SUPPOSITORIA
SUPPOSITORIA
I. DEFINISI
Menurut Farmakope Indonesia ed. IV suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot
dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau
melarut pada suhu tubuh. (FI ed.IV hal 1 6)
Suppositoria vaginal (ovula) umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot lebih
kurang 5 g, dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur dalam air,
seperti polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi.
I I . __ T E O R I S E D I A A N
Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat
terapetik yang bersifat lokal atau sistemik. Bahan dasar suppositoria yang umum digunakan
adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilen
glikol berbagai bobot molekul, dan ester asam lemak polietilen glikol.
Bahan dasar suppositoria yang digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat terapetik.
Lemak coklat cepat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan cairan tubuh, oleh
karena itu menghambat difusi obat yang larut dalam lemak pada tempat diobati. Polietilen glikol
adalah bahan dasar yang sesuai untuk beberapa antiseptik. Jika diharapkan bekerja secara
sistemik, lebih baik menggunakan bentuk ionik dari pada nonionik, agar diperoleh ketersediaan
hayati yang maksimum. Meskipun obat bentuk nonionik dapat dilepas dari bahan dasar yang
dapat bercampur dengan air, seperti gelatin tergliserinasi dan polietilen glikol, bahan dasar ini
cenderung sangat lambat larut sehingga menghambat pelepasan. Bahan pembawa berminyak
seperti lemak coklat jarang digunakan dalam sediaan vagina, karena membentuk residu yang
tidak dapat diserap, Sedangkan gelatin tergliserinasi jarang digunakan melalui rektal karena
disolusinya lambat. Lemak coklat dan penggantinya (lemak keras) lebih baik untuk
menghilangkan iritasi, seperti pada sediaan untuk hemoroid internal.
Suppositoria rektal. Suppositoria rektal untuk dewasa berbentuk lonjong pada satu atau kedua
ujungnya dan biasanya berbobot lebih kurang 2 g.
Suppositoria vaginal. Umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot lebih kurang 5 g,
dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur dalam air, seperti
polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi. Ukuran berkisar, panjang 1,25 – 1,5 inchi dan
diameter 5/8 inchi
1. Tujuan penggunaan (ovula)
Biasanya digunakan untuk lokal dengan efek sebagai antiseptik, kontrasepsi, anastetik lokal, dan
pengobatan penyakit infeksi seperti trichomonal, bakteri dan monilial.
2. Absorpsi Vagina
Absorpsi sediaan vaginal terjadi secara pasif melalui mukosa. Proses absorpsi dipengaruhi oleh
fisiologi, pH, dan kelarutan dan kontanta partisi obat. Permukaan vagina dilapisi oleh lapisan
film air (aqueous film) yang volume, pH dan komposisinya dipengaruhi oleh umur, siklus
menstruasi, dan lokasi. pH vagina meningkat secara gradien yaitu pH 4 untuk anterior formix
dan pH 5 di dekat cervix. Pada umumnya ovula digunakan untuk efek lokal. Tapi beberapa
penelitian menunjukkan ada beberapa obat yang dapat berdifusi melalui mukosa dan masuk
dalam peredaran darah. Sebagai contoh, kadar propanolol dalam plasma untuk sediaan ovula
lebih besar dibandingkan dengan rute oral pada dosis yang sama.(Husa’s, Pharmaceutical
Dispensing, hal. 117)
Suppositoria dengan bahan lemak coklat harus disimpan dalam wadah tertutup baik, sebaiknya
pada suhu dibawah 30 derajat (suhu kamar terkendali).
A. TUJUAN PENGGUNAAN
1. Efek Lokal
Pada umumnya digunakan untuk pengobatan wasir, konsipasi, infeksi dubur. Zat aktif yang biasa
digunakan:
Anastetik lokal (benzokain, tetrakain)
Adstringen (ZnO, Bi-subgalat, Bi-subnitrat)
Vasokonstriktor (efedrin HCL)
Analgesik (turunan salisilat)
Emollient (balsam peru untuk wasir)
Konstipasi (glisin bisakodil)
Antibiotika untuk infeksi
2. Efek Sistemik
Meringankan penyakit asma (teofilin, efedrin, amonifilin)
Analgetik dan antiinflamasi (turunan salisilat, parasetamol)
Anti arthritis, radang persendian (fenilbutason, indometasin)
Hipnotik & sedatif (turunan barbiturat)
Trankuilizer dan anti emetik (fenotiazin, klorpromazin)
Khemoterapetik (antibiotik, sulfonamida)
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, hal 565)
B. KARAKTERISASI DOSIS
Umumnya dosis pada pemberian rektal besarnya 1,5-2 kali atau lebih dosis oral kecuali untuk
obat-obat keras. Dosis yang benar tergantung pada kecepatan pelepasan obat dari suppo. Ini berarti
basis suppo dan jumlah obat harus dipertimbangkan secara bersamaan. Karena pembawa dapat
merubah kecepatan absorbsi obat jumlah obat yang diberikan dalam suppo tergantung pada
pembawa dan sifat fisikokimia obat. Bobot suppo untuk orang dewasa sekitar 2 gram sedangkan
untuk anak-anak sekitar 1 gram.
