Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

TENTANG REKAYASA SUNGAI


“Konsep Echo Hidraulik dalam Pembangunan Sungai”

Dibuat:
Ryan Dwi Hartyanto
NIM. H1A110036

Dosen :
M. Azhari Noor, M.Eng
NIP.

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL
BANJARBARU
2015
KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahi Robbil ‘aalamiin. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat


Allah swt. atas segala limpahan berkah, rahmat, hidayah dan karunia-Nya maka
penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Makalah dengan judul “REKAYASA
SUNGAI”
Makalah ini ditulis untuk memberikan informasi mengenai objek penelitian
yang telah dilakukan, dan ditujukan kepada pihak-pihak terkait yang membutuhkan.
Banyak proses yang telah dilalui dan dilakukan selama kegiatan penulisan
Makalah ini. Semua proses itu tidak terlepas dari adanya pihak-pihak yang telah
membantu selama kegiatan tersebut.
Makalah ini diharapkan begitu berguna untuk para pembaca. Penulis
menyampaikan ucapan maaf jika dalam penulisan Makalah ini terdapat kekeliruan.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih jika terdapat saran dan masukan
yang diberikan dari para pembaca. Semoga Makalah ini bermanfaat untuk kita semua.
Aamiin Yaa Robbal ‘aalamiin.

Banjarbaru, Agustus 2015

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Rekayasa sungai merupakan suatu ilmu yang mempelajari mengenai
permasalahan tentang sungai adapaun itu seperti : jenis-jenis sungai, konvervasi
sungai, pembagian DAS, permasalahan sungai (erosi sedimentasi, banjir dan lainnya)
dan lain sebagainya. Mengapa kita perlu mempelajari rekayasa sungai? Rekayasa
sungai sangat-sangat penting bagi kehidupan manusia yaitu sebagai sumberdaya alam
dan dimana banyak terdapat ekosistem yang sangat bergantung padanya. Oleh karena
itu lah kita perlu mengolah dan memanfaatkan sumberdaya alam seperti sungai ini
sebagai sarana dalam menjalani kehidupan kita. Menjaga dan melestarikan sungai
merupakan salah satu kewajiban kita sebagai manusia yang bergantung pada sungai.
Pencemaran sungai baik berupa limbah sampah ataupun limbah pabrik sangat-
sangat perlu adanya pemeberdayaan guna untuk terciptanya kehidupan yang harmonis
antara manusia dan alam. Sehingga kejadian-kejadian alam berupa banjir bandang dan
lognsor dipinggir sungai tidak terjadi dan membahayakan nyawa kita manusia dan
ekosistem yang ada disekitanya.
Oleh karena itu perlunya pendidikan dini mengenai sungai dan
pemanfaatannya serta timbal balik dari apa yang telah dilakukan oleh manusia dalam
pemanfaatan sumberdaya alam tersebut.

1.2 RUANG LINGKUP PENELITIAN


Penelitian ini akan mencakup mengenai sungai dan permaslaahn sungai yang ada di
Indonesia dan Dunia dengan kajian baik dari buku, majalah dan internet.

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT


Tujuan :
1. Membantu mahasiswa untuk mengenal mengenai sungai
2. Memahami permasalahan yang ada di sungai
Manfaat:
1. Memberikan mahasiswa pengetahuan tentang rekayasa sungai
2. Menjadi sebagai bahan tolak ukur dalam materi perkuliahan rekayasa
sungai
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 PENGERTIAN SUNGAI


Sungai adalah air tawar dari sumber alamiah yang mengalir dari tempat yang
lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah dan menuju atau bermuara ke laut, danau
atau sungai yang lebih besar. Arus air di bagian hulu sungai (umumnya terletak di
daerah pegunungan) biasanya lebih deras dibandingkan dengan arus sungai di bagian
hilir. Aliran sungai seringkali berliku-liku karena terjadinya proses pengikisan dan
pengendapan di sepanjang sungai.Sungai merupakan jalan air alami. mengalir menuju
Samudera, Danau atau laut, atau ke sungai yang lain. Sungai juga salah satu bagian
dari siklus hidrologi.
Dengan melalui Sungai merupakan cara yang biasa bagi air hujan yang
turun di daratan untuk mengalir ke laut atau tampungan air yang besar seperti danau.
Air dalam Sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan,embun,
mata air, limpasan bawah tanah, dan di beberapa negara tertentu air sungai juga
berasal dari lelehan es / salju.
Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang mengalir ke anak
sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai utama. Aliran
air biasanya berbatasan dengan saluran dengan dasar dan tebing di sebelah kiri dan
kanan. Penghujung sungai di mana sungai bertemu laut dikenali sebagai muara
sungai.

