Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

TIPE-TIPE ANTIBIOTIK & AGEN ANTIMIKROBA SINTETIK

Disusun Oleh:

Misbahul Jannah F.16.063


Muhammad Rizky Rais F.16.064
Nadimah Firza F.16.065

PROGRAM STUDI FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SARI MULIA

BANJARMASIN

2016/2017

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 3
1.1. LATAR BELAKANG ................................................................................ 3
1.2. TUJUAN ..................................................................................................... 3
BAB II. ISI .............................................................................................................. 4
2.1. ANTIBIOTIK ............................................................................................... 4
2.2. ANTIFUNGI .............................................................................................. 15
2.2.1. ANTIJAMUR UNTUK INFEKSI SISTEMIK ............................... 15
2.2.2. ANTIJAMUR UNTUK INFEKSI DERMATOFIT DAN
MUKOKUTAN ............................................................................... 17
2.3. ANTIVIRUS ................................................................................................
2.4. AGEN ANTIMIKROBA SINTETIK ..........................................................
BAB III. PENUTUP ...............................................................................................
3.1. KESIMPULAN ...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................

ii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Anti mikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang


merugikan manusia. Dalam pembicaraan disini, yang dimaksudkan dengan
mikroba terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit.
(Nafrialdi, 2007)

Sejarah tentang mikroba dimulai dengan ditemukannya mikroskop oleh


Leewenhoek (1633-1723). Mikroskop temua tersebut masih sangat sederhana,
dilengkapi satu lensa dengan jarak fokus yang sangat pendek, tetapi dapat
menghasilkan bayangan jelas yang perbesarannya antara 50-3—kali
(Dwidjoseputro, 2003).

Masa perkembangan kemoterapi antimikroba ssekarang dimulai pada


tahun 1935, dengan penemuan sulfonamida. Pada tahun 1940, diperlihatkan pada
tahun 1929, dapat dibuat menjadi zat kemoterapi yang efektif. Selama 25 tahun
berikutnya, penelitian kemoterapi sebagian besar berpusat sekitar zat antimikroba
yang berasal dari mikroorganisme, yang dinamakan antibiotika (Dwidjoseputro,
2003).

Antimikroba adalah senyawa yang dapat menghambat atau membunuh


mikroorganisme hidup. Senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
disebut bakteriostatik dan yang dapat membunuh bakteri disebut bakterisida. Atau
dengan kata lain disebut juga antibiotika yaitu bahan bersumber hayati yang pada
kadar rendah sudah menghambat pertumbuhan mikroorganisme hidup (Pelczar,
1988).

1.2. TUJUAN

Adapun tujuan pembuatan makalah ini yaitu agar pembaca dapat


memahami hal-hal terkait definisi, sumber, dan macam-macam antibiotik,
antifungi, serta antivirus. Juga mengetahui terkait dengan agen-agen antimikroba
sintetik.

3
BAB II. ISI

2.1. ANTIBIOTIK

Pencarian antibiotik dimulai pada akhir tahun 1800-an ketika teori tentang
asal-usul penyakit yang menyebutkan bahwa bakteri dan mikroorganisme lain
sebagai penyebab penaykit diterima oleh masyarakat luas (Pratiwi, 2008).

Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi,
yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak
antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam
praktek sehari-hari antimikroba sintetik yang tidak diturunkan dari produk
mikroba (misal: sulfonamid dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai
antibiotik (Nafrialdi, 2007).

MACAM-MACAM TIPE ANTIBIOTIK & SUMBERNYA :

2.1.1. PENISILIN

Pada tahun 1928 di London, Fleming menemukan antibiotik pertama yaitu


penisilin yang satu dekade kemudian dikembangkan oleh Florey dari biakan
Penicillium notatum untuk penggunaan sistemik. Kemudian digunakan
P.chrysogenum yang menghasilkan lebih banyak penisilin. Penisilin alami yang
paling banyak digunakan adalah penisilin G (Nafrialdi, 2009).

Penisilin yang digunakan dalam pengobatan terbagi dalam pensilin semi


sintetik. Pensilin semisintetik diperoleh dengan cara mengubah stuktur kimia
penisilin alam atau dengan cara sintesis dari inti penisilin yaitu asam 6-
aminopenisilinat (6-APA). Sebagai bahan dasar untuk penisilin semisintetik, 6-
APA dapat pula disintesis dengan memecah rantai samping. Dari pematangan

4
fermentasi penisilium, 6-aminopensilinat dapat diisolasi dalam jumlah besar
(Nafrialdi, 2009).

