Anda di halaman 1dari 46

BAB XI

PERCOBAAN 10
APLIKASI KONTROL PID

11.1 Tujuan Percobaan


1. Memahami sistem kontrol Open Loop
2. Memahami sistem kontrol closed loop
3. Memahami sistematika terkontrol PID

11.2 Dasar Teori


Dalam proses otomatisasi, bagian yang penting dan tidak dapat dipisahkan
dari proses otomatisasi ialah sistem dan perangkat kontrol yang digunakan,
dimana perangkat kontrol tersebut dapat menggantikan peran operator dalam
proses otomatisasi. Kontroler otomatik membandingkan harga yang sebenarnya
dari keluaran yaitu Plant dengan harga yang diinginkan, menentukan deviasi, dan
menghasilkan suatu sinyal kontrol yang akan memperkecil deviasi sampai nol
atau sampai suatu harga yang kecil. Salah satu sistem kontrol yang digunakan
dalam industri adalah kontrol PID. Sebagai contoh yang sederhana aplikasi
penggunaan sistem kontrol PID dalam dunia industri adalah sebagai pengatur
putaran motor, dimana pada saat sakelar ditekan, putaran motor harus mengikuti
fungsi garis lurus terhadap waktu atau bentuk fungsi lain.

11.2.1 Motor DC
Sebuah motor servo merupakan sebuah motor dc, ac, atau motor dc tanpa
sikat yang dikombinasikan dengan sebuah perangkat sensor posisi. Motor arus
searah (DC) konvensional menggunakan sifat dan komutator mekanika yang
memerlukan perawatan yang teratur. Namun dengan dilakukannnya
pengembangan terhadap sikat dan komutator, banyak motor DC yang digunakan
dalam sistem servo dapat dioperasikan hampir tanpa perawatan. Beberapa motor
DC menggunakan komutasi secara elektronika. Mereka dinamakan motor DC
tanpa sikat.
11.2.1.1 Konstruksi Motor DC
Suatu motor listrik , akan berfungsi apabila memiliki :
1. Kumparan medan, untuk menghasilkan medan magnet
2. Kumparan jangkar, untuk mengimbaskan ggl pada konduktor – konduktor
yang terletak pada alur-alur jangkar.
3. Celah udara yang memungkinkan berputarnya jangkar dalam medan
magnet.
Pada motor DC, kumparan yang berbentuk kutub sepatu dinamakan
stator ( bagian yang tidak berputar ). Stator ini menghasilkan medan magnet, baik
yang dibangkitkan koil atau magnet permanen.Dan kumparan jangkar merupakan
rotor ( bagian yang berputar ). Rotor ini berupa sebuah koil dimana sebuah arus
listrik mengalir. Bila kumparan jangkar berputar dalam medan magnet, akan
dibangkitkan tegangan (ggl) yang berubah-ubah arah setiap setengah putaran,
sehinggga merupakan tegangan bolak-balik :
e = Emaks sin t
Untuk memperoleh tegangan searah diperlukan alat penyearah yang
disebut komutator dan sikat.
11.2.1.2 Prinsip Kerja Motor DC
Suatu motor listrik adalah suatu mesin yang mengubah tenaga listrik ke
tenaga mekanik. Kerjanya atas dasar prinsip bahwa apabila suatu penghantar yang
membawa arus diletakkan didalam suatu medan magnet, maka akan timbul gaya
mekanik yang mempunyai arah sesuai dengan hukum tangan kiri dan besarnya
adalah : F = B i l ( Newton )

Gambar 11.1 Prinsip sebuah motor DC


Arus listrik mengalir ke koil melalui sikat – sikat yang selalu
berhubungan dengan komutator, yang ditekan oleh pegas. Pada posisi seperti pada
gambar 11.3 (a), aliran arus pada koil akan menghasilkan medan magnet yang
berlawan dengan medan magnet dari stator, sehingga menyebabkan koil berputar
ke arah yang ditunjukkan oleh anak panah. Apabila aliran arus tetap mengalir
seperti pada gambar 11.3 (a), koil akan diam pada posisi vertical setelah berputar
sejauh 90o. Apabila telah mencapai posisi seperti gambar 11.3 (b), komutator akan
menyebabakan aliran arus yang mengalir melalui koil berbalik dari arah semula.
Dengan demikian, aliran arus sekarang akan menghasilkan tolakan magnet yang
memutar koil sejauh 90oke posisi seperti pada gambar 11.3 (c). Mekanisme ini
terjadi berulang-ulang.
Secara matematis, mekanisme diatas dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 11.2 Prinsip kerja motor DC secara matematis


Berlaku hubungan-hubungan :
a). V  eb
Ia 
Ra

dimana :
Ia = Arus dalam jangkar
eb = GGL lawan (“Back EMF ) dari jangkar
Ra = Tahanan untai jangkar
P
b). eb =  Z N x a volt
c). Persamaan tegangan :
(i). Tegangan V berlawanan arah dengan EMF Eb
(ii). Didalam jangkar terjadi jatuh tegangan Ia Ra, jadi :
V = eb + Ia Ra

d). Kecepatan Motor DC ( N )


Dari persamaan tegangan motor DC :
P
eb = V - Ia Ra atau  Z N x = aV - Ia Ra
V  Ia R a a
Jadi N= rps
 ZP
dimana Eb = V - Ia Ra,maka :
Eb a
N=  rps
 ZP
kE b a
Jadi N = , dimana k = tetap.
Φ PZ
Dari persamaan ini dapat dilihat bahwa kecepatan N berbanding terbalik
langsung dengan ggl lawan Eb dan berbanding terbalik dengan fluksi .

11.2.2 Kontroler Proporsional (Proportional Controller)


Kontroler proposional memiliki keluaran yang sebanding/proposional
dengan besarnya sinyal kesalahan (selisih antara besaran yang diinginkan dengan
harga aktualnya). Secara lebih sederhana lagi dapat dikatakan, bahwa keluaran
kontroler proporsional merupakan perkalian antara konstanta proporsional dengan
masukannya, Perubahan pada sinyal masukan akan segera menyebabkan sistem
secara langsung mengubah keluarannya dengan perbandingan bergantung pada
konstanta pengalinya.
Kontroler proporsional dapat dikatakan bagian pertama yang dibentuk
dalam PID kontroler, secara singkat kontroler proporsional mempunyai bentuk
umum yaitu:

Bias sering disebut dengan kontrol reset. Nilai perolehan dalam


pengukuran adalah perbandingan antara nilai keluaran (Output) dengan nilai
masukan (Input). Dalam skala persen nilai peroleh umumnya di antara nilai 0 -
100%. Nilai ini sering dijadikan acuan oleh kontroler proporsional dalam
mengatur sistem jika terdapat kesalahan yang dengan kemudian kontroler
proporsional akan mengatur sistem kembali seperti proses pengaturan awal pada
sistem.
Kontroler Proporsional memiliki hubungan antara sinyal keluaran
(Output) dengan sinyal penggerak kesalahan (Error), dirumuskan sebagai berikut:
m(t) = Kp . e (t)
dimana: m(t) = Sinyal keluaran (Output Signal)
Kp = Konstanta penguatan dari kontroler proporsional
e(t) = Sinyal kesalahan penggerak (Error signal)dalam time domain
Dalam bentuk Transformasi Laplace (Laplace Transform) sebagai berikut:
M (s)
Kp
E (s) =

dimana: M(s) = Sinyal keluaran dalam bentuk laplace (Frequency Domain)


E(s) = Sinyal kesalahan penggerak (Frequency Domain)
Dari persamaan diatas dapat dikatakan bahwa kontroler proporsional
memperbesar nilai pada bagian keluaran (Output Value) atau dengan kata lain
sebagai amplifier dengan masukan yang telah diberikan sebelumnya.
Besarnya nilai penguatan pada sisi keluaran telah ditentukan sebelumnya,
sehingga dapat dikatakan bahwa sisi keluaran bergantung pada nilai masukan.
Jadi Kontroler proporsional adalah penguat dengan penguatan yang dapat diatur,
apapun wujud mekanisme yang sebenarnya dan apapun bentuk daya
penggeraknya.
Nilai yang dihasilkan pada sisi keluaran berbanding lurus dengan sisi
masukan dengan besar penguatan yaitu sebesar Kp. Sehingga jika suatu sistem
ingin memperoleh nilai yang lebih besar pada bagian keluarannya kontroler jenis
ini dapat digunakan terutama pada sistem yang ingin memperoleh hasil yang
cukup besar.