2.1.1 PROSES TERBENTUKNYA SUNGAI


Air yang berada di permukaan daratan, baik air hujan, mata air, maupun cairan
gletser, akan mengalir melalui sebuah saluran menuju tempat yang lebih rendah.
Mula-mula saluran yang dilalui ini relatif sempit dan pendek. Namun, secara proses
alamiah aliran ini mengikis daerah-daerah yang dilaluinya. Akibatnya, saluran ini
semakin lama semakin lebar dan panjang, dan terbentuklah sungai.

2.1.2. JENIS-JENIS SUNGAI


2.1.2.1. Menurut Jumlah Airnya
1. Sungai Permanen
Gambar 2.1.2.1 Sungai Permanen
Sungai Permanen adalah sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif
tetap.
Contoh :

 Sungai Kapuas, Kahayan, Barito dan Mahakam di Kalimantan.

 Sungai Musi, Batanghari dan Indragiri di Sumatera.

2. Sungai Periodik

Gambar 2.1.2.1 Sungai Periodik


Sungai Periodik adalah sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak,
sedangkan pada musim kemarau airnya kecil.
Contoh :

 Sungai Bengawan Solo dan Sungai Opak di Jawa Tengah.

 Sungai Progo dan Sungai Code di DI Yogyakarta.


 Sungai Brantas di Jawa Timur.

3. Sungai Episodik
Sungai Episodik adalah sungai yang pada musim kemarau airnya kering dan
pada musim hujan airnya banyak.
Contoh :
Sungai Kalada di Pulau Sumba.
2.1.2.2. Menurut Pola Alirannya

Gambar 2.1.2.2 Pola Aliran


1. Pola Aliran Radial (Menjari)
Pola aliran ini berbentuk seperti jari, dibedakan menjadi dua yaitu radial
sentrifugal dan radial sentripetal.
2. Pola Aliran Dendritik
Pola aliran ini tidak teratur, biasanya terdapat di daerah dataran atau daerah
pantai.
3. Pola Aliran Trelis
Pola aliran sungai ini menyerupai sirip. Sungai semacam ini terdapat di daerah
pegunungan lipatan.
4. pola Aliran Rectanguler
Pola aliran sungai ini saling membentuk sudut siku, pada daerah patahan atau
pada batuan yang tingkat kekerasannya berbeda.
5. Pola Aliran Anular
Pola aliran ini merupakan pola aliran yang semula merupakan aliran radial
sentrifugal, selanjutnya muncul sungai subsekuen yang sejajar, sungai obsekuen, dan
resekuen. Pola aliran ini terdapat di daerah dome stadium dewasa.
2.1.2. MANAJEMEN SUNGAI

Sungai seringkali dikendalikan atau dikontrol supaya lebih bermanfaat atau


mengurangi dampak negatifnya terhadap kegiatan manusia

1. Bendung dan Bendungan dibangun untuk mengontrol aliran, menyimpan air


atau menghasilkan energi.

2. Tanggul dibuat untuk mencegah sungai mengalir melampaui batas dataran


banjirnya.

3. Kanal-kanal dibuat untuk menghubungkan sungai-sungai untuk mentransfer


air maupun navigasi

4. Badan sungai dapat dimodifikasi untuk meningkatkan navigasi atau diluruskan


untuk meningkatkan rerata aliran.

