Anda di halaman 1dari 5

Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol. 16, No.

3, Desember 2015

FOTOMETRI PLEIADES MENGGUNAKAN KAMERA DSLR

Iman Firmansyah1,*), Rhorom Priyatikanto2, Judhistira Aria Utama1


1
Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi No. 229, Bandung
40154
2
Pusat Sains Antariksa (Pussainsa) LAPAN, Jl. Dr. Djunjunan No. 133, Bandung 40173

*) Email: iman.firmansyah@student.upi.edu

Abstrak

Salah satu cabang penelitian dalam bidang astronomi adalah pekerjaan fotometri, yakni pengukuran
secara akurat kecerahan dari suatu objek langit pada panjang gelombang tertentu. Dengan semakin
populernya kamera Digital Single Lens Reflex (DSLR) sebagai alat perekam citra, maka sangat
memungkinkan melakukan pekerjaan fotometri berbasis kamera DSLR dengan sensor CMOS sebagai
instrumen alternatif selain kamera Charge Coupled Device (CCD). Objek yang diamati dalam
penelitian ini adalah gugus terbuka M45 (Pleiades Cluster), salah satu gugus terbuka yang paling
populer yang ada di rasi Taurus. Citra DSLR medan luas diolah menggunakan perangkat lunak IRIS
guna mendapatkan citra pita B, G dan R. Fitur fotometri bukaan IRIS juga digunakan untuk
memperoleh nilai magnitudo instrumen bintang-bintang yang ada dalam citra. Transformasi dari
sistem Bayer BGR menjadi sistem Johnson-Cousins BVR dilakukan menggunakan persamaan polinom
dengan koefisien yang ditentukan melalui regresi linear multivariat. Diagram warna magnitudo yang
dikonstruksi dari magnitudo hasil transformasi menunjukkan profil deret utama yang jelas. Dari hasil
ini, dapat dideduksi bahwa fotometri DSLR dapat digunakan untuk keperluan ilmiah setelah melalui
transformasi yang tepat.

Kata kunci : kamera DSLR, gugus terbuka M45, fotometri bukaan, transformasi magnitudo

Abstract

One branch of research in the field of astronomy is photometry, that is the measurements of the
brightness of astronomical object in specific wavelength. With the growing popularity of Digital
Single Lens Reflex (DSLR) cameras as instrument for image recording, it’s possible to do
photometrical works using DSLR cameras with CMOS sensors as the alternative instruments to
Charge Coupled Device (CCD) cameras. The object of this research is open cluster M45 (Pleiades
Cluster), one of the most popular open cluster in Taurus constelation. Wide field image taken using
DSLR camera was processed using IRIS software in order to get B, G and R frames. IRIS aperture
photometry tool was also used to obtain instrumental magnitude of stars in the image. Transformation
from Bayer BGR to standard Johnson-Cousins BVR system has been done using polinomial equation
with coefficients determined through multivariate linear regression. Color magnitude diagram
constructed using the transformed magnitudes shows a clear main sequence profile. From this result,
it can be deduced that DSLR photometry can be used for scientific purpose after going through proper
transformation.

Keywords: DSLR camera, M45 open cluster, aperture photometry, magnitude transformation

1. Pendahuluan Johnson-Cousins UBVRI (UV, Blue, Visual, Red,


Infrared).
Fotometri merupakan cabang sains yang Saat ini penggunaan kamera DSLR (Digital
berkenaan dengan pengukuran energi foton. Dari Single Lens Reflex) dalam pemotretan sudah semakin
sini, yang dimaksud dengan fotometri astronomi populer. Bagian terpenting dari kamera DSLR yang
adalah peneraan secara akurat radiasi elektromagnet menyebabkan kamera jenis ini memiliki keunggulan
objek langit pada panjang gelombang tertentu adalah sensor CMOS (Complementary Metal-Oxide
(monokromatik)[1]. Pada pekerjaan fotometri Semiconductor) yang dimilikinya. Dibandingkan
astronomi secara profesional, umumnya digunakan dengan detektor CCD, detektor CMOS ini lebih
kamera berbasis CCD (Charge Coupled Device) kompak, lebih ringan dan lebih tahan terhadap radiasi
sebagai sensor yang dipasangkan pada teleskop optik. partikel[2]. Selain hal tersebut, keunggulan lain yang
Kamera CCD biasa dilengkapi dengan filter pita dimiliki oleh kamera DSLR jika dibandingkan dengan
sempit yang telah terbakukan, misalnya sistem filter

