Disusun Oleh
Fauzia Rahma Amalina /1041511069
Helina Dewi Nurfaizah /1041511076
Ifa Devina Krisaputri /1041511078
Ignatia Lusi Ardifa /1041511079
Ivan Novendra /1041511087
Guntur Wicaksono Putro /1041611176
I. DASAR TEORI
Larutan untuk mata adalah larutan steril yang dicampur dan dikemas untuk
dimasukkan ke dalam mata. Selain steril preparat tersebut memerlukan
pertimbangan yang cermat terhadap faktor-faktor farmasi seperti kebutuhan bahan
antimikroba, isotonisitas, dapar, viskositas dan pengemasan yang cocok.
(Ansel, 2008:541)
Obat mata digunakan untuk mencapai efek diagnostik dan terapetik lokal,
lainnya mereka berlaku untuk merealisasikan kerja farmakologis, yang
dibebaskan setelah berlangsungnya penetrasi bahan obat dalam jaringan-jaringan
yang terbatas, akan tetapi umumnya tetap terbatas pada mata.
(R.Voigt, 1995:523-524)
1. Sterilitas/miskin kuman
2. Jernih (bebas bahan melayang atau miskin bahan melayang)
3. Pengawetan
4. Tonisitas
5. Stabilitas
Selain itu juga penting artinya pengaturan nilai-nilai optimal (pendaparan)
dan pengaturan viskositas.
(R.Voigt,1995:524)
1. Sterilitas
semua larutan untuk mata harus dibuat steril jika diberikan dan bila
mungkin ditambahkan bahan pengawet yang cocok untuk menjamin sterilitas
selama pemakaian, larutan untuk mata yang dimaksudkan untuk digunakan
selama operasi atau pada mata yang terkena trauma, umumnya tidak mengandung
bahan pengawet, karena hal ini akan menyebabkan iritasi pada jaringan di dalam
mata. Larutan ini biasanya dikemas dalam wadah untuk dosis tunggal dan semua
larutan yang tidak dipakai harus dibuang.
Meskipun larutan untuk mata disterilkan dengan uap air mengalir dalam
otoklaf dalam wadah akhirnya, metode yang digunakan tergantung pada sifat
khusus dari sediaannya. Obat-obat tertentu yang dalam media asam termostabil
(tahan panas) dapat menjadi termolabil (tidak tahan panas) ketika didapar
mendekati kisaran pH fisiologis (kira-kira 7,4). Jika diinginkan pH yang lebih
tinggi, larutan obat yang belum didapar dapat dipanaskan dahulu dalam otoklaf
dan larutan dapar steril ditambahkan kemudian secara aseptis. Dengan
kekecualian garam basa kuat dengan asam lemah seperti natrium fluorescein atau
natrium sulfasetamid, larutan obat mata yang paling biasa yang disiapkan dalam
pembawa asam borat dapat disterilkan dengan aman pada 1210C selama 15 menit.
Larutan untuk mata yang digunakan pada mata dengan selaput kornea
yang utuh dapat dikemas dalam wadah dosis ganda. Meskipun steril, ketika
disalurkan setiap larutan ini harus mengandung bahan anti bakteri yang efektif
yang tidak mengiritasi atau campuran dari bahan-bahan tersebut untuk mencegah
berkembang atau masuknya mikroorganisme dengan tidak sengaja yang masuk
kedalam larutan, ketika wadah terbuka selama pemakaian. Pengawetan yang tepat
dan konsentrasi maksimum dari pengawet untuk tujuan ini termasuk: (a) 0,013%
benzalkonium klorida; (b) 0,01% benzetonium klorida; (c) 0,5% klorobutanol; (d)
0,004% fenilmerkuri asetat; (e) 0,004% fenilmerkuri nitrat;(f) 0,01% timerosal.
Setiap zat ini mempunyai syarat-syarat tertentu berkenaan dengan kestabilan,
tersatukan secara kimia dengan bahan lain dalam formulasi dan aktivitas
antibakteri. Sebagai contoh, klorobutanol terhidrolisis dan rusak pada temperatur
otoklaf. Kemudian hidrolisis dari klorobutanol terjadi pada panas yang cukup atau
perlahan-lahan pada temperatur kamar dengan pembentukan asam hidroklorida
yang tidak hanya memudahkan larutan terkena pertumbuhan mikroorganisme tapi
mungkin dapat mengubah pH dari larutan yang tidak didapar dan mengakibatkan
ketidakstabilan atau aktivitas fisiologis dari zat aktif berubah. Benzalkonium
klorida adalah salah satu pengawet larutan untuk mata, yang paling dapat
diandalkan, karena mempunyai aktivitas antimikroba dengan spektrum luas, tetapi
para ahli farmasi harus hati-hati ketidak cocokan dengan obat-obat anionik,
salisilat dan nitrat-nitrat dan untuk larutan yang berisi salah satu zat ini maka
harus dipakai salah satu pengawet seperti fenilmerkuri nitrat atau fenilmerkuri
asetat.