Manajemen sungai merupakan aktivitas yang berkelanjutan, karena sungai


cenderung untuk mengulangi kembali modifikasi buatan manusia. Saluran yang
dikeruk akan kembali mendangkal, mekanisme pintu air akan memburuk seiring
waktu berjalan, tanggul-tanggul dan bendungan sangat mungkin mengalami rembesan
atau kegagalan yang dahsyat akibatnya. Keuntungan yang dicari dalam manajemen
sungai seringkali "impas" bila dibandingkan dengan biaya-biaya sosial ekonomis yang
dikeluarkan dalam mitigasi efek buruk dari manajemen yang bersangkutan. Sebagai
contoh, di beberapa bagian negara berkembang, sungai telah dikungkung dalam
kanal-kanal sehingga dataran banjir yang datar dapat bebas dan dikembangkan. Banjir
dapat menggenangi pola pembangunan tersebut sehingga dibutuhkan biaya tinggi, dan
seringkali makan korban jiwa.

Banyak sungai kini semakin dikembangkan sebagai wahana konservasi habitat,


karena sungai termasuk penting untuk berbagai tanaman air, ikan-ikan yang
bermigrasi dan menetap, serta budidaya tambak, burung-burung, dan beberapa
jenis mamalia.
2.2 DEFINISI – DEFINISI TENTANG SUNGAI BERDASARKAN PP NO 38
TAHUN 2011
1. Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan
pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan
dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan.
2. Danau paparan banjir adalah tampungan air alami yang merupakan bagian dari
sungai yang muka airnya terpengaruh langsung oleh muka air sungai.
3. Dataran banjir adalah dataran di sepanjang kiri dan/atau kanan sungai yang
tergenang air pada saat banjir.
4. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan,
memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
5. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan
ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan
batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas
daratan.
6. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam
satuatau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya
kurang dari atau sama dengan 2.000 Km2 (dua ribu kilo meter persegi).
7. Banjir adalah peristiwa meluapnya air sungai melebihi palung sungai.
8. Bantaran sungai adalah ruang antara tepi palung sungai dan kaki tanggul
sebelah dalam yang terletak di kiri dan/atau kanan palung sungai.
9. Garis sempadan adalah garis maya di kiri dan kanan palung sungai yang
ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai.
10. Masyarakat adalah seluruh rakyat Indonesia, baik sebagai orang perseorangan,
kelompok orang, masyarakat adat, badan usaha, maupun yang berhimpun
dalam suatu lembaga atau organisasi kemasyarakatan.
11. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
12. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang sumber daya air.
2.3 PENGERTIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
2.3.1 DAERAH ALIRAN SUNGAI

Gambar 2.3.1 Konsep Pengaliran


DAS adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh
punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk
ekmudian menyalurkan ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut
dinamakan daerah tangkapan air (DTA atau catchment area) yang merupakan suatu
ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air, dan
vegetasi alam).
2.3.2 PENGELOLAAN DAS
Adalah suatu formulasi dan implemetasi kegiatan atau program yang bersifat
manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat didaerah aliran sungai untuk
memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya keruskan
sumberdaya air dan tanah. Dan mempunyai arti sebagai pengelolaan dan alokasi
sumberdaya alam di daerah aliran sungai termasuk pencegahan banjir dan erosi, serta
perlindungan nilai keindahan yang berkaitan dengan sumberdaya alam. Termasuk
dalam pengelolaan DAS adalah identifikasi keterkaitan antar tatab guna lahan, tanah
dan air, dan keterkaitan antar daerah hulu dan hilir suatu DAS. Pengelolaan DAS
perlu mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan
yang beroperasi di dalam dan di luar daerah aliran sungai yang bersangkutan.
Gambar 2.3.2 Konsep Penggunaan Lahan dalam suatu DAS

