Anda di halaman 1dari 16

I.

TUGAS
Membuat sediaan OTM (Obat Tetes Mata) yang mengandung Zink Sulfat

II. PENDAHULUAN
Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi V, obat mata tersedia dalam bebagai
bentuk sediaan, beberapa diantaranya memerlukan perhatian khusus. Bentuk
sediaannya diantara lain salep, larutan, dan suspensi. Lautan obat mata adalah
larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas
sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata.
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya ini termasuk sediaan mata. Sediaan
untuk mata meskipun tidak dimasukkan ke dalam rongga bagian dalam tubuh,
ditempatkan berhubungan dengan jaringan-jaringan yang sangat peka terhadap
kontaminasi. Oleh karena itu dibutuhkan standar sejenis sediaan untuk sediaan
obat mata (Lachman hal 1292)
Persyaratan formulasi preparat obat mata dengan zat aktif yang stabil secara
terapetis perlu membutuhkan: (Voight hal 522,Lachman hal 1317, Ansel hal
540-541)
1. Kejernihan (bebas atau miskin bahan melayang)
2. Tonisitas
3. Pengawet (multiple dose)
4. Steril atau bebas dari kontaminasi kimia, fisika (partikel), dan mikroba
5. Stabilitas (antioksidan yang sesuai dengan bahan yang digunakan agar
sediaan yang dibuat dalam keadaan isotonis)
6. Viskositas
7. Kemurnian bahan yang tinggi
8. Dapar sebagai pengaturan harga pH optimal

Zink sulfat merupakan zat aktif yang digunakan dalam percoban yang
mempunyai efek terapi dalam pengobatan inflamasi kronik pada kornea
konjugtivitas.(Martindale 28th hal 945)

Larutan obat mata digunakan dengan cara tetesan, dikemas dalam wadah gelas
atau plastik yang memiliki penetes. Larutan mata yang dikemas dengan penetes
yang tetap tidak mudah mendapatkan pencemaran dari udara, dari pada botol
jenis sekrup yang harus dibuka dan penetesnya harus dilepas ketika mau
meggunakannnya, dengan ini sterilitas larutan obat mata dapat terjaga dengan
baik. Bahan pengemas suatu larutan obat mata yaitu wadah pengemas yang tidak
mengganggu stabilitas dan kemanjuran preparat. (Ansel hal 553)
Cara pemakaian larutan obat mata dengan diteteskan pada mata atau sekeliling
jaringan dengan penetes. Alat penetes harus dipegang diatas mata dengan tangan
lainya, pasien menarik kelopak bawah mata ke arah bawah kemudian obat
diteteskan pada mata sambil melihat keatas. Pasien harus tetap diam selama
kurang lebih 30 detik sambil matanya tetap dalam keadaan terbuka. Setelah
penetes dipasang, pasien harus diperintahkan untuk tidak menutup mata rapat-
rapat atau berkedip-kedip lebih sering dari biasanya (yang dapat menyebabkan
hilangnya obat dari mata).(Ansel hal 554)

