Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Spondylosis adalah suatu gangguan degeneratif yang dapat


menyebabkanhilangnya struktur dan fungsi normal tulang belakang.
Proses cervical, thoracal, dan atau lumbal dari tulang belakang
mempengaruhi diskus intervertebralis dan facet join (Hanson, 2000).

Spondylosis merupakan penyakit degeneratif pada corpus vertebra atau


diskus intervertebralis. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita.
Faktor utama yang bertanggung jawab terhadap perkembangan
spondylosis adalah usia, obesitas, duduk dalam waktu yang lama dan
kebiasaan postur yang jelek. Pada faktor usia menunjukkan bahwa kondisi
ini banyak dialami oleh orang yang berusia 40 tahun keatas. Faktor
obesitas juga berperan dalam menyebabkan perkembangan spondylosis
lumbar.

Spondylosis merupakan kelompok kondisi osteoarthritis yang


menyebabkan perubahan degeneratif pada intervertebral joint dan
apophyseal joint (facet joint). Kondisi ini terjadi pada usia 30 – 45 tahun
namun paling banyak terjadi pada usia 45 tahun dan lebih banyak terjadi
pada wanita daripada laki-laki. Sedangkan faktor resiko terjadinya
spondylosis adalah faktor kebiasaan postur yang jelek, stress mekanikal
dalam aktivitas pekerjaan, dan tipe tubuh. Perubahan degeneratif dapat
bersifat asimptomatik (tanpa gejala) dan simptomatik (muncul
gejala/keluhan). Gejala yang sering muncul adalah nyeri pinggang, spasme
otot, dan keterbatasan gerak kesegala arah.

1
Pasien ankylosing spondylosis cenderung memiliki tubuh condong ke
depan, dan berpostur menekuk ke depan karena gravitasi. Pengobatan atau
perawatan pada spondilosis biasanya konservatif, yang paling sering
digunakan adalah obat anti inflamasi (NSAIDs), modalitas fisik, dan
modifikasi gaya hidup. Untuk tindakan pembedahan kadang- kadang
dilakukan. Tindakan pembedahan dianjurkan untuk radikulopaty servikal
pasien dengan klinis yang berat, gejala progresif, ataukegagalan dengan
terapi konservatif. Tulang belakang bisa dikoreksi melalui prosedur
pembedahan kompleks yang berisiko cedera neurologis (Lawrence, 2002).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang. Spondylosis
dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas
bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada
tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang
(osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang
posterior dari tepi superior dan inferior vertebra centralis (corpus).

Spondylosis dapat terjadi pada leher (cervical), punggung tengah (thoracal),


maupun punggungbawah (lumbal). Proses degenerasi dapat menyerang sendi
antar ruas tulangbelakang, tulang dan juga penyokongnya (ligament).

2.2. Anatomi Vertebrae

Columna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang memungkinkan


untuk bergerak. Terdapat 33 columna vertebralis, meliputi 7 columna vertebra
cervical, 12 columna vertebra thoracal, 5 columna vertebra lumbal, 5 columna
vertebra sacral dan 4 columna vertebra coccygeal. Vertebra sacral dan cocygeal
menyatu menjadi sacrum-coccyx pada umur 20 sampai 25 tahun. Columna
vertebrales juga membentuk saluran untuk spinal cord. Spinal cord merupakan
struktur yang Sangat sensitif dan penting karena menghubungkan otak dan sistem
saraf perifer.

Canalis spinalis dibentuk di bagian anterior oleh discus intervertebralis atau


corpus vertebra, di lateral oleh pediculus, di posterolateral oleh facet joint dan di
posterior oleh lamina atau ligament kuning. Canalis spinalis mempunyai dua
bagian yang terbuka di lateral di tiap segmen, yaitu foramina intervertebralis.