2.3.3 KONSEP PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN DALAM KONTEKS


DAS (Sustainable Development)
1. Pengelolaan DAS dan konservasi tanah dan air merupakan “alat” untuk tercapainya
pembangunan sumberdaya air dan tanah yang berkelanjutan.
2. Pengelolaan sumberdaya alam yang tidak memeadai (pada skala DAS) telah
menyebabkan degradasi tanah dan air, dan pada gilirannya, menurunkan
tingkat kemakmuran rakyat pedesaan.
3. Penyebab utam tidak memadainya cara pengelolaan sumberdaya alam tersebut diatas
seringkaliberkaitan dengan kurangnya pemahaman keterkaitan biogeofisik
anatara daerah hulu-hilir DAS sehingga produk kebijaksanaan yang dihasilkan
tidak atau kurang memadai untukdijadikan landasan pengelolaan DAS.
4. Adanya ketidaksesuaian antara batas alamiah (ekologi) dan batas administratif
(politik) suatu DAS seringkali menjadi kendala bagi tercapainya usaha
pengelolaan DAS yang komprehensif dan efektif. Tantangan kebijakan dalam
pengelolaan DAS yang cukup mendesak adalah mengusajan tercapainya
keselarasan persepsi antara dia sisi pandang tersebut di atas.
5. Oleh karenanya, kebijakan pengelolaan DAS yang peerlu dibuat dan dilaksanakan,
anatara lain, yang mendorong semua factor yang terlibat dalam aktivitas
pengelolaan sumberdaya alam pada skala DAS saling menyadari dampak apa
yang akan ditimbulkan oleh aktivitis dini terhadap gejala-gejala terjadinya
degradasi lingkungan dan tindakan perbaikan yang diperlukan dapat segera
dilaksanakan.
2.3.4 BATASAN DAS
Batas DAS adalah punggung perbukitan yang membagi satu DAS dengan
DAS lainnya (Gambar 1).

Gambar 2.3.4. Skema sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS).

Karena air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah
sepanjang lereng maka garis batas sebuah DAS adalah punggung bukit sekeliling
sebuah sungai. Garis batas DAS tersebut merupakan garis khayal yang tidak bisa
dilihat, tetapi dapat digambarkan pada peta.

Batas DAS kebanyakan tidak sama dengan batas wilayah administrasi.


Akibatnya sebuah DAS bisa berada pada lebih dari satu wilayah administrasi. Ada
DAS yang meliputi wilayah beberapa negara (misalnya DAS Mekong), beberapa
wilayah kabupaten (misalnya DAS Brantas), atau hanya pada sebagian dari suatu
kabupaten.
Tidak ada ukuran baku (definitif) suatu DAS. Ukurannya mungkin bervariasi
dari beberapa hektar sampai ribuan hektar. DAS Mikro atau tampungan mikro (micro
catchment) adalah suatu cekungan pada bentang lahan yang airnya mengalir pada
suatu parit. Parit tersebut kemungkinan mempunyai aliran selama dan sesaat sesudah
hujan turun (intermitten flow) atau ada pula yang aliran airnya sepanjang tahun
(perennial flow). Sebidang lahan dapat dianggap sebagai DAS jika ada suatu titik
penyalur aliran air keluar dari DAS tersebut.

2.4 LANDASAN HUKUM MENGENAI SUNGAI DAN PEMANFAATANNYA


2.4.1 Umum
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan


di Daerah

3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran


Negara Tahun 1974 Nomor 65

4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air

5. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai

6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai

7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

2.4.1 Khusus :
1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor
12,
2. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian
Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 24, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3409);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai

4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik


Indonesia Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan
Sungai dan Garis Sempadan Danau.

2.5 KONSEP PEMBANGUNAN SUNGAI DENGAN KONSEP ECHO HIDRAULIC

Dalam kasus pembangunan sungai di beberapa negara industri maju seperti


Amerika, Jepang, Jerman, Belanda, dan beberapa negara Eropa lainnya telah
mengalami tiga dekade/ tahap pengelolaan sungai, yaitu tahap pembangunan sungai
(River Development), tahap mengalami dan mempelajari dampak pembangunan
sungai yang dilakukan sebelumnya (Impact of River Development) dan tahap
merestorasi atau merenaturalisasi sungai-sungai yang telah dibangun sebelumnya
(River Restoration). Konsep pembangunan sungai tahap pertama pada umumnya
bersifal parsial hidraulik murni sedangkan konsep pada tahap terakhir bersifat integral
Ekohidraulik. Indonesia, sebagian besar metode pembangunan sungainya masih
menggunakan metode tahap pertama river development atau hidraulik murni.