1
Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol. 16, No. 3, Desember 2015

kamera CCD adalah harganya yang relatif lebih tiga filter warna yang berbeda yaitu filter B, G dan
murah dan lebih mudah didapat. R menggunakan perangkat lunak IRIS.
Kamera DSLR dengan sensor CMOS semakin
banyak digunakan untuk keperluan ilmiah, termasuk 2. Ekstraksi Magnitudo Instrumen
dalam bidang astronomi. Salah satunya dalam Magnitudo instrumen diperoleh dengan
pekerjaan fotometri. Namun sistem fotometri yang menggunakan metode fotometri bukaan
dihasilkan berbeda dengan sistem fotometri baku berbantuan perangkat lunak IRIS. Proses ini
Johnson-Cousins. Atas dasar hal tersebut, Park et al. dilakukan pada masing – masing citra dalam filter
[3] telah melakukan penelitian tentang persamaan warna B, G dan R sehingga setiap bintang
transformasi magnitudo dari sistem filter Bayer BGR memiliki tiga buah nilai intensitas dan magnitudo
ke sistem filter Johnson-Cousins BVR hasil instrumen (Bins, Gins, Rins).
pemotretan citra menggunakan kamera DSLR. Objek
yang dijadikan penelitiannya adalah gugus bintang
M52 dan IC4665. Dari hasil penelitian tersebut
Teori
diperoleh bahwa diagram warna magnitudo yang
dihasilkan dari persamaan transformasi magnitudo
ternyata mirip dengan diagram warna magnitudo yang
dihasilkan dari hasil observasi menggunakan kamera Citra M45
CCD. Atas dasar hal tersebut, maka akan sangat
memungkinkan melakukan pekerjaan fotometri
profesional dengan menggunakan kamera DSLR. Decoding dan dekomposisi Citra M45
Penelitian ini berfokus pada pengolahan citra
M45 hasil pemotretan menggunakan kamera DSLR Fotometri bukaan
yang dilakukan oleh peneliti dari Pusat Sains
Antariksa (Pussainsa) LAPAN. Dari citra tersebut
dapat diekstrak data berupa intensitas dan magnitudo Magnitudo instrumen dalam filter Bayer
instrumen bintang – bintang yang ada dalam citra. BGR (Bins,Vins,Rins)
Magnitudo instrumen tersebut kemudian
ditransformasi menjadi magnitudo terkalibrasi dalam Regresi linear
sistem fotometri standar sehingga hasilnya dapat multivariat
dibandingkan dengan magnitudo baku yang ada
dalam katalog. Setelah nilai magnitudo terkalibrasi Magnitudo instrumen terkalibrasi dalam
didapatkan maka dapat dibangun diagram warna filter Johnson-Cousins BVR(Bcal,Vcal)
magnitudo. Diagram warna magnitudo hasil
transformasi tersebut kemudian dibandingkan dengan
kurva model isochrone yang sesuai untuk melihat
seberapa baik kecocokan antara keduanya. Diagram warna magnitudo hasil
observasi

2. Metode Penelitian
Secara umum penelitian ini berbasis pengolahan Isochrone Fitting
data. Objek yang diamati adalah gugus terbuka M45
(Pleiades). Variabel terukur dalam penelitian ini
adalah data intensitas dan magnitudo semu dari Gambar 1. Diagram alir penelitian
bintang yang kemudian diolah hingga menjadi
diagram warna magnitudo. Diagram alir penelitian
ditunjukkan oleh Gambar 1.
3. Perolehan Magnitudo Terkalibrasi
2.1 Data Observasi Magnitudo terkalibrasi ini diperoleh dengan
Citra M45 yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan persamaan transformasi sebagai
adalah citra yang dipotret oleh peneliti dari Pusat berikut[3] :
Sains Antariksa (Pussainsa) LAPAN menggunakan
kamera DSLR merk Canon EOS 700D dengan setting (1)
exposure 2,5 detik dan ISO 3200 yang dipasangkan (2)
pada teleskop William Optics 60 mm.
Bcal dan Vcal merupakan magnitudo terkalibrasi
2.2 Prosedur Penelitian dalam sistem fotometri baku Johnson-Cousins
1. Decoding dan dekomposisi citra M45 BVR, Bins, Gins dan Rins merupakan magnitudo
Pengolahan citra mentah menjadi citra yang siap instrumen dalam sistem filter Bayer BGR
diolah (decoding) dan dekomposisi citra menjadi