Gambar 11.3 Diagram Blok Kontroler Proporsional


Gambar 11.3 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan
antara besaran setting, besaran aktual dengan besaran keluaran kontroler
proporsional. Sinyal kesalahan (Error) merupakan selisih antara besaran setting
dengan besaran aktualnya. Selisih ini akan mempengaruhi kontroler, untuk
mengeluarkan sinyal positip (mempercepat pencapaian harga setting) atau negatif
(memperlambat tercapainya harga yang diinginkan).
Kontroler proporsional memiliki 2 parameter, pita proporsional
(proportional band) dan konstanta proporsional. Daerah kerja kontroler efektif
dicerminkan oleh Pita proporsional , sedangkan konstanta proporsional
menunjukkan nilai faktor penguatan terhadap sinyal kesalahan, yaitu: Kp.
Hubungan antara pita proporsional (PB) dengan konstanta proporsional (K p)
ditunjukkan secara prosentasi oleh persamaan berikut:

dimana : PB = Pita proporsional (Proportional Band)


Kp = Konstanta Kontroler Proporsional (Constant Proportional Controller)
Dari persamaan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa nilai pita
proporsional berbanding terbalik dengan nilai konstanta kontroler proporsional,
jika nilai Kp besar maka nilai PB akan kecil. Semakin besar nilai Kp maka nilai
PB semakin kecil, sebaliknya semakin kecil nilai Kp maka nilai PB semakin
besar.

Gambar 11.4 Pita Proporsional dari Kontroler Proporsional


Tergantung pada Penguatan.

Gambar 11.6 menunjukkan grafik hubungan antara pita proporsional, keluaran


kontroler dan kesalahan yang merupakan masukan kontroler. Ketika konstanta
proporsional bertambah semakin tinggi, pita proporsional menunjukkan
penurunan yang semakin kecil, sehingga lingkup kerja yang dikuatkan akan
semakin sempit. Ciri-ciri kontroler proporsional harus diperhatikan saat kontroler
diterapkan pada sistem adalah:
1. Kalau nilai Kp kecil, kontroler proporsional hanya mampu melakukan
koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem
yang lambat.
2. Kalau nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat
mencapai keadaan mantapnya.
3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan,
akan mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan
berosilasi.
R2

R1
-
ei
+ eo

Gambar 11.5 Rangkaian Penguat Operasional Kontroler Proporsional

R2
G(s) =
R1
dimana : G(s) = Fungsi alih yang merupakan perbandingan antara keluaran (Eo)
dan masukan (Ei) dalam hal ini adalah resistor.

11.2.3 Kontroler Integral(Integration Controller)


Kontroler integral mempunyai sifat mengintegrasi sinyal masukan, laju
perubahan kontroler m(t) sebanding dengan sinyal kesalahan penggerak e(t),
misalnya jika harga e(t) dinaikkan dua kali lipatnya maka harga m(t) berubah
dengan laju perubahan dua kali semula, sedangkan jika harga e(t) nol maka harga
m(t) tetap. Aksi kontrol ini disebut juga kontrol “reset”. Dikatakan kontrol reset
karena pada kontrol proporsional yang Plant nya tidak mempunyai integrator 1/s
terdapat kesalahan dalam keadaan tunak atau Offset, kontroler ini mampu
menghilangkan kesalahan (Offset) yang mana pada kontroler proporsional saat
sinyal penggerak kesalahan nol maka keluaran tidak nol, hal ini tak sesuai.
Kontroler ini bekerja sesuai persamaan :
dm(t) = Ki.e(t) dt
m(t) = ∫e(t) dt / Ti
= Ki.∫e(t) dt
Dalam bentuk Transformasi Laplace, persamaan dapat ditulis sebagai berikut:
M(s) = Ki.E(s)/s
Dimana : Ti = tetapan waktu integral
Ki = 1/Ti adalah tetapan integral yang nilainya dapat diatur
e(t) = Sinyal kesalahan penggerak (Error signal) dalam time domain
E(s) = Sinyal kesalahan penggerak (Frequency Domain)

Kontroler integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki


kesalahan keadaan mantap nol. Kalau sebuah Plant tidak memiliki unsur
integrator (1/s). kontroler proporsional tidak akan mampu menjamin keluaran
sistem dengan kesalahan keadaan mantapnya nol. Dengan kontroler integral,
respon sistem dapat diperbaiki, yaitu mempunyai kesalahan keadaan mantapnya
nol.
Kontroler integral memiliki karakteristik seperti halnya sebuah integral.
Keluaran kontroler sangat dipengaruhi oleh perubahan yang sebanding dengan
nilai sinyal kesalahan.Keluaran kontroler ini merupakan jumlahan yang terus
menerus dari perubahan masukannya. Kalau sinyal kesalahan tidak mengalami
perubahan, keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan
masukan.
Sinyal keluaran kontroler integral merupakan luas bidang yang dibentuk
oleh kurva kesalahan penggerak- lihat konsep numerik. Sinyal keluaran akan
berharga sama dengan harga sebelumnya ketika sinyal kesalahan berharga nol.

Gambar 11.6 Kurva Sinyal Kesalahan E(T) Terhadap T dan Kurva U(T) Terhadap T pada
Pembangkit Kesalahan Nol.

Gambar 11.6 menunjukkan contoh sinyal kesalahan yang disulutkan ke


dalam kontroler integral dan keluaran kontroler integral terhadap perubahan sinyal
kesalahan tersebut.

Gambar 11.7 Diagram Blok Kontroler Integral

Gambar 11.7 menunjukkan blok diagram antara besaran sinyal kesalahan


pengerak dengan keluaran suatu kontroler integral.

Gambar 11.8 Perubahan Keluaran Sebagai Akibat Penguatan dan Kesalahan

Gambar 11.8 menunjukkan Pengaruh perubahan konstanta integral


terhadap keluaran. Ketika sinyal kesalahan berlipat ganda, maka nilai laju
perubahan keluaran kontroler berubah menjadi dua kali dari semula. Jika nilai
konstanta integrator berubah menjadi lebih besar, sinyal kesalahan yang relatif
kecil dapat mengakibatkan laju keluaran menjadi besar. Ketika digunakan,
kontroler integral mempunyai beberapa karakteristik berikut ini:
1. Keluaran kontroler membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga
kontroler integral cenderung memperlambat respon.
2. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran kontroler akan bertahan
pada nilai sebelumnya.Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran
akan menunjukkan kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh
besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki .
3. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya
offset. Tetapi semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan
peningkatan osilasi dari sinyal keluaran kontroler.

Gambar 11.9 Rangkaian Penguat Kontroler Integral

1 R4
G1( s )  , G 2( s ) 
R1.C 2 s R3
R4
G ( s )  G1( s ).G 2( s ) 
R1.R3.C 2 s
dimana : G(s) adalah perbandingan nilai keluaran terhadap nilai masukan.

11.2.4 Kontroler differensial (Differential Controller)


Kontroler differensial mempunyai sifat menderivatif atau menurunkan
sinyal masukan. Karakteristik dari aksi kontrol ini adalah mempunyai sifat
mendahului sinyal kesalahan penggerak, sehingga bisa melakukan koreksi atau
antisipasi terhadap sinyal keluaran lebih cepat.
Kemampuan untuk mendahului ini aksi kontrol differensial ini juga
mempunyai kelemahan yaitu, memperkuat sinyal derau (noise) sehingga dapat
menimbulkan saturasi pada aktuator. Fungsi tambahan dari kontroler differensial
ini adalah menaikkan sensitivitas sistem terhadap error kemudian memberi
koreksi dengan cepat sebelum error bertambah serta meredam terjadinya osilasi
saat sistem menggunakan kontroler integrasi. Keluaran kontroler diferensial
memiliki sifat seperti halnya suatu operasi derivatif. Perubahan yang mendadak
pada masukan kontroler, akan mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan
cepat.

