Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Keselamatan Kerja


Menurut Purnama, (2010). Keselamatan kerja secara filosofi diartikan
sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan
baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada
umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai
suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja
Menurut (Wilson 2012). Keselamatan Kerja adalah perlindungan atas
keamanan kerja yang dialami pekerja baik fisik maupun mental dalam lingkungan
pekerjaan.
Sedangkan menurut Slamet (2012), Keselamatan kerja dapat diartikan
sebagai keadaan terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan. Dengan kata
lain keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang harus dilakukan selama
bekerja, karena tidak yang menginginkan terjadinya kecelakaan di dunia ini.
Keselamatan kerja sangat bergantung .pada jenis, bentuk, dan lingkungan dimana
pekerjaan itu dilaksanakan.

II.2 Kesehatan kerja


Kesehatan kerja merupakah hal yang sangat penting untuk meningkatkan
keuntungan bagi pekerja maupun perusahaan, karena dengan adanya kesehatan
yang baik maka akan berkurangnya pekerja yang absen karena sakit, dan
lingkungan kerja dapat lebih menyenangkan dan pekerja akan mampu bekerja lebih
lama sehingga akan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Berbagai definisi
kesehatan kerja menurut para ahli antara lain:
Menurut Mangkunegara (2004) dalam Minati (2015) kesehatan kerja
menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa
sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Resiko kesehatan merupakan

6
7

faktorfaktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang
ditentukan, Lingkungan yang dapat membuat stress emosi atau gangguan fisik.
Kesehatan kerja menurut Flippo, dalam Mutiara, (2012) kesehatan kerja di
bagi menjadi dua, yaitu:
a. Physical Health
1) Preplacement physical examinations (pemeriksaan jasmani
prapenempatan)
2) Periodic physical examinations for all key personnel (pemeriksan
jasmani secara berkala untuk personalia)
3) Voluntary periodic physical examinations for all key personnel
(pemeriksan jasmani secara berkala secara sukarela untuk personalia)
4) A well-equipped and staffed medical dispensary (klinik medis yang
mempunyai staf dan perlengkapan yang baik)
5) Availability of trained industrial hygienists and madecal personnel
(tersedianya personalia medis dan ahli hygiene industry yang terlatih)
6) Systematic and preventive attention devoyed to industrial stresses and
strains (perhatikan yang sistematik dan prefentif yang dicurahkan pada
tekanan dan ketegangan industrial)
7) Periodic and systematic inspections of provisions for propersanitation
(pemeriksaan-pemeriksaan berkala dan sistematis atas ketentuan untuk
sanitasi yang tepat).
b. Mental Health (Kesehatan Mental)
1) Availability of psychiatric specialist and instructions (tersedianya
penyuluhan kejiwaan dan psikiater)
2) Coorperation with outside psychiatric specialist and instructions (kerja
sama dengan spesialis dan lembaga-lembaga psikiater dari luar
organisasi)
3) Education of company personnel concerning the nature and importance
of the mental health problem (pendidikan personalia perusahaan
sehubungan dengan hakikat dan pentingnya masalah kesehatan mental)
8

II.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Tingkah laku individu dalam berinteraksi dengan lingkungan kerja yang
secara khusus berhubungan dengan terbentuknya perilaku selamat yang dapat
meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja dan terbentuknya perilaku tindakan
tidak selamat dalam bekerja yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja.
(Winarsunu dalam Kani 2014)
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu pemekirian dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga
kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk
menuju masyarakat adil dan makmur. (Mangkunegara dalam Putra 2014)
Suatu upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesejahteraan
fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja yang disebabkan oleh
kondisi pekerjaan, perlindungan pekerja dalam penempatan dan pemeliharaan
pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang diadaptasikan dengan kapabilitas
fisiologi dan psikologi; dan diiringkaskan sebagai adaptasi pekerjaan kepada
manusia dan setiap manusia kepada jabatannya (ILO)