(Ansel, 2005:541-543)
(R.Voigt,1995:525)
3. Pengawetan
(R.Voigt,1995:526-527)
4. Tonisitas
Cairan air mata memiliki suatu tekanan osmotik yang nilainya sama
dengan darah dan cairan jaringan. Dia berjumlah 0,65-0,8 Mpa (6,5-8 atmosfer),
yang penurunan titik bekunya terhadap air dari Δ = 0,52 K atau konsentrasinya
sesuai dengan larutan natrium klorida dalam air 0,9%. Larutan hipertonis adalah
relatif dapat diterima daripada yang hipotonis. Larutan yang digunakan pada mata
luka atau mata yang telah di operasi sebaiknya isotonis. Untuk menyediakan
larutan mendekati isotonis maka sejumlah bahan obat yang telah ditentukan
dilarutkan dalam suatu medium isotonis atau sedikit hipotonis.
(R.Voigt,1995:527)
5. Pendaparan
Mirip seperti darah maka cairan mata juga menunjukkan kapasitas dapar,
yang tentu saja sedikit lebih rendah, oleh karena sistem yang terdapat pada darah
mengandung asam karbonat-hidrogen karbonat. pH mata sama seperti darah 7,4
akan tetapi dengan hilangnya karbondioksid dapat meningkat sampai nilai pH 8-9.
Pada pemberian tetesan biasa yang dipandang sebagai bebas rasa nyeri adalah
larutan dari nilai pH 7,3-9,7. Daerah pH 5,5-11,4 masih dapat diterima.
(R.Voigt,1995:528)
6. Viskositas
Tetes mata dalam air mempunyai kerugian yaitu dapat ditekan keluar oleh
pelupuk mata dari saluran konjunktival. Oleh karena itu maka kontaknya pada
mata menurun. Melalui peningkatan viskositas maka dapat dicapai suatu distribusi
yang lebih baik.
(R.Voigt,1995:529)
7. Wadah dan Penyimpanan
Tetes mata dapat diisikan dalam wadah takaran tunggal atau wadah
takaran ganda. Yang lebih baik untuk dipertimbangkan adalah wadah pemberian,
yang memungkinkan suatu pengambilan takaran pada pertukaran udara paling
minimal, artinya tanpa membuka wadah. Botol gelas mata yang dikonstruksi
sedemikian memiliki perlengkapan tetes mata yang terdiri dari ret atau bahan
buatan yang elastis, yang dioperasikan dengan takaran jari mengambil setetes
demi setetes cairan. Dalam waktu dewasa ini juga dijumpai penggunaan wadah
plastik untuk menyimpan tetes mata. Problem serupa ditemui juga pada daya guna
dari material penutup. Mereka sebaiknya tidak atau memiliki sedikit absorpsi
untuk bahan obat dan bahan pembantu dan tidak boleh memberikan bahan
pengendap kedalam larutan bahan obat. Selain itu, mereka harus dapat disterilisasi
tanpa memperhatikan sifat elastisitasnya, untuk mengurangi sorpsion dari bahan
pengawet, yang dapat menyebabkan suatu inaktivasi total, maka disarankan
tutupnya setelah dibersihkan dengan cermat dalam suatu larutan, yang
mengandung konsentrasi bahan pengawet yang dibutuhkan untuk menstabilkan
mirobial, dibiarkan pada suhu 1000C selama 30 menit.
(R.Voigt,1995:531-532)
(R.Voigt,1995:534)
II. PRAFORMULASI
1. Tinjauan farmakologi bahan obat
Memblokir aksi asetilkolin yang mengakibatkan relaksasi otot sfingter
kolinergis yang berasal dari iris, memblokir stimulasi kolinergik pada otot
siliaris akomodatif lensa. Efek antikolinergik dimata menghasilkan pelebaran
pupil (mydriasis) dan kelumpuhan akomodasi (cycloplegia).
(Medscape)
2. Tinjauan sifat fisika kimia bahan obat
a. Atropini Sulfas
Atropin Sulfas mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari
101,0% (C17H23NO3)2.H2SO4, dihitung terhadap zat anhidrat.
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak
berbau; mengembang diudara kering; perlahan-lahan terpengaruh oleh
cahaya.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam etanol,
terlebih dalam etanol mendidih; mudah larut dalam gliserin.
(Farmakope Indonesia ed IV, 1995: 115)
b. Atropin Sulfatis Guttae Ophtalmicae
Tetes mata Atropin Sulfat adalah larutan seril dari atropin sulfat dalam
air. Mengandung atropin sulfat, (C17H23NO3)2.H2SO4.H2O, tidak kurang
dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0% dari jumlah yang tertera pada
etiket. Dapat mengandung bahan stabilisator dan antimikroba yang
sesuai.
pH : antara 3,5 dan 6,0
(Farmakope Indonesia ed IV, 1995: 116)
c. Natrii Chloridum
Pemerian : Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur
putih, rasa asin.