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 564).
i) Faktor fisiologis
Antara lain ada tidaknya feses dalam rektum, sirkulasi darah di rektum, beberapa kondisi
patologik seperti diare sehingga terjadi dehidrasi pada tubuh, pH cairan rektal, juga selaput lendir
pada dinding rektum. Untuk memberikan efek yang optimal rektum harus dikosongkan dulu.
Cairan rektal memiliki kapasitas dapar yang rendah, sehingga pH cairan rektal sangat
dipengaruhi pH zat aktif yang ada melarut. Bila diatur pH kritis untuk memperoleh efisiensi
absorpsi yang optimal maka dibutuhkan penambahan dapar ke dalam formula. Selaput lendir
bisa menghambat absorpsi terutama bila selaput lendir tersebut kental dan tebal. Penempatan
suppositoria di dalam rektum, bila terlalu dalam akan menuju vena hemoroidal atas.
ii) Faktor fisikokimia
Antara lain koefisien partisi lemak-air dari zat aktif, kecepatan hancurnya basis, kecepatan
disolusi zat aktif dalam cairan rektal, keadaan zat aktif dalam suppositoria (jika terlarut, maka
dalam basis biasanya proses pelepasan dan disolusi zat aktif menjadi lebih lambat), kelarutan zat
aktif dalam cairan rektal, ukuran partikel zat aktif.
iii) Adanya zat tambahan khusus ke dalam basis
Misalnya surfaktan, dapat merubah tegangan permukaan selaput mukosa pada rektal sehingga
absorpsi zat berkhasiat menjadi lebih baik. Surfaktan dapat memperbesar kelarutan suatu zat
berkhasiat sehingga diabsorpsi lebih cepat, tapi juga dapat membentuk suatu kompleks senyawa
baru yang lambat diabsorpsi.
iv) Faktor aliran darah
Makin banyak pembuluh darah di sekitar suppositoria maka absorpsi obat akan semakin cepat.
Tetapi luas permukaan absorpsi terbatas di daerah kolon dan tidak ada perbedaan luas
permukaan yang mencolok di daerah kolon, baik di pinggir, di tengah maupun di dalam daerah
kolon. Setelah obat diabsorpsi dari usus halus obat dialirkan melalui vena porta hepatika ke hati.
Hati memetabolisme obat tersebut, dapat berupa modifikasi atau mengurangi efek obat tersebut.
di lain pihak jumlah yang lebih banyak dari obat yang sama dengan di atas akan diabsorpsi
melalui anorektal. Vena haemoroid halus yang mengelilingi kolon dan rektum masuk vena kava
inferior sehingga tidak masuk ke hati. Vena haemoroid menuju ke vena porta dan bermuara di
hati. Tetapi lebih dari setengah pemberian melalui rektal diabsorpsi langsung ke sirkulasi tubuh.
Sirkulasi limfa juga membantu absorpsi obat melalui rektal dan mengalihkannya dari hati. Rektal
tidak mempunyai daya kapasitas buffer. Menurut Schumber, asam dan basa lemah lebih cepat
diabsorpsi daripada asam / basa kuat dan yang terionisasi kuat lainnya.
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 565-568)
D. BASIS SUPPOSITORIA
Basis suppositoria mempunyai peranan penting dalam pelepasan obat yang dikandungnya. Salah
satu syarat utama basis suppositoria adalah selalu padat dalam suhu ruangan tetapi segera
melunak, melebur atau melarut pada suhu tubuh sehingga obat yang dikandungnya dapat tersedia
sepenuhnya, segera setelah pemakaian (H.C. Ansel, 1990, hal 375).
Menurut Farmakope Indonesia IV, basis suppositoria yang umum digunakan adalah lemak
coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilenglikol (PEG)
dengan berbagai bobot molekul dan ester asam lemak polietilen glikol. Basis suppositoria yang
digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat terapeutik (FI IV,hlm.16).