II.4 Pengertian Kecelakaan Kerja


Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dengan hubungan kerja,
termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan
yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan
pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Bahwa suatu kasus
dinyatakan kasus kecelakaan kerja apabila terdapat unsur paksa yaitu cedera pada
tubuh manusia akibat suatu peristiwa atau kejadian (seperti terjatuh, terpukul,
tertabrak dan lain-lain) (Kepmenakertrans No 609 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja).
Adapun pengertian menurut (Suma’mur dalam Pertiwi 2012), Kecelakaan
kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan kegiatan pada perusahaan, yang
berarti bahwa kecelakaan yang terjadi dikarenakan oleh pekerjaan dan pada waktu
melakukan pekerjaan serta kecelakaan yang terjadi pada saat perjalanan ke dan dari
tempat kerja.
9

II.3 Perilaku Manusia


II.3.1 Pengertian Perilaku
Perilaku merupakan hasil dari pada segala macam pengalaman serta interaksi
manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap
dan tindakan. perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus
yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya (Notoatmodjo, 2012). Manjamen
Sumber Daya Manusia mengemukakan bahwa perilaku seseorang ditentukan pula
oleh berbagai konsekuensi eksternal dari perilaku tindakannya. Artinya berbagai
faktor luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan bahkan mengubah
perilakunnya.
(Skinner dalam Notoatmodjo 2012) Mengemukakan bahwa perilaku
merupakan hasil hubungan antara perangsang dan respon. Ia membedakan adanya
2 respon yakni :
a. Respondent Respon atau reflexive,
Ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan semacam ini
disebut elicting stimuli karena menimbulkan respon-respon yang relatif
tetap, misalnya makanan lezat menimbulkan keluarnya air liur, cahaya
yang kuat akan menyebabkan mata tertutup dan sebagainya.
b. Operant Response atau Instrumental response
Ialah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang
tertentu, perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli dan reinforce
karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respon yang
telah dilakukan oleh sebab itu, perangsangan yang demikian itu mengikuti
atau memperkuat suatu perilaku tertentu yang telah dilakukan.

II.3.2 Bentuk Perilaku


Dikemukakan oleh (Skinner dalam Notoadmodjo 2012), maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Perilaku tertutup/terselubung (covert behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus masih dalam bentuk terselubung atau
tertutup. Respon dan reaksi terhadapn stimulus ini masih terbatas pada
perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi
10

pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati
dengan jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka/nyata tampak (overt behavior)
Respon terhadap stimulus telah diaplikasikan dalam tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktek yang dapat mudah diamati dan dilihat oleh orang
lain.

II.3.3 Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku


Bentuk-bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi. Bentuk-bentuk
perubahan perilaku menurut (WHO dalam Notoadmodjo 2012), terbagi menjadi
tiga kelompok, yaitu:
a. Perubahan alamiah (natural change)
Perubahan alamiah yang dimaksud yaitu bahwa manusia selalu berubah.
Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila
dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik, atau
sosial budaya dan ekonomi, maka anggota masyarakat di dalamnya juga
akan mengalami perubahan.
b. Perubahan terencana (Planned change)
Perubahan terencana terjadi karena perubahan perilaku ini terjadi karena
memang direncanakan sendiri oleh subjek. Sehingga, hanya subjek itu
sendiri yang ingin dan dapat mengubahnya.
c. Kesediaan untuk berubah (readdiness to change)
Kelompok ke tiga ini akan terjadi apabila terjadi suatu inovasi atau
program pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi
adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau
perubahan tersebut.
11

II.4 Teori Perilaku


II.4.1 Teori ABC (Sulzer, Azaroff, Mayer: 1977)
Teori ABC atau lebih dikenal dengan model ABC ini mengungkapkan bahwa
perilaku adalah merupakan suatu proses dan sekaligus hasil interaksi antara :
Antecedent, Behavior, Consequences.
a. Antecedent
Antecendent adalah suatu pemicu (trigger) yang menyebabkan seorang
berperilaku, yakini kejadian-kejadian dilingkungan kita. Antecedent ini
dapat berupa alamiah (Hujan, angin, cuasa, dan sebagainya), dan buatan
manusia atau “man made” (interaksi dan komunikasi dengan orang lain).
b. Behaviour
Reaksi atau tindakan terhadap adanya “antecedent” atau pemicu tersebut
yang berasal dari lingkungan.
c. Consequences
Kejadian selanjutnya yang mengikuti perilaku atau tindakan tersebut
(konsekuensi). Bentuk konsekuensi:
1) Positif (Menerima), berarti akan mengulang perilaku tersebut.
2) Negatif (Menolak), berarti akan tidak mengulang perilaku tersebut
(berhenti).