2.5.1 PEMBANGUNAN SUNGAI DENGAN KONSEP HIDRAULIKA MURNI

Konsep pembangunan hidraulika murni tidak mempertimbangkan aspek


ekologi dan dampak yang akan terjadi setelah pembangunan. Metode ini telah
merubah penampakan alami dan alur alamiah sungai menjadi buatan yang berbentuk
trapesium dengan alur relatif lurus.

Beberapa pembangunan sungai yang dilakukan dengan konsep hidraulika


murni antara lain koreksi sungai (river correction) atau normalisasi sungai berupa
pelurusan, sudetan, penyempitan alur, penyederhanaan tampang sungai. Kegiatan
lainnya adalah koreksi dan rekayasa sungai pada pembangunan transportasi sungai,
regulasi sungai, proteksi tebing, pengerukan, dan penaikkan elevisi muka air.
Pembangunan hydropower plan, bendungan, bendung, pencabangan, dan
penggenangan termasuk ke dalam kegiatan koreksi dan rekayasa sungai. Sebagian
besar dari tebing-tebing sungai dan daerah bantaran atau sempadan sungai hilang
karena pelurusan-pelurusan, sudetan, pembuatan tanggul, dan pertalutan.

1. Pelurusan sungai

Tujuan dari pelurusan sungai ini adalah untuk mengurangi banjir lokal, meningkatkan
kebersihan kawasan, memperpendek lintasan transortasi, kemudahan navigasi
transportasi sungai dan pembangunan hydropower plan. Dengan beda tinggi yang
sama dan panjang alur yang lebih pendek, akan menghasilkan slope yang lebih besar
sehingga kecepatan aliran tinggi. Indikasi dampak negatif dari pelurusan sungai ini
adalah retensi tahanan aliran berkurang, peningkatan sedimentasi di daerah hilir, dan
erosi di daerah hulu. Pemendekkan berdampak menurunkan tingkat peresapan (waktu
untuk meresap ke dalam tanah) yang mengakibatkan banjir di hilir dan kekeringan
(saat musim kemarau), sehingga konservasi air di hulu rendah.

2. Penyudetan

Sudetan adalah usaha menyudet sungai yang bermeander di tempat-tempat tertentu,


sehingga air sungai tersebut tidak melewati meander lagi, namun melintas langsung
melewati saluran sudetan baru. Tujuannya adalah untuk mempercepat aliran air
menuju ke hilir sekaligus mendapatkan tanah untuk pertanian serta mengurangi banjir
lokal. Indikasi dampak negatif dari sudetan adalah retensi tahanan aliran berkurang,
peningkatan banjir dan sedimentasi di daerah hilir, dan erosi di daerah hulu.
Terjadinya exbow buatan yang terisolir sehingga menyebabkan ekosistem mati,
menjadi sarang nyamuk, dan pembuangan sampah, bahkan menjadi wilayah
pemukiman.

3. Pembuatan bendung

Pembuatan bendung merupakan salah satu rekayasa di sungai untuk mengatur muka
air sungai dan alur sungai. Indikasi dampak dari kegiatan ini adalah percepatan arus,
erosi, dan sedimentasi di berbagai lokasi. Diperlukan pemeliharaan secara intensif dan
terus-menerus.

4. Proteksi tebing
Proteksi tebing adalah rekayasa sungai untuk memperkuat tebing dari gaya
gelombang yang disebabkan oleh kapal atau dari arus sungai. Indikasi dampak negatif
yang timbul akibat perkerasan tebing adalah terjadinya kepunahan ekologi sempadan
sungai karena kondisi habitat ekosistemnya berubah total. Tumbuh-tumbuhan
sepanjang pinggir sungai dihilangkan diganti dengan pasangan batu kosong atau isi.

5. Penyempitan alur

Penyempitan alur merupakan usaha/pembangunan sungai yang merubah tampang


melintang sungai alamiah menjadi alur dengan tampang teknis yang sempit.
Penyederhanaan profil tampang sungai menjadi berbentuk trapesium atau segiempat.
Profil ini dibuat dengan tujuan mempermudah pemeliharaan, mendrain kawasan,
membersihkan kawasan, dan juga mempermudah hitungan hidroliknya. Dampak
negatifnya adalah berkurangnya retensi alur sungai, rusaknya ekologi sungai, dan
menurunnya konservasi air.

