Pengambilan Keputusan yang Etis : Dalam Konteks Pribadi dan
Profesional
A. Sebuah Proses Pengambilan Keputusan untuk Etika
Berikut beberapa langkah dalam mengambil keputusan yang bertanggung jawab
secara etis :s 1. Menentukan fakta-fakta dalam situasi suatu kasus : Memberikan upaya yang cukup untuk memahami situasi kasus, membedakan fakta-fakta dari opini belaka Mengetahui fakta-fakta dan meninjau secara cermat keadaannya akan memberikan kemudahan dalam memecahkan perselisihan pendapat pada tahap awal 2. Memiliki kemampuan untuk mengenali sebuah keputusan atau permasalahan sebagai sebuah keputusan etis atau permasalahan etis : Mengidentifikasi isu-isu etis yang terlibat dalam suatu kasus Mengenali adanya komponen etis dalam setiap keputusan Menanamkan kesensitifan terhadap isu-isu etis Memiliki gambaran dari dampak suatu keputusan terhadap kesejahteraan, integritas , kebebasan, dari orang-orang yang terlibat 3. Melibatkan semua elemen vital dari suatu kasus : Mengidentifikasi dan mempertimbangkan semua pihak yang dipengaruhi oleh sebuah keputusan Mempertimbangkan alternatif-alternatif yang tersedia atau mempertimbangkan dilema-dilema tertentu Mempertimbangkan isu-isu dari berbagai sudut pandang 4. Membandingkan dan mempertimbangkan alternatif-alternatif : Adanya pertimbangan akan dampak dari sebuah keputusan terhadap integritas dan karakter pribadi. Memahami karakter pribadi dan nilai-nilai yang dianut oleh pribadi dapat membantu dalam pengambilan keputusan. Memahami nilai-nilai yang pribadi anut yang seharusnya dapat membantu dalam pengambilan keputusan Kreativitas dalam mengidentifikasi pilihan-pilihan atau yang biasa disebut sebagai imajinasi moral, yaitu suatu elemen yang membedakan antara orang baik yang mengambil keputusan etis dengan orang baik yang tidak melakukan hal tersebut. Mengevaluasi dampak dari tiap alternatif yang telah dipikirkan terhadap masing-masing pemegang kepentingan yang telah di identifikasi Mempertimbangkan cara-cara untuk mengurangi, meminimalisasi, atau mengganti konsekuensi merugikan yang mungkin terjadi atau meningkatkan dan memajukan konsekuensi-konsekuensi yang mendatangkan manfaat. Mempertimbangkan hal-hal yang menyangkut prinsip-prinsip, hak-hak dan kewajiban-kewajiban. 5. Membuat sebuah keputusan 6. Mengevaluasi implikasi dari keputusan yang telah diambil, memantau dan belajar dari hasil, serta memodifikasi tindakan berdasarkan pengalaman ketika dihadapkan dengan tantangan serupa di masa depan.
B. Ketika Pengambilan Keputusan yang Etis Tidak Berjalan dengan Baik
Faktor-faktor yang menyebabkan pengambilan kepututsan yang etis tidak berjalan
dengan baik : 1) Seseorang hanya mempertimbangkan alternatif-alternatif terbatas 2) Sikap ketidaktahuan yang disengaja atau tidak disengaja 3) Banyak pendapat yang mengungkapkan lebih nyaman dengan aturan keputusan yang disederhanakan, karena keputusan yang sederhana memberikan ketenangan bagi banyak pengambil keputusan 4) Banyak kondisi dimana seseorang memilih alternatif yang memenuhi kriteria keputusan yang minimal 5) Di dalam perusahaan terkadang memberikan jumlah kompensasi yang terlalu besar bagi para eksekutif perusahaan, kurangnya pengawasan dalam keputusan yang diambil keputusan eksekutif perusahaan, perbedaan signifikan antara pengambil keputusan dan yang menerima akibat keputusan. 6) Banyak orang yang bersikap pasif dan hanya menyesuaikan diri dengan ekspektasi sosial dan budaya.