II.4.2 Teori “Reason Action”


Teori ini dikembangkan oleh Fesbein dan Ajzen (1980), maka juga teori
“Fesbein-Ajzen” menekankan pentingnya peranan dari “intention” atau niat
sebagai alasan atau faktor penentu perilaku. Selanjutnya niat ini ditentukan oleh:
a. Sikap, penilaian yang menyeluruh terhadap perilaku atau tindakan yang
akan diambil.
b. Norma Subjektif, kepercayaan terhadap pendapat orang lain apakah
menyetujui atau tidak menyetujui tentang tindakan yang akan diambil
tersebut.
c. Pengendalian perilaku, bagaimana persepsi terhadap konsekuensi atau
akibat dari perilaku yang akan diambilnya.
12

II.4.3 Teori Lawrence Green


(Lawrence Green dalam Notoatmodjo 2012) menganalisis perilaku manusia
terkait masalah kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat
dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor
diluar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya faktor perilaku itu sendiri
terbentuk dari 3 faktor yaitu :
a. Prediposing factors (faktor dari diri sendiri) adalah faktor faktor yang
mendahului perilaku untuk menetapkan pemikiran ataupun motivasi yang
terdiri dari pengetahuan, sikap, persepsi, nilai, keyakinan, dan sebagainya.
b. Enabling factors (faktor pemungkin) adalah kemampuan dari sumber daya
yang diperlukan untuk membentuk perilaku. Faktor pemungkin terdiri dari
fasilitas penunjang, pertauran dan kemampuan sumber daya.
c. Reinforcing factors (faktor penguat) adalah faktor faktor yang
memungkinkan pekerja untuk berprilaku dalam bekerja, terwujud dalam
bentuk pengawasan yang dilakukan oleh pengawas dan supervisor, reward
dan punisment serta rekan kerja.
Model ini secara matematis dapat digambarkan sebagai berikut:

Sumber: Green et al, 1980. Health Education Planning

Gambar 1 Tiga Kategori Faktor yang Berkontribusi Terhadap Perilaku


Kesehatan
13

II.4.4 Teori “Behavior Intention”


Teori ini dikembangkan oleh Snehendu Kar (1980) berdasarkan analisisnya
terhadap niatan orang bertindak atau berperilaku. Kar mencoba menganalisis
perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari:
a. Niat seseorang untuk bertindak (behavior intention)
b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social suport)
c. Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas
kesehatan (accessebility of information)
d. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan
atau keputusan (personal autonomy)
e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action
situation). Secara matematis model ini dirumuskan sebagai berikut:

Sumber: Notoatmodjo 2012

Gambar 2 Snehandu Kar Model 1988


14

II.4.5 Teori Thought and Feeling


Tim kerja dari organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (1984) menganalisis
bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah karena adanya 4
alasan pokok. Secara matematis determinan perilaku menurut WHO dapat
diilustrasikan sebagai berikut

Sumber : (WHO model 1990)

Gambar 3 Teori Thought and Feeling

Notoadmodjo (2012) dalam buku Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan


mengemukakan bahwa tim kerja dari WHO menganalisis yang menyebabkan
seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya empat alasan pokok .
Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling), yakni dalam bentuk
pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian
seseorang terhadap objek.
a. Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang
lain.
b. Kepercayaan
Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang
menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu.
15

c. Sikap
Sikap menggambarkan suka dan tidak suka seseorang terhadap objek.
Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang
paling deket. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang
lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu
terwudjud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa
alasan, antara lain:
1) Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi
saat itu.
2) Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada
pengalaman orang lain.
3) Dikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada
banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
4) Nilai (value), didalam suatu masyarakat apa pun selalu berlaku nilai-
nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan
hidup bermasyarakat.
d. Orang penting sebagai referensi Perilaku orang, lebih-lebih" perilaku anak
kecil, lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting.
Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau
perbuat cenderung untuk dicontoh. Untuk anak-anak sekolah misalnya,
maka gurulah yang menjadi panutan perilaku mereka. Orang-orang yang
dianggap penting ini sering disebut kelompok referensi (reference group),
antara lain guru, alim ulama, kepala adat (suku), kepala desa, dan
sebagainya.
e. Sumber-sumber daya (resources) Sumber daya di sini mencakup fasilitas-
fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua itu berpengaruh
terhadap perilaku seseorang atau kelompok masyarakat. Pengaruh sumber-
sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif.
Misalnya pelayanan Puskesmas, dapat berpengaruh positif terhadap
perilaku penggunaan Puskesmas tetapi juga dapat berpengaruh sebaliknya.
f. Kebudayaan (culture) kebiasan, nilai-nilai, tradisi-tradisi . sumber-sumber
didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of
16