2
Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol. 16, No. 3, Desember 2015

sedangkan yang lainnya merupakan konstanta standar sebanyak 37 buah, 22 bintang dari katalog
yang nilainya dicari menggunakan metode regresi Tycho2 dan 15 bintang dari katalog E. Hertzprung
linear multivariat dengan bantuan magnitudo baku sedangkan sisanya adalah bintang non standar. Data
bintang standar dan chart pembanding. Adapun 37 bintang standar tersebut digunakan untuk proses
data pembanding diperoleh dari katalog Tycho2 regresi linear multivariat. Dari proses regresi linear
[4] dan dari katalog E. Hertzprung[6]. Di dalam multivariat, diperoleh persamaan transformasi sebagai
katalog Tycho2, terdapat 22 bintang yang berikut :
bersesuaian dengan bintang yang terdeteksi dalam
citra DSLR, sedangkan dari katalog E. Hertzprung
berisikan 15 bintang yang digunakan sebagai (3)
pelengkap.
(4)
4. Isochrone Fitting
Setelah memperoleh nilai magnitudo terkalibrasi, Persamaan (3) dan (4) diterapkan terlebih dahulu
dapat dibangun diagram warna magnitudo. pada 37 bintang standar dan dapat dirajah grafik
Diagram warna magnitudo yang dibangun dari hubungan antara magnitudo instrumen dan magnitudo
proses transformasi kemudian dilakukan terkalibrasi
pencocokan dengan isochrone yang sesuai[5]
dengan parameter fisik gugus M45.

3. Hasil dan Pembahasan


Magnitudo instrumen bintang – bintang yang
dianalisis diperoleh dari tiga filter warna yang
berbeda. Pada masing – masing citra dalam ketiga
filter tersebut, diambil data magnitudo instrumen dan
intensitas dari 86 bintang, termasuk didalamnya
bintang standar dan non standar. Hasil rajah diagram
warna magnitudo dari 86 bintang tersebut adalah
sebagai berikut : Gambar 3. Grafik hubungan antara magnitudo baku
katalog dengan magnitudo terkalibrasi bintang
standar filter B

Gambar 2. Diagram warna magnitudo instrumen

Diagram warna magnitudo pada Gambar 2 belum Gambar 4. Grafik hubungan antara magnitudo baku
dapat dibandingkan dengan kurva isochrone karena katalog dengan magnitudo terkalibrasi bintang
masih dalam sistem fotometri yang bukan standar dan standar filter V
belum dikoreksi terhadap kondisi pengamatan seperti
ekstingsi atmosfer dan sebagainya.
Proses transformasi magnitudo instrumen (Bins,
Gins) menjadi magnitudo terkalibrasi (Bcal, Vcal) adalah
dengan menggunakan persamaan (1) dan (2). Untuk
memperoleh koefisien yang tidak diketahui dalam
kedua persamaan tersebut, digunakan metode regresi
linear multivariat berbantu perangkat lunak SPSS.
Dari 86 bintang yang sudah diambil data magnitudo
instrumen dan intensitasnya, terdeteksi bintang

3
Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol. 16, No. 3, Desember 2015

Gambar 5. Grafik hubungan antara indeks warna


baku katalog dengan indeks warna terkalibrasi
Gambar 6. Diagram warna magnitudo terkalibrasi
Terlihat bahwa sebaran data pada Gambar 5 cukup untuk seluruh bintang
lebar jika dibandingkan dengan Gambar 3 dan
Gambar 4. Hal ini disebabkan karena untuk indeks Diagram warna magnitudo terkalibrasi dicocokkan
warna tidak dilakukan proses transformasi secara dengan isochrone yang sesuai dengan parameter fisik
langsung, sehingga nilai indeks warna yang diperoleh gugus M45. Berikut disajikan beberapa parameter
bukanlah berdasarkan hasil model dari regresi linear fisik yang digunakan dalam proses pencocokan
seperti halnya pada magnitudo terkalibrasi. Akibatnya berdasarkan database dari Web Base Donnes Amas
nilai indeks warna yang dihasilkan bersifat lebih (WEBDA).
menyebar terhadap indeks warna magnitudo katalog.
Dihitung pula selisih antara nilai magnitudo baku Tabel 2. Parameter fisik gugus M45
katalog dengan magnitudo terkalibrasi (residual
magnitudo) bintang standar dan diperoleh hasil Parameter fisik
sebagai berikut : Log Age (Log t) 8,131
Modulus jarak (mag) 5,97
Tabel 1. Residual magnitudo filter B, filter V dan Reddening (mag) 0,03
indeks warna bintang standar
Dari Tabel 2 diperoleh nilai Log t = 8,131. Nilai ini
Residual Residual Residual bersesuaian dengan model kurva isochrone gugus
Parameter bintang berusia 1,35 x 108 tahun. Kemudian dalam
filter B filter V indeks warna
Rata-rata 0,2472 0,2778 0,1554 proses pencocokan dimasukkan pula nilai modulus
jarak (m-M) sebagai acuan dalam menggeser kurva
Maksimum 1,0800 0,8892 0,5398
isochrone pada sumbu Y dan reddening atau ekses
Minimum 0,0045 0,0076 0,0008 warna (E(B-V)) pada sumbu X. Dari proses
SD 0,2278 0,2171 0,1296 pencocokan ini diperoleh hasil sebagai berikut :