B. Teknologi Farmasi
Mata merupakan organ yang paling peka dari manusia. Oleh Karena itu
sediaan obat mata mensyaratkan kualitas yang lebih tajam. Tetes mata harus
efektif dan tersatukan secara fisiologis (bebas rasa nyeri, tidak merangsang)
dan steril. (Voight hal. 551)
Sterilitas merupakan persyaratan paling penting. Larutan oftalmik yang
dibuat secara tidak tepat dapat mengandung bermacam organisme, dan yang
paling berbahaya adalah Pseudomonas aeruginosa. Infeksi mata dari
organisme ini dapat menimbulkan kebutaan. Oleh sebab itu, sangat berbahaya
untuk meneteskan produk tidak steril ke dalam mata apabila kornea
mengalami pengikisan, misalnya Karena penggosokan mata. Partikel
partikulat dapat merangsang mata, menyebabkan rasa kurang menyenangkan
kepada pasien, dan kerena itu perlu dieliminasi (kecuali sediaan suspensi).
(Goeswin Agoes hal. 253)
Air mata manusia normal mempunyai pH 7.2 dengan kapasitas dapar yang
bagus tergantung dari sensitivitas kornea, larutan tanpa dapar dengan pH
antara 3.5 – 10.5 biasanya dapat di toleransi dengan sedikit ketidaknyamanan.
Di luar dari rentang pH ini biasanya terjadi iritasi mata dan meningkatkan
induksi lakrimasi, biasanya dengan larutan alkali. Idealnya, tetes mata di
formulasi dengan pH psikologi tetapi dalam pembuatan kelarutan obat atau
pertimbangan stabilitas seringnya penyimpang dari kondisi ideal. (Codex edisi
12 hal. 163)
Beberapa larutan obat mata perlu hipertonik untuk meningkatkan daya serap
dan menyediakan kadar bahan aktif yang cukup tinggi untuk menghasilkan
efek obat yang cepat dan efektif. Apabila larutan obat seperti ini digunakan
dalam jumlah kecil, pengenceran dengan air mata cepat terjadi hingga rasa
perih akibat hipertonisitas hanya sementara. Secara ideal, larutan obat mata
mempunyai pH dan isotonisitas yang sama dengan air mata. Hal ini tidak
selalu data dilakukan ksarena pada pH 7.4 banyak obat yang tidk laut dalam
air. Selain itu banyak obat yang tidak stabil pada pH 7.4. Dalam beberapa hal,
pH dapat berkisar antara 3.5 dan 8.5. (Farmakope Indonesia edisi IV hal.
13)

1. Persyaratan

Dalam memformulasikan sediaan untuk mata, baik secara industri maupun


“extemporer”, perlu diperhatikan sejumlah faktor, seperti tipe sediaan dan
cara penggunaannya, aktivitas dan stabilitas bahan aktif obat, pengaturan
tonisitas, pilihan metode sterilisasi, dan pengemasan untuk sediaan obat
mata yang dibuat. (Goeswin Agoes hal. 253)

2. Tonisitas

Air mata dan cairan tubuh lainnya menunjukkan tekanan osmotik setara
dengan larutan garam normal 0,9% NaCl. Mata dapat mentoleransi larutan
dengan rentang nilai tonisitas ekivalen dengan 0,5% sampai 1,6% larutan
natrium klorida tanpa menimbulkan rasa tidak nyaman. Tonisitas larutan
pencuci mata lebih penting daripada tetes mata Karena volume larutan
yang digunakan pada pencucian lebih besar (banyak). Pada pembuatan
larutan oftalmik, tonisitas dari larutan dapat disesuaikan (diatur) setara
dengan cairan lakrimal dengan cara penambahan solut yang sesuai, seperti
natrium klorida. Jika tekanan osmotik dari obat diperlukan berada pada
konsentrasi yang melebihi kesetaraan osmotik cairan mata, maka tidak ada
yang dapat dilakukan karena larutan bersifat hipertonis. Untuk larutan
hipotonik, dapat dibuat isotonik dengan menghitung zat tambahan yang
diperlukan. (Goeswin Agoes hal. 254)
Untuk meminimalisir iritasi pada jaringan yang sensitive di mata, larutan
optalmik seharusnya memiliki isotonik ideal dengan sekresi lakrimal,
secara teoritis obat tetes mata memiliki tonisitas yang ekuivalen dengan
0.9% larutan NaCl. Dalam prakteknya, mata biasanya ditoleransi dengan
rentang lebar pada tonisitas dan obat tetes mata normalnya bisa diterima
jika tonisitasnya berada pada rentang ekuivalen 0.7% dan 1.5% NaCl.
(Codex edisi 12 hal. 163)
Nilai isitonisitas cairan mata isotonik dengan darah dan mempunyai nilai
isotonisitas sesuai dengan larutan NaCl P 0.9%. secara ideal larutan obat
mata harus mempunyai nilai isotonis tersebut, tetapi mata tahan terhadap
nilai isotonis rendah yang setaradengan larutan NaCl P 0.6% dan tertinggi
setara dengan larutan NaCl P 2.0% tanpa gangguan nyata. (Farmakope
Indonesia edisi IV hal. 13)