life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk


dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat
bersama

Sumber: Notoatmodjo 2010

Gambar 4 WHO Model 1990

II.5 Teori Perubahan Perilaku


II.5.1 Teori Stimulus-Organisme (SOR)
Teori ini berdasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan
perilaku tergantung pada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan
organisme. Artinya, kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya
kredibelitas, kepemimpinan, gaya berbicara, sangat menentukan keberhasilan
peruahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.
(Hosland, et al dalam Notoadmodjo 2012), mengatakan bahwa perubahan
perilaku pada hakikatnya adalah sama dengan proses belajar. Proses perubahan
perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari :
a. Stimulus (rangsang) yang diberikan kepada organisme dapat diterima atau
ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti
stimulus itu tidak efektif didalam mempengaruhi perhatian individu dan
17

berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada
perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.
b. Apabila stimulus telah mendapatkan perhatian dari organisme (diterima)
maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses selanjutnya.
c. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka
stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut
(perubahan perilaku).

Proses perubahan perilaku ini berdasarkan teori S-O-R dapat digambarkan sebagai
berikut :

Sumber : Notoadmojo 2012

Gambar 5 Teori S-O-R

II.5.2 Teori Perubahan Perilaku E Scot Geller


Menurut Galler menyatakan bahwa perubahan perilaku seseorang dapat
dilakukan secara internal yaitu (Persepsi, sikap, nilai-nilai, kepercayaan, perasaan,
pemikiran, kepribadian, perhatian) dengan berusaha mengubah cara berpikir
sehingga diharapkan dapat mengubah cara berpikir sehingga diharapkan dapat
mengubah perilaku, atau secara eksternal yaitu (pelatihan, pengawasan, peraturan,
pemenuhan) dengan berusaha mengubah perilaku sehingga diharapkan dapat terjadi
18

perubahan cara berpikir. Galler mengklasifikasikan penyebab perilaku menjadi dua


faktor seperti pada gambar dibawah ini

Sumber : E Scot Geller, (2001).Working Safe. Lewis Publisher Bo Ration London. New York
Washington, D.C, hlm 24

Gambar 6 Faktor Perubahan Perilaku Menurut Galler (2001)

Pendekatan ini merupakan gabungan dari pendekatan perilaku dan


pendekatan individu, dimana tindakan selamat seorang pekerja sangat dipengaruhi
oleh faktor internal maupun faktor eksternalnya.

II.6 Perilaku tidak Selamat


Difinisi perilaku berbahaya menurut beberapa ahli yang juga dikutip dari
Winarsunu (2010) antara lain:
1. Kavianian (1990) adalah kegagalan dalam mengikuti peresyaratan dan
prosedur prosedur kerjayang benar sehingga menyebabkan terjadinya
kecelakaan kerja.
2. Ramsey, seperti yang dikutip oleh Mc Cormick (1992) adalah suatu
kesalahan dalam tahap tahap persepsi, mengenali, memutuskan,
menghindari dan kemampuan menghindari bahaya.
19