Gambar 11.10 Diagram Blok Kontroler Differensial

Gambar 11.10menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan


antara sinyal kesalahan penggerak dengan keluaran kontroler. Hubungan antara
sinyal masukan dan keluaran dapat dituliskan sebagai berikut :
m(t) = Kd .de(t)/dt
Dalam Transformasi Laplace, (Frequency Domain) dapat dituliskan :
M(s) = Kd s .E(s)
dimana : M(t), E(t) = Sinyal Keluaran dan sinyal masukan
Kd = Konstanta kontroler differensial

Gambar 11.11 Kurva Waktu Hubungan Input - Output Kontroler Differensial

Gambar 11.11 menyatakan hubungan antara sinyal masukan dengan sinyal


keluaran kontroler differensial. Ketika masukannya tidak mengalami perubahan,
maka keluaran kontroler juga tidak mengalami perubahan, sedangkan apabila
sinyal masukan berubah mendadak dan menaik berbentuk fungsi step, keluaran
menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal masukan berubah naik secara
perlahan fungsi ramp, keluarannya justru merupakan fungsi step yang besar
magnitudonya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik dari fungsi ramp dan faktor
konstanta differensialnya Td
Karakteristik kontroler differensial adalah sebagai berikut:
1. Kontroler ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada
perubahan pada masukannya (berupa sinyal kesalahan penggerak).
2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang
dihasilkan kontroler tergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal
kesalahan.
3. Kontroler differensial mempunyai suatu karakter untuk
mendahului, sehingga kontroler ini dapat menghasilkan koreksi yang
signifikan sebelum pembangkit kesalahan menjadi sangat besar. Jadi
kontroler differensial dapat mengantisipasi pembangkit kesalahan,
memberikan aksi yang bersifat korektif, dan cenderung meningkatkan
stabilitas sistem.
Berdasarkan karakteristik kontroler tersebut, kontroler differensial
umumnya dipakai untuk mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak
memperkecil kesalahan pada keadaan tunaknya. Kerja kontroler differensial
hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu pada periode peralihan. Oleh
sebab itu kontroler differensial tidak pernah digunakan tanpa ada kontroler lain
sebuah sistem.

11.2.5 Kontroler Proporsional-Integral-Differensial


Kombinasi dari ketiga aksi kontrol ini, atau lebih dikenal dengan
kontroler PID (Proporsional – Integral – Diferensial). Kombinasi ini memiliki
kelebihan lebih bila dibandingkan dengan masing-masing kontroler. Kontroler
jenis ini dapat didefinisikan melalui persamaan :
u(t) = Kp.e(t) + Kp / Ti .∫e(t) dt + Kp .Td .de(t)/dt
Dalam bentuk fungsi alihnya ialah sebagai berikut :
U(s)/E(s) = Kp .[ 1 + 1/Ti s + Tds]
U ( s ) Kp (1  Tis  Td .Tis 2

E ( s) Tis
dimana : Kp ialah penguatan proporsional
Ti ialah waktu integral dan Td ialah waktu turunan.

Gambar 11.12 Diagram Blok Kontroler Jenis Proporsional-Integral-Differensial

Gambar 11.12 ialah gambar diagram blok dari kontroler jenis proporsional-
integral-differensial dimana bagian kontrolnya telah diisi dengan fungsi alih dari
gabungan ketiga jenis kontroler ini. Dalam kontroler jenis ini setiap kekurangan
dan kelebihan dari masing-masing kontroler P, I dan D dapat saling menutupi
dengan menggabungkan ketiganya secara paralel menjadi kontroler proporsional-
integral-differensial (kontroller PID). Elemen-elemen kontroler P, I dan D
masing-masing secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah
sistem, menghilangkan error dan menghasilkan perubahan awal yang besar.

Gambar 11.13 Diagram Blok Kontroler PID Analog

Gambar 11.13 ialah diagram blok kontroler jenis PID, yang mana keluaran
akan bergantung dari harga-harga konstanta masing-masing kontroler tersebut.
Gambar 11.14 Hubungan dalam Fungsi Waktu Antara Sinyal Keluaran

Gambar 11.14 menunjukkan dalam fungsi waktu antara sinyal keluaran


dengan masukan untuk kontroler PID. Karakteristik kontroler PID sangat
dipengaruhi oleh kontribusi besar dari ketiga parameter P, I dan D. Pengaturan
konstanta Kp, Ti, dan Td akan mengakibatkan penonjolan sifat dari masing-
masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut dapat diatur lebih
besar dibanding yang lain. Konstanta yang lebih akan memberikan kontribusi
pengaruh pada respon sistem secara keseluruhan.

Gambar 11.15 Rangkaian Penguat Operasional dengan Kontroler PID

Fungsi pemindahan (alih) untuk aksi kontrol proporsional –integral –


diferensial diantara keluaran E0s(s) dan masukan Ei(s) adalah
R1 R2 C 2 S  1
Z1  dan Z 2 
R1C1 S  1 C2 S

Maka fungsi alih untuk kontrol PID adalah;


Eo( s ) E ( s ) Eo( s ) R4 R2 ( R1C1 s  1)( R2 C 2 s  1)
 
Ei ( s ) Ei ( s ) E ( s ) R3 R1 ( R1C 2 s )

dimana : G(s) ialah perbandingan nilai keluaran terhadap nilai masukannya.


Gambar 11.16 Sinyal Kesalahan Pengerak Fungsi Ramp

Gambar 11.17 Keluaran Sistem Jika Masukan Fungsi Ramp Dengan PID

Dari gambar 11.16 yang merupakan masukan pada sistem akan


menghasilkan gambar 11.17 yang mana terlihat bahwa hasil keluarannya
merupakan fungsi parabolik. Hal ini menunjukkan dalam kontroler jenis ini,
kontroler integral sangat berperan dan menentukan adanya perubahan pada sistem.
Artinya, kontrol integral ini mempercepat proses pengontrolan serta mengurangi
nilai kesalahan pada saat keadaan tunak, dimana pada keadaan tunak tersebut saat
sinyal pengerak kesalahan saat bernilai nol nilai pada keluaran tidak nol, hal itu
menyalahi aturan dimana pada saat sinyal penggerak kesalahan nol maka respon
keluaran seharusnya bernilai nol juga.

11.2.6 Summing Amplifier


Untuk menjumlah dua atau lebih masukan makan menggunakan summing
amplifier, dengan membalik beberapa masukan, masing-masing mempunyai bati
tegangan satu. Karena semua tahanannya berharga sama, maka setiap masukan
mempunyai bati tegangan satu.
V1
+

rin rout Vout


O

A (V1-V2)

V2 _

Gambar 11.18 Impedansi Masuk dan Rangkaian Keluar Thevenin

Dari gambar, VTH = A (V1 – V2)


Op-amp yang lazin mempunyai rin yang tinggi, A yang tinggi, dan rout yang
rendah. Untuk op-amp yang ideal maka impedansi masuk tak terhingga, bati
tegangan tak terhingga, dan impedansi keluar nol.