Kelarutan : Mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam air
mendidih; larut dalam gliserin; sukar larut dalam etanol.
(Farmakope Indonesia ed IV, 1995: 584)
Stabilitas : Sangat higroskopis dan harus dilindungi dari kelembaban.
Konsentrasi : ≤ 0,9% sebagai pengisotonis
(Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th Edition : 637)
d. Benzalkonii Chloridum
Pemerian : Gel kental atau potongan seperti gelatin, putih atau putih
kekuningan. Biasanya berbau aromatic lemah. Larutan dalam air berasa
pahit, jika dikocok sangat berbusa dan biasanya sedikit alkali.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan etanol; bentuk anhidrat
mudah larut dalam benzena dan agak sukar larut dalam eter.
(Farmakope Indonesia ed IV, 1995: 130)
Stabilitas : Bersifat higroskopis dan mungkin dipengaruhi oleh
cahaya, udara dan bahan logam. Larutannya stabil pada rentang pH dan
rentang temperature yang lebar.
Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan aluminium, surfaktan
anionik, sitrat, kapas, fluoresin, hidrogen peroksida, hipromilar, iodida,
kaolin, lanolin, nitrat, surfaktan nonionik dalam konsentrasi tinggi,
permanganat, protein, salisilat, garam perak, sabun, sulfonamida, tartrat,
oksida seng, seng sulfat, beberapa campuran karet, dan beberapa
campuran plastik.
Konsentrasi : 0,01-0,02% w/v sebagai pengawet. Biasanya
dikombinasikan dengan 0,1% w/vdisodium edetat.
pH : 5-8 untuk 10% w/v larutan
(Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th Edition : 56)
e. Dinatrii Edetas
Pemerian : Serbuk hablur, putih.
Kelarutan : Larut dalam air.
(Farmakope Indonesia ed IV, 1995: 329)
Stabilitas : Disodium edetat bersifat higroskopis dan tidak
stabil bila terkena kelembaban
Inkompatibilitas : Disodium edetate bersifat sebagai asam lemah,
menggantikan karbon dioksida dari karbonat dan bereaksi dengan logam
membentuk hidrogen.
Konsentrasi : 0,005 dan 0,1% w/v sebagai pengelat
pH : 4,3-4,7 (1% b/v larutan dalam air bebas karbon
dioksida)
(Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th Edition : 242)
f. Aqua pro injection
Pemerian : Cairan, jernih, tidak berwarna, tidak berbau.
Kegunaan : sebagai pelarut
4. OTT : Dengan bromida, iodida, alkalis, asam tanat, kina dan garam
merkuri.(Martindale ed 28, 292)
5. Cara Penggunaan :
Sediaan tetes mata steril Atropin Sulfat digunakan dengan
meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar bola mata.
III. FORMULASI
1) Permasalahan dan penyelesaian
PERMASALAHAN PENYELESAIAAN
Larutan obat tetes mata harus isotonis Ditambahkan zat pengisotonis NaCl, karena
dengan cairan mata mampu membuat sediaan menjadi isotonis
dengan cairan mata, dan NaCl compatible
dengan bahan lainnya.
Zat akif atropin sulfat mudah larut Digunakan pembawa aqua pro injectio, karena
dalam air zat aktif mudah larut dalam pembawa air untuk
injeksi.
Zat aktif Atropin sulfat tidak stabil Digunakan botol tetes berpipet berwarna
terhadap cahaya coklat.
Tetes mata harus steril dan bebas Disaring dengan kertas saring terlebih dahulu
partikel asing untuk menghilangkan partikel kemudian
disaring kembali dengan membrane filter
steril untuk sterilisasi.
2) Formula
Formula Standar (Formularium Nasional hal 32)
Tiap 10 ml mengandung:
Atropini Sulfas 100 mg 1%
Natrii Chloridum 70 mg 0,77%
Benzalkonii Chloridum 2 𝜇𝑙 0.02%
Dinatrii Edetas 5 mg 0.05%
Aqua pro injectione ad 10 ml
Dosis 3-5x sehari 1-2 tetes
Perhitungan PTB
Bahan PTB
Atropini Sulfas 0,07
Natrii Chloridum 0,576
Benzalkonii Chloriduum 0,09
Dinatrii Edetas 0,13
Pengenceran
50 mg
4) Cara pembuatan dan evaluasi sediaan yang dibuat
Pembuatan sediaan tetes mata
(Ansel, 2005:447)
Evaluasi sediaan tetes mata
a) Uji Kejernihan
Diuji kejernihan dengan latar belakang hitam dan putih, bila perlu dengan
bantuan lampu.
b) Uji pH
Diambil beberapa tetes larutan tetes mata, diletakkan ke dalam plat tetes.
Dilihat pH sediaan.