6. Pembuatan tanggul

Pembuatan tanggul memanjang sungai adalah rekayasa teknik hidro dengan tujuan
untuk membatasi limpasan atau luapan air sungai, sehingga banjir dapat dihindari.
Namun kelemahannya adalah apabila terjadi kegagalan tanggul akan mengarah
kepada jebolnya tanggul akibat rembesan karena bocoran konstruksi lapisan kedap air
dan over tapping. Selain itu, bangunan ini tidak mampu menahan genangan yang
relatif lama (lebih dari 2 hari).

7. Pengerukan alur sungai

Pengerukan adalah rekayasa sungai yang dilakukan untuk memperbaiki alur dan
tampang melintang sungai untuk pelayaran. Indikasi dampak pengerukan ini adalah
penurunan resistensi alur sungai karena biasanya dilakukan jika di tengah-tengah
sungai ada pulai gundukan pasir elemen sungai lainnya termasuk vegetasi tepi sungai
tranportasi sungai.

8. Pembangunan bendungan
Bertujuan membendung air sehingga didapatkan sejumlah volume air yang bisa
digunakan untuk keperluan tertentu (misal memutar turbin kaitannya dengan
pembangkit tenaga listrik, pengairan, konservasi dan rekreasi). Indikasi dampak
negatif dari pembangunan bendung ini adalah interupsi ekologi sungai (misal fish
migration) dan interupsi transport sedimen sungai. Akibatlain dari pembuatan
bendung atau bendungan melintang sungai adalah terjadinya penggenangan
(inundating) di bagian hulu bangunan, berkurangnya areal hutan atau pertanian yang
signifikan, meningkatnya asam akibat pembusukan vegetasi dalam air, terjadi
instabilitas angkutan sedimen sepanjang alur sungai terutama di hilir.

2.5.2 PEMBANGUNAN SUNGAI DENGAN KONSEP EKOHIDRAULIKA

Konsep ekohidrolika merupakan konsep pembangunan sungai integratif yang


berwawasan lingkungan. Dalam konsep ini, sungai didefinisikan sebagai suatu sistem
keairan terbuka yang padanya terjadi interaksi antara faktor biotis dan abiotis yaitu
flora dan fauna disatu sisi dan hidraulika air dan sedimen disisi yang lain, serta
seluruh aktivitas manusia yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan
sungai.

Gambar 1. Integralistik komponen ekologi-hidraulik (profil sungai)


Aktivitas yang dilakukan dengan konsep ini antara lain adalah restorasi sungai
(river restoration), repitalisasi sungai (river revitalisation) atau renaturalisasi sungai
(river renaturalisation). Maksud dari pembangunan sungai integratif dengan wawasan
lingkungan tersebut adalah pembangunan sungai dengan memperhatikan faktor biotik
(seluruh makhluk hidup-ekologi) dan abiotik (seluruh komponen fisik-hidraulik) yang
ada di wilayah sungai. Beberapa aktivitas yang terkait dengan konsep ini antara lain :