3. Lawton (1998) mendefinisikan prilaku berbahaya adalah kesalahan


kesalahan dan pelanggaran pelanggaran dalam bekerja yang dapat
menyebabkan kecelakaan kerja.
Dapat disimpulkan sesuai dengan beberapa definisi diatas bahwa prilaku
berbahaya adalah tindakan tidak aman dalam bekerja yang sangat potensial
menyebabkan kecelakaan kerja karena gagal mengikuti prosedur kerja yang telah
ditentukan didukung pula dengan ketidakmampuan mengenali dan memutuskan
menghindari bahaya secara benar.
Dalam buku Bird dan Germain (1990) yang berjudul Pratical Loss Control
Leadership, Perilaku tidak selamat adalah perilaku yang dapat mengizinkan
terjadinya suatu kecelakaan atau insiden. Perilaku tidak selamat merupakan salah
satu penyebab langsung terjadinya kecelakaan. Jenis jenis perilaku tidak selamat
yaitu:
a. Menurut Frank E. Bird Germain dalam teori Loss Causation Model
(Germain dalam Putra 2014), menyatakan bahwa jenis-jenis perilaku tidak
selamat, yaitu :
1) Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
2) Gagal dalam memberi peringatan
3) Gagal dalam menyelamatkan
4) Bekerja dengan kecepatan yang berbahaya
5) Membuat alat keselamatan tidak berfungsi
6) Menghilangkan alat pengaman
7) Menggunakan peralatan yang rusak
8) Menggunakan peralatan yang tidak sesuai
9) Tidak menggunakan APD dengan benar
10) Pengisian yang tidak sesuai, dll.
b. Menurut HW. Heinrich dalam Septiana 2014, perilaku tidak selamat terdiri
dari :
1) Mengoperasikan peralatan dengan kecepatan yang tidak sesuai
2) Mengoperasikan peralatan yang bukan haknya
3) Menggunakan peralatan yang tidak pantas
4) Menggunakan peralatan yang tidak benar
20

5) Membuat peralatan safety menjadi tidak berfungsi


6) Kegagalan untuk memperingatkan karyawan lain, dll.

II.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Perilaku Tidak Selamat


Menurut Sanders (1993) prilaku berbahaya terjadi melalui tiga fase yang
bekerja secara bertahap, yaitu:
a. Tingkat manajemen
Manajemen sangat mempengaruhi terbentuknya tindakan tidak
aman. Diantarannya dengan tidak tegasnya program kesehatan dan
keselamatan kerja di perusahaan dan perawatan terhadap mesin mesin
yang digunakan.
b. Aspek aspek lingkungan fisik, psikologis, dan sosiologis dari pekerjaan
Lingkungan fisik seperti tempratur ruang kerja, taraf kebisingan,
iluminasi, kelembabpan dan tata letak ruang kerja, desain peralatan seperti
control, display, kesesuaian, peringatan terhadap bahaya, bahaya aliran
listrik, bahaya mesin dan lain lain. Sedangkan lingkungan sosial dan
psikologis seperti norma kelompok, komunikasi antar kelompok,
semangat kerja, serikat pekerja, dan sebagainya. Aspek aspek lingkungan
fisik, psikologis, dan sosiologis dari pekerjaan akan mempengaruhi tingkat
kelelahan, konsentrasi dan keleluasaan ruang gerak pekerja.
c. Individu
Karakteristik individu dapat mempengaruhi prilakunya dalam
bekerja. Unsur unsur karakteristik antara lain, taraf kemampuan,
kesadaran, pengalaman, training, kepribadian, kemampuan fisik, usia,
fatigue atau kelelahan, motivasi, kecanduan, kecerdasan, kepuasan kerja,
dan sebagainya.
Ketiga fase tersebut saling mempengaruhi, fase pertama mempengaruhi fase kedua
dan fase kedua mempengaruhi fase ketiga (Winarsunu,2010)
21

II.7.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya) (Notoatmodjo, 2010). Menurut Notoatmodjo (2010) Pengetahuan
seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.
Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu :
a. Tahu (know)
Diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur
bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan- pertanyaan.
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang lain.
d. Analisa (analisys)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen
yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum
atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-
komponen pengetahuan yang dimiliki.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.
22

II.7.2 Persepsi
Menurut Slameto (2010:102) pengertian persepsi adalah proses yang
berkaitan dengan masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia, melalui
persepsi manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya.
Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu indera pengelihat, pendengar,
peraba, perasa, dan pencium. Perilaku seseorang didasarkan oleh persepsi mereka
mengenai apa relitas itu, bukan mengenai realitas itu sendiri. Faktor Faktor yang
mempengaruhi persepsi menurut Robbins 1991 dalam Putra 2014 yaitu :
a. Pelaku persepsi
Bila seseorang individu memandang pada suatu target dan mencoba
menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sarat dipengaruhi oleh
karakteristik-karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individual itu.
Diantara karakteristik pribadi yang relevan yang mempengaruhi persepsi
adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, dan penghargaan
b. Target
Karakteristik-Karakteristik dalam target yang akan diminati dapat
mempengaruhi apa yang di persepsikan. Orang-orang yang keras
suaranya lebih mungkin untuk diperhatikan dalam suatu kelompok
daripada mereka yang diam. Karena target tidak dipandang dalam
keadaan terpencil, hubungan suatu target dengan latar belakangnya
mempengaruhi persepsi, seperti kecenderungan kita untuk
mengelompokkan benda-benda yang berdekatan atau yang mirip.
c. Situasi
Situasi adalah konteks dimana kita melihat objek-objek atau peristiwa-
peristiwa. Unsur-unsur dalam lingkungan sekitar mempengaruhi
persepsi-persepsi kita. Waktu adalah dimana suatu objek objek atau
peristiwa itu dilihat dapat mempengaruhi perhatian, sepeti juga lokasi,
cahaya, panas, atau setiap jumlah faktor situasional.
23