2.1.2. SEFALOSPORIN

Sefalosporin berasal dari fungus Cephalosporium acremonium yang


diisolasikan pada tahun 1984 oleh Brotzu (Nafrialdi, 2009). Sefalosporin
merupakan senyawa β-laktam dengan inti asam 7-aminosefalosporanat dan bukan
inti penisilin 6-aminopenisilinat. Sefalosporin alami mempunyai aktivitas
antibakteri rendah, tetapi penggabungan pelbagai gugus smaping R menghasilkan
proliferasi banyak obat dengan berbagai sifat farmakologi dan spektrum serta
aktivitas antimikroba. Sefamisin menyerupai sefalosporin tetapi berasal dari
actinomycetes (Jawetz, 2007).

a. Sefalosporin Generasi Pertama

Sefalosporin generasi pertama sangat aktif melawan kokus gram positif


kecuali enterokokus dan stafilokokus resistan nafsilin dan cukup aktif melawan
beberapa batang gram negatif terutama E.coli , proteus, dan klebsiella. Kokus
anaerob sangat sensitif, tetapi Bacteroides fragilis tidak (Jawetz, 2007).

b. Sefalosporin Generasi Kedua

Sefalosporin generasi kedua adalah golongan heterogen. Semuanya aktif


melawan organisme yang dapat diatasi oleh obat-obat generasi pertama tetapi
mempunyai jangkauan yang lebih luas melawan batang gram negatif termasuk
klebsiella dan proteus tetapi bukan P.aeruginosa . Beberapa (tidak semua)
sefalosporin generasi kedua oral dapat digunakan untuk mengobati sinusitis dan

5
otitis yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae, termasuk strain penghasil β-
laktamase (Jawetz, 2007).

c. Sefalosporin Generasi Ketiga

Mempunyai sedikit aktivitas terhadap kokus gram positif, enterokokus


sering menimbulkan superinfeksi selama pemakaiannya. Sebagian besar
sefalosporin generasi ketiga aktif melawan stafilokokus, tetapi Seftazidim hanya
aktif secara lemah. Manfaat utama obat generasi ketiga adalah aktivitasnya yang
meningkat melawan batang gram negatif (Jawetz, 2007).

d. Sefalosporin Generasi Keempat

Sefepim adalah satu-satunya sefalosporin generasi keempat yang saat ini


digunakan secara klinis di Amerika Serikat. Obat tersebut memiliki aktivitas yang
meningkat melawan spesies enterobakter dan sitrobakter yang resisten terhadap
sefalosporin generasi ketiga. Sefepim mempunyai aktivitas yang sebanding
dengan aktivitas seftazidim melawan P.aeruginosa. aktivitasnya terhadap
streptokokus dan stafilokokus yang rentan terhadap nafsilin lebih besar daripada
seftazidim dan sebanding dengan senyawa generasi ketiga lain. Sefpirom adalah
sefalosporin generasi keempat yang tersedia di luar Amerika Serikat (Jawetz,
2007).

2.1.3. ANTIBIOTIK β-LACTAM LAINNYA

Karbapenem

Imipenem, suatu turunan tienamisin, merupakan karbapenem pertama


yang digunakan dalam pengobatan. Tienamisin diproduksi oleh Streptomyces
cattleya. Impinem mengandung cincin β-lactam dan cincin lima segi tanpa atom
sulfur (Nafrialdi, 2009).

Meropenem suatu derivat dimetilkarbamoil pirolidinil dari tienamisin.


Berbeda dengan imipenem, obat ini tidak dirusak oleh enzim dipeptidase di tubuli
ginjal, sehingga tidak perlu dikombinasikan dengan silastatin.

6
Monobaktam

Merupakan suatu senyawa β-lactam monosiklik, dengan inti dasar berupa


cincin tunggal, asam-3-aminobaktamat. Struktur ini berbeda dengan struktur
kimia golongan antibiotika β-lactam golongan terdahulu misalnya penisilin,
sefalosporin, karbapenem, berinti dasar cincin ganda. Monobaktam awalnya
diisolasi dari kuman Gluconocabacter, Acetobacter, Chromobacterium, tetapi
aktvitas antibakterinya sangat lemah.