1. Aktivitas peningkatan retensi sungai dilakukan dengan berbagai cara. Salah


satunya dengan menanami kembali bantaran-bantaran sungai yang dulunya
sudah dibersihkan atau diratakan pada saat pelurusan sungai. Vegetasi di
sepanjang sungai tersebut akan dapat menurunkan kecepatan air mengalir ke
arah hilir sekaligus menghidupkan dinamika sungai serta deversifikasi
kecepatan, kedalaman air, turbulensi aliran dll.
2. Dalam rangka meningkatkan ruang retensi sepanjang alur sungai, sehingga
dapat menurunkan banjir di hilir maka dilakukan peningkatan retensi bantaraan
sepanjang alur sungai dengan cara membuka lahan-lahan pinggir sungai yang
secara geografis dapat dikembangkan menjadi kolam konservasi semi-ilmiah.
3. Mengembalikan kondisi dinamik sungai dengan cara menanami daerah
bantaran sungai yang hilang vegetasinya. Disamping itu juga dapat melakukan
penggalian-penggalian sungai yang telah diluruskan dibuat berkelok-kelok lagi.
Cara lain dengan membuat pulau-pulau buatan di tengah sungai. Dengan ini
maka kecepatan aliran air akan berkurang, arus air akan terbendung secara tidak
permanen. Muka air akan naik di bagian hulu dan di hilir turun serta timbul
loncat air di beberapa tempat. Hal ini akan meningkatkan intensitas dinamik
sungai. Cara yang lainnya adalah dengan membuat krib-krib sepanjang alur
sungai yang sudah diluruskan secara berseling, sehingga terjadi proses
perubahan dari alur lurus ke alur yang berkelok-kelok.
4. Dengan menerapkan re-meandering, maka akan terbentuk struktur morfologi
sungai yang dinamis yang padanya terdapat daerah erosi dan endapan, daerah
dengan kecepatan tinggi, sedang dan rendah bahkan sangat rendah. Di samping
itu juga terdapat daerah bantaran sungai yang lebar yang secara periodis dan
dinamis mendapat suplai air dan nutrisi ekologis dari hulu. Dengan restorasi ini,
maka didapat berbagai keuntungan antara lain :
1. Alur sungai tidak teratur tersebut dapat meretensi aliran air, sehingga tendensi
banjir di hilir bisa dikurangi.

2. Menurunkan kecepatan aliran air, sehingga erosi di berbagai tempat di sungai


ini bisa dihindari

3. Flora dan fauna tumbuh kembali menuju komposisi flora dan fauna alamiah
semula.

1. Pembukaan lagi sungai-sungai lama yang telah ditutup untuk menambah


kemampuan retensi air pada waktu banjir, sekaligus untuk menghidupkan
kembali ekosistem sungai lama yang telah mati, meningkatkan konservasi lain,
menurunkan kecepatan air, mengurangi resiko banjir hilir dan meningkatkan
kualitas ekosistem dan menghidupkan kembali sungai lama.
2. Menstabilkan muka air tanah dengan cara memperbanyak ruang retensi
alamiah di bagian hulu dan meningkatkan resapan air hujan ke tanah dengan
cara memperbanyak daerah tangkapan air hujan yang dilindungi.
3. Metode bioengineering sebagai usaha untuk menggunakan komponen vegetasi
(tanaman-tanaman dan di sepanjang bantaran sungai) untuk menanggulangi
longsoran dan erosi tebing sungai dan kerusakan bantaran sungai lainnya.
Metode yang murah dan mempunyai sustainibilitas yang tinggi.
4. Konsep drainase ramah lingkungan dengan cara mengalirkan kelebihan air (air
hujan) dengan cara meresapkan air ke dalam tanah, menyimpan dipermukaan
tanah untuk menjaga kelembaban udara dan mengalirkan ke sungai secara
proporsional sehingga tidak tidak menyebabkan tambahan beban banjir di
sungai.
2.5.3 CONTOH PERMASALAHAN PEMBANGUNAN SUNGAI DENGAN
KONSEP EKOHIDRAULIKA
Pola pembangunan persungaian dengan model pelurusan, sudetan, dan
pembuatan tanggul telah dilakukan oleh negara-negara Eropa dan Amerika awal tahun
1800-an sampai tahun 1980-an yang lalu. Karena memang model pembangunan
wilayah sungai di Indonesia meniru model yang dilakukan di Eropa. Kasus yang
sangat terkenal di dunia persungaian internasional adalah pembangunan dan restorasi
Sungai Rhine di Jerman dan juga Sungai Kissitnmee di Florida Amerika Serikat.
Sungai Rhine dan anak-anak sungainya mulai tahun 1800-an sampai tahun 1980-an
telah diadakan pelurusan, sudetan, pembuatan tanggul, serta penghilangan retensi
aliran sepanjang sungai secara besarbesaran. Aktivitas ini dulu dilakukan salah
satunya bertujuan untuk menanggulangi banjir-banjir kecil lokal di Sungai Rhine.
Langkah ini terbukti sekarang justru sebaliknya mengakibatkan banjir-banjir besar
yang hampir setiap tahunnya melanda kota-kota di sepanjang Sungai Rhine, seperti
kota Bonn, Koln, Mainz, dan kota-kota bagian hilir sungai lainnya. Juga di berbagai
daerah di sepanjang Sungai Rhine terjadi erosi dasar sungai yang disebabkan oleh
peningkatan kecepatan air akibat aktivitas tersebut.

