Anda di halaman 1dari 1

BILAL MAYIT DARI TANAH MEDAN

Mendengar kata bilal mayit mungkin siapa saja sudah biasa mendengarnya, mengetahui
tugasnya, bahkan mengetahui untuk kenapa harus ada bilal mayit itu dalam sebuah bencana
kematian. Namun siapa yang bisa menduga seandainya saja bilal mayit yang sudah tua, hampir
satu abad usianya. Orang mungkin bilaang dia yang seharusnya dimandikan malah dia yang
memandikan.

Muhammad Said, itu namanya. Sederhana, tinggal dirumah yang begitu sederhana (menurut
saya) bahkan kesederhanaannya makin tampak diusianya yang ke 99 tahun. Ya benar sekali, 99
tahun. Memang benar masih banyak yang hidup di usia tersebut. Tapi saya pikir hanya satu orang
di medan ini yang menjadi bilal mayit diusia yang sedemikian. Jangan kira beliau menjadi bilal
baru setahun atau dua tahun belakangan. Sejak 70 tahun yang lalu sudah dilaluinya untuk
memandikan jenazah yang telah dipanggil sang Maha Kuasa. bahkan menurut saya secara
keseluruhan tidak ada seorangpun yang menjadi bilal selama dan setua beliau.

Lahir di Bahapel, siantar, 99 tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1915. Anak dari 5 bersaudara,
dan tinggal di desa bahapel dengan kehidupan yang sederhana. Sejak kecil beliau memang
dikenal sebagai anak yang gigih, beliau sejak kecil suka dibawa orangtuanya untuk ikut dalam
kegiatan apapun, termasuk kegiatan keagamaan. Bahkan sang Ayah sering membawa nya dalam
setiap kondisi, baik itu dalam masa perang maupun dalam masa tenang. Maklum saja, sebagai
anak tertua dari 5 bersaudara, Said kecil sudah mulai mengerti, atau malah memang harus
memahami keadaan, bagaimana caranya untuk membantu meringankan kondisi ekonomi
keluarga yang dalam masa labil kala itu.

Saat berusia 7 tahun, beliau mulai mengecam pendidikan orang kampung (istilah pada masa itu
kata beliau) dimana belajar hanya sebatas mengetahui hal-hal yang ingin diketahui saja.
Mungkin hanya sebatas 3 atau 4 jam saja yang dimulai sejak pagi. Lalu bagaimana dengan
kelanjutan hidupnya di tiap jam?. Beliau menjawab dengan senyuman, bahwa ia melakukan
berbagai macam kegiatan yang biasa dilakukan anak-anak, tapi tidak seperti yang dilakukan
anak-anak sekarang. Beliau mengangon kambing, lembu yang bukan miliknya, menderes pohon
karet, juga mengumpulkan anak seumuran beliau untuk diajak belajar mengaji bersama. Yah…
namanya juga anak-anak. Tapi mungkin mengaji bersamaan sulit rasanya ditemukan dikota besar
seperti Medan ini, atau bahkan secara keseluruhan kebiasaan anak-anak dahulu sudah mulai
hangus ditelan masa dan zaman yang mulai edan, mungkin…..

Berlanjut hingga Said kecil mulai dewasa. Kedewasaannya mulai stabil seiring dengan cara
berfikir beliau yang mulai luas. ia sering berfikir bahwa pengalaman yang sudah ia rasakan sejak
kecil adalah ilmu yang begitu luar biasa untuk diamalkan dan digunakan untuk kepentingan
siapapun. Dengan memberanikan diri beliau mencoba mencari peruntungan untuk meluruskan
hidupnya dalam segi ekonomi, yakni merantau ke medan.

Anda mungkin juga menyukai