11.2.7 PWM (Pulse Width Modulation)


PWM modulator menghasilkan sinyal DC yang terpotong-potong,
sehingga nampak seperti sinyal square (kotak) dengan duty cycle yang
proporsional dengan tegangan input yang diberikan.Putaran motor DC dapat
diatur dengan mengatur tegangan DC input atau dengan cara PWM (Pulse Width
Modulator). Voltage driver akan menghasilkan tegangan yang sama dengan
inputnya, PWM akan menghasilkan pulsa denga duty cycle yang sesuai dengan
sinyal DC inputnya.
PWM (Pulse width modulator) adalah suatu cara modulasi, dimana
gelombang pembawa yang digunakan terdiri dari pulsa-pulsa segi empat yang
berulang-ulang, dengan lebar pulsa yang dapat diubah-ubah oleh amplitudo dari
sinyal informasi.
PWM dipergunakan dalam pengaturan tegangan, tegangan beban diatur
dengan cara mengatur duty cycle dari gelombang kotak yang disupplykan ke basis
dari switching transistor.
Untuk mengukur duty cycle dapat digunakan rumus :
SiklusAkti f
DutyCycle  x100%
SiklusTota l
Hal ini dapat diamati dari tampilan osiloskop sebagai berikut:

Siklus Aktif

Siklus total
Gambar 11.19 Duty cycle

Prinsip dasar PWM ditunjukkan pada gambar 11.20 sebagai berikut:

Gambar 11.20 Blok Sederhana PWM

Gambar 11.21 Output PWM

PWM diperoleh dengan mengumpankan sinyal segitiga e(t) dan sinyal


modulasi em(t) kesebuah komparator. Lebar pulsa dari sinyal menggambarkan
informasi atau besar sinyal dari modulasi.
Bila sinyal segitiga e(t) lebih besar dari e m(t) maka keluaran komparator
e0=Vo yang merupakan nilai dari saturasi komparator. Bula e(t) kurang dari e m(t)
maka keluarannya e0=-Vo.
Bila em(t)=0, lebar pulsa sama dengan siklus kerja yang berubah secara
linear terhadap em(t) dan besarnya akan mencapai 50%. Besarnya siklus kerja
dirumuskan :
V0  em
D x100%
2V0
11.2.8 Frequency to Voltage Converter
Rangkaian ini menghasilkan sinyal DC keluaran yang proporsional
dengan frekuensi sinyal masukan . Frequency to Voltage Converter berfungsi
untuk menghasilkan Output berupa tegangan yang proporsional dengan inputnya
yang berupa frekuensi. Secara sederhana blok diagram pengubah frekuensi ke
tegangan adalah sebagai berikut : Vr

Monostable - Averaging
Schmitt op-amp
Multivibrator + Network

Gambar 11.22 Diagram Blok Pengubah Frekuensi Ke Tegangan

Prinsip pengubahan frekuensi ke tegangan ini didasarkan pada pengisian


dan pembuangan muatan kapasitor. Kapasitor dimuati sampai level tertentu yang
ditentukan oleh rangkaian luar dan muatan ini disimpan kemudian dilepaskan ke
sebuah integrator atau rangkaian tapis lolos rendah untuk tiap siklus sinyal
masukan. Sinyal masukan ini masih harus dibentuk lagi dalam bentuk pulsa-pulsa.
Bagian schmitttrigger mengubah sinyal masukan menjadi pulsa-pulsa yang
kemudian diumpankan ke masukan monostablemutivibrator. Rangkaian
monostable bersama dengan saklar presisi (precision switch) membangkitkan
sebuah pulsa dengan amplitudo presisi (Vr) dan periode presisi (T, periode
monostable) yang diumpankan ke jaringan perata. Keluaran akhir merupakan
tegangan DC dengan riak yang rendah yang sebanding dengan frekuensi masukan
rata-rata.
Sinyal masukan dapat berupa sinyal sinusoida, segitiga atau pulsa yang
diubah ke bentuk TTL dengan menggunakan rangkaian pemicu schmitt. Sinyal ini
kemudian diumpankan ke monostable multivibrator untuk mendapatkan pulsa
dengan lebar tertentu. Keluaran ini kemudian diumpankan ke transistor yang
berfungsi sebagai saklar. Ini akan menjadikan transistor off. Pada posisi off
transistor akan tersedia pulsa dengan amplitudo dan lebar pulsa yang konstan.
Kemudian sinyal ini diumpankan ke tingkat perata berupa filter lolos rendah,
sehingga diperoleh sinyal keluaran DC yang sebanding dengan frekuensi masukan
dihasilkan oleh opto coupler.
 Feedback Amplifier/Signal Conditioner
Rangkaian ini merupakan sebuah penguat yang penguatan (gain) ikal
tertutupnya dari masukannya dan keluarannya. Feedback Amplifier
merupakan rangkaian Op-amp yang menghasilkan sinyal feedback.
 Offset Amplifier
Offset amplifier menghasilkan sinyal Output sama dengan sinyal referensi
bila sinyal feedback sama dengan nol.

11.2.9 Sistem Kontrol Open Loop


Open Loop control atau kontrol loop terbuka adalah suatu sistem yang
keluarannya tidak mempunyai pengaruh terhadap aksi kontrol. Artinya, sistem
kontrol terbuka keluarannya tidak digunakan sebagai umpan balik dalam
masukan
C(s)
R(s)
KONTROLLER PLANT

Gc(s) G(s)
Gambar 11.23 Diagram Blok Sistem Open Loop

Dari gambar 11.23 di atas dapat diketahui persamaan untuk system loop terbuka :
C (s) = R(s).Gc(s).G(s)
C ( s)
 Gc( s ).G ( s )
G ( s)

Dalam suatu system control terbuka, keluaran tidak dapat dibandingkan


dengan masukan acuan. Jadi, untik setiap masukan acuan berhubungan dengan
operasi tertentu, sebagai akibat ketetapan dari system tergantung kalibrasi.
Dengan adanya gangguan, system control Open Loop tidak dapatmelaksanakan
tugas sesuai yang diharapkan. Sistem control Open Loop dapat digunakan hanya
jika hubungan antara masukan dan keluaran diketahui dan tidak terdapat
gangguan internal maupun eksternal.

11.2.10Sistem Kontrol Lup Tertutup(Close Loop)


Sistem kontrol loop tertutup adalah sistem kontrol yang sinyal keluarannya
mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengontrolan, sistem kontrol lup
tertutup juga merupakan sistem kontrol berumpan balik. Sinyal kesalahan
penggerak, yang merupakan selisih antara sinyal masukan dan sinyal umpan balik
yang dapat berupa sinyal keluaran atau suatu fungsi sinyal keluaran atau
turunannya, diumpankan ke kontroler untuk memperkecil kesalahan dan membuat
agar keluaran sistem mendekati harga yang diiinginkan. Dengan kata lain, istilah
“lup tertutup” berarti menggunakan aksi umpan – balik untuk memperkecil
kesalahan sistem.

Gambar 11.24 Sistem Kontrol Lup Tertutup

Dari gambar 11.24 di atas dapat diketahui persamaan yang digunakan dalam
Close Loop sistem : C(s) (1+H(s).Gc(s).G(s)) =R(s).Gc(s).G(s)
Pada Gambar 11.24 menunjukkan hubungan masukan dan keluaran dari
sistem kontrol lup tertutup. Jika dalam hal ini manusia bekerja sebagai operator,
maka manusia ini akan menjaga sistem agar tetap pada keadaan yang diinginkan,
ketika terjadi perubahan pada sistem maka manusia akan melakukan langkah –
langkah awal pengaturan sehingga sistem kembali bekerja pada keadaan yang
diinginkan.
Dalam hal lain jika kontroler otomatik digunakan untuk menggantikan
operator manusia, sistem kontrol tersebut menjadi otomatik, yang biasa disebut
sistem kontrol otomatik berumpan balik atau sistem kontrol lup tertutup.
Sistem kontrol manual berumpan – balik dalam hal ini manusia bekerja
dengan cara yang sama dengan sistem kontrol otomatik. Mata operator adalah
analog dengan alat ukur kesalahan, otak analog dengan kontroler otomatik dan
otot – ototnya analog dengan aktuator. Hal inilah yang membedakan dengan
sistem kontrol lup terbuka yang keluarannya tidak berpengaruh pada aksi
pengontrolan, dimana keluaran tidak diukur atau diumpan – balikkan untuk
dibandingkan dengan masukan.
Sistem kontrol lup tertutup mempunyai kelebihan dari sistem kontrol lup
terbuka yaitu penggunaan umpan – balik yang membuat respon sistem relatif
kurang peka terhadap gangguan eksternal dan perubahan internal pada parameter
sistem dan mudah untuk mendapatkan pengontrolan “Plant” dengan teliti,
meskipun sistem lup terbuka mempunyai kelebihan yaitu kestabilan yang tak
dimiliki pada sistem lup tertutup, Kombinasi keduanya dapat memberikan
performansi yang sempurna pada sistem.
Dengan demikian jelaslah bahwa PID Kontroler adalah sistem kontrol lup
tertutup (Close Loop), karena PID Kontroler adalah kontroler yang mampu
menggantikan fungsi operator yang mana ketika terjadi perubahan keadaan
sistem, yang kirimkan oleh sinyal kesalahan penggerak maka PID Kontroler akan
melakukan suatu proses pengaturan kembali sehingga sistem bekerja kembali
sesuai kehendak, dalam hal ini kombinasi sinergis antara ketiga aksi pengontrolan
pada PID Kontroler.