PENGHAMBAT β-LACTAMASE DENGAN KOMBINASINYA

Asam Klavulanat, Sulbaktam

Obat ini diisolasi dari jamur S.clavuligerus (Nafrialdi, 2009). Sulbaktam,


suatu sulfon asam penisilinat, merupakan derivat sintesis 6-aminopenisilinat.
Kedua inhibitor ini menghambat eksoenzim stafilokok yang diperantarai plasmid
dan betalaktamase Richmond dan Sykes tipe II, III, IV,V dan VI; diantaranya
termasuk enzim TEM-I (tipe III) yang dihasilkan oleh H.influenzae,
N.gonorrhoeae, E.coli, Salmonella dan Shigella (Jawetz, 2007).

Dinatrium Tikarsilin/Kalium Klavulanat

Tikarsilin ialah suatu karboksipenisilin, berspektrum antibakteri lebih luas


dari ampisilin, termasuk P.aeruginosa dan kokus Gram-negatif. Obat ini aktif
terhadap bakteri Gram-positif kecuali enterokok dan stafilokok penghasil
betalaktamse atau resisten terhadap metilsilin. Tambahan asam klavulanat tidak
meningkatkan aktivitas tikarsilin terhadap P.aeruginosa, A.calcoacetious,
S.marcescens dan Enterobacter. Seperti kombinasi amoksisilin/klavulanat,
kombinasi tikarsilin/kalium klavulanat memperluas spektrum tikarsilin. Tetapi
kombinasi ini kurang efektif terhadap stafilokok yang resisten metilsilin
(Nafrialdi, 2009).

7
2.1.4. TETRASIKLIN

Antibiotik golongan tetrasikilin yang pertama ditemukan ialah


klortetrasiklin yang dihasilkan oleh Streptomyces aureofaciens. Kemudian
ditemukan oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus (Nafrialdi, 2009). Tetrasiklin
sendiri dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh
dari spesies Streptomyces lain. Tetrasiklin merupakan golongan obat yang
berbeda dari ciri khas fisik dan farmakologi tetapi sebenarnya mempunyai sifat
antimikroba yang identik dan memberikan resistansi silang lengkap. Semua
tetrasiklin dapat diabsorpsi dengan mudah dari saluran penceenaan dan tersebar
luas dalam jaringan tetapi kurang dapat menembus cairan serebrospinal.
Tetrasiklin memiliki struktur dasar seperti yang diperlihatkan dibawah :

Tetrasiklin dipekatkan oleh bakteri yang rentan dan menghambat sintesis


protein dengan menghambat pengikatan aminoasil-tRNA ke unit 30S ribosom
bakteri. Bakteri yang resisten gagal memekatkan obat. Resistensi tersebut
dikontrol oleh plasmid yang ditransmisi. Tetrasiklin pada dasarnya merupakan
agen bakteriostatik. Obat tersebut menghambat pertumbuhan bakteri gram positif
dan gram negatif yang rentan dan merupaka obat pilihan pada infeksi yang
disebabkan oleh ricketsia, Mycoplasma pneumoniae. Tetraskilin digunakan pada
kolera untuk memperpendek ekskresi vibrio.

2.1.5. KLORAMFENIKOL

Adalah suatu zat kimia yang mulanya dihasilkan oleh biakan Streptomyces
venezuelae tetapi saat ini sudah dibuat secara sintetis (Jawetz, 2007).

8
Kloramfenikol kristalin adalah senyawa stabil yang secara cepat diabsorpsi
dari sluran penceraan dan tersebar secara luas ke dalam jaringan dan cairan tubuh,
termasuk sistem saraf pusat dan cairan serebrospinal; obat tersebut menembus sel
dengan baik. Kloramfeniol adalah suatu inhibitor sintesis protein yang poten pada
mikroorganisme. Obat tersebut menghambat pelekatan asam amino ke rantai
peptida yang baru timbul pada unit 50S ribosom dengan mengganggu kerja
peptidil transferase. Kloramfenikol pada dasarnya bersifat bakteriostatik;
spektrum, dosis, serta kadarnya dalam darah sama dengan tetrasiklin.