Yang perlu diperhatikan untuk basis suppositoria adalah :
a. Asal dan komposisi kimia
b. Jarak lebur/leleh
c. Solid-Fat Index (SFI)
d. Bilangan hidroksil
e. Titik pemadatan
f. Bilangan penyabunan (saponifikasi)
g. Bilangan iodida
h. Bilangan air (jumlah air yang dapat diserap dalam 100 g lemak)
i. Bilangan asam
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 568-569)
· Bilangan iod 34 - 38
· Bilangan asam 4
· Mudah tengik dan meleleh harus disimpan di tempat sejuk dan kering terhindar dari cahaya.
(Lachman,575)
· Bentuk polimorfisa
1. Bentuk α melebur pada 24°C diperoleh dengan pendinginan secara tiba-tiba sampai 0oC.
2. Bentuk β diperoleh dari cairan oleum cacao yang diaduk pada suhu 18-23 0 C titik
leburnya 28-31 oC
3. Bentuk stabil β diperoleh dari bentuk β’, melebur pada 34-35 0C diikuti dengan kontraksi
volume
4. Bentuk γ melebur pada suhu 18oC, diperoleh dengan menuangkan oleum cacao suhu
20oC sebelum dipadatkan ke dalam wadah yang didinginkan pada suhu yang sangat
dingin. Pembentukan polimorfisa ini tergantung dari derajat pemanasan, proses
pendinginan dan keadaan selama proses. Pembentukan kristal non stabil dapat dihindari
dengan cara :
Jika massa tidak melebur sempurna, sisa-sisa krsital mencegah pembentukan krsital
non stabil.
Sejumlah kristal stabil ditambahkan ke dalam leburan untuk mempercepat
perubahan dari bentuk non stabil ke bentuk stabil. (istilahnya “seeding”).
Leburan dijaga pada temperatur 28-32 0C selama 1 jam atau 1 hari.
b. Basis suppositoria larut air dan basis yang bercampur dengan air
Basis yang penting dari kelompok ini adalah basis gelatin tergliserinasi dan basis
polietilen glikol. Basis gelatin tergliserinasi terlalu lunak untuk dimasukkan dalam rektal
sehingga hanya digunakan melalui vagina (umum) dan uretra. Basis ini melarut dan bercampur
dengan cairan tubuh lebih lambat dibandingkan dengan oleum cacao sehingga cocok untuk
sediaan lepas lambat. Basis ini menyerap air karena gliserin yang higroskopis. Oleh karena itu,
saat akan dipakai, suppo harus dibasahi terlebih dahulu dengan air.
Polietilen glikol (PEG) merupakan polimer dari etilen oksida dan air, dibuat menjadi
bermacam-macam panjang rantai, berat molekul dan sifat fisik. Polietilen glikol tersedia dalam
berbagai macam berat molekul mulai dari 200 sampai 8000. PEG yang umum digunakan adalah
PEG 200, 400, 600, 1000, 1500, 1540, 3350, 4000, 6000 dan 8000. Pemberian nomor
menunjukkan berat molekul rata-rata dari masing-masing polimernya. Polietilen glikol yang
memiliki berat molekul rata-rata 200, 400, 600 berupa cairan bening tidak berwarna dan yang
mempunyai berat molekul rata-rata lebih dari 1000 berupa lilin putih, padat dan kekerasannya
bertambah dengan bertambahnya berat molekul. Basis polietilen glikol dapat dicampur dalam
berbagai perbandingan dengan cara melebur, dengan memakai dua jenis PEG atau lebih untuk
memperoleh basis suppo dengan konsistensi dan karakteristik yang diinginkan. PEG
menyebabkan pelepasan lebih lambat dan memiliki titik leleh lebih tinggi daripada suhu tubuh.
Penyimpanan PEG tidak perlu di kulkas dan dapat dalam penggunaan dapat dimasukkan secara
perlahan tanpa kuatir suppo akan meleleh di tangan (hal yang umum terjadi pada basis lemak).
(Ansel, hal 377)
Contoh formula basis (Lachman, 578)
a. PEG 1000 96%, PEG 4000 4%
b. PEG 1000 75%, PEG 4000 25%
Basis a) memiliki titik leleh rendah, sehingga membutuhkan tempat dingin untuk penyimpanan,
terutama pada musim panas. Basis ini berguna jika kita ingin disintegrasi yang cepat. Sedangkan
basis b) lebih tahan panas daripada basis a) sehingga dapat disimpan pada suhu yang lebih
tinggi. Basis ini berguna jika kita ingin pelepasan zat yang lambat. (Lachman, 578)
Suppositoria dengan polietilen glikol tidak melebur ketika terkena suhu tubuh, tetapi perlahan-
lahan melarut dalam cairan tubuh. Oleh karena itu basis ini tidak perlu diformulasi supaya
melebur pada suhu tubuh. Jadi boleh saja dalam pengerjaannya, menyiapkan suppositoria dengan
campuran PEG yang mempunyai titik lebur lebih tinggi daripada suhu tubuh.