Sumber: Stephen P Robbins, Perilaku Organisasi

Gambar 7 Faktor–Faktor Mempengaruhi Persepsi

II.7.3 Motivasi
Dalam pengertian umum, motivasi dikatakan sebagai kebutuhan yang
mendorong perbuatan kearah suatu tujuan tertentu. Batasan mengenai motivasi
sebagai “ The process by which behavior is energized and directed” (suatu proses,
dimana tingkah laku tersebut di pupuk dan diarahkan) para ahli psikologi
memberikan kesamaan antara motif dengan needs (dorongan, kebutuhan). Dari
batasan diatas, dapat disimpulkan bahwa motif adalah yang melatar belakangi
individu untuk berbuat mencapai tujuan tertentu. Dan Menurut Stephen P. Robbins
dan Timothy A. Judge mendefinisikan motivasi (Motivation) sebagai proses yang
menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan seseorang individu untuk mencapai
tujuannya.
Sedangkan menurut Filmore H. Stanford, mengatakan motivasi sebagai suatu
kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu.
Menurut Robert A. Baron, motivasi dapat pula dikatakan sebagai energi untuk
membangkitkan dorongan dalam diri (drive aurosal). Bila suatu kebutuhan tidak
terpuaskan, timbul drive dan aktivitas individu untuk merespon perangsang
24

(incentive) dalam tujuan yang diinginkan. Pencapaian tujuan akan menjadikan


individu merasa puas
Tentunya setiap orang memiliki motivasi tersendiri saat melakukan suatu
pekerjaan. Motivasi adalah proses-proses psikologi yang dapat menyebabkan
adanya stimulasi, kegigihan, serta arahan terhadap kegiatan yang dilakukan
seseorang dengan sukarela pada suatu tujuan tertentu.
Menurut motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan
mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah
kepada tercapainya tujuan tertuntu. Dalam buku siagian 2004 berjudul manajemen
sumber daya manusia , motivasi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang
bersifat internal maupun external. Termasuk faktor-faktor internal adalah :
a. Persepsi seseorang mengenai diri sendiri.
b. Harga diri
c. Harapan pribadi
d. Kebutuhan
e. Keinginan
f. Kepuasan kerja
g. Prestasi kerja yang diinginkan
Sedangkan faktor-faktor eksternal yang turut mempengaruhi motivasi seseorang
antara lain :
a. Jenis pekerjaan
b. Kelompok kerja dimana seseorang bergabung
c. Organisasi tempat kerja
d. Situasi lingkungan pada umumnya
e. Sistem imbalam yang berlaku dan cara penerapannya
25