2.1.6. ERITROMISIN

Diperoleh dari Streptomyces eryhtreus dan mempunyai formula kimia


C37H67NO13. Obat-obat yang terkait dengan eritromisin adalah klaritromisin,
azitromisin, dan lain lain. Eritromisin melekat pada reseptor (suatu RNA 23S)
pada subunit 50S ribosom bakteri (Jawetz, 2007). Eritromisin menghambat
sintesis protein dengan mengganggu reaksi translokasi dan pembentukan
kompleks inisiasi. Resistansi terhadap eritromisin disebabkan oleh perubahan
(metilasi) reseptor rRNA . Hal tersebut diatur oleh plasmid yang dapat
ditransmisi. Aktivitas eritromisin sangat meningkat pada pH basa.

9
Eritromisin dapat menjadi pilihan pada infeksi yang disebabkan oleh
organisme yang disebutkan diatas dan merupakan obat pengganti untuk orang
yang hipersensitif terhadap penisilin.

Diritromisin adalah suatu makrolid dengan spektrum aktivitas


antimikroba yang sama dengan eritromisin. Diritromisin mempunyai waktu paruh
serum yang panjang dan aman diberikan sekali sehari.

Klaritomisin dan azitromisin adalah azalid yang secara kimia terkait


dengan eritromisin. Seperti eritromisin, baik klaritromisin maupun azitromisin
aktif melawan stafilokokus dan streptokokus.

2.1.7. KLINDAMISIN & LINKOMISIN

Klindamisin

Linkomisin (berasal dari Streptomyces lincolnensis) dan klindamisin


(suatu derivat digantikan klorin) menyerupai eritromisin dalam cara kerja,
spektrum antibakteri, dan tempat reseptor ribosomnya tetapi secara kimiawi
berbeda. Klindamisin sangat aktif melawan bakteroides dan anaerob lain (Jawetz,
2007).

10
2.1.8. GLIKOPEPTIDA

Vankomisin

Dihasilkan oleh Streptomyces orientalis. Vankomisin tidak dapat


diabsorpsi dari usus. Vankomisin sangat bersifat bakterisidal untuk stafilokokus,
beberapa klostridium, dan beberapa basilus. Vankomisin menghambat tahap awal
sintesis peptidoglikan dinding sel. Strain yang resisten obat tidak muncul secara
cepat. Vankomisin diberikan secara intravena untuk infeksi stafilokokus sistemik
yang serius, termasuk endokarditis, terutama jika resisten terhadap nafsilin. Untuk
endokarditis atau sepsis akibat enterokokus, vankomisin dapat efektif jika
dikombinasikan dengan penisilin (Jawetz, 2007).

Teikoplanin

Mempunyai struktur yang sama dengan vankomisin. Teikoplanin aktif


melawan stafilokokus (termasuk strain yang resistan nafsilin), streptokokus,
enterokokus, dan banyak bakteri gram positif lain. Enterokokus dengan resistensi
VanA terhadap vankomisin juga resistan terhadap teikoplanin, tetapi enterokokus
dengan resistansi vankomisin VanB rentan terhadap teikoplanin (Jawetz, 2007).
Obat ini memiliki waktu paruh panjang dan diberikan sekali sehari. Efek samping

11
berupa iritasi lokal di tempat injeksi, hipersensitivitas, serta berpotensi mengalami
ototoksisitas dan nefrotoksisitas. Teikoplanin tersedia di Eropa tetapi tidak di
Amerika Serikat.

2.1.9. STREPTOGRAMIN

Quinopristin-dalfopristin adalah antibiotik streptogramin yang dapat


disuntikkan yang mengandung campuran 30:70 dua derivat semisintetik
pristinamisin (streptogramin grup A). Dua komponen bekerja secara sinergis
untuk menghambat spektrum luas bakteri gram positif termasik stafilokokus
resistan nafsilim, enterokokus resistan vankomisin, dan pneumokokus resistan
penisilin (Jawetz, 2007).

2.1.10. BASITRASIN

Suatu polipeptida yang diperoleh dari suatu strain (atrain Tracy) Bacillus
subtilis. Basitrasin stabil dan tidak dapat diabsorpsi di saluran cerna. Kegunaan
basitrasin hanya untuk pemakaian topikal ke kulit, luka, atau selaput lendir.