11.2.11 Optocoupler
Opto coupler adalah suatu rangkaian listrik (elektronika) yang berfungsi
untuk mengkonversi kecepatan menjadi pulsa listrik. Prinsip kerja optocoupler
yaitu jika cahaya infra merah tidak terhalang maka Outputnya akan dihasilkan
tegangan nol dan sebaliknya. Piringan opto coupler dibuat berlubang-lubang
supaya opto coupler dapat menghasilkan sinyal dengan frekuensi yang tergantung
dari putaran motor, sehingga semakin cepat putaran motor semakin tinggi
frekuensinya.

11.2.12Plant motor DC dengan kontrol PID

Gambar 11.25 Diagram Blok Sistem Pengaturan Motor Secara Open Loop

Gambar 11.26 Diagram Blok Sistem Pengaturan Motor Secara Close Loop

Pada pengontrolan Plant motor DC ini digunakan kontrol PID. Sistem


kontrol yang digunakan adalah loop tertutup, maksudnya sistem kontrol yang
sinyal keluarannya mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengontrolan, sistem
kontrol loop tertutup juga merupakan sistem kontrol berumpan balik..Mula-mula
sistem diberi input berupa tegangan kemudian motor DC akan memberi respon
keluaran berupa putaran .Respon keluaran pada motor DC diatur oleh kontrol
PID.Tegangan referensi yang diberikan akan dimodulasi oleh PWM (Pulse With
Modulation) untuk dipergunakan dalam pengaturan tegangan, tegangan motor DC
diatur dengan cara mengatur duty cycle dari gelombang kotak yang disupplykan
ke basis dari switching transistor .Pengaturan tegangan pada motor DC berguna
untuk mengatur kecepatan putar motor DC/frekuensi putaran motor DC.Keluaran
dari motor DC akan menjadi masukan dari optocoupler.Opto coupler adalah
komponen yang disusun sedemikian rupa sehingga jika cahaya infra merah tidak
terhalang maka Outputnya akan dihasilkan tegangan nol dan sebaliknya.piringan
optocoupler dapat mengasilkan sinyal dengan frekuensi yang tergantung dari
putaran motor ,sehingga semakin cepat putaran motor semakin tinggi
frekuensinya.
Keluaran darioptocoupler berupa frekuensi di konversi kedalam sinyal
informasi yang berupa tegangan oleh frequency to voltage converter yang
komponen penyusunnya adalah IC LM 2917.Keluaran dari IC LM 2917 yang
berupa tegangan diumpan balikkan untuk dibandingkan dengan sinyal masukan
(reference).Sinyal kesalahan penggerak, yang merupakan selisih antara sinyal
masukan dan sinyal umpan balik yang dapat berupa sinyal keluaran atau suatu
fungsi sinyal keluaran atau turunannya, diumpankan ke kontroler (dalam
percobaan ini digunakan kontrol PID)untuk memperkecil kesalahan dan membuat
agar keluaran sistem mendekati harga yang diinginkan.
11.3 Pengujian Alat
11.3.1 Alat dan Bahan
1. Modul Plant Pengatur motor DC dengan pengontrolan PID
2. Osiloskop digital dual trace
3. Penjepit buaya/konektor
4. Kamera Handphone
5. Multimeter digital

11.3.2 Cara Kerja


11.3.2.1 Percobaan kateristik Plant motor DCOpen Loop

Gambar 11.27 Diagram Blok Sistem Pengaturan Motor Secara Open Loop

1. Merangkai modul seperti pada gambar 11.27.


2. Menghubungkan osiloskop pada keluaran optocoupler untuk
mengetahui frekuensi motor DC.
3. Menghidupkan modul, lalu menyeting tegangan referensi sesuai
arahan asisten.
4. Mencatat tegangan referensi dan tegangan keluaran yang
ditunjukkan multimeter digital, lalu memotret gelombang keluaran
pada osiloskop.
5. Mengulangi langkah 3 sampai 5 untuk beberapa variasi tegangan
referensi.
11.3.2.2 Percobaan Close Loop (loop tertutup)

Gambar 11.28 Diagram Blok Sistem Pengaturan Motor Secara Close Loop

1. Merangkai modul seperti pada gambar 11.28.


2. Menghubungkan osiloskoppada keluaran FTV untuk mengetahui
respon sistem.
3. Menghidupkan modul, lalu menyeting tegangan referensi sesuai
arahan asisten.
4. Mencatat tegangan referensi dan tegangan keluaran yang
ditunjukkan multimeter digital, lalu memotret gelombang keluaran
pada osiloskop.
5. Mengulangi langkah 3 sampai 5 untuk beberapa variasi tegangan
referensi.

11.3.2.3 Percobaan PID

Gambar 11.29 Diagram Blok Percobaan PID Control

1. Menyiapkan modul praktikum dasar sistem kontrol dan


memastikan modul dalam keadaan baik, siap untuk digunakan.
2. Menyiapkan osiloskop digital, multimeter digital dan penjepit
buaya.
3. Menghubungkan blok rangkaian sistem kontrol motor DC Close
Loop PID control dengan menggunakan penjepit buaya untuk
controller P (proportional) saja.
4. Menghubungkan osiloskop digital dengan keluaran untuk
mengetahui respon sistem.
5. Menghubungkan multimeter digital pada input tegangan dan
keluaran sistem.
6. Memberi tegangan input / referensi dengan range 0 – 15 volt DC
7. Menghidupkan saklar on-off
8. Memotret keluaran yang ditampilkan oleh osiloskop digital dengan
menggunakan kamera digital
9. Mengubah potensiometer sebagai gain variabel kontrol dengan 2
kali variasi.
10. Mencatat dan menganalisa data yang diperoleh.
11. Mengulangi percobaan 3–12 untuk kontroller PI (proportional-integral)
dan PID (proportional-integral-differensial) dengan gambar skema
rangkaian PID kontrol.
11.4 Data Percobaan
11.4.1 Percobaan Karateristik Keluaran dari Plant motor DC dengan Open
Loop
Tabel 11.1 Data percobaan Karateristik keluaran plant motor DC open loop

Vref V output Frekuensi


Percobaan
(volt) (volt) (kHz)
1 5 10.07 565
2 10 14.6 645.9

Gambar 11.30 Hasil Keluaran Optokopler Open loop dengan Vref = 5volt

Gambar 11.31 Hasil Keluaran Optokopler Open loop dengan Vref = 10volt
11.4.2 Percobaan Karateristik keluaran plant dari plant motor DC pada close
loop.
Tabel 11.2 Data percobaanKarateristik keluaran plant motor DC close loop

V V error V error Frekuensi


Vref
Percobaan output percobaan perhitungan (kHz)
(volt)
(volt) (V) (V)
1 5.08 1.85 2.69 3,23 561
2 10.4 6.16 3,7 3.96 543.5