II.7.4 Pengawasan
Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan
terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki.
Agar pengawasan berhasil maka manajer haurs melakukan kegiatan kegiatan
pemeriksaan, pengecekkan, pencocokan, inspeksi pengendaliam dan berbagai
tindakan yang sejenis dengan itu, bahkan perlu mengatur dan mencegah
sebelumnya terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya yang akan terjadi.
(Sarwono 2005 dalam ayu 2014)
Pengawasan merupakan fungsi yang penting dalam manajemen kegiatan agar
kegiatan yang dilakukan dapat berjalan sesuai harapan sehingga tujuan kegiatan
tersebut dapat tercapai secara efektif dan efisien. Dalam upaya mewujudkan
keselamatan dan kesehatan kerja, perlu dilakukan pengawasan yang intensif dari
berbagai pihak baik internal perusahaan maupun eksternal perusahaan.
Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan kerja dilakukan mulai dari Skala
Perusahaan, skala pekerja, hingga seluruh peralatan dan alat produksi dalam proses
produksi. Di Indonesia, masalah pengawasan K3 hampir menjadi permasalahan di
berbagai daerah karena beberapa faktor seperti kurangnya tenaga pengawas.
Dalam data yang disajikan oleh Kementrian Tenaga Kerja tahun 2012,
terdapat 14 kategori yang menjadi objek pengawasan K3 antara lain hubungan
kerja, waktu kerja dan waktu istirahat, pengupahan, jamsostek, penempatan dan
pelatihan, pesawat uap dan bejana tekan, pesawat angkat angkut, pesawat tenaga
dan produksi, kelistrikan dan lift, pencegahan kebakaran, kesehatan kerja,
konstruksi bangunan, lingkungan kerja, kimia. Secara keseluruhan di tahun 2012,
jumlah obyek pengawasan yang diawasi sebanyak 349.325 obyek dengan jumlah
pengawas sebanyak 2.917 di seluruh Indonesia.
Tujuan pengawasan adalah memastikan bahwa tujuan dan target sesuai
dengan kebutuhan, memastikan bahwa pekerja dapat menanggulangi kesulitan
yang mereka temui, meningkatkan motivasi, membantu meningkatkan
keterampilan dan kemampuannya. Supervisi juga dapat diartikan sebagai kegiatan
dari proses pengendalian yang menempatkan tindakan lanjut kegiatan untun
memastikan agar pelaksanaan tugas sesuai dengan rencana dan waktu yang telah
ditetapkan (Depkes RI, 2012)
26

Faktor pengawasan menjadi salah satu faktor yang penting untuk menunjang
terwujudnya visi nasional dan terwudjudnya budaya K3.
Dalam buku Grimaldi and Simonds, Ada beberapa hal yang harus diperiksa
pada saat melakukan pengawasan, yaitu :
a. Keadaan peralatan dan mesin yang digunakan
b. Letak peralatan
c. Kemungkinan masih adanya kondisi bahaya
d. Lorong dan jalan yang dilalui
e. Penataan material
f. Apakah pekerja mengikuti peraturan yang ada
Untuk dapat mewujudkan budaya kesehatan dan keselamatan kerja, dalam
PER.05/MEN/1996 dijelaskan bahwa perlu ada kontribusi dan komitmen dari
masyarakat khususnya perusahaan dan tenaga kerja itu sendiri. Peningkatan
keselamatan dan kesehatan kerja akan efektif apabila semua pihak dalam
perusahaan didorong untuk berperan serta dalam penerapan dan pengembangan
Sistem Manajemen K3, serta memiliki budaya perusahaan yang mendukung dan
memberikan kontribusi bagi Sistem Manajemen K3. Oleh sebab itu, pengawasan
menjadi salah satu bentuk fungsi yang dapat mewujudkan budaya kesehatan dan
keselamatan kerja karena dengan adanya pengawasan, pemerintah dapat menjaga
agar setiap perusahaan tetap menjalankan sistem manajemen kesehatan dan
keselamatan agar tingkat kecelakaan kerja yang terjadi bisa semakin berkurang
sehingga kesehatan dan keselamatan kerja dapat benarbenar membudaya di seluruh
lapisan masyarakat.
27

II.7.5 Peraturan
Peraturan merupakan dokumen tertulis yang mendokumentasikan standar,
norma, dan kebijakan untuk perilaku yang diharapkan. Peraturan memiliki peran
besar dalam menentukan perilaku selamat yang mana dapat diterima
(Sialagan,2008 dalam putra 2014).
Secara umum, HFACS (Human Factor analysis and Clasification system)
mengklasifikasikan tindakan tidak selamat (Unsafe act) menjadi kesalahan (erors)
dan pelanggaran (violations). Kesalahan adalah representasi dari suatu aktivitas
mental dan fisik seseorang yang gagal dalam mencapai tujuan. Pelanggaran disisi
lain mengacu pada niat.
Notoatmodjo 2012 menyebutkan salah satu strategi perubahan perilaku
adalah dengan menggunakan kekuatan dan kekuasaan misalnya peraturan-
peraturan dan perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh anggota masyarakat.
Cari ini menghasilkan perubahan perilaku yang cepat, akan tetapi perubahan
tersebut belum tentu akan berlangsung lama karena perubahan perilaku yang terjadi
tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri.
Peraturan keselamatan akan lebih efektif jika dibuat dalam bentuk tertulis,
dikomunikasikan dan didiskusikan dengan seluruh pekerja yang akan terlibat dalam
suatu pekerjaan tersebut. Hubungan antara peraturan keselamatan dan konsekuensi
yang diterima akibat pelanggaran dapat didiskusikan bersama dengan pekerja lain.
Pekerja akan diminta untuk mentandatangani pernyataan bahwa mereka telah
membaca dan memahami peraturan tersebut dan juga mendapatkan penjelasan
tengtang konsekuensi yang akan diterima jika pekerja tidak menaati peraturan yang
sudah ada. Ketika pekerja itu dilibatkan dalam perumusan peraturan, mereka akan
lebih memahami dan mau mengikuti peraturan tersebut
28