Keuntungannya, tidak memungkinkan perlambatan pelepasan obat dari basis begitu suppo
dimasukkan, tetapi juga menyebabkan penyimpanan dapat dilakukan di luar lemari es dan tidak
rusak bila terkena udara panas. Suppo dengan basis PEG harus dicelupkan ke dalam air untuk
mencegah rangsangan pada membran mukosa dan rasa “menyengat”, terutama pada kadar air
dalam basis yang kurang dari 20%. (Ansel hal 377)
PEG Titik Leleh (°C)
1000 37 – 40
1500 44 – 48
1540 40 – 48
4000 50 – 58
6000 55 – 63
(HOPE, ed.IV p. 455)
Keuntungan basis PEG :
a. stabil dan inert
b. polimer PEG tidak mudah terurai.
c. Mempunyai rentang titik leleh dan kelarutan yang luas shg memungkinkan formula supo
dgn berbagai derajat kestabilan panas dan laju disolusi yg berbeda
d. Tidak membantu pertumbuhan jamur
e. (Teori dan Praktek Industri Farmasi, hal 1174)
Kerugian basis PEG:
a. secara kimia lebih reaktif daripada basis lemak.
b. dibutuhkan perhatian lebih untuk mencegah kontraksi volume yang membuat bentuk
suppo rusak
c. kecepatan pelepasan obat larut air menurun dengan meningkatnya jumlah PEG dgn BM
tinggi.
d. cenderung lebih mengiritasi mukosa drpd basis lemak.
Kombinasi jenis PEG dapat digunakan sbg basis supo dan memberikan keuntungan sbb.:
1. titik lebur supo dapat meningkat shg lebih tahan thd suhu ruangan yg hangat.
2. pelepasan obat tdk tergantung dari titik lelehnya.
3. stabilitas fisik dalam penyimpanan lebih baik.
4. sediaan supo akan segera bercampur dengan cairan rektal.
(HOPE, hal 455)
c. Basis surfaktan
Surfaktan tertentu disarankan sebagai basis hidrofilik sehingga dapat digunakan tanpa
penambahan zat tambahan lain. Surfaktan juga dapat dikombinasikan dengan basis lain. Basis ini
dapat digunakan untuk memformulasi obat yang larut air dan larut lemak.
Keuntungan :
- Dapat disimpan pada suhu tinggi
- Mudah penanganannya
- Dapat bercampur dengan obat
- Tidak mendukung pertumbuhan mikroba
- Nontoksik dan tidak mensensitisasi
(Lachman, Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 575, 578)
Kekurangan Suppositoria
· Daerah absorpsinya lebih kecil
· Absorpsi hanya melalui difusi pasif
· Pemakaian kurang praktis
· Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang rusak oleh pH di rektum (materi kuliah)
B. PENDEKATAN FORMULASI
1. Apakah untuk tujuan sistemik atau lokal?
2. Di mana lokasi pemberian suppositoria? Rektal, vaginal, atau uretral?
3. Bagaimana efek yang diinginkan? Cepat atau lambat?
1. Suppositoria untuk tujuan sistemik
· Basis yang digunakan tersedia dan ekonomis.
· Zat aktif harus terdispersi baik dalam basis dan dapat lepas dengan baik (pada kecepatan yang
diinginkan) dalam cairan tubuh di sekitar suppositoria.
· Jika zat aktif larut air, gunakan basis lemak dengan kadar air rendah.
· Jika zat aktif larut lemak, gunakan basis larut air. Dapat ditambahkan surfaktan untuk
mempertinggi kelarutannya.
· Untuk meningkatkan homogenitas zat aktif dalam basis sebaiknya digunakan pelarut yang
melarutkan zat aktif atau zat aktif dihaluskan sebelum dicampur dengan basis yang meleleh.
· Zat aktif yang larut sedikit dalam air atau pelarut lain yang tercampur dalam basis,
dilarutkan
dulu sebelum dicampur dengan basis.
· Zat aktif yang langsung dapat dicampur dengan basis, terlebih dahulu digerus halus sehingga
100 % dapat melewati ayakan 100 mesh.
2. Suppositoria untuk efek lokal
· Untuk hemoroid, anestetika lokal dan antiseptik (tidak untuk diabsorbsi).
· Basis tidak diabsorpsi, melebur dan melepaskan obat secara perlahan-lahan.