Gambar 2.5.3.1 Sungai Rhine Jerman

Gambar 2.5.3.2 Banjir melanda kota disepanjang sungai rhine

Erosi dasar sungai ini mengancam keselamatan jembatan-jembatan yang ada


di sepanjang Sungai Rhine dan juga menyebabkan longsornya/ tergerusnya tebing-
tebing sungai di berbagai tempat. Dari kacamata lingkungan hidup, dampak
negatifnya adalah terjadinya penurunan yang sangat drastis pada jumlah serta
keragaman flora dan fauna sepanjang Sungai Rhine. Dengan diketahuinya berbagai
dampak negatif tersebut, maka di Jerman sekarang ini diadakan proyek besar-besaran
dengan dana yang sangat besar untuk mengembalikan sungai-sungai yang telah
diluruskan sejauh mungkin ke kondisi semula. Hal yang sama juga dilakukan oleh
Amerika Serikat. Pemerintah negara bagian Florida terpaksa harus rela mengeluarkan
dana tidak kurang dari US$ 2.000.000.000, untuk mengembalikan Sungai Kissimmee
ke kondisi naturnya (alamiahnya).
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN

1. Sungai adalah air tawar dari sumber alamiah yang mengalir dari tempat yang
lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah dan menuju atau bermuara ke laut,
danau atau sungai yang lebih besar.

2. Batas DAS kebanyakan tidak sama dengan batas wilayah administrasi.


Akibatnya sebuah DAS bisa berada pada lebih dari satu wilayah administrasi.
Ada DAS yang meliputi wilayah beberapa negara (misalnya DAS Mekong),
beberapa wilayah kabupaten (misalnya DAS Brantas), atau hanya pada
sebagian dari suatu kabupaten.

3. Konsep ekohidrolika merupakan konsep pembangunan sungai integratif yang


berwawasan lingkungan. Aktivitas yang dilakukan dengan konsep ini antara
lain adalah restorasi sungai (river restoration), repitalisasi sungai (river
revitalisation) atau renaturalisasi sungai (river renaturalisation).

4. Akibat dari konsep pembangunan dengan konsep ekohidrolik di sungai Rhine,


terjadi erosi dasar sungai ini mengancam keselamatan jembatan-jembatan
yang ada di sepanjang Sungai Rhine dan juga menyebabkan longsornya/
tergerusnya tebing-tebing sungai di berbagai tempat. Dari kacamata
lingkungan hidup, dampak negatifnya adalah terjadinya penurunan yang
sangat drastis pada jumlah serta keragaman flora dan fauna sepanjang Sungai
Rhine.

Saran

1. Perlunya kajian lebih mendalam tetang konsep ekohidraulik yang terjadi di


sungai Rhine Jerman.

2. Dampak jangka pendek pada ekohiraulik sangat membatu namun dalam


jangka panajng sangat meruguikan ekosistem hal ini terjadi di sungai Rhine
Jerman.

3.
Daftar Pustaka

http://softilmu.blogspot.co.id/2014/07/pengertian-dan-jenis-jenis-sungai.htm di unduh
pada 26 Oktober 2015 jam 22.00
https://ifahlatifah87.wordpress.com/2012/04/12/keuntungan-perbaikan-sungai-
dengan-konsep-ekohidraulika/ di unduh pada 26 Oktober 2015 jam 22.00
https://bebasbanjir2025.wordpress.com/04-konsep-konsep-dasar/mimpi-tentang-das-
ciliwung/ di unduh pada 26 Oktober 2015 jam 22.00
Asdak,Chay., (2010).Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Gadjah Mada
University Press.Yogyakarta.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 28 Tahun 2015 Tentang Penetapan Garis
Sempadan Sungai
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 Tentang Sungai
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai

Anda mungkin juga menyukai