3
Recessus lateralis adalah bagian lateral dari canalis spinalis. Dimulai di pinggir
processus articularis superior dari vertebra inferior, yang merupakan bagian dari
facet joint. Di bagian recessus inilah yang merupakan bagian tersempit. Setelah
melengkung secara lateral mengelilingi pediculus, lalu berakhir di caudal di
bagian terbuka yang lebih lebar dari canalis spinalis di lateral, yaitu foramen
intervertebralis. Dinding anterior dari recessus lateralis dibatasi oleh discus
intervertebralis di bagian superior, dan corpus verterbralis di bagian inferior

Dinding lateral dibentuk oleh pediculus vertebralis. Dinding dorsal dibatasi oleh
processus articularis superior dari vertebra bagian bawah, sampai ke bagian kecil
dari lamina dan juga oleh ligamen kuning (lamina). Di bagian sempit recessus
lateralis, dinding dorsalnya hanya dibentuk oleh hanya processus lateralis, dan
perubahan degeneratif di daerah inilah mengakibatkan kebanyakan penekanan
akar saraf pada stenosis spinalis lumbalis.

Akar saraf yang berhubungan dengan tiap segmen dipisahkan dari kantong dura
setinggi ruang intervertebra lalu melintasi recessus lateralis dan keluar dari
canalis spinalis satu tingkat dibawahnya melalui foramina intervertebralis. Di
tiap-tiap titik ini dapat terjadi penekanan.

4
Gambar 1. Anatomi Vertebralis

2.3. Etiologi

Penyebab seseorang mengalami proses degenerasi pada sendi sedangkan orang

lain tidak atau seseorang lebih cepat proses degenerasi pada tulangnya belum

dapat dipastikan. Tetapi ada beberapa faktor resiko yang dapat memperberat atau

mencetuskan penyakit ini. Ada beberapa faktor yang memudahkan terjadinya

progresi degenerasi pada vertebra lumbal yaitu :

a. Faktor usia

Beberapa penelitian pada osteoarthritis telah menjelaskan bahwa proses

penuaan merupakan faktor resiko yang sangat kuat untuk degenerasi

5
tulang khususnya pada tulang vertebra. Suatu penelitian otopsi

menunjukkan bahwa spondylitis deformans atau spondylosis meningkat

secara linear sekitar 0% - 72% antara usia 39 – 70 tahun. Begitu pula,

degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan sekitar 98%

pada usia 70 tahun.

b. Stress akibat aktivitas dan pekerjaan

Degenerasi diskus juga berkaitan dengan aktivitas-aktivitas tertentu.

Penelitian retrospektif menunjukkan bahwa insiden trauma pada lumbar,

indeks massa tubuh, beban pada lumbal setiap hari (twisting, mengangkat,

membungkuk, postur jelek yang terus menerus), dan vibrasi seluruh tubuh

(seperti berkendaraan), semuanya merupakan faktor yang dapat

meningkatkan kemungkinan spondylosis dan keparahan spondylosis.

c. Peran herediter

Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan degenerasi

diskus. Penelitian Spector and MacGregor menjelaskan bahwa 50%

variabilitas yang ditemukan pada osteoarthritis berkaitan dengan faktor

herediter. Kedua penelitian tersebut telah mengevaluasi progresi dari

perubahan degeneratif yang menunjukkan bahwa sekitar ½ (47 – 66%)

spondylosis berkaitan dengan faktor genetik dan lingkungan, sedangkan

hanya 2 – 10% berkaitan dengan beban fisik dan resistance training.

6
d. Adaptasi fungsional

Penelitian Humzah and Soames menjelaskan bahwa perubahan degeneratif

pada diskus berkaitan dengan beban mekanikal dan kinematik vertebra.

Osteofit mungkin terbentuk dalam proses degenerasi dan kerusakan

cartilaginous mungkin terjadi tanpa pertumbuhan osteofit. Osteofit dapat

terbentuk akibat adanya adaptasi fungsional terhadap instabilitas atau

perubahan tuntutan pada vertebra lumbar.