· Basis harus dapat melepas sejumlah obat yang memadai dalam 1/2 jam, dan meleleh
seluruhnya dengan melepas semua obat antara 4-6 jam agar terjadi efek lokal dalam kisaran
waktu tersebut.
· Pilih basis untuk efek lokal
· Obat harus didistribusikan secara homogen dalam basis suppositoria.
(Lachman, “Theory and Practice of Industrial Pharmacy” 3rd ed, 582-583)
a. Dapat diabsorpsi dengan cukup melalui mukosa rektal untuk mencapai kadar terapeutik
dalam darah (absorpsi dapat ditingkatkan dengan bahan pembantu).
b. Absorpsi zat aktif melalui rute oral buruk atau menyebabkan iritasi mukosa saluran
pencernaan, atau zat aktif berupa antibiotik yang dapat mengganggu keseimbangan flora
normal usus.
c. Zat aktif berupa polipeptida kecil yang dapat mengalami proses enzimatis pada saluran
pencernaan bagian atas (sehingga tidak berguna jika diberikan melalui rute oral).
d. Zat aktif tidak tahan terhadap pH saluran pencernaan bagian atas.
e. Zat aktif digunakan untuk terapi lokal gangguan di rektum atau vagina.
2. Pemilihan Basis
Peran utama basis suppositoria:
a. Menjadikan zat aktif tertentu dapat dibuat dalam bentuk suppositoria yang tepat dengan
karakteristik fisikokimia zat aktif dan keinginan formulator
b. Basis digunakan untuk mengatur penghantaran pengobatan pada tempat absorpsinya.
c. Karakteristik basis yang menentukan selama produksi:
a. Kontraksi
Sedikit kontraksi pada saat pendinginan volume suppositoria diinginkan untuk memudahkan
pengeluaran dari cetakan.
b. Ke-inert-an (inertness)
Tidak boleh ada interaksi kimia antara basis dengan bahan aktif.
c. Pemadatan
Interval antara titik leleh dengan titik solidifikasi harus optimal: jika terlalu pendek maka
penuangan lelehan ke dalam cetakan akan sulit; jika terlalu panjang, waktu pemadatan menjadi
lama sehingga laju produksi suppositoria menurun.
d. Viskositas
Jika viskositas tidak cukup, komponen terdispersi dari campuran akan membentuk sedimen,
mengganggu integritas dari produk akhir.
b. Meningkatkan hidrofilisitas
Penambahan bahan peningkat hidrofilisitas digunakan untuk mempercepat disolusi suppositoria
di rektum, sehingga meningkatkan absorpsi, jika digunakan dengan konsentrasi rendah. Tetapi,
jika digunakan dalam konsentrasi besar, bahan ini malah menurunkan absorpsi. Bahan peningkat
hidrofilisitas juga dapat menyebabkan iritasi lokal.
Contoh bahan ini yaitu:
a. surfaktan anionik, misalnya: garam empedu, Ca oleat, setil stearil alkohol plus 10
% Na alkil sulfat, Na dioktilsulfosuksinat, Na lauril sulfat (1 %), Na stearat (1 %),
dan trietanol amin stearat (3 – 5 %);
b. surfaktan nonionik dan amfoterik, misalnya: ester asam lemak dari sorbitan (Span
& Arlacel), ester asam lemak dari sorbitan teretoksilasi (Tween), ester dan eter
teretoksilasi (polietilenglikol 400 miristat, Myrj, eter polietilenglikol dari alkohol
lemak), minyak natural termodifikasi (Labrafil M2273, Cremophor EL, lesitin,
kolesterol);
c. gliserida parsial, misalnya: mono- dan digliserida mengandung asam lemak
tergliserolisasi (Atmul 84), mono- dan digliserida (gliserin monostearat dan
gliserin monooleat), monogliserida asam stearat dan palmitat, mono- dan
digliserida dari asam palmitat dan stearat.
c. Meningkatkan viskositas
Pengaturan viskositas dari lelehan suppositoria selama pendinginan merupakan titik kritis untuk
mencegah sedimentasi. Bahan yang digunakan yaitu: asam lemak dan derivatnya (Al
monostearat, gliseril monostearat, & asam stearat), alkohol lemak (setil, miristat dan stearil
alkohol), serbuk inert (bentonit & silika koloidal).
f. Mengubah penampilan
Pewarna dapat digunakan untuk berbagai alasan seperti psikologis, menjamin keseragaman
(uniformitas) warna produk dari lot ke lot, untuk membedakan produk, dan menyembunyikan
kerusakan saat pembuatan seperti eksudasi atau kristalisasi permukaan. Bahan hidrosolubel,
liposolubel dan insolubel serat tidak bersifat mengiritasi mukosa dapat digunakan untuk
mewarnai suppositoria.
h. Mengubah absorpsi
Pada kasus di mana absorpsi obat di rektal amat terbatas, perlu ditambahkan bahan untuk
meningkatkan uptake obat tersebut. Sejumlah bahan telah digunakan untuk meningkatkan
bioavailabilitas dari zat aktif dalam suppositoria. Sebagai contoh, penambahan enzim
depolimerisasi (mukopolisakarase) telah dipelajari untuk meningkatkan penetrasi beberapa zat
aktif.