II.7.6 Pelatihan K3
Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu faktor yang
menjadi kontrol atas tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja. Akan tetapi,
segi pelatihan terlihat tidak memiliki peranan penting dalam penerapan keselamatan
dan kesehatan kerja di lapangan.(Stemmer,dalam Murti 2012).
Terdapat 2 jenis pelatihan dalam buku perspektif manajemen sumber daya
manusia Nakamura, 2005 yang mengemukakan bahwa terdapat 2 jenis pelatihan
yaitu :
a. Pelatihan yang wajib
Dilakukan oleh pekerja level manajerial dan no manajerial yang biasanya
merupakan hal yang wajib untuk diikuti oleh setiap pekerja. Biasanya
pekerja yang baru masuk menjalankan pelatihan seperti ini.
b. Pelatihan yang pilih
Pelatihan yang dilakukan berdasarkan masukan dari perusahaan atau
departemen tertentu untuk meningkatkan kemampuan pekerjaanya.
Namun, dimungkinkan pula pekerja dari departemen lain untuk mengikuti
pelatihan yangdiselenggarakan oleh departemen ini.
Proses evaluasi terhadap hasil pelatihan terus dilakukan oleh perusahaan
karena hasil evaluasi tersebutlah yang nantinya akan menjadi bahan pertimbangan
untuk pemberian repitisi ( pengulangan) pelatihan atau tidak (Nakamura, 2005)
Berdasarkan Undang-Undang RI No 1 Tahun 1970 bahwa pengurus atau
pimpinan tempat kerja berkewajiban menyediakan alat pelindung diri (APD) untuk
para pekerja dan para pekerja berkewajiban memakainAPD dengan tepat dan benar.
Tujuan dari penerapan Undang-Undang ini adalah untuk melindungi pekerja dari
tepaparnya bahaya di tempat kerja dan penyakit akibta kerja yang akan merugikan
pekerja dan mengganggu aktifitas kerja.
29

II.8 Kerangka Teori


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam faktor-faktor
yang berhubungan dengan perilaku tidak selamat dalam bekerja di Terminal III PT
Pelabuhan Berdasarkan tinjauan pustaka, maka peneliti menentukan kerangka teori
sesuai tujuan penelitian. Teori Sanders (1993)
 Tingkat manajemen
Teori Thought and Feeling  Aspek lingkungan kerja
(WHO Model 1990)  Karakteristik Individu
- Tingkat pendidikan
 Pernah selamat dan - Usia
pertimbangan - Motivasi
 Orang sebagai - Pengalaman
referensi - Kelelahan
 Sumber daya - Masa kerja
 kebudayaan
Faktor Internal
(Galler, 2001)
Faktor Prediposisi Keadaan atau sifat:
(Green 1980)
 Pengetahuan  Persepsi
 Keyakinan  Sikap
 Nilai  Nilai-nilai
 Variabel tertentu  Kepercayaan
 Perasaan
Faktor pemungkin  Pemikiran
(Green 1980)  Kepribadian
 Ketersediaan
PERILAKU
sumber daya TIDAK Faktor eksternal
 Keterjangkauan SELAMAT (Galler,2001)
 keterampilan Perilaku :

Faktor Penguat  Pelatihan


(Green 1980)  Pengawasan
 Motivasi  Peraturan K3
 Kelurga  Pemenuhan
 Teman

Anda mungkin juga menyukai