3. Pengawet

Pada sediaan larutan oftalmik, kontaminan yang berbahaya adalah


Pseudomonas aeruginosa. Tidak ada pengawet atau campuran pengawet
yang dijamin dapat bekerja secara efektif terhadap semua bentuk
Pseudomonas. Pengawet yang digunakan khlorbutanol (1:200). Pengawet
tersebut stabil pada pH 5-6, dan hanya digunakan dalam larutan rentang
pH ini. (Goeswin Agoes hal. 256)

4. Kemasan
Larutan oftalmik yang dibuat ekstemporan dapat dikemas baik dalam botol
polietilen berpentes maupun botol gelas berpenetes. Untuk menjaga
sterilitas larutan, kontener harus steril. Kontener polietilen disterilkan
dengan gas etilen oksid (belakangan secara sterilisasi penyinaran),
sedangkan pengemas berupa botol gelas dan asesorinya disterilkan dengan
cara dibungkus dan disterilkan dengan autoklaf. (Goeswin Agoes hal. 257)

C. Alasan Pemilihan Bahan

1. Zink sulfat 0,25% sebagai antiinflamasi pada kkornea konjungtivitas,


merah dimana volume normal air dalam mata adalah 7 µl, dan mata yang
tidak berkedip dapat memuat paling banyak 30 µl, sedangkan pada
pemakaian obat tetes mata 1-2 tetes (50-100 µl). jadi tetesan obat yang
dimasukkan kebanyakan akan hilang, hingga dipilih konsentrasi yang
diharapakan dapat memberikan efek maksimum untuk mengatasi mata
lelah.

2. Feniletil alkohol digunakan sebagai pengawet karena memiliki


kompatibilita dan stabilitas yang baik pada zink sulfat, hal ini
dikarenakan pH feniletil alcohol (pH = 5) memasuki rentang pH zat aktif
Zink sulfat (pH = 5,8 – 6,2) sehingga memberikan sediaan tetes mata
yang jernih dan stabil. Kadar yang digunakan adalah kadar feniletil
alcohol yang paling kecil yaitu 0,25%. Alasan tidak menggunakan
pengawet lain seperti benzolkonium klorida karena OTT terhadap zink
zulfat, fenil merkuri nitrat OTT terhadap wadah yang mengandung silika.

3. NaCl ditambahkan karena formula yang dibuat hipotonis jadi untuk


membuat sediaan isotonis perlu ditambahkan NaCl sehingga tekanan
osmotiknya sama dengan tekanan osmotik cairan tubuh.

D. Farmakologi
Rasa sakit atau perih pada mata biasa dikaitkan dengan penurunan sekresi
atau sekresi abnormal cairan mata,bahkan gejala awal peradangan akibat
infeksi tertentu. Zink sulfat merupakan salah satu obat yang dapat digunakan
sebagai astringen untuk meredakan iritasi ringan pada mata sesaat, juga
digunakan dalam pegobatan konjungtivitis sudut yang disebabkan oleh
Moraxella lacunata,selain itu juga menunjukan aktivitas sebagai antiseptik
lemah. Efek astringen dihasilkan akibat pengendapan protein dan
pembersihan mukus pada permukaan luar mata oleh ion zink. Larutan
opthalmik zink sulfat juga meghasilkan efek vasodilatasi ringan dalam
kosentrasinya yang digunakan dalam preparat opthalmik.Untuk meredakan
iritasi mata diaplikasikan 1-2 tetes larutan zink sulfat pada mata sebanyak 2-4
kali sehari. Pemberian obat yag berlangsung lebih dari 3 hari sebaiknya tidak
digunakan sebagai self medication apabila tanpa instrukasi dokter (AHFS DI
2010)

Farmakokinetik
Zink didistribusikan keseluruh tubuh dan kadar tertinggi didapatkan pada
koroid mata,spermatozoa, rambut, kuku, tulang, dan prostat.Ekskresinya
terutama melalui feses sejumlah kurang 2/3 dari asupan zink. Hanya sekitar
2% diekskresikan melalui urin.(Martindale Ed 36 hal 1999)