(Lieberman, “Disperse System”, thn 1989, vol 2, 537-54)
IV.PERHITUNGAN SUPPOSITORIA
Dosis Replacement
Jika dosis zat aktif yang digunakan < 100 mg (untuk bobot supo 2 g), maka volume yang
ditempati oleh serbuk tidak berubah secara bermakna sehingga tidak perlu dipertimbangkan.
Jika bobot supo yang akan dibuat < 2 g maka volume serbuk harus diperhitungkan.
Faktor kerapatan (densitas) dari basis dan serbuk harus diketahui.(Slide kuliah bu Heni)
Berikut adalah cara perhitungan jumlah basis yang dapat digunakan oleh sejumlah bahan obat
ataupun bahan pembantu :
1. Density Factor (Dispensing of Medication, 9th, Robert E. King, hal. 96)
Merupakan jumlah gram zat aktif yang setara dengan 1 g basis.
Contoh :
a. Akan dibuat 12 buah suppo yang mengandung aspirin @ 300 mg dan dibuat dalam cetakan
suppo 2 g dengan basis oleum cacao
Maka perhitungan basis oleum cacao yang dibutuhkan untuk suppo tersebut sbb:
- Aspirin yang dibutuhkan (dibuat dengan ditambah 1 buah suppo untuk cadangan)
= 13 x 0,3 g = 3,9 g
- Faktor densitas untuk aspirin
= 1,1 → 3,9 / 1,1 = 3,55 → 3,9 g aspirin setara dengan 3,55 g oleum cacao.
- Oleum cacao teoritis yang dibutuhkan untuk membuat suppo (basis saja tanpa ZA)
= 13 x 2 g = 26 g
- Oleum cacao sebenarnya yang dibutuhkan untuk membuat suppo
= 26 g – 3,55 g = 22,45 g
Jika diminta membuat 6 buah Suppositoria maka umumnya dibuat berlebih, misalnya 8 buah.
Langkah pengerjaan :
1. Buat dan timbang 8 Suppositoria yang terbuat dari oleum cacao saja, misal diperoleh
bobot total 8
Suppositoria adalah 16, 8 g. Maka bobot rata-rata 1 Suppositoria adalah 16,8 / 8 = 8
2. Zat aktif ditimbang :
10% x 8 x 2,1 g = 1,68 g
Fenobarbital : 1% x 8 x 2,1 g = 0,168 g
3. Dihitung kesetaraan zat aktif dengan oleum cacao :
- Aminofilin menggantikan : 1,68 / 1,1 = 1,53 g oleum cacao
- Fenobarbital menggantikan : 1,68 / 0,81 = 0,14 g oleum cacao
4. Jumlah total oleum cacao yang ditimbang : 16,8 g – (1,53+0,14) = 15,13 g
5. Buat 8 Suppositoria yang terdiri dari oleum cacao dan bahan obat kemudian lakukan
evaluasi terhadapnya dan serahkan 6 Suppositoria yang baik.
Jawab :
Karena mengandung 100 mg fenobarbital dalam sekitar 2 g, maka % fenobarbital dalam sediaan
supo adalah (100 / 2000) mg x 100% = 5%
Bilangan pengganti fenobarbital, f = 0,81
(E - G)
f = 100 x ------------ + 1
(G x X)
(2- G)
0,81 = 100 x ------------ + 1
( G x 5)
-0,19 = 200 – 100G
5G
-0,19 = 40 – 20G → G = 2,0095 g
Jadi bobot supo dengan 100 mg fenobarbital = 2,0095 g
Dalam perhitungan apabila diketahui maka f dapat langsung dikalikan dengan jumlah bahan
obat. Obat-obat yang umum dibuat dalam sediaan Suppositoria, bila dibandingkan dengan oleum
cacao yang memiliki f = 1, memiliki faktor pengganti seperti dalam tabel berikut ini :
Faktor pengganti
Asam borat Bahan aktif 0,67
Fenobarbital 0,81
Hg protein ringan 0,61
Balsam Peru 0,83
Bismuth subgallat 0,37
Bismuth subnitrat 0,33
Camphora 1,49
Malam putih atau malam kuning 1,0
Spermaseti 1,0
Kloral hidrat 0,67
Kinin hidroklorida 0,83
Serbuk daun digitalis 0,61
Ichthammol 0,91
Minyak jarak 1,0
Fenol 0,9
Prokain hidroklorida 0,8
Resorsin 0,71
Salol 0,71
Sulfanilamida 0,6
Sulfatiazol 0,62
Teofilin Na asetat 0,6
Zink oksida 0,15 - 0,25
(Lachman,585)
Untuk bahan aktif larutan nilai tukarnya adalah 1. (IMO, hal 164)
3. Displacement Value
Adalah jumlah zat aktif yang dapat menggantikan oleum cacao.