C. Pengambilan Keputusan yang Etis dalam Peran Manajerial
Dalam dunia bisnis, terkadang konteks organisasi mempersulit seseorang untuk
bertindak secara etis bahkan bagi orang yang berniat paling baik sekalipun, mempersulit orang yang tidak jujur untuk bertindak etis. Tanggung jawab atas keadaan yang dapat mendorong perilaku etis jatuh kepada manajemen bisnis dan tim eksekutif. Lalu dalam situasi bisnis, para individu harus mempertimbangkan implikasi etis dari pengambilan keputusan pribadi dan profesional (personal and proffesional decision making). Dalam konteks bisnis, para individu mengisi peran sebagai karyawan, manajer, eksekutif senior, dan anggota dewan. Para manajer, eksekutif, dan anggota dewan memiliki kemampuan untuk menciptakan dan membentuk konteks organisasi dimana semua karyawan mengambil keputusan. Oleh karena itu, mereka memiliki sebuah tanggung jawab untuk meningkatkan pengaturan organisasi yang mendorong perilaku etis dan menekan perilaku tidak etis.
D. Pelanggaran terhadap Etika di Tempat Kerja
Dalam pandanagan seseorang mungkin pelanggaran-pelanggaran terhadap etika hanya
dilkaukan oleh orang yang mempunyai watak buruk saja, namun banyak dari tindakan yang melanggar etis ini juga dilakukan oleh orang yang memiliki watak yang baik, ini akibat dari kelemahan dan kegagalan alih-alih dari keegoisan dan keserakahan, dan dalam situasi tertentu pula, orang-orang baik melakukan hal buruk, karena kurang hati-hati, atau mempunyai sifat kehati-hatian yang berlebihan. Berikut faktor-faktor yang menghalangi seseorang untuk melakukan tindakan yang terbaik atau melakukan tindakan yang sesuai dengan etika : 1. Skrip Skrip merupakan istilah yang sering digunakan oleh para psikolog, istilah ini merujuk pada prosedur dalam menangani suatu situasi berdasarkan pengalaman. Situasi skrip ini sering sekali terjadi dalam dunia kerja. Pekerjaan yang berulang- ulang yang membutuhkan kewaspadaan untuk menghindari kesalahan etis dapat ditemukan pada pekerjaan pengendalian kualitas, pelayanan konsumen, dan manufaktur. Skrip juga menyebabkan mengapa para pebisnis tidak selalu merespons secara suka rela pada kasus-kasus penderitaan manusia atau kasus-kasus tetentu yang melibatkan perusahaannya atau organisasinya. Dalam situasi pekerjaan yang diulang-ulang yang mengakibatkan timbulnya skrip dan berakibat pada perilaku yang tidak etis, yaitu dengan menjauhkan orang dari situasi yang memiliki tingkat pengulangan yang tinggi. Teknologi dapat dan telah digunakan untuk menghilangkan pekerjaan yang sangat rutin, namun terkadang rotasi pekerjaan juga menjadi pilihan. 2. Gangguan-gangguan Kecenderungan lain yang dilakukan manusia yang dapat mengakibatkan munculnya tindakan yang tidak etis adalah sering kali mengabaikan gangguan- gangguan. Ketidakperhatian terhadap apa yang sedang terjadi ini dapat menyeret kita ke dalam masalah dengan pasangan kita dan orang penting lainnya. Dan hal ini banyak sekali terjadi ketika para pegawai, dengan cara yang terbatas dalam mendapatkan perspektif, didorong untuk fokus dan tergerak. Solusi terbaik untuk melwan kecenderungan ini adalah dengan memberikan model pengendalian diri yang dilakukan oleh para manajer senior. Namun terkadang suatu budaya organisasi yang memfasilitasi keseimbangan antara pekerjaan dengan keluarga atau mendorong keterlibatan pegawai dala komunitas dapat memindahkan pengalaman yang seharusnya tidak dilihat semata-mata sebagai ganguan di pusat kesadaran. 3. Pengecualian Moral Faktor terakhir adlah pengecualian moral, kecenderunga manusia yang secara moral mengecualikan orang-orang tertentu. Hal ini bisa terjadi ketika orang atau kelompok di persepsikan berada di luar batasan dari ruang lingkupdi mana nilai-nilai dan pertimbangan moral tentang keadilan berlaku. Namun, kecenderungan untuk mengurangi sikap moral terhadap orang lain akan mengakibatkan seseorang bersikap buruk kepada semua orang, beberapa dari mereka justru orang-orang dekat, seperti rekan kerja ataupun pelanggan yang berharga.