Basitrasin terutama bersifat bakterisidal untuk bakteri gram positif,


termasuk stafilokokus resistan penisilin. Dalam kombinasi dengan polimiksin B
atau neomisin, basitrasin berguna untuk menekan flora bakteri campuran pada lesi
permukaan. Basitrasin bersifat toksik unutk ginjal. Dapat menyebabkan
proteinuria, hematuria, dan retensi nitrogen. Untuk alasan ini, basitrasin tidak
dapat digunakan untuk terapi sistemik. Basitrasin tidak menyebabkan
hipersensitivitas.

12
2.1.11. POLIMIKSIN

Merupakan polipeptida kation dasar yang bersifat nefrotoksik dan


neurotoksik. Polimiksin dapat bersifat bakterisidal untuk berbagai batang aerob
gram negatif-termasuk pseudomonas dan seratia dengan mengikat membran sel
yang kaya akan fosfatidiletanolamin dan menghancurkan fungsi membran
transpor aktif serta sawar permeabilitas.

2.1.12. AMINOGLIKOSIDA

Adalah suatu golongan obat yang mempunyai ciri khas toksik,


farmakologi, antimikroba dan bahan kimia. Saat ini, yang termasuk golongan
aminoglikosida adalah streptomisin, neomisin, kanamisin, amikasin, gentamisin,
tobramisin, sisomisin, netilmisin, dan lain-lain. Semuanya menghambat sintesis
protein bakteri dengan menempel pada subunit 30S ribosom bakteri dan
menghambat fungsinya.

2.1.13. SULFONAMID & TRIMETOPRIM

Sulfonamid Trimetoprim

Sulfonamid, dengan mengganti berbagai radikal R, diperoleh serangkaian


senyawa dengan berbagai sifat antibakteri, farmakologi, dan fisik. Mekanisme
dasar kerja semua senyawa tersebut adalah inhibisi kompetitif pada
penggunaanbasam p-aminobenzoat (PABA).npenggunaan sulfonamid bersamaan
trimetoprim menyebabkan inhibisi langkah metabolik sekuensial dan
kemungkinan terjadinya sinergisme antibakteri. Sulfonamid bersifat bakteriostatik

13
untuk beberapa bakteri gram negatif dan gram positif, klamidia, nokardia, dan
protozoa (Jawetz, 2007).

2.1.14. OBAT-OBATAN YANG TERUTAMA DIGUNAKAN UNTUK


MENGOBATI INFEKSI MIKOBAKTERI

Isoniazid, mempunyai efek kecil pada sebagian besar bakteri tetapi secara
mencolok aktif melawan mikobakteri, terutama Mycobacterium tuberculosis.

Etambutol, merupakan isomer D-sintetik yang tahan panas dan larut


dalam air dengan struktur yang diperlihatkan dibawah ini.

Rifampin, adalah derivat semisintetik rifampisin, suatu antibiotik yang


dihasilkan oleh Streptomyces mediterranei. Obat tersebut aktif in vitro melawan
beberapa kokus gram positif dan gram negatif, beberapa bakteri enterik,
mikobakteri, klamidia, dan poxvirus.

Asam aminosalisilat, Pirazinamid, dan Sikloserin juga merupakan


antibiotik yang diindikasikan untuk pengobatan infeksi mikobakteri.

14
2.2. ANTIFUNGI

Dari segi terapeutik infeksi jamur pada manusia dapat dibedakan atas
infeksi sistemik, dermatofit, dan mukokutan. Infeksi sistemik dapat lagi dibagi
atas; (1) infeksi dalam (internal), seperti aspergilosis, blastomikosis,
koksidiodomikosis, kriptokokosis, histoplasmosis, mukormikosis,
parakoksidiomikosis, dan kandidiasis; dan (2) infeksi subkutan misalnya
kromomikosis, misetoma dan sporotrikosis. Infeksi dermatofit disebabkan oleh
Trichophyton, Epidermophyton dan Microsporum; yang menyerang kulit, rambut
dan kuku. Infeksi mukokutan disebabkan oleh kandida, menyerang mukosa dan
daerah lipatan kulit yang lembab. Kandidiasis mukokutan dalam keadaan kronis
umumnya mengenai mukosa kulit dan kuku (Nafrialdi, 2009). Uraian obat
antijamur sebagai berikut :

