan hambatan pada permukaan gigi.
a) Try in
b) Cek oklusi
c) Retensi
d) Stabilisasi
7) Control pasien
8) Tahap pemeliharaan
a) Gigi tiruan harus dikeluarkan dari mulut pada malam hari (akan tidur), gunanya mencegah
fraktur dan keseimbangan OH.
b) Pembersihan gigi tiruan secara rutin (Gunadi dkk., 2012).

4. apa saja klasifikasi GTSL ?


GTSL dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam berdasarkan beberapa hal, yaitu :
1.Berdasarkan jaringan pendukungnya
a.GT dukungan mukosa, yaitu gigi tiruan yang hanya mendapat dukungan dari jaringan mukosa.
b.GT dukungan gigi, yaitu gigi tiruan yang hanya mendapat dukungan dari gigi asli.
c.GT dukungan mukosa dan gigi, yaitu gigi tiruan yang mendapat dukungan dari mukosa dari gigi asli.

2.Berdasarkan saat pemasangannya :


a.Immediate prothesa, dipasang segera setelah pencabutan
b.Conventional prothesa, dibuat setelah gigi lama dicabut

3.Berdasarkan ada tidaknya wing


a.Open face denture, tanpa wing pada bagian bukal dan labial, biasanya untuk anterior.
b.Close face denture, memakai wing pada bagian bukal, biasanya untuk posterior.

4.Pembagian gigi tiruan sebagian berdasarkan bahan yang digunakan menurut Soelarko dan
Wachijati (1980) adalah :
a.Frame denture
Frame denture adalah gigi tiruan sebagian lepasan yang terdiri dari kerangka logam tuang dan
bagian sadel terdiri dari akrilik serta elemen gigi tiruan.
b.Acrylic denture
Acrylic denture adalah gigi tiruan sebagian lepasan yang basisnya terdiri dari akrilik serta elemen gigi
tiruan.
c.Vulkanite denture
Vulkanite denture adalah gigi tiruan sebagian lepasan yang terdiri dari karet yang dikeraskan sebagai
basis gigi tiruan serta elemen gigi tiruan.
Kennedy (1923) mengklasifikasikan GTSL, berdasarkan letak sadel dan free end:
Klas I Adanya ujung bebas pada dua sisi (bilateral free end), mempunyai daerah tanpa gigi di
belakang gigi yang tertinggal pada sebuah sisi rahang.
Klas II Adanya ujung bebas pada satu sisi (unilateral free end), mempunyai daerah tanpa gigi di
belakang gigi yang tertinggal pada satu sisi rahang saja.
Klas III Bila tidak ada ujung bebas (free end), mempunyai gigi yang tertinggal di bagian belakang
kedua sisi.
Klas IV Adanya letak sadel pada gigi anterior dan melewati median line. Bila terdapat daerah tidak
bergigi tambahan oleh Kennedy disebut sebagai modifikasi, kecuali klas IV tidak ada modifikasi.

Miller Mengklasifikasikan Berdasarkan Letak Cangkolan


Klas I Ada dua cangkolan yang lurus berhadapan dan tegak lurus median line
Klas II Ada dua cangkolan yang letaknya diagonal
Klas III Ada tiga cangkolan yang membentuk segitiga di tengah prothesa bila dihubungan dengan
garis.
Klas IV Ada empat cangkolan yang membentuk segi empat di tengah prothesa bila dihubungan
dengan garis.