Contoh perhitungan :
- Buat dan timbang 6 Suppo oleum cacao tanpa bahan obat, misalnya diperoleh bobot 6,0g.
- Buat Suppositoria dengan 40 % zat aktif diperoleh bobot 8,8 g
Jumlah Oleum Cacao : 60% x 8,8 = 5,28
Jumlah Zat Aktif : 40% x 8,8 = 3,52
Jadi jumlah oleum cacao yang dapat digantikan oleh 3,52 g zat aktif adalah
: (6,0-5,28) g = 0,72 g
3,52
Displacement value zat aktif adalah : ------- = 4,89 = 5 (dibulatkan)
0,72
5 g Zat aktif dapat menggantikan 1 g oleum cacao
Data kesetaraan zat aktif dengan basis tidak diketahui
R/ Vioform 250 mg
mf Suppositoria no VI @2g
Langkah pengerjaan :
1. Buat dan timbang 8 Suppositoria yang terbuat dari oleum cacao saja, misal diperoleh
bobot total adalah 16 g, berarti bobot rata-rata satu Suppositoria adalah 2 g.
2. Kemudian dibuat Suppositoria orientasi dengan 250 mg Vioform dan oleum cacao 1500
mg. Kedua bahan tersebut dicampurkan dan dituangkan ke dalam cetakan (lubang cetakan
seharusnya belum terisi penuh), sisa volume diisi dengan lelehan oleum cacao lainnya sampai
meluap. Suppositoria yang dihasilkan ditimbang, misal diperoleh bobot 2,2 g.
V. PEMBUATAN
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Suppositoria, sbb:
1. Penyiapan cetakan
- Cetakan dikalibrasi, caranya : Siapkan cetakan supo dengan kondisi kering dan bersih.
Buat lelehan basis supo 6-12 supo. Tuang lelehan, dinginkan dan rapikan. Keluarkan
supo dari cetakan dan timbang. Hitung bobot rata-rata supo. Bobot rata-rata ioni sebagai
nilai kalibrasi untuk cetakan tertentu.
- Cetakan sebaiknya dilubrikasi. Cetakan yang baru masih memiliki permukaan yang
mengkilat dan dapat melepaskan suppositoria secara cepat, tetapi setelah beberapa kali
pemakaian dapat timbul goresan yang dapat menghambat pelepasan suppositoria dari
cetakan. Penggunaan lubrikan sesedikit mungkin untuk melapisi semua bagian cetakan
tertutup, jika berlebihan dapat menyebabkan deformasi supo, jika kurang dapat
menyebabkan kesulitan pengeluaran supo dari cetakan.
- Lubrikan yang digunakan tidak bercampur (immisibel) dengan basis. Untuk basis larut
air, digunakan minyak mineral (contoh : parafin cair). Untuk basis larut lemak, digunakan
gliserin, air, air-gliserin, atau PEG 400.
- Teknik lain untuk memudahkan pengeluaran suppositoria akhir dari cetakan adalah
dengan mendinginkan cetakan sebentar di freezer setelah suppositoria membeku pada
suhu kamar. Kontraksi tambahan dapat melepaskan suppositoria lebih mudah dari
permukaan logam.
2. Keragaman Bobot
Timbang masing-masing suppo sebanyak 10, diambil secara acak. Lalu tentukan bobot rata-rata.
Tidak lebih dari 2 suppo yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari % deviasi,
yaitu 5 %. Keragaman bobot juga merupakan bagian dari uji keseragaman sediaan, dilakukan
bila sediaan mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50% atau lebih dari bobot
sediaan. Jika tidak, keseragaman sediaan ditentukan dengan metode keseragaman kandungan
(lihat poin 6).
(BP 2002, Appendix XII H, A.253, FI IV 1995 hal. 999)
6. Keseragaman Kandungan
Diambil tidak kurang 30 suppo lalu ditetapkan kadar 10 satuan satu per satu. Kecuali dinyatakan
lain, persyaratannya adalah kadar dalam rentang 85,0%-115,0% dari yang tertera pada etiket dam
simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6,0%.