Farmakodinamika
Zink sulfat berfungsi sebagai astringen bila digunakan sebagai topikal pada
mata berkerja dengan cara membersihkan mukus dari permukaan mata.
(Martindale ed 36 hal 2000)

IV. FORMULA
A. Formula Rujukan
1. Formula Rujukan (Martindale 28 hal 946)
ZnSO4 0,22-0,28%
Fenilmerkuri asetat 0,002%
Air p.i q.s
Preservative lain: Benzalkonium klorida dan Phenethyl alcohol

2. Formula Rujukan (BNF 59 tahun 2010 hal 653)


ZnSO4 0,25 %

B. Formula Jadi
Tiap 5 ml mengandung :

ZnSO4 0,25%
Phenetyl alcohol 0,25%
NaCl 0,745%
Aqua pro injeksi ad 5 ml
V. ALAT DAN BAHAN
A. Alat :
1. Pipet tetes
2. Beaker glass 50 ml
3. Erlenmeyer 250, 500 ml
4. Gelas ukur 10, 25 ml
5. Corong glass
6. Batang pengaduk
7. Kaca Arloji
8. Pinset
9. Penjepit besi
10. Botol obat tetes mata
11. Spatula
12. Kertas Saring
13. Kapas + Kassa
14. Kompor
15. Timbangan analitik
16. Autoklaf
17. Karet pipet
18. Karet tutup botol

B. Bahan :

1. Zink Sulfat
2. Phenetyl alcohol
3. NaCl
4. Air pro injeksi

VI. PEMBUATAN
A. Perhitungan

Dibuat sediaan tetes mata sebanyak 2 botol @5 mL

Volume Total = (v x n) + [10 – 30 % (v x n)]

= (5 x 2) + 30% (5 x 2)
= 10 + 3 = 13 ml
Zink sulfat = 0.25 % x 13 ml = 0.0325 g = 32.5 mg
Phenetyl alcohol = 0.25% x 13 ml = 0.0325 g = 32.5 mg
NaCl = 0.745% x 13 ml = 0.0985 g = 96.85 mg
Aqua pro injection = 13 ml – (0.0325 + 0.0325 + 0.0985)
= 12.838ml = 12.84 ml

Perhitungan Tonisitas

ENaCl Zink Sulfat = 0,15 (Sprowls hal 190)


L 3.4
ENaCl Phenetyl alcohol =17
= 17 =¿ 0,24
M 122,17
 Zink Sulfat = 0,25% x 0,15 = 0,0375%
 Phenetyl alcohol = 0,25% x 0,47 = 0,1175%
 NaCl yang dibutuhkan agar isotonis
= 0,9% - (0,0375 +0,1175)% = 0,745%

B. Penimbangan Bahan

No Bahan Penimbangan Penimbangan


No Teoritis (mg) Praktikum (mg)
1. Zink sulfat 32.5 mg 33 mg
2. Phenetyl alcohol 32.5 mg 33 mg
3. Natrium klorida 96.85 mg 97 mg
4. Aqua pro injeksi Ad 13 ml Ad 13 ml

C. Cara Pembuatan :
Prinsip: Sterilisasi Terminal

1. Disiapkan alat – alat dan bahan-bahan yang akan digunakan


2. Dilakukan kalibrasi botol obat tetesdan beaker glass masing – masing
dengan air ad 5 ml dan ad 13 ml, diberi tanda
3. Disterilkan masing-masing alat dan wadah tetes mata dengan metode
yang sesuai literatur
4. Dibuat aqua pro injeksi steril dengan cara (aquadest dipanaskan sampai
mendidih, dibiarkan mendidih selama 1 jam, dan dinginkan).
5. Ditimbang Zink Sulfat, Klobutol dan NaCl masing-masing.
6. Dilarutkan Zink Sulfat dengan aqua pro injeksi.
7. Dicampurkan larutan Zink Sulfat, Phenetyl alcohol dan NaCl dalam
beaker glass ad homogen, lalu ditambah aqua p.i ad mendekati tanda
kalibrasi.
8. Dicek pH larutan sesuai literatur (5,8-6,2) (Uji pH)
9. Ditambakan aqua p.i ad tanda kalibrasi.
10. Disaring larutan sebanyak 2 kali dengan kertas saring dua lapis sampai
diperoleh larutan jernih.
11. Dilakukan uji evaluasi IPC (Uji Kejernihan, Uji Keseragaman Volume)
12. Dimasukkan larutan ke dalam botol obat tetes mata yang telah
dikalibrasi, kemudian botol ditutup.
13. Dilakukan sterilisasi akhir pada botol sediaan pada autoklaf pada suhu
121◦c.
14. Dilakukan uji evaluasi QC (Uji Kejernihan, Uji Keseragaman Volume,
Uji Sterilitas, Penetapan Kadar )
15. Diberi etiket dan label, dikemas dalam dus, lalu diserahkan.