Cummer Mengklasifikasikan berdasarkan letak cangkolan


Klas I Diagonal, yang menggunakan 2 buah cangkolan berhadapan diagonal
Klas II Diametric, yang menggunakan 2 cangkolan yang berhadapan tegak lurus
Klas III Unilateral, cangkolan terletak pada satu sisi rahang
Klas IV Multilateral, cangkolan dapat berupa segitiga maupun segiempat
5. Pandangan islam mengenai pemasangan GTSL ? hadistnya
Tidak mengapa mengobati gigi yang copot atau rusak dengan menghilangkan bahaya atau
mecabutnya. Kemudian menggantikannya dengan gigi palsu jika diperlukan. Kearena ini termasuk
pengobatan yang mubah untuk menghilangkan bahaya. Ini tidak termasuk dalam mengubah ciptaan
Allah sebagaimana pemahaman penanya. Karena yang dimaksud dengan fitrah dalam firman
Allah Ta’ala,
“Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah”[1]
Maka ini termasuk bentuk pengobatan yang dibolehkan. Sahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu
‘anhu berkata,
‫ نهى عن النامصة والواشرة والواصلة والواشمة إال من داء‬.6
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang orang mencukur alis, mengkikir gigi,
menyambung rambut, dan mentato, kecuali karena penyakit.” [2]
As-Syaukani menjelaskan,
‫ فإنه ليس بمحرم‬،‫ قوله (إال من داء) ظاهره أن التحريم المذكور إنما هو فيما إذا كان لقصد التحسين ال لداء وعلة‬.7
“Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘kecuali karena penyakit’ dzahir maksudnya bahwa
keharaman yang disebutkan,yaitu jika dilakukan untuk tujuan memperindah penampilan, bukan
untuk menghilangkan penyakit atau cacat, karena semacam ini tidak haram.”[3]
Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullah berkata,
‫الا أو إلزالة تشويه أو‬
ً ‫ أما إذا كان هذا لعالج مث‬.…‫ إذا احتيج إلى هذا كأن يكون في األسنان تشويه واحتيج إلى إصالحها فهذا ال بأس به‬.8
. ‫لحاجة لذلك كأن ال يتمكن اإلنسان من األكل إال بإصالح األسنان وتعديلها فال بأس بذلك‬
“Jika ada kebutuhan untuk meratakan gigi misalnya susunan gigi nampak jelek sehingga perlu
diratakan maka hukumnya tidak mengapa/mubah..jika pengobatan ini (meratakan gigi), dengan
tujuan menghilangkan penampilan gigi yang jelek atau ada kebutuhan yang lain semisal seorang itu
tidak bisa makan dengan baik kecuali jika susunan gigi diperbaiki dan ditata ulang maka hal
tersebut hukumnya tidak mengapa/mubah.”[4]
Yang dilarang adalah berhias dan memperindah diri dengan merubah ciptaan Allah.
Sahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata,
ًّ ًَ‫خ ْلق‬
ِ‫َللا‬ ًَ ‫ت‬ ًِ ‫ ل ِْل هحس‬،ِ‫ت َوال همتَفَ ِِّل َجات‬
ًِ ‫ْن ال همغَ ِي َِّرا‬ َ ‫ َوال همتَن ِ َِّم‬،ِ‫ت َوال هموت َ ِش َمات‬
ًِ ‫صا‬ ًِ ‫الوا ِش ًَما‬ ًّ ًَ‫ لَ َعن‬.9
َ ‫َللاه‬
“Semoga Allah melaknat orang yang mentato, yang minta ditato, yang mencabut alis, yang minta
dikerok alis, yang merenggangkan gigi, untuk memperindah penampilan, yang mengubah ciptaan
Allah.” [5]
An-Nawawi mengatakan,
‫ أما لو احتاجت إليه‬،‫ وفيه إشارةً إلى أن الحرام هو المفعول لطلب الحسن‬،‫(المتفلجات للحسن) فمعناه يفعلن ذلك طلبًا ا للحسن‬:‫ وأما قوله‬.10
‫لعالجً أو عيبً في السن ونحوه فال بأس‬
“Adapaun Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Yang merenggangkan gigi, untuk memperindah
penampilan” maksudnya dia melakukan hal itu untuk mendapatkan penampilan yang baik. Dalam
hadis ini terdapat isyarat bahwa yang diharamkan adalah melakukan perenggangan gigi untuk
memperindah penampilan. Namun jika dilakukan karena kebutuhan, baik untuk pengobatan atau
karena cacat di gigi atau semacamnya maka hukumnya tidak mengapa/mubah.”[6]

Anda mungkin juga menyukai