Gambar 11.32 Hasil Keluaran Optokopler Close loop dengan Vref = 5volt

Gambar 11.33 Hasil Keluaran Optokopler Close loop denganVref = 10volt

11.4.3 Percobaan Karateristik keluaran dari plant motor DC


11.4.3.1 Kontrol P
Tabel 11.3 Data Karateristik keluaran plant motor DC dengan kontrol P
V V error V error Frekuensi
Vref
Percobaan output percobaan perhitungan (kHz)
(volt)
(volt) (V) (V)
1 10 3.05 7.16 6.95 3711.6
2 5 2.99 2.11 2.01 1163

Gambar 11.34 Hasil keluaran plant motor DC dengan kontrol P dengan Vref =10V percobaan 1

Gambar 11.35 Hasil keluaran plant motor DC dengan kontrol P dengan Vref = 5V percobaan 2

11.4.3.2Kontrol P I
Tabel 11.4 Data Karateristik keluaran plant motor DC dengan kontrol PI

V V error V error Frekuensi


Vref
Percobaan output percobaan perhitungan (kHz)
(volt)
(volt) (V) (V)
1 5 3 2.08 2 1316
2 10 3 6.95 7 9225

Gambar 11.36 Hasil keluaran plant motor DC dengan kontrol PI dengan Vref =5V percobaan 1 1

Gambar 11.37 Hasil keluaran plant motor DC dengan kontrol PI dengan Vref = 10V percobaan 2

11.4.3.3Kontrol P I D
Tabel 11.5 Data Karateristik keluaran plant motor DC dengan kontrol PID
V V error V error Frekuensi
Vref
Percobaan output percobaan perhitungan (kHz)
(volt)
(volt) (V) (V)
1 10 3.1 6.91 6.9 1315
2 5 3.02 2.07 2.93 1389

Gambar 11.38 Hasil keluaran plant motor DC dengan kontrol PID dengan Vref = 10V percobaan
1

Gambar 11.39 Hasil keluaran plant motor DC dengan kontrol PID dengan Vref = 5V percobaan 2
11.5 Analisa dan Pembahasan
11.5.1 Plant Motor DC (Open Loop)

Gambar 11.40 Diagram Blok Sistem Pengaturan Motor Secara Open Loop

Untuk mengetahui karateristik keluaran dari Plant motor DC dapat


digunakan rangkaian seperti pada gambar 11.39 diatas.
Mula-mula sistem diberi input berupa tegangan kemudian motor DC akan
memberi respon keluaran berupa putaran .Tegangan referensi yang diberikan akan
dimodulasi oleh PWM (Pulse With Modulation) untuk dipergunakan dalam
pengaturan tegangan, tegangan motor DC diatur dengan cara mengatur duty cycle
dari gelombang kotak yang disupplykan ke basis dari switching
transistor .Pengaturan tegangan pada motor DC berguna untuk mengatur
kecepatan putar motor DC/frekuensi putaran motor DC. Keluaran dari motor DC
akan menjadi masukan dari optocoupler.Opto coupler adalah suatu rangkaian
listrik (elektronika) yang berfungsi untuk mengkonversi kecepatan menjadi pulsa
listrik. Prinsip kerja optocoupler yaitu jika cahaya infra merah tidak terhalang
maka Outputnya akan dihasilkan tegangan nol dan sebaliknya.
Dari percobaan,didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 11.6 Data Percobaan Karateristik Keluaran Plant Motor DC Open Loop

Vref V Output Frekuensi


Percobaan
(volt) (volt) (kHz)
1 5 10.07 565
2 10 14.6 645.9

Dari data inilah kita dapat menentukan G (s) dengan cara membagi Vout
dengan Vref.
Contoh perhitungan :
frek .optokopler 565
G1( s )    113 KHz/volt
Vref 5

Vout ( FTV ) 10.07


G 2( s )    0.0178 volt/KHz
frek .optokopler 565
Vout 10.07
G(s)    2.014
Vin 5
Atau G(s) = G1(s).G2(s) = 113 . 0.0178= 2.0114

Sehingga didapatkan tabel sebagai berikut :


Tabel 11.7 Data Percobaan Karateristik Keluaran Plant Motor DC Open Loop

Vref VOutput Frekuensi


Percobaan G1(S) G2(S) G(S)
(V) (V) (Khz)
1 5 10.07 565 113 0.0178 2.014
2 10 14.6 645.9 64.59 0.0226 1.46
Rata-rata 58.795 0.0202 1.737

Gambar 11.41 Grafik Hubungan Vref dengan frekuensi Percobaan Open Loop

Dari grafik di atas terlihat hubungan antara input motor DC dengan


frekuensi keluaran optokopler pada Plant Open Loop dan besar gain rata-ratanya
adalah 58.795 kHz/volt, artinya setiap 1 volt tegangan yang masuk pada motor
DC akan menghasilkan pulsa pada optokopler dengan frekuensi 58.795 KHz.
Gambar 11.42 Grafik Hubungan Frekuensi dengan VOutput Percobaan Open Loop

Dari grafik di atas terlihat hubungan antara frekuensi dengan V keluaran


pada Plant Open Loop dan besar gain rata-ratanya adalah 0.0202 volt/KHz,
artinya setiap 1 KHz frekuensi pulsa yang masuk pada FTV akan menghasilkan
keluaran tegangan sebesar 0.0202 volt.

Gambar 11.43 Grafik Hubungan Vref dengan VOutput Percobaan Open Loop

Dari grafik di atas terlihat hubungan antara tegangan input dengan


tegangan Output pada Plant Open Loop dan besar gain rata-ratanya adalah 1,737.
Dari grafik juga terlihat bahwa hubungan antara input dan Output tidak
berbanding lurus atau linier di mana jika inputnya dinaikkan maka Output turun.
Hasil tersebut tidak sesuai dengan teori dimana seharusnya hubungan antara input
dan Output adalah berbanding lurus. Pada sistem Open Loop besarnya Output
sama dengan input dikali penguatan tiap blok.

11.5.2 Percobaan Plant Motor DC pada Close Loop

Gambar 11.44 Diagram Blok Sistem Pengaturan Motor Secara Close Loop

Pada pengontrolan Plant motor DC ini digunakan kontrol PID.Sistem


kontrol yang digunakan adalah loop tertutup ialah sistem kontrol yang sinyal
keluarannya mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengontrolan, sistem
kontrol loop tertutup juga merupakan sistem kontrol berumpan balik.Mula-mula
sistem diberi input berupa tegangan kemudian motor DC akan memberi respon
keluaran berupa putaran .Respon keluaran pada motor DC diatur oleh kontrol
PID.Tegangan referensi yang diberikan akan dimodulasi oleh PWM (Pulse With
Modulation) untuk dipergunakan dalam pengaturan tegangan, tegangan motor DC
diatur dengan cara mengatur duty cycle dari gelombang kotak yang disupplykan
ke basis dari switching transistor.Pengaturan tegangan pada motor DC berguna
untuk mengatur kecepatan putar motor DC/frekuensi putaran motor DC.Keluaran
dari motor DC akan menjadi masukan dari optocoupler.Opto coupler adalah suatu
rangkaian listrik (elektronika) yang berfungsi untuk mengkonversi kecepatan
menjadi pulsa listrik. Prinsip kerja optocoupler yaitu jika cahaya infra merah tidak
terhalang maka Outputnya akan dihasilkan tegangan nol dan sebaliknya. Piringan
optocoupler dapat menghasilkan sinyal dengan frekuensi yang tergantung dari
putaran motor,sehingga semakin cepat putaran motor semakin tinggi
frekuensinya.

Berikut data hasil percobaan karakteristik keluaran Plant motor DC Close Loop.
Perhitungan V error percobaan 1:
V error = Vref – Voutput
= 5.08 V – 1.85 V
=3,23 V
Perhitungan V error percobaan 2:
V error = Vref – Voutput
= 10.4V – 6.18 V
= 3.96 V

Tabel 11.8Perbandingan Verror percobaan dengan Verror perhitungan

V Frekuensi V error V error


Vref
Percobaan output (kHz) percobaan perhitungan
(volt)
(volt) (V) (V)
1 5.08 1.85 561 2.69 3,23
2 10.4 6.16 543.5 3,7 3.96
Dari Tabel 11.8 terlihat bahwa terdapat perbedaan antara Verror hasil
percobaan dengan hasil perhitungan. Hal ini dikarenakan alat ukur yang
digunakan kurang teliti serta kurangnya kecermatan dalam pengamatan.