D. Cara Sterilitas

No Bahan Cara Waktu Waktu Literatur


Sterilisasi Awal Akhir
1. Aqua pro Aquadest 10.25 10.55 Farmakope
injeksi
dididihkan WIB WIB Indonesia III
selama 30 hal 14
menit
No Alat Cara Waktu Waktu Literatur
Sterilisasi Awal Akhir
2. Beaker glass, Oven suhu 10.46 11.46 Farmakope
corong glass, 150OC, 1 WIB WIB Indonesia V
botol tetes, jam hal 1663
erlenmeyer,
pipet tetes
3. Gelas ukur, Autoklaf 11.25 11.40 Farmakope
kertas saring suhu 121OC, WIB WIB Indonesia V
15 menit hal 1662
4. Batang Rendam 9.55 10.55 Disinfection,
pengaduk, dalam WIB WIB sterilization,
spatula, alkohol and
pinset, kaca selama 1 preservation
arloji, jam hal 233
penjepit besi
5. Karet pipet, Rebus 10.28 10.58 Farmakope
karet tutup dalam air WIB WIB Indonesia III
botol mendidih hal 18
selama 30
menit
No Sediaan Cara Waktu Waktu Literatur
Sterilisasi Awal Akhir
1. Obat Tetes Autoklaf 14.10 14.25 Farmakope
Mata suhu 121OC, WIB WIB Indonesia V
15 menit hal 1334

VII. EVALUASI

A. In Process Control (IPC)


1. Fisika :
a. Uji Kejernihan (Lachman III hal. 1355-1356)
Produk dalam wadah disarankan semua wadah diperiksa secara visual
dan bahwa tiap parrtikel yang terlihat harus dibuang. Pemeriksaan
visual tehadap suatu wadah produk biasanya dilakukan

Cara : Pemeriksaan wadah bersih dari luar dibawah penerangan


cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam mata, dan
belatar belakang hitam putih, dengan rangkaian isi dijalankan dengan
satu aksi memutar

Syarat :CPOB menyarankan semua wadah diperiksa secara visual dan


bahwa tiap partikel yang terlihat harus dibuang.

b. Uji Keseragaman Volume (FI V hal. 1570)


Bila wadah 10 ml atau lebih digunakan satu atau lebih wadah. Bila
volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml digunakan 3 wadah atau
lebih. Bila volume 3 ml atau kurang digunakan 5 wadah atau lebih.

Diambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik kering


berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan diukur dan
dilengkapi dengan jaum sntik no.21, panjang tidak kurang dari 2,5 cm.
keluarkan gelembung udara dalam jarum dan alat suntik lalu
pindahkan isi dalam alat dibakukan sehingga volume yang diukur
memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dai kapasitas yang tertera.
Bila dalam wadah dosis ganda berisi beberapa dosis volume tertea,
lakukan penentuan seperti diatas dengan sejumlah alat suntik terpisah
sejumlah dosis tertera. Volume tiap alat suntik yang diambil tidak
kurang dari dosis yang tertera