Setelah persamaan transformasi diterapkan pada


bintang – bintang standar, kemudian persamaan
transformasi tersebut diterapkan pada seluruh bintang
yang diamati dalam citra M45 (86 buah). Selanjutnya
dibangun diagram warna magnitudo dari seluruh
bintang.

Gambar 7. Perbandingan kurva isochrone (ungu)


terhadap data pengamatan (biru) dan magnitudo
baku katalog (kuning)

4
Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol. 16, No. 3, Desember 2015

[2] Park, W et al. (2015). Photometry


Berdasarkan Gambar 7, terlihat bahwa profil Transformation from BGR Bayer Filter System
diagram magnitudo baku katalog sebagian besar to Johnson-Cousins BVR Filter System. arXiV:
bintang-bintangnya benar-benar mengikuti profil dari 1501.04778v1
kurva isochrone. Hal ini dapat digunakan sebagai [3] Nick, W. (2010). CCD and CMOS Sensors. ISSI
acuan bahwa kurva model isochrone yang dipilih Scientific Report Series, ESA/ISSI. ISBN 978-
sesuai dengan gugus bintang yang diamati. Kemudian 92-9221-938-8, p.391-408
secara umum terlihat bahwa data pengamatan [4] Hogg, E et al. (2000). The Tycho-2 Catalogue of
mengikuti profil yang serupa dengan kurva isochrone The 2,5 Million Brightest Stars. Astronomy and
yaitu pada bagian deret utama. Namun sebagian besar Astrophysics v.335 p.L27-L30
bintang yang teramati ternyata berada pada sumbu [5] Bressan, A et al. (2012). PARSEC : Stellar
vertikal yang sedikit lebih atas dari kurva isochrone Tracks and Isochrones with the PAdova and
sehingga secara umum bintang – bintang yang Trieste Stellar Evolution Code. Monthly Notices
teramati dalam citra nampak lebih terang daripada of The Royal Astronomical Society Volume 427
seharusnya, terutama untuk 5 buah bintang hasil Issue 1 pp. 127-145
pengamatan yang berada di posisi lebih kiri dari kurva
isochrone. Hal ini mungkin terjadi karena efek Buku
blooming yang ada pada sensor CMOS, artinya terlalu [6] Henden, A.A & Kaitchuck, R.H. (1982).
banyak foton yang membanjiri piksel dan Astronomical Photometry. Van New York :
mengakibatkan kelima bintang yang paling terang Nostrand Reinhold.
tersebut terekam lebih terang dari seharusnya.
Pencocokan data pengamatan dengan kurva
isochrone ini merupakan tahapan terakhir dalam
mengevaluasi pekerjaan fotometri berbasis kamera
DSLR. Kemiripan antara profil yang dihasilkan dari
data pengamatan dengan kurva isochrone menyatakan
bahwa pekerjaan fotometri berbasis kamera DSLR
yang dilakukan relatif benar.

4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data fotometri
berbasis kamera DSLR yang dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa profil diagram warna magnitudo
yang dibangun dari hasil transformasi memiliki
kecocokan yang cukup baik dengan kurva model
teoritis isochrone dengan dominasi bintang pada deret
utama. Dari hasil ini, dapat dideduksi bahwa fotometri
DSLR dapat digunakan untuk keperluan ilmiah
setelah melalui transformasi yang tepat.

Ucapan Terimakasih
Penulis berterima kasih kepada E.S. Mumpuni,
T. Dani, F. Mumtahana, N. Suryana, dan H. Sutastio
dari Pussainsa LAPAN yang turut serta dalam
pengambilan data yang digunakan dalam penelitian
ini.

Daftar Acuan
Jurnal
[1] Utama, J.A. (2006). Fotometri Gugus Terbuka
M67 dengan Metode Apperture Photometry.
(tidak dipublikasikan).

Anda mungkin juga menyukai