Anda di halaman 1dari 2

Tahun ini adalah tahun ke sepuluh saya bekerja di lembaga ini.

Selama itu, ruang kerja saya


berpindah sudah empat kali. Selain itu sudah empat kali berganti orang yang menjadi pimpinan
saya. Lain orang lain gaya kepemimpinannya dan tentu lain juga kebijakannya. Tetapi saya
bersyukur bahwa Tuhan yang sama selalu hadir di ruang yang berbeda. Kendati pimpinan kita
berganti orang tetapi Tuhan yang sama selalu hadir di situasi dan kondidi yang berbeda.

Ada masa saya tinggal di desa. Di masa lain saya tinggal di kota. Ada masa saya harus
berpindah kota. Ada masa saya punya banyak teman baik. Dan ada juga masa saya harus
mencari teman. Ada masa saya sendiri dan sungguh-sungguh sendiri. Tetapi saya bersyukur
bahwa Tuhan yang sama selalu hadir kendati saya punya banyak teman atau bahkan saya tidak
punya teman.

Metafora TUHAN sebagai gembala juga digunakan di dalam Perjanjian Baru oleh Tuhan Yesus
sendiri. Dia mengatakan, "Akulah Gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan
nyawanya bagi domba-dombanya." (Yohanes 10:11). Kualitas baik itu menunjuk kepada sebuah
pengorbanan bahkan pengorbanan nyawa.

Masih di frasa yang sama, TUHAN adalah gembalaku, ada penulisan 'ku'. Ini menunjuk pada
pengalaman pribadi Daud. Bukan apa kata orang. Juga bukan apa kata iklan. Bahkan bukan
kata pejabat.
Frasa selanjutnya, takkan kekurangan aku, Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau,
Seekor domba tidak akan berhenti memakan rumput jikalau dia tidak benar-benar kenyang.
Jikalau domba sungguh-sungguh kenyang maka barulah domba itu berbaring. Domba yang
berbaring di rumput hijau menggambarkan memang kondisinya berlimpah, dia sungguh-sungguh
terpuaskan. Tuhan Yesus menggunakan kalimat lain yang artinya senada. "Aku datang, supaya
mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10).
Betapa pun keadaan kita, sesungguhnya hidup di dalam Tuhan itu nikmat jika kita menjalani
hidup ini dengan penuh syukur. Dan sebaliknya, hidup ini terasa berat jika kita jalani dengan
penuh sungut-sungut. Memang tidak semua hari adalah hari baik. Tetapi setiap hari selalu ada
perkara yang baik. Benar bukan?

Ada dogeng tentang pedagang topi. Anda pernah mendengarnya? Baiklah saya ceritakan
dogeng itu. Ada seorang bapak yang pekerjaan sehari-harinya berdagang topi. Dia membawa
banyak topi untuk maksud dijual. Walaupun pekerjaannya sebagai pedagang topi tetapi bapak
itu berpenampilan rapi. Dia memakai sepatu, celana panjang, kemeja dan jas. Bahkan dia
memakai dasi kupu. Dari penampilan yang seperti itu bisa disimpulkan bahwa dia bukan tipe
orang yang sembarangan saja.

Dia punya cara sendiri untuk menjual topi-topi. Dia tidak mau membawa tas yang besar untuk
diisi banyak topi. Dia punya cara yang unik. Dia menyusun topi-topi yang sama warnanya. Paling
bawah 4 topi kotak-kotak selanjutnya 4 topi coklat ditambah 4 topi abu-abu dan yang paling atas
4 topi merah. Jumlah semua topi yang akan dijual ada 16 topi. Dan dia sendiri memakai topi.
Jadi semuanya ada 17 topi. 17 topi itu jika ditumpuk menjadi panjang sekali. Di bawah topi
adalah kepalanya.

Dengan cara yang unik itu dia berjalan berjualan topi sambil berteriak-teriak, "Topi ! Topi ! Hanya
lima ribu saja. Topi ! Topi !" Tentu saja dia harus selalu berjalan tegak agar topi-topi sebanyak 17
topi yang di atas kepalanya itu tidak jatuh berantakan.

Berteriak-teriak dari satu jalan ke jalan lain. Waktu berlalu dengan tidak menggembirakan
hatinya karena tidak satu pun orang yang membeli topinya. Jangan bertanya apakah dia haus.
Jangan bertanya apakah dia lapar. Jangan pula bertanya bagaimana rasa lelahnya.

Dia tahu bahwa dia tidak bisa singgah membeli bakso. Dia juga sadar bahwa dia tidak bisa
berhenti sejenak sekedar minum es degan yang ditawarkan di pinggir jalan. Karena kantongnya
masih kosong.
Akal sehatnya mengantar langkah kakinya menuju pohon yang besar. Dengan perlahan dan
hati-hati dia duduk di bawah pohon itu. Dengan tetap 17 topi ada di atas kepalanya dia duduk di
bawah pohon itu. Dia sandarkan punggungnya pada dahan pohon besar itu. Dengan angin
sepoi-sepoi dan tentu udaranya sejuk karena di bawah pohon banyak oksigennya maka dia
tertidur dengan tenang. Kendati dengan posisi duduk bersandar namun karena terasa nyaman
dan tenang maka tidurnya pulas dan lama.

Mentari tak segan bergeser ke barat walaupun tampak lambat tetapi pasti. Menit menit
bertambah menjadi akumulasi jam. Sore datang menyambut. Lalu bapak itu membuka matanya
tanda dia sudah terjaga dari tidurnya. Tanpa berpikir seakan refleks saja maka bapak itu
merentangkan tangannya sambil menggoyangkan kepalanya. Selanjutnya hanya sekejap saja
tersadarlah dia. Apa yang dia sadari? Dia merasa aneh karena tidak ada satu topi pun yang
terjatuh dari arah atas kepalanya.

Anda mungkin juga menyukai