Syarat : Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah
2. Kimia
a. Uji pH (FI V hal. 1563)
Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH
meter) yang sesuai, yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang
mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan
electrode indicator yang peka, electrode kaca, dan electrode
pembanding yang sesuai.
Larutan dapar untuk pembakuan. Buat menurut petunjuk sesuai
tabel. Simpan dalam wadah tahan bahan kimia, tertutup rapat,
sebaiknya dari kaca tipe I atau botol polietilen dengan tutup rapat atau
tabung yang menyerap CO2. Larutan segar sebaiknya dibuat dengan
interval tidak lebih dari 3 bulan menggunakan air bebas CO2. Tabel
bersifat menunjukkan pH dari larutan dapar sebagai fungsi suhu.
Petunjuk ini digunakan untuk pembuatan larutan dapar dengan kadar
molal sebgaimana disebutkan. Untuk memudahkan petunjuk diberikan
pengenceran 1000 ml g pelarut.
Sebelum digunakan, periksa elektrode dan jembatan garam. Jika
perlu isi lagi larutan garam dan perhatikan petunjuk lainnya. Untuk
pembakuan pada suhu yang larutan ujinya diukur. Pasang kendali pada
suhu larutan. Bila elektrode dan sel beberapa kali dengan larutan dapar
untuk pembakuan yang kedua. pH dan larutan dapar ±0,07 unit pH
dan harga tertera dalam tabel. Atur ”kemiringan” atau ”suhu” hingga
pH sesuai dengan yang tertera pada tabel. Ulangi pembakuan hingga
kedua larutan dapar untuk memberikan harga pH tidak lebih 0,022 unit
pH dari harga yang tertera pada tabel. Bilas elektrode dan sel dengan
beberapa kali isi sel dengan sedikit larutan uji dan kaca harga pH.
Gunakan air bebas CO2 untuk pelarutan larutan uji dan diperlukan
waktu yang cukup untuk mencapai kestabilan. Jika hanya diperlukan
harga pH perkiraan dapat digunakan indikator dan kertas indikator.
Syarat : Obat tetes mata umum pH 7,3 – 9,7 (Voight Edisi V hal 526),
Zink sulfat ophthalmic solution pH 5,8 – 6,2 (Martindale 28th hal
946)

B. Quality Control (QC)


1. Fisika
a. Uji Sterilitas (FI V hal 1359)
Menggunakan teknik penyaringan membran :

Pindahkan isi wadah atau beberapa wadah yang akan diuji kedalam
satu membran atau beberapa membran, jika perlu diencerkan dengan
pengencer steril yang dipilih sesuai volume yang digunakan pada Uji
Kesesuaian Metode, tetapi jumlah yanh digunakan tidak kurang dari
yang tertera pada Tabel 2 dan 3. Untuk Jumlah minimun yang
digunakan tiap media tetes mata 10 ml adalah setengah isi tiap wadah,
tidak kurang dari 1 mL. Untuk Jumlah minimum bahan yang diuji
sesuai dengan jumlah bahan dalam bets tidak lebih dari 200 wadah
adalah 5 % atau 2 wadah, diambil yang lebih besar.

Saring segera, jika sediaan memiliki daya antimikroba, cuci membran


tidak kurang dari 3 kali dengan cara menyaring tiap kali dengan
sejumlah volume pengencer yang digunakan pada Uji Kesesuaian
Metode. Setiap pencucian tidak lebih dari 5 kali 100 ml per membran,
meskipun jika selama uji kesesuaian metode ditemukan pencucian
tidak dapat menghilangkan daya antimikroba secara sempurna.

Pindahkan seluruh membran utuh kedalam media atau potong


menjadi 2 bagian yang sama secara aseptik dan pindahkan masing-
masing bagian kedalam 2 media yang sesuai. Gunakan volume yang
sama pada tiap media seperti pada uji kesesuaian metode. Sebagai
pilihan lain, pindahkan media kedalam membran pada alat penyaring.
Inkubasi media selama tidak kurang dari 14 hari.