2.4. Gejala

Manifestasi gejala pada Spondylosis tergantung pada posisi dan bagian tulang
yang mengalami kelainan serta usia penderita. Bila degenerasi terjadi pada sendi
antar ruas-ruas tulang belakang, maka dapat terjadi penipisan sendi dan ruas
tulang merapat satu sama lain, sehingga tinggi badan bisa berkurang. Selain
itu juga jaringan yang terdapat di dalam sendi antar ruas tersebut bisa menonjol
keluar yang disebut hernia discus. Bila terjadi seperti ini maka penderita
spondylosis akan merasa nyeri di punggungnya akibat penekanan struktur
tersebut ke jaringan sekitarnya. Hernia discus juga dapat menekan ke dalam
sumsum tulang belakang sehingga menimbulkan gangguan saraf baik motorik,
sensorik, maupun otonomsehingga bisa saja bermanifestasi menjadi kelumpuhan,
gangguan sensori seperti kesemutan dan mati rasa, dan gangguan otonom seperti
gangguan berkeringat, gangguan buang air besar maupun kecil.

Proses degenerasi juga dapat menimbulkan penipisan tulang rawan dan


penonjolan tulang yang disebut osteophyte atau biasa disebut pengapuran.
Akibatnya otot dan jaringan penunjang sekitarnya dapat teriritasi oleh tonjolan
tulang tersebut dan penderita akan merasakan nyeri dan kaku.

7
Gejala klinis Spondylosis dapat ringan sampai berat dan sangat tergantung pada
usia penderita. Gejala Spondylosis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Leher (Cervical Spine)

 Rasa sakit yang hilang timbul


 Nyeri yang menyebar ke bahu, lengan, tangan, atau jari
 Kekakuan sendi pada bahu atau leher sehingga membatasi pergerakan
setelah bangun tidur
 Mati rasa pada daerah leher atau bahu
 Kelemahan atau kesemutan di leher, bahu, lengan, tangan, atau jari
 Sakit kepala di bagian belakang kepala
 Kehilangan keseimbangan
 Kesulitan menelan (ini jarang terjadi, tetapi mungkin terjadi jikasumsum
tulang belakang dikompresi)

2. Punggung Tengah (Thoracal Spine)

 Nyeri di bagian atas dan pertengahan punggung


 Kaku punggung setelah bangun tidur
 Terbatasnya gerak tulang punggung

3. Punggung Bawah (Lumbar Spine)

 Rasa sakit yang hilang timbul


 Kaku tulang punggung bagian bawah
 Rasa sakit yang berkurang dengan istirahat atau setelah berolahraga
 Mati rasa daerah sekitar pinggang atau punggung bawah
 Kelemahan pada punggung bawah
 Sering terjadi kesemutan pada kaki
 Kesulitan berjalan
 Masalah usus atau kandung kemih (ini jarang terjadi, tetapi mungkin
terjadi jika sumsum tulang belakang dikompresi.)
8
2.5 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Apabila menemukan gejala tersebut dokter biasanya menanyakan keluhan


danmelakukan pemeriksaan fisik seperti nyeri tekan dan jangkauan gerak. Setelah
ituapabila dianggap perlu, dokter akan menyarankan penderita melakukan
berbagaipemeriksaan misalnya X-ray, CT-scan atau MRI.

Foto X-ray polos dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique berguna untuk
menunjukkan lumbalisasi atau sakralisasi, menentukan bentuk foramina
intervertebralis dan facet joint, menunjukkan spondylosis, spondiloarthrosis,
retrolistesis, spondilolisis, dan spondilolistesis. Stenosis spinalis centralis atau
stenosis recessus lateralis tidak dapat ditentukan dengan metode ini.

Gambaran Radiologis

Gambaran yang mungkin didapatkan pada pemeriksaan Radiologi adalah sebagai


berikut:

1. Penyempitan ruang discus intervertebralis

2. Perubahan kelengkuangan vertebrae dan penekanan saraf

3. OsteofitatauSpur formation di anterior ataupun posterior vertebrae

4. Pemadatan Corpus vertebrae

5. Porotik (Lubang) pada tulang

6. Vertebrae tampak seperti bambu (Bamboo Spine)

7. Sendi sacroiliaca tidak tampak atau kabur

8. Celah sendi menghilang

9
Gambar 2. Cervical spondylosis (pembentukan osteofit dan penyempitan diskus
intervertebralis).

Gambar 3. Lateral osteofit ; lateral osteofit dapat disalah interpretasikan untuk


kalsifikasi atau herniasi diskus pada foto lateral spine.