Gambar 11.45 Grafik Hubungan Vinput dengan Voutput pada percobaan close loop

Dari grafik terlihat bahwa hubungan antara input dan output berbanding
lurus atau linier di mana jika inputnya dinaikkan maka output juga akan naik.
Pada sistem close loop besarnya output sama dengan input dikali penguatan tiap
blok.
Pada sistem close loop, terdapat umpan balik yang menyebabkan nilai
output mendekati nilai input sehingga nilai error-nya relatif kecil (error ideal
adalah nol). Sedangkan pada sistem open loop, tidak terdapat umpan balik. Nilai
output merupakan hasil kali dari seluruh penguatan tiap – tiap blok dengan nilai
input.

11.5.3 Percobaan Plant motor DC dengan Kontrol PID

Gambar 11.46 Diagram blok sistem pengaturan Motor secara Close Loop

Pada pengontrolan Plant motor DC ini digunakan kontrol PID. Sistem


kontrol Sistem kontrol yang digunakan adalah loop tertutup ialah sistem kontrol
yang sinyal keluarannya mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengontrolan,
sistem kontrol loop tertutup juga merupakan sistem kontrol berumpan balik.
Mula-mula sistem diberi input berupa tegangan kemudian motor DC akan
memberi respon keluaran berupa putaran .Respon keluaran pada motor DC diatur
oleh kontrol PID.Tegangan referensi yang diberikan akan dimodulasi oleh PWM
(Pulse With Modulation) untuk dipergunakan dalam pengaturan tegangan,
tegangan motor DC diatur dengan cara mengatur duty cycle dari gelombang kotak
yang disupplykan ke basis dari switching transistor .Pengaturan tegangan pada
motor DC berguna untuk mengatur kecepatan putar motor DC/frekuensi putaran
motor DC.Keluaran dari motor DC akan menjadi masukan dari optocoupler.
Keluaran dari optocoupler berupa frekuensi di konversi kedalam sinyal
informasi yang berupa tegangan oleh frequency to voltage converteryang
komponen penyusunnya adalah IC LM 2917.Keluaran dari IC LM 2917 yang
berupa tegangan diumpan balikkan untuk dibandingkan dengan sinyal masukan
(reference).Sinyal kesalahan penggerak, yang merupakan selisih antara sinyal
masukan dan sinyal umpan balik yang dapat berupa sinyal keluaran atau suatu
fungsi sinyal keluaran atau turunannya, diumpankan ke kontroler (dalam
percobaan ini digunakan kontrol PID) untuk memperkecil kesalahan dan membuat
agar keluaran sistem mendekati harga yang diinginkan.

11.5.3.1 Percobaan Kontrol P (Proporsional)


Berikut gambar diagram blok sistem pengaturan motor DC secara Close
Loop menggunakan kontroler P.

Gambar 11.47 Diagram Blok Sistem Pengaturan Motor Secara Close Loop Dengan Kontroler P

Pada percobaan dengan kontroler P diperoleh data sebagai berikut :


Tabel 11.9 Data Karateristik Keluaran Plant Motor DC Dengan Kontrol P

V V error V error Frekuensi


Vref
Percobaan Output percobaan perhitungan (kHz)
(volt)
(volt) (V) (V)
1 10 3.05 7.16 6.95 3711.6
2 5 2.99 2.11 2.01 1163

Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai tegangan keluaran dengan kontroler
P memiliki hasil yang jauh dibandingkan nilai tegangan referensinya. Hal ini
dikarenakan kurangnya presisi alat ukur dan kesalahan saat pengukuran.
11.5.3.2 Percobaan Kontrol PI (Proportional Integral)
Berikut gambar diagram blok sistem pengaturan motor DC secara Close
Loop menggunakan kontroler PI.

Gambar 11.48 Diagram Blok Sistem Pengaturan Motor Secara Close Loop Dengan Kontroler PI

Tabel 11.10 Data Karateristik Keluaran Plant Motor DC Dengan Kontrol PI

V V error V error Frekuensi


Vref
Percobaan Output percobaan perhitungan (kHz)
(volt)
(volt) (V) (V)
1 5 3 2.08 2 1316
2 10 3 6.95 7 9225

Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai tegangan keluaran dengan kontroler
PI memiliki nilai yang cukup berbeda jauh terhadap tegangan referensinya, seperti
pada kontroler P. Hasil pengukurang tegangan yang didapat juga tak jauh berbeda
dengan hasil pengukuran tegangan dengan menggunakan kontroller P. Hal ini
tidak sudah sesuai dengan teori seharusnya bila menggunakan kontroler PI nilai
tegangan keluarannya lebih mendekati nilai tegangan referensinya bila dibanding
dengan menggunakan kontroler P saja. Kesalahan ini dikarenakan kurangnya
presisi alat ukur dan kesalahan saat pengukuran.
11.5.3.3 Percobaan Kontrol PID (Proportional Integral Derrivatif)
Berikut gambar diagram blok sistem pengaturan motor DC secara Close
Loop menggunakan kontroler PID.

Gambar 11.49 Diagram Blok Sistem Pengaturan Motor Secara Close Loop Dengan Kontroler
PID

Tabel 11.11 Data Karateristik Keluaran Plant Motor DC Dengan Kontrol PID

V V error V error Frekuensi


Vref
Percobaan Output percobaan perhitungan (kHz)
(volt)
(volt) (V) (V)
1 10 3.1 6.91 6.9 1315
2 5 3.02 2.07 2.93 1389

Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai tegangan keluaran dengan kontroler
PID juga masih memiliki nilai yang cukup berbeda jauh terhadap tegangan
referensinya, seperti pada kontroler P dan PI. Hasil pengukurang tegangan yang
didapat juga tak jauh berbeda dengan hasil pengukuran tegangan dengan
menggunakan kontroller P dan PI.
Hal ini tidak sudah sesuai dengan teori Seharusnya bila menggunakan
kontroler PID, nilai tegangan keluaran mungkin mendekati atau bahkan sama
dengan nilai tegangan refernsi dibandingkan bila dengan menggunakan kontroler
P maupun PI. Kesalahan ini dikarenakan kurangnya presisi alat ukur dan
kesalahan saat pengukuran.
11.5.3.4 Perbandingan Kontroler P, PI, dan PID
Dari percobaan yang telah dilakukan, pada percobaan variasi tegangan
referensi 5V, tegangan error dengan kontroler P adalah 2.11 V, dengan kontroler
PI adalah 2.08 V, dan dengan kontrol PID adalah 2.07 V. Sedangkan pada
percobaan variasi tegangan referensi 10V, tegangan error dengan kontroler P
adalah 7.16 V, dengan kontroler PI adalah 6.95 V, dan dengan kontrol PID adalah
6.91 V. Dari data pengukuran tegangan error diatas, maka respon sistem dengan
menggunakan kontrol PID adalah yang paling baik.
Seharusnya penentuan respon sistem yang baik tidak hanya dilihat dari
error steady statenya saja melainkan dari faktor yang lain yaitu : waktu naik (Tr),
waktu steady ( Ts ), serta Overshoot yang terjadi, tetapi parameter tersebut tidak
dapat diamati karena keterbatasan alat ukur yang dimiliki sehingga hanya
penentuan baik-buruknya sistem hanya berdasar error saja.

11.5.3.5 Perbandingan Open Loop, Close Loop dan Kontroler


Respon sistem dengan kontroler memiliki respon yang paling baik jika
dibandingkan dengan Close Loop tanpa kontroler, hal ini karena fungsi dari
kontroler adalah untuk memperbaiki respon sistem. Sedangkan Close Loop lebih
baik dari pada Open Loop karena sistem Close Loop lebih tahan terhadap
gangguan dari pada Open Loop, sehingga responya relatif lebih stabil.