2.2.1. ANTIJAMUR UNTUK INFEKSI SISTEMIK

a) AMFOTERISIN B
Amfoterisin A dan B merupakan hasil fermentasi Streptomyces
nodosus. Sebanyak 98 campuran ini terdiri dari amfoterisin B yang memiliki
aktvitas antijamur. Kristal seperti jarum atau prisma berwarna kuning jingga, tidak
berbau dan tidak berasa ini merupakan antibiotik polien yang bersifat basa
amfoter lemah, tidak larut dalam air, tidak stabil, tidak tahan suhu diatas 370C
tetapi dapat stabil sampai berminggu-minggu pada suhu 40C.
Berdasarkan aktivitas antijamurnya, amfoterisin B menyerang sel
yang sedang tumbuh dan sel matang. Aktivitas antijamur nyata pada pH 6,0-7,5,
tapi berkurang pada pH yang lebih rendah. Antibiotik ini bersifat fungistatik atau
fungisidal tergantung pada dosis dan sensitivitas jamur yang dipengaruhi. Dengan
kadar 0,3-1,0 µg/ml antibiotik ini dapat menghambat aktivitas Histoplasma
capsulatum, Cryptococcus neoformans, Coccidioides immitis, dan beberapa
spesies Candida, Torulopsis glabrata, Rhodotorula, Blastomyces dermatitidis,
Paracoccidioides braziliensis, beberapa spesies Aspergillus, Sporotrichum
schenckii, Microsporum auidouini dan spesies Trichophyton. Secara in vitro bila
rifampisin atau minosiklin diberikan bersama amfoterisi B terjadi sinergisme
terhadap beberapa jamur tertentu.

15
b) FLUSITOSIN
Flusitosin (5-fluorositosin; 5 FC) merupakan antijamur sintetik yang
berasal dari fluorinasi pirimidin, dan mempunyai persamaan struktur dengan
fluorourasil dan floksuridin. Obat ini berbentuk kristal putih tidak berbau, sedikit
larut dalam air tapi mudah larut dalam alkohol.
Berdasarkan aktivitas antijamurnya, spektrum antijamur flusitosin agak
sempit. Obat ini efektif untuk pengobatan kriptokokosis, kandidiasis,
kromomikosis, torulopsis dan aspergilosis (Nafrialdi, 2009).
c) IMIDAZOL DAN TRIAZOL
Antijamur golongan imidaazol dan triazol mempunyai spektrum yang luas.
Kelompok imidazol terdiri atas ketokonazol, mikonazol, dan klotrimazol.
Sedangkan kelompok triazol meliputi itrakonazol , flukonazol, dan vorikonazol.
Berikut ini akan dibahas golongan imidazol dan triazol yang banyak digunakan
sebagai antijamur sistemik.
Ketokonazol, merupakan turunan imidazol sintetik dengan struktur mirip
mikonazol dan klotrimazol. Obat ini bersifat liofilik dan larut dalam air pada pH
asam. Berdasarkan aktivitas ntijamurnya, ketokonazol aktif sebagai antijamur baik
sistemik maupun nonsistemik yang efektif terhadap Candida, Coccidioides
immitis, Cryptococcus neoformans, H.capsulatum, B.dermatitidis, Aspergillus dan
Sporothrix spp.
Itrakonazol, antijamur sistemik turunan triazol ini erat hubungannya
dengan ketokonazol. Obat ini dapat diberikan per oral dan IV. Aktivitas
antijamurnya lebih lebar sedangkan efek samping yang ditimbulkan lebih kecil
dibandingkan dengan ketokonazol. Itrakonazol, seperti golongan azol lainnya,
juga berinteraksi dengan enzim mikrosom hati, tetapi tidak sebanyak ketokonazol.
Rifampisin akan mengurangi kadar plasma itrakonazol.
Flukonazol, adalah suatu fluorinated bis-triazol dengan khasiat
farmakologis yang baru. Obat ini diserap sempurna melalui saluran cerna tanpa
dipengaruhi adanya makanan ataupun keasaman lambung. Kadar plasma setelah
pemberian per oral sama dengan kadar plasma setelah pemberian IV. Flukonazol
tersebar rata ke dalam cairan tubuh juga dalam sputum dan saliva. Flukonazol
berguna untuk mencegah relaps meningitis yang disebabkan oleh Cryptococcus