10
Gambar 4. Spondylosis ; Gambar 5. Beberapa macam
Penyempitan DIV (panah putih) kelainan pada vertebrae
dan osteofit (bone spur, panah
hitam) disertai adanya sclerosis (3
tanda panah) pada facet joint
posterior.

11
Gambar 6. Penekanan akar saraf pada spondylosis

Gambar 7. Osteofit atau Bone Spur

12
Gambar 8. Osteofit atau bone spur

CT Scan Vertebrae adalah metode terbaik untuk mengevaluasi penekanan osseus dan

pada saat yang sama juga nampak struktur yang lainnya. Dengan potongan setebal 3

mm, ukuran dan bentuk canalis spinalis, recessus lateralis, facet joint, lamina, dan

juga morfologi discuss intervertebralis, lemak epidural dan ligamentum clavum juga

terlihat.

13
Gambar 7.Spondylosis Servikalis (Eric, 2011)

Gambar 8.Osteofit (Eric, 2011)

14
Gambar 9.Gambaran CT Scan (Eric, 2011)

MRI dengan jelas lebih canggih daripada CT Scan dalam visualisasi struktur non

osseus dan saat ini merupakan metode terbaik untuk mengevaluasi isi canalis

spinalis. Disamping itu, di luar dari penampakan degradasi diskus pada T2

weighted image, biasanya tidak dilengkapi informasi penting untuk diagnosis

stenosis spinalis lumbalis. Bagaimanapun juga, dengan adanya perkembangan

pemakaian MRI yang cepat yang merupakan metode non invasif, peranan MRI

dalam diagnosis penyakit ini akan bertambah. Khususnya kemungkinan untuk

melakukan rangkaian fungsional spinal lumbalis akan sangat bermanfaat.

15
Sangat penting bahwa semua gambaran radiologis berhubungan dengan gejala-

gejala, karena penyempitan asimptomatik yang terlihat pada MRI atau CT Scan

sering ditemukan baik stenosis dari segmen yang asimptomatik atau pasien yang

sama sekali asimptomatik dan seharusnya tidak diperhitungkan. (Eric, 2011)

16
Gambar 10. Long TR (T2-weighted), fat-suppressed, sagittal image shows

increased signal in the pars interarticularis on the left at L5. This is an acute

stress reaction. (Eric, 2011)

Nuclear Imaging. Spondylolysis terlihat pada metilen diphosphonate

teknesium-99m (99m Tc) scan tulang dengan SPECT seperti peningkatan

aktivitas di pars interarticularis (seperti terlihat pada gambar di bawah). Temuan

ini biasanya merupakan reaksi stres akut dari tulang belakang lumbal. (Eric,

2011).

17
Gambar 12.Axial single-photon emission computed tomography bone scan with

increased activity seen in the region of the right and left pars interarticularis at

L5 (Eric, 2011)

2.6. Pencegahan

Mengingat beratnya gejala penyakit ini dan kita tidak pernah tahu seberapa cepat
proses degenerasi terjadi pada tulang punggung kita, maka ada beberapa
hal yangdapat kita lakukan dari sekarang untuk mengurangi resiko terjadinya
spondylosis.Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:

1. Hindari aktivitas dengan benturan tinggi (high impact ), misalnya berlari.Pilih


jenis olah raga yang lebih lembut dan mengandalkan peregangan dankelenturan.

2. Lakukan exercise leher dan punggung yang dapat meningkatkan kekuatan


otot, kelenturan, dan jangkauan gerak.

18
3. Jangan melakukan aktivitas dalam posisi yang sama dalam jangka waktu lama.
Beristirahatlah sering-sering. Misalnya waktu menonton TV, bekerjadi depan
komputer, ataupun mengemudi.

4. Pertahankan postur yang baik. Duduklah yang tegak. Jangan bertumpupada


satu kaki bila berdiri. Jangan membungkuk bila hendak mengangkatbarang berat
lebih baik tekuk tungkai dan tetap tegak.

5. Lindungi diri dengan sabuk pengaman saat berkendara. Hal ini membantu
mencegah terjadinya cedera bila ada trauma.

6. Berhenti merokok. Merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya


spondylosis.

2.7. Penatalaksanaan

Penanganan bervariasi tergantung penilaian dokter akan kondisi dan gejala


pasiennya. Secara umum ada penanganan bedah dan non-bedah.
Penangananbedah baru disarankan apabila penderita menampilkan
gejala gangguan neurologis yang mengganggu kualitas hidup penderita. Selain itu
dokter juga memperhatikan riwayat kesehatan umum pasien dalam menyarankan
tindakan bedah. Apabila tidak perlu, maka dokter akan menyarankan penanganan
non bedah yang meliputi pemberian obat anti radang (NSAID), analgesik, dan
obat pelemas otot. Selain ituapabila perlu dokter dapat menganjurkan pemasangan
alat bantu seperti Cervicalcollar yang tujuannya untuk meregangkan dan
menstabilkan posisi. Fisioterapi berupa pemberian panas dan stimulasi listrik juga
dapat membantu melemaskan otot. Dan yang tak kalah pentingnya adalah
exercise. Dengan Exercise maka otot-otot yang lemah dapat diperkuat, lebih
lentur dan memperluas jangkauan gerak.

Terapi atau tindakan yang dapat dilakukan pada penderita Spondylosis


dapatdigolongkan menjadi:

19
1. Tindakan Operasi: apabila ada gangguan berupa penekanan sarafatau akar saraf
yang progresif atau instabilitas yang hebat maka perlu pembedahan.

2. Obat-obatan: tujuan obat adalah untuk mengurangi nyeri dan kaku pada leher
dan lengan.

3. Rehabilitasi Medik: program rehabilitasi medik pada penderita spondylosis


cervicalis tergantung gejala klinis yang timbul, bertujuanuntuk mengurangi rasa
nyeri, mempertahankan lingkup gerak sendi,menguatkan otot serta meningkatkan
aktifitas hidup sehari-hari.

 Terapi Fisik:

 Terapi dingin digunakan hanya pada kondisi akut saja yaitu untuk mengurangi
nyeri dan proses peradangan. Setelah lewatfase akut baru dapat diberikan terapi
panas.

 Terapi panas merupakan modalitas terapi fisik yang sering digunakan terutama
pada fase sub akut dan kronis serta bias digunakan sebelum dimulai terapi latihan.

 Traksi cervical: traksi adalah suatu teknik yang menggunakan gaya tarikan,
digunakan untuk meregangkan jaringan ikat dan untuk memisahkan permukaan
sendi atau fragmen tulang.Macam kekuatan tarikan yang diberikan dapat bersifat
terus menerus (continous) atau terputus-putus (intermitens).

 Terapi latihan: beberapa kasus memberikan respon yang baik terhadap program
latihan pada otot-otot leher, sehingga akan memperbaiki fungsi leher dan
mengurangi nyeri. Tujuan latihan ini adalah untuk relaksasi, mobilisasi sendi
danmemperkuat otot leher. Contoh: Latihan relaksasi, lingkup gerak sendi, dan
isometrik.

20
 Terapi Okupasi: Terapis mengajarkan pasien melakukan segala aktifitas
kehidupan sehari-harinya dengan posture tubuh, terutama leher yang baik dan
benar.

Mekanisme badan yang baik yang diajarkan adalah:

1. Bila tidur terlentang, gunakan bantal kupu dibawah leher.

2. Jangan tidur tengkurap, karena leher akan memutar kesamping.

3. Jangan membungkukkan atau menyandarkan bahu kedepan sehingga mataatau


kepala harus keatasatau tengadah untuk kompensasi.

4. Bila minum dari kalengatau gelas, gunakan penghisapatau pipet.

5. Bekerjalah didepan obyek setinggi mata.

6. Waktu mengemudi mobil, punggung dan kepala harus bersandardan hindari


menyetir mobil terlalu lama.

7. Pakailah kursi dengan sandaran yang tinggi waktu menonton TV,sehingga


kepala bisa bersandar.

8. Jangan menggunakan telepon dengan cara meletakkannya antara bahu dan


kepala.

9. Istirahatlah sejenak setiap kali melakukan pekerjaan yang lama.

 Ortosis: jika diperlukan dapat digunakan Softcollar. Softcollar dianjurkan


untuk penderita cedera akut jaringan lunak pada leher, digunakan dalam jangka
waktu pendek, tidak boleh lebih dari 3-4 hari secara terusmenerus. Pada
radikulopati bagian collar yang lebih lebar dipakaidibagian posterior sedangkan
yang tipis dianterior. Hal ini dimaksudkan agar penderita bisa fleksi tulang
belakang dan membukaforamen intervertebralisnya.

21
Collar juga dapat dipakai pada saat aktifitas tertentu misalnya menyetir mobil atau
tidur. Collar Philadelphia dapat digunakan pada malam hari agar bisa memberikan
posisi yang lebih kaku, agar leher dicegahsupaya tidak ekstensi dengan demikian
membantu agar foramen intervertebralis tidak menyempit.

22
BAB III

KESIMPULAN

1. Spondylosis adalah suatu gangguan degeneratif yang dapat menyebabkan

hilangnya struktur dan fungsi normal tulang belakang.

2. Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan spondylosis lumbal adalah

kebiasaan postur yang jelek, stress mekanikal akibat pekerjaan seperti

aktivitas pekerjaan yang melibatkan gerakan mengangkat, twisting dan

membawa/memindahkan barang, tipe tubuh.

3. Gambaran radiologi dapat diperiksa dengan rontgen, CT, MRI, Nuclear

Imaging.

23
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Anatomy of the Vertebral Column with Typical Cervical and Lumbar Vertebrae - Medical
Illustration_files. 2004. In http:atauatauwww.w3.orgatauTRatauhtml4atauloose.dtd. Access: 15
Desember 2012

Anonim. Lumbar Spine Stenosis A Common - Medical Illustration_files. 1998. In :


http:atauatauwww.w3.orgatauTRatauhtml4atauloose.dtd. Accses: 15 Desember 2012

Boushea DK, Sundstrom WR. The pleuropulmonary manifestation of ankylosing spondylitis Semin
Arthritis Rheum 1989; 18 : 277-81.

Bruce M. Lumbar spondylosis. 2007 In :


http:atauatauwww.emedicine.comatauneuroataujnlatauindex.htm. Accses : 15 Desember 2012

Burgos-Vargas R. Naranjo A, Castillo J. Ankylosing spondylitis in the MexicanMestizo : Patten of


disease according to age at onset. JRheumatol 1989 ; 16 :186-91.

Eric P Weinberg, MD. 2011. Imaging in Spondylosis. http://emedicine.medscape.com/article/395916-


overview#a21

Graham DC, Smythe HA. The carditis and aortitis of ankylosing spondylitis.Bull Rheum Dis 1958;
:171-4.

Haslock I. Ankylosing spondylitis. In : Dippe PA, Bacon PA, Bamji AN, Watt1 Eds. Atlas of clinical
rheumatology. Gower Medical Publisher, London, NewYork : 1986 ; pp: 12.1-12,12.

Hanson JA, Mirza S. Predisposition for spinal fracture in ankylosing spondylitis. AJR Am J
Roentgenol. Jan 2000;174(1):150

Lawrence H Brent, MD. Ankylosing Spondylitis and Undifferentiated


Spondyloarthropathy.2002. http://emedicine.medscape.com/article/332945-overview

Mander M, Sikupson JM, Mclellan A. Studies with an enthesis index as a method of clinical
assessment in ankylosing spondylitis. Ann Rheum M, 1987;46 : 197-202.

Parker CW. Seronegative HLA related arthritis. In : Parker CW Ed. ClinicalInununology Vol II.
Philadelphia, London, Toronto: WB Saunders 1980; pp :753-73

Thamburaj V. Lumbar spondylosis. 2007. In: http:atauatauwww.pubmedcentral.nih.gov. Accses : 15


Desember 2012

Van der Linden S, Ankylosing Spondylitis. In: Kelly W, Harris ED,Ruddy


S,Sledge CB. Eds. Textbook of Rheumatology. Th ed,Philadelphia-London-Toronto-Sydney-Tokyo :
WB Saunders Co 1997; pp : 969-82.

Van der Linden S, Khan MA, Rentsch HU. Chest pain without radiographicsacroiliitis in relatives of
patients with ankylosing spondylitis. J Rheumatol,1988; 15 : 836-9.

24

Anda mungkin juga menyukai