Jika satu satuan berada di luar rentang tersebut, tapi dalam rentang 75,0%-125,0% dari yang
tertera dalam etiket, atau simpangan baku relatif lebih besar dari 6,0%, atau jika kedua kondisi
tidak dipenuhi, dilakukan uji 20 satuan tambahan. Persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari satu
satuan dari 30 terletak di luar rentang 85,0%-115,0% dari yang tertera pada etiket dan tidak ada
satuan terletak di luar rentang 75,0%-125,0% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku
relatif dari 30 satuan sediaan tidak lebih dari 7,8%. (FI ed.IV hal 999-1000)
7. Penentuan Waktu Pelembekan dari Suppositoria Lipofilik
(Softening time determination of lipophilic suppositories)
Uji ini dilakukan untuk menentukan waktu yang dibutuhkan sediaan di dalam air sampai sediaan
melembek hingga sediaan tidak mempunyai ketegaran / ketahanan saat berat tertentu diberikan.
Metode ini dapat menggunakan beberapa alat. (BP 2002, A332)
NOTE: Jika tidak dinyatakan lain, sebagai suppo dasar digunakan lemak coklat dan untuk
memperoleh massa suppo yang baik, sebagian lemak coklat dapat diganti dengan malam putih
dalam jumlah yang sesuai. Suppo yang dibuat dengan menggunakan suppo dasar lemak coklat
berbobot antara 1-2 g (Fornas hal 333)
(FORMULA NO. 4 S/D 10 DARI PUSTAKA BPC 1973 HAL. 796-798)
4. Suppositoria Bismuth Subgalat
R/ Bismuth Subgalat 200 mg
Resorsinol 60 mg
ZnO 120 mg
Castor oil 60 mg
Theobroma oil/basis lemak lain hingga 1 g
Bilangan Pengganti (BP): 1 g theobroma oil setara dengan 3 g bismuth subgalat
“ 5 g ZnO
“ 1 g Castor oil
“ 1,5 g resorsinol
5. Suppositoria Chlorpromazine
R/ Chlorpromazine 100 mg
Minyak nabati terhidrogenasi/basis yang cocok
6. Suppositoria Cinchocaine
R/ Cinchocaine Hidroklorida 11 mg
Theobroma oil/basis lemak
BP: 1 g Theobroma oil setara dengan 1,5 g Cinchocaine Hidroklorida
7. Suppositoria Hamamelis
R/ Ekstrak kering Hamamelis 200 mg
Theobroma oil/basis lemak yang cocok
BP: 1 g theobroma oil setara dengan 1,5 g ekstrak kering Hamamelis
8. Suppositoria Hamamelis dan ZnO
R/ Ekstrak kering Hamamelis 200 mg
ZnO 600 mg
Theobroma oil / basis lemak yang cocok hingga 2 g
9. Suppositoria Hidrokortison
R/ Hidrokortison/Hidrokortisaon asetat 25 mg
Theobroma oil/basis lemak yang cocok
BP : 1 g Theobroma oil setara dengan 1,5 g hidrokortison / hidrokortison asetat
B. Bronkopulmonari, Antitusif
13. R/ Prophythenazone 1250 mg
Theofilin 310 mg
Kafein 625 mg
Efedrin HCl 310 mg
Atropin metilbromida 1 mg
Witepsol H15 hingga 2000 mg
14. R/ Theofilin 400 mg
Fenobarbital 20 mg
Suppocire AML 1580 mg
C. Antibiotik
15. R/ Terramycin 200 mg
Suppocire M 1800 mg
D. Kardiovaskular
16. R/ Serbuk daun Digitalis 50 mg
Theobromin Sodium Salisilat 250 mg
Witepsol S55 hingga 2000 mg
17. R/ Phenylethylbarbituric acid 50 mg
Ekstrak Beladon 40 mg
Laktosa 40 mg
Gliserol 78% 80 mg
Witepsol hingga 2000 mg
E. Antihemorrhoidal
18. R/ Benzokain 50 mg
Metanol 20 mg
Resorcin 10 mg
ZnO 300 mg
Hamamelis (ekstrak cair) 50 mg
Witepsol hingga 2000 mg
19. R/ Anhydrous Bismuth Oxide 23 mg
Resorsinol 23 mg
Bismuth subgalat 53 mg
Bismuth oxyiodide 1 mg
ZnO 278 mg
Asam borat 477 mg
Peruvian balsam 46 mg
Suppocire 1899 mg