16
pada pasien AIDS setelah pengobatan dengan amfoterisin B. Obat ini juga efektif
untuk pengobatan kandidiasis mulut dan tenggorokan pada pasien AIDS.
Vorikonazol, obat ini adalah antijamur baru golongan triazol yang
diindikasikan untuk aspergilosis sistemik dan infeksi jamur berat yang disebabkan
oleh Scedosporium apiospermum dan Fusarium sp. Obat ini juga mempunyai
efektivitas yang baik terhadap Candida sp, Cryptococcus sp dan Dermatophyte sp,
termasuk untuk infeksi kandida yang resisten terhadap flukonazol. Obat ini tidak
boleh diberikan bersama rifampisin, karbamazepin, kuinidin, sirolimus.
Kaspofungin, adalah antijamur sistemik dari suatu kelas baru yang
disebut ekinokandin. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis beta (1,3)-D-
glukan, suatu omponen esensiall yang membentuk dinding sel jamur.
Kaspofungin diindikasikan untuk infeksi jamur sebagai berikut; kandidiasis
invasif, kandidiasis esofagus, kandidiasis orofarings, dan aspergilosis invasif yang
sudah refrakter terhadap antijamur lainnya.
d) TERBINAFIN
Merupakan suatu derivat alilamin sintetik dengan struktur mirip naftitin.
Obat ini digunakan untuk terapi dermatofitosis, terutama onikomikosis. Namun,
pada pengobatan kandidiasis kutaneus dan tinea versikolor, terbinafin biasanya
dikombinasikan dengan golongan imidazol dan triazol karena penggunaannya
sebagai monoterapi kurang efektif. Berdasarkan aktivitas antijamurnya, terbinafin
bersifat keratolitik dan fungisidal. Obat ini mempengaruhi biosintesis ergosterol
dinding sel jamur melalui penghambatan enzim skualen epoksidase pada jamur
dan bukan melalui penghambatan enzim sitokrom P450.
2.2.2. ANTIJAMUR UNTUK INFEKSI DERMATOFIT DAN
MUKOKUTAN
e) GRISEOFULVIN
Griseofulvin diisolasi dari Penicillium griseovolvum dierckx. Pada tahun
1946, Brian dkk. Menemukan bahan yang menyebabkan susut dan mengecilnya
hifa yang disebut sebagai curling factor kemudian ternyata diketahui bahwa bahan
yang mereka isolasi dari Penicillium janczewski adalah griseofulvin. Berdasarkan
aktivitas antijamurnya, griseofulvin in vitro efektif terhadap berbagai jenis jamur
dermatofit seperti Trichophyton, Epiermophyton dan Microsporum. Terhadap sel

17
muda yang sedang berkembang griseofulvin bersifat fungisidal. Obat ini efektif
terhadap bakteri, jamur lain dan ragi, Actinomyces dan Nocardia.
f) TOLNAFTAT DAN TOLSIKLAT
Tolnaftat, dalah suatu tiokarbamat yang efektif untuk pengobatan
sebagian besar dermatofitosis tapi tidak efektif terhadap kandida.
Tolsiklat, merupakan antijamur topikal yang diturunkan dari tiokarbamat.
Namun karena spektrumnya yang sempit, antijamur ini tidak banyak digunakan
lagi.
g) NISTATIN
Merupakan suatu antibiotik polien yang dihasilkan oleh Streptomyces
noursei. Nistatin menghambat berbagai jamur dan ragi tapi tidak aktif terhadap
bakteri, protozoa dan virus. Nistatin hanya akan diikat oleh jamur atau ragi yang
sensitif. Nistatin terutama digunakan untuk infeksi kandida di kulit, selaput lendir
dan saluran cerna. Candida albicans hampir tidak memperlihatkan resistensi
terhadap nistatin, tetapi C.tropicalis, C.guillermondi dan C.stellatiodes mulai
resisten bahkan sekaligus menjadi tidak sensitif terhadap amfoterisin B. Namun
resistensi ini biasanya tidak terjadi in vivo.

18
2.3. ANTIVIRUS
2.4. AGEN ANTIMIKROBA SINTETIK

MANGAT MISBAAHH!!

19

Anda mungkin juga menyukai