11.5.3.6 Aplikasi Kontrol PID


Pada awal penggunaannya, strategi kontrol PID untuk tujuan kontrol
proses industri umumnya diimplementasikan dengan menggunakan rangkaian
elektronika analog, bahkan banyak diantaranya direalisasikan dengan
menggunakan komponen mekanis dan pneumatis murni.
Seiring dengan perkembangan dunia digital (terutama microprocessor),
dewasa ini PID dapat dijumpai dalam berbagai bentuk modul komersil, yaitu
mulai dari sekedar modul PID untuk pengontrolan satu jenis variabel proses
tertentu saja (special purpose process controller), sampai modul PID untuk tujuan
pengontrolan beragam variabel proses (general purporse process controller) atau
lebih dikenal dengan nama populer DCS- Distributed Control System. Bahkan
perkembangan terakhir, kontrol PID juga telah banyak ditanamkan pada sistem
PLC - Programmable Logic Controller.Selain diimplementasikan pada modul-
modul kontroler seperti tersebut diatas, algoritma PID juga dapat dijumpai dalam
berbagai peralatan yang memerlukan pengontrolan umpan balik kontinyu lainnya
(misal peralatan autofokus kamera, servo antena, pengatur kecepatan otomatis
kendaraan, penjejak matahari dan sebagainya).
Untuk contoh pengaplikasian kontrol PID pada kehidupan nyata adalah
penerapan kontrol PID untuk pengaturan suhu. Pengaturan suhu menjadi salah
satu macam sistem pengontrolan yang banyak dibuat saat ini. Sistem pengaturan
suhu banyak diterapkan diberbagai alat kehidupan sehari – hari seperti pada AC,
oven maupun pada proses industri seperti pada heater di pabrik - pabrik.
Dalam sistem pengaturan suhu, terdapat beberapa rangkaian lain selain
rangkaian kontroler PID. Sistem pengaturan suhu terdiri dari beberapa rangkaian,
diantaranya adalah rangkaian driver, PID, pengkondisi sinyal, dan catu daya.

Gambar 11.50 Rangkaian PID pada Pengaturan Suhu

Sebuah kontroler PID menghitung error sebagai perbedaan antara diukur


variabel proses dan diinginkan setpoin. Controller berupaya untuk meminimalkan
kesalahan dengan menyesuaikan proses input kontrol. Dengan tidak adanya
pengetahuan tentang proses yang mendasari, kontroler PID adalah kontroler yang
terbaik. Namun, untuk kinerja terbaik, parameter PID yang digunakan dalam
perhitungan harus di setel sesuai dengan sifat sistem.
PID adalah gabungan antara kontroler Proportional(P), Integral (I), dan
Derivative (D). kontroler Proportional digunakan untuk mempercepat respon
terhadap error yang sedang terjadi (present time). Kontroler integral digunakan
untuk mengurangi error steady state dengan cara mengakumulasikan error selama
selang waktu tertentu (Past time). Kontroler derivative bekerj dengan cara
memprediksi error yang akan terjadi berdasarkan perubahan error yang telah
terjadi (Future time). Dengan menggabungkan ketiga kontroler tersebut secara
parallel, maka akan diperoleh respon masing – masing kontroler. Respon yang
dihasilkan dari kontroler PID ialah cepat(kontroler proportional), memperbaiki
respon (kontroler integral) , dan mempercepat waktu mantap (kontroler
Derivative). Dengan menggunakan kontroler PID akan mendapatkan suatu respon
yang baik dalam pengontrolan system agar sesuai dengan yang kita harapkan.
11.6 Penutup
11.6.1 Kesimpulan
1. Sistem kontrol Open Loop memiliki tingkat kesalahan yang cukup
besar hal ini dikarenakan keluaran tidak mempengaruhi sistem kontrol
tersebut.
2. Sistem kontrol Close Loop memiliki kesalahan (error) yang cukup
kecil,hal ini dikarenakan keluaran akan diumpan balikkan untuk diatur
sehingga tingkat kesalahan yang dihasilkan kecil.
3. PID Kontroler merupakan suatu jenis Kontrol Close Loop karena
kontrol yang sinyal keluarannya mempunyai pengaruh langsung pada
aksi pengontrolan.
4. PID Kontroler merupakan kombinasi dari 3 kontroler, yaitu :
Kontroler Proporsional, Kontroler Integral, dan Kontroler Differensial.
5. Pada percobaan control proporsional (P), didapatkan hasil percobaan
pada variasi tegangan referensi sebesar 10 V menghasilkan tegangan
keluaran sebesar 3.05 V. Sedangkan pada percobaan variasi tegangan
referensi 5 V didapatkan tegangan keluaran sebesar 2.99 V. Secara
teori, seharusnya tegangan keluaran yang dihasilkan mendekati
tegangan referensinya. Tetapi, dari hasil percobaan, didapatkan data
Vref dan Vout yang berbeda jauh. Hal ini dapat disebabkan karena
adanya kerusakan pada modul yang digunakan saat praktikum.
6. Pada percobaan contor proporsional dan integral (PI), didapatkan hasil
percobaan pada variasi tegangan referensi sebesar 5V menghasilkan
tegangan keluaran sebesar 3 V. Sedangkan pada percobaan variasi
tegangan referensi 10 V didapatkan tegangan keluaran sebesar 3V.
Hasil percobaan tidak jauh berbeda dengan hasil percobaan dengan
menggunakan kontroler P, dimana seharusnya secara teori, dengan
menggunakan kontroler PI tegangan yang dikeluarkan lebih mendekati
tegangan referensinya. Tetapi yang didapat justru hampir sama dengan
hasil percobaan dengan menggunakan kontroler P saja. Hal ini dapat
terjadi akibat adanya kerusakan modul yang digunakan untuk
praktikum.
7. Pada percobaan control proporsional, integral dan derivative (PID),
didapatkan hasil percobaan pada variasi tegangan referensi 5V
menghasilkan tegangan keluaran sebesar 3.02V. sedangkan pada
percobaan variasi tegangan referensi 10V didapatkan tegangan
keluaran 3V. dari data diatas, terlihat bahwa nilai tegangan keluaran
dengan kontroler PID juga masih memiliki nilai yang cukup berbeda
jauh terhadap tegangan referensinya, seperti pada kontroler P dan PI.
Hasil pengukurang tegangan yang didapat juga tak jauh berbeda
dengan hasil pengukuran tegangan dengan menggunakan kontroller P
dan PI. Hal ini tidak sudah sesuai dengan teori Seharusnya bila
menggunakan kontroler PID, nilai tegangan keluaran mungkin
mendekati atau bahkan sama dengan nilai tegangan refernsi
dibandingkan bila dengan menggunakan kontroler P maupun PI.
Kesalahan ini dikarenakan kurangnya presisi alat ukur dan kesalahan
saat pengukuran.
8. Dari percobaan Open Loop dan Close Loop diperoleh Close Loop lebih
baik dari pada Open Loop karena sistem Close Loop lebih tahan
terhadap gangguan dari pada Open Loop, sehingga responya relatif
lebih stabil.Sedangkan respon sistem Close Loop dengan kontroler
memiliki respon yang paling baik jika dibandingkan dengan Close
Loop tanpa kontroler, hal ini karena fungsi dari kontroler adalah untuk
memperbaiki respon sistem.
9. Pada percobaan PID dihasilkan bahwa respon sistem dengan kontrol P
adalah yang paling baik. Hal ini dilihat dari nilai Vout (keluaran) dari
kontrol P yang paling mendekati tegangan referensi dibanding dengan
kontrol lainnya.
11.6.2 Saran
1. Untuk mendapatkan sistem yang terkontrol dengan penuh
maka hendaklah menggunakan kontroler yang merupakan kombinasi
dari ketiga jenis kontroler ini.
2. Jika menggunakan suatu kontroller, sebaiknya dipelajari
dan dikenali sifat dan karakteristiknya agar diperoleh hasil yang
optimal.
3. Diperlukan alat yang presisi dan ketelituan saat
pengukuran agar mendapatkan hasil yang mendekati teori

Anda mungkin juga menyukai