Syarat : Sediaan harus steril


b. Uji Kejernihan (Lachman edisi III hal 1355-1356)
Produk dalam wadah disarankan semua wadah diperiksa secara visual
dan bahwa tiap parrtikel yang terlihat harus dibuang. Pemeriksaan
visual tehadap suatu wadah produk biasanya dilakukan

Cara : Pemeriksaan wadah bersih dari luar dibawah penerangan


cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam mata, dan
belatar belakang hitam putih, dengan rangkaian isi dijalankan dengan
satu aksi memutar

Syarat :CPOB menyarankan semua wadah diperiksa secara visual dan


bahwa tiap partikel yang terlihat harus dibuang.

c. Uji Keseragaman Volume (FI V hal 1570)


Bila wadah 10 ml atau lebih digunakan satu atau lebih wadah. Bila
volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml digunakan 3 wadah atau
lebih. Bila volume 3 ml atau kurang digunakan 5 wadah atau lebih.
Diambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik kering berukuran
tidak lebih dari 3 kali volume yang akan diukur dan dilengkapi dengan
jaum sntik no.21, panjang tidak kurang dari 2,5 cm. keluarkan
gelembung udara dalam jarum dan alat suntik lalu pindahkan isi dalam
alat dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-
kurangnya 40% volume dai kapasitas yang tertera. Bila dalam wadah
dosis ganda berisi beberapa dosis volume tertea, lakukan penentuan
seperti diatas dengan sejumlah alat suntik terpisah sejumlah dosis
tertera. Volume tiap alat suntik yang diambil tidak kurang dari dosis
yang tertera

Syarat : Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah

2. Kimia
a. Penetapan Kadar (FI V hal 1333)
Timbang saksama sejumlah zat setara lebiih kurang 170 mg ZnSO4,
larutkan dalam 100 ml air. Tambahkan 5 ml larutan dapar ammonium
hidroksida-amonim klorida LP dan 0,1 ml hitam erikrom LP. Titrasi
dengan dinatrium edetat 0,05 M LV hingga warna biu tua

Tiap ml dinatrium edetat 0,05 M setara dengan 8,072 mg ZnSO4

Syarat : Mengandung zink sulfat tidak kurang dari 99,0 % dan tidak
lebih dai 105,0%

VIII. HASIL UJI EVALUASI


Uji IPC Syarat Hasil
Uji Kejernihan Jernih Jernih
Uji pH 5,8 - 6,2 6
Uji Keseragman Volume Volume yang tertera Seragam
pada wadah
Uji QC Syarat Hasil
Uji Kejernihan Jernih Jernih
Uji Keseragman Volume Volume yang tertera Seragam
pada wadah
Penetapan Kadar Kadar 99,0 % - 105,0 (Dispensasi karena
% dari jumlah yang tidak adanya alat
tertera pada etiket dan membutuhkan
waktu yang lama)
Cara:
Timbang saksama
sejumlah zat setara
lebiih kurang 170
mg ZnSO4, larutkan
dalam 100 ml air.
Tambahkan 5 ml
larutan dapar
ammonium
hidroksida-amonim
klorida LP dan 0,1
ml hitam erikrom
LP. Titrasi dengan
dinatrium edetat
0,05 M LV hingga
warna biu tua
Uji Sterilitas Sediaan Steril (Dispensasi karena
membutuhkan waktu
yang lama)
Cara:
Menggunakan
teknik penyaringan
membran
X. DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V.
Jakarta = Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan
2. Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Jakarta = Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan
3. Rowe, Raymon C, et al. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients
Edisi VI. London = Pharmaceutical Press
4. Reynolds, James. Martindale 28th Ed. Pharmaceutical Press
5. Martindale. 2009. The Complete Drug Reference 36th Ed.
Pharmaceutical Press
6. American Society of Health System Pharmacist. 2010. Drug
Information. Bethesda, Maryland. American Hospital
7. Ansel, Howard C. 1994. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV.
Jakarta = UI Press
8. Aulton, E Michael. 2005. The Science of Dosage from Design. New
York
9. Lachman, Leon. 2008. Teori dan Paktek farmasi Industri Edisi III.
Jakarta = UI Press
10. Agoes, Goeswin. Sediaan Farmasi Steril (SFI-4). Bandung = ITB
11. Voight, Rudolg. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi V.
Yogyakarta = UGM Press
12. Spowls, Joseph B. Prescription Pharmacy Ed 2. Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai