TINJAUAN PUSTAKA
6
7
faktorfaktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang
ditentukan, Lingkungan yang dapat membuat stress emosi atau gangguan fisik.
Kesehatan kerja menurut Flippo, dalam Mutiara, (2012) kesehatan kerja di
bagi menjadi dua, yaitu:
a. Physical Health
1) Preplacement physical examinations (pemeriksaan jasmani
prapenempatan)
2) Periodic physical examinations for all key personnel (pemeriksan
jasmani secara berkala untuk personalia)
3) Voluntary periodic physical examinations for all key personnel
(pemeriksan jasmani secara berkala secara sukarela untuk personalia)
4) A well-equipped and staffed medical dispensary (klinik medis yang
mempunyai staf dan perlengkapan yang baik)
5) Availability of trained industrial hygienists and madecal personnel
(tersedianya personalia medis dan ahli hygiene industry yang terlatih)
6) Systematic and preventive attention devoyed to industrial stresses and
strains (perhatikan yang sistematik dan prefentif yang dicurahkan pada
tekanan dan ketegangan industrial)
7) Periodic and systematic inspections of provisions for propersanitation
(pemeriksaan-pemeriksaan berkala dan sistematis atas ketentuan untuk
sanitasi yang tepat).
b. Mental Health (Kesehatan Mental)
1) Availability of psychiatric specialist and instructions (tersedianya
penyuluhan kejiwaan dan psikiater)
2) Coorperation with outside psychiatric specialist and instructions (kerja
sama dengan spesialis dan lembaga-lembaga psikiater dari luar
organisasi)
3) Education of company personnel concerning the nature and importance
of the mental health problem (pendidikan personalia perusahaan
sehubungan dengan hakikat dan pentingnya masalah kesehatan mental)
8
pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati
dengan jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka/nyata tampak (overt behavior)
Respon terhadap stimulus telah diaplikasikan dalam tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktek yang dapat mudah diamati dan dilihat oleh orang
lain.
c. Sikap
Sikap menggambarkan suka dan tidak suka seseorang terhadap objek.
Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang
paling deket. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang
lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu
terwudjud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa
alasan, antara lain:
1) Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi
saat itu.
2) Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada
pengalaman orang lain.
3) Dikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada
banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
4) Nilai (value), didalam suatu masyarakat apa pun selalu berlaku nilai-
nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan
hidup bermasyarakat.
d. Orang penting sebagai referensi Perilaku orang, lebih-lebih" perilaku anak
kecil, lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting.
Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau
perbuat cenderung untuk dicontoh. Untuk anak-anak sekolah misalnya,
maka gurulah yang menjadi panutan perilaku mereka. Orang-orang yang
dianggap penting ini sering disebut kelompok referensi (reference group),
antara lain guru, alim ulama, kepala adat (suku), kepala desa, dan
sebagainya.
e. Sumber-sumber daya (resources) Sumber daya di sini mencakup fasilitas-
fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua itu berpengaruh
terhadap perilaku seseorang atau kelompok masyarakat. Pengaruh sumber-
sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif.
Misalnya pelayanan Puskesmas, dapat berpengaruh positif terhadap
perilaku penggunaan Puskesmas tetapi juga dapat berpengaruh sebaliknya.
f. Kebudayaan (culture) kebiasan, nilai-nilai, tradisi-tradisi . sumber-sumber
didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of
16
berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada
perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.
b. Apabila stimulus telah mendapatkan perhatian dari organisme (diterima)
maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses selanjutnya.
c. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka
stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut
(perubahan perilaku).
Proses perubahan perilaku ini berdasarkan teori S-O-R dapat digambarkan sebagai
berikut :
Sumber : E Scot Geller, (2001).Working Safe. Lewis Publisher Bo Ration London. New York
Washington, D.C, hlm 24
II.7.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya) (Notoatmodjo, 2010). Menurut Notoatmodjo (2010) Pengetahuan
seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.
Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu :
a. Tahu (know)
Diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur
bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan- pertanyaan.
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang lain.
d. Analisa (analisys)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen
yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum
atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-
komponen pengetahuan yang dimiliki.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.
22
II.7.2 Persepsi
Menurut Slameto (2010:102) pengertian persepsi adalah proses yang
berkaitan dengan masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia, melalui
persepsi manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya.
Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu indera pengelihat, pendengar,
peraba, perasa, dan pencium. Perilaku seseorang didasarkan oleh persepsi mereka
mengenai apa relitas itu, bukan mengenai realitas itu sendiri. Faktor Faktor yang
mempengaruhi persepsi menurut Robbins 1991 dalam Putra 2014 yaitu :
a. Pelaku persepsi
Bila seseorang individu memandang pada suatu target dan mencoba
menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sarat dipengaruhi oleh
karakteristik-karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individual itu.
Diantara karakteristik pribadi yang relevan yang mempengaruhi persepsi
adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, dan penghargaan
b. Target
Karakteristik-Karakteristik dalam target yang akan diminati dapat
mempengaruhi apa yang di persepsikan. Orang-orang yang keras
suaranya lebih mungkin untuk diperhatikan dalam suatu kelompok
daripada mereka yang diam. Karena target tidak dipandang dalam
keadaan terpencil, hubungan suatu target dengan latar belakangnya
mempengaruhi persepsi, seperti kecenderungan kita untuk
mengelompokkan benda-benda yang berdekatan atau yang mirip.
c. Situasi
Situasi adalah konteks dimana kita melihat objek-objek atau peristiwa-
peristiwa. Unsur-unsur dalam lingkungan sekitar mempengaruhi
persepsi-persepsi kita. Waktu adalah dimana suatu objek objek atau
peristiwa itu dilihat dapat mempengaruhi perhatian, sepeti juga lokasi,
cahaya, panas, atau setiap jumlah faktor situasional.
23
II.7.3 Motivasi
Dalam pengertian umum, motivasi dikatakan sebagai kebutuhan yang
mendorong perbuatan kearah suatu tujuan tertentu. Batasan mengenai motivasi
sebagai “ The process by which behavior is energized and directed” (suatu proses,
dimana tingkah laku tersebut di pupuk dan diarahkan) para ahli psikologi
memberikan kesamaan antara motif dengan needs (dorongan, kebutuhan). Dari
batasan diatas, dapat disimpulkan bahwa motif adalah yang melatar belakangi
individu untuk berbuat mencapai tujuan tertentu. Dan Menurut Stephen P. Robbins
dan Timothy A. Judge mendefinisikan motivasi (Motivation) sebagai proses yang
menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan seseorang individu untuk mencapai
tujuannya.
Sedangkan menurut Filmore H. Stanford, mengatakan motivasi sebagai suatu
kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu.
Menurut Robert A. Baron, motivasi dapat pula dikatakan sebagai energi untuk
membangkitkan dorongan dalam diri (drive aurosal). Bila suatu kebutuhan tidak
terpuaskan, timbul drive dan aktivitas individu untuk merespon perangsang
24
II.7.4 Pengawasan
Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan
terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki.
Agar pengawasan berhasil maka manajer haurs melakukan kegiatan kegiatan
pemeriksaan, pengecekkan, pencocokan, inspeksi pengendaliam dan berbagai
tindakan yang sejenis dengan itu, bahkan perlu mengatur dan mencegah
sebelumnya terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya yang akan terjadi.
(Sarwono 2005 dalam ayu 2014)
Pengawasan merupakan fungsi yang penting dalam manajemen kegiatan agar
kegiatan yang dilakukan dapat berjalan sesuai harapan sehingga tujuan kegiatan
tersebut dapat tercapai secara efektif dan efisien. Dalam upaya mewujudkan
keselamatan dan kesehatan kerja, perlu dilakukan pengawasan yang intensif dari
berbagai pihak baik internal perusahaan maupun eksternal perusahaan.
Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan kerja dilakukan mulai dari Skala
Perusahaan, skala pekerja, hingga seluruh peralatan dan alat produksi dalam proses
produksi. Di Indonesia, masalah pengawasan K3 hampir menjadi permasalahan di
berbagai daerah karena beberapa faktor seperti kurangnya tenaga pengawas.
Dalam data yang disajikan oleh Kementrian Tenaga Kerja tahun 2012,
terdapat 14 kategori yang menjadi objek pengawasan K3 antara lain hubungan
kerja, waktu kerja dan waktu istirahat, pengupahan, jamsostek, penempatan dan
pelatihan, pesawat uap dan bejana tekan, pesawat angkat angkut, pesawat tenaga
dan produksi, kelistrikan dan lift, pencegahan kebakaran, kesehatan kerja,
konstruksi bangunan, lingkungan kerja, kimia. Secara keseluruhan di tahun 2012,
jumlah obyek pengawasan yang diawasi sebanyak 349.325 obyek dengan jumlah
pengawas sebanyak 2.917 di seluruh Indonesia.
Tujuan pengawasan adalah memastikan bahwa tujuan dan target sesuai
dengan kebutuhan, memastikan bahwa pekerja dapat menanggulangi kesulitan
yang mereka temui, meningkatkan motivasi, membantu meningkatkan
keterampilan dan kemampuannya. Supervisi juga dapat diartikan sebagai kegiatan
dari proses pengendalian yang menempatkan tindakan lanjut kegiatan untun
memastikan agar pelaksanaan tugas sesuai dengan rencana dan waktu yang telah
ditetapkan (Depkes RI, 2012)
26
Faktor pengawasan menjadi salah satu faktor yang penting untuk menunjang
terwujudnya visi nasional dan terwudjudnya budaya K3.
Dalam buku Grimaldi and Simonds, Ada beberapa hal yang harus diperiksa
pada saat melakukan pengawasan, yaitu :
a. Keadaan peralatan dan mesin yang digunakan
b. Letak peralatan
c. Kemungkinan masih adanya kondisi bahaya
d. Lorong dan jalan yang dilalui
e. Penataan material
f. Apakah pekerja mengikuti peraturan yang ada
Untuk dapat mewujudkan budaya kesehatan dan keselamatan kerja, dalam
PER.05/MEN/1996 dijelaskan bahwa perlu ada kontribusi dan komitmen dari
masyarakat khususnya perusahaan dan tenaga kerja itu sendiri. Peningkatan
keselamatan dan kesehatan kerja akan efektif apabila semua pihak dalam
perusahaan didorong untuk berperan serta dalam penerapan dan pengembangan
Sistem Manajemen K3, serta memiliki budaya perusahaan yang mendukung dan
memberikan kontribusi bagi Sistem Manajemen K3. Oleh sebab itu, pengawasan
menjadi salah satu bentuk fungsi yang dapat mewujudkan budaya kesehatan dan
keselamatan kerja karena dengan adanya pengawasan, pemerintah dapat menjaga
agar setiap perusahaan tetap menjalankan sistem manajemen kesehatan dan
keselamatan agar tingkat kecelakaan kerja yang terjadi bisa semakin berkurang
sehingga kesehatan dan keselamatan kerja dapat benarbenar membudaya di seluruh
lapisan masyarakat.
27
II.7.5 Peraturan
Peraturan merupakan dokumen tertulis yang mendokumentasikan standar,
norma, dan kebijakan untuk perilaku yang diharapkan. Peraturan memiliki peran
besar dalam menentukan perilaku selamat yang mana dapat diterima
(Sialagan,2008 dalam putra 2014).
Secara umum, HFACS (Human Factor analysis and Clasification system)
mengklasifikasikan tindakan tidak selamat (Unsafe act) menjadi kesalahan (erors)
dan pelanggaran (violations). Kesalahan adalah representasi dari suatu aktivitas
mental dan fisik seseorang yang gagal dalam mencapai tujuan. Pelanggaran disisi
lain mengacu pada niat.
Notoatmodjo 2012 menyebutkan salah satu strategi perubahan perilaku
adalah dengan menggunakan kekuatan dan kekuasaan misalnya peraturan-
peraturan dan perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh anggota masyarakat.
Cari ini menghasilkan perubahan perilaku yang cepat, akan tetapi perubahan
tersebut belum tentu akan berlangsung lama karena perubahan perilaku yang terjadi
tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri.
Peraturan keselamatan akan lebih efektif jika dibuat dalam bentuk tertulis,
dikomunikasikan dan didiskusikan dengan seluruh pekerja yang akan terlibat dalam
suatu pekerjaan tersebut. Hubungan antara peraturan keselamatan dan konsekuensi
yang diterima akibat pelanggaran dapat didiskusikan bersama dengan pekerja lain.
Pekerja akan diminta untuk mentandatangani pernyataan bahwa mereka telah
membaca dan memahami peraturan tersebut dan juga mendapatkan penjelasan
tengtang konsekuensi yang akan diterima jika pekerja tidak menaati peraturan yang
sudah ada. Ketika pekerja itu dilibatkan dalam perumusan peraturan, mereka akan
lebih memahami dan mau mengikuti peraturan tersebut
28
II.7.6 Pelatihan K3
Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu faktor yang
menjadi kontrol atas tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja. Akan tetapi,
segi pelatihan terlihat tidak memiliki peranan penting dalam penerapan keselamatan
dan kesehatan kerja di lapangan.(Stemmer,dalam Murti 2012).
Terdapat 2 jenis pelatihan dalam buku perspektif manajemen sumber daya
manusia Nakamura, 2005 yang mengemukakan bahwa terdapat 2 jenis pelatihan
yaitu :
a. Pelatihan yang wajib
Dilakukan oleh pekerja level manajerial dan no manajerial yang biasanya
merupakan hal yang wajib untuk diikuti oleh setiap pekerja. Biasanya
pekerja yang baru masuk menjalankan pelatihan seperti ini.
b. Pelatihan yang pilih
Pelatihan yang dilakukan berdasarkan masukan dari perusahaan atau
departemen tertentu untuk meningkatkan kemampuan pekerjaanya.
Namun, dimungkinkan pula pekerja dari departemen lain untuk mengikuti
pelatihan yangdiselenggarakan oleh departemen ini.
Proses evaluasi terhadap hasil pelatihan terus dilakukan oleh perusahaan
karena hasil evaluasi tersebutlah yang nantinya akan menjadi bahan pertimbangan
untuk pemberian repitisi ( pengulangan) pelatihan atau tidak (Nakamura, 2005)
Berdasarkan Undang-Undang RI No 1 Tahun 1970 bahwa pengurus atau
pimpinan tempat kerja berkewajiban menyediakan alat pelindung diri (APD) untuk
para pekerja dan para pekerja berkewajiban memakainAPD dengan tepat dan benar.
Tujuan dari penerapan Undang-Undang ini adalah untuk melindungi pekerja dari
tepaparnya bahaya di tempat kerja dan penyakit akibta kerja yang akan merugikan
pekerja dan mengganggu aktifitas kerja.
29