PERCOBAAN 10
APLIKASI KONTROL PID
11.2.1 Motor DC
Sebuah motor servo merupakan sebuah motor dc, ac, atau motor dc tanpa
sikat yang dikombinasikan dengan sebuah perangkat sensor posisi. Motor arus
searah (DC) konvensional menggunakan sifat dan komutator mekanika yang
memerlukan perawatan yang teratur. Namun dengan dilakukannnya
pengembangan terhadap sikat dan komutator, banyak motor DC yang digunakan
dalam sistem servo dapat dioperasikan hampir tanpa perawatan. Beberapa motor
DC menggunakan komutasi secara elektronika. Mereka dinamakan motor DC
tanpa sikat.
11.2.1.1 Konstruksi Motor DC
Suatu motor listrik , akan berfungsi apabila memiliki :
1. Kumparan medan, untuk menghasilkan medan magnet
2. Kumparan jangkar, untuk mengimbaskan ggl pada konduktor – konduktor
yang terletak pada alur-alur jangkar.
3. Celah udara yang memungkinkan berputarnya jangkar dalam medan
magnet.
Pada motor DC, kumparan yang berbentuk kutub sepatu dinamakan
stator ( bagian yang tidak berputar ). Stator ini menghasilkan medan magnet, baik
yang dibangkitkan koil atau magnet permanen.Dan kumparan jangkar merupakan
rotor ( bagian yang berputar ). Rotor ini berupa sebuah koil dimana sebuah arus
listrik mengalir. Bila kumparan jangkar berputar dalam medan magnet, akan
dibangkitkan tegangan (ggl) yang berubah-ubah arah setiap setengah putaran,
sehinggga merupakan tegangan bolak-balik :
e = Emaks sin t
Untuk memperoleh tegangan searah diperlukan alat penyearah yang
disebut komutator dan sikat.
11.2.1.2 Prinsip Kerja Motor DC
Suatu motor listrik adalah suatu mesin yang mengubah tenaga listrik ke
tenaga mekanik. Kerjanya atas dasar prinsip bahwa apabila suatu penghantar yang
membawa arus diletakkan didalam suatu medan magnet, maka akan timbul gaya
mekanik yang mempunyai arah sesuai dengan hukum tangan kiri dan besarnya
adalah : F = B i l ( Newton )
dimana :
Ia = Arus dalam jangkar
eb = GGL lawan (“Back EMF ) dari jangkar
Ra = Tahanan untai jangkar
P
b). eb = Z N x a volt
c). Persamaan tegangan :
(i). Tegangan V berlawanan arah dengan EMF Eb
(ii). Didalam jangkar terjadi jatuh tegangan Ia Ra, jadi :
V = eb + Ia Ra
R1
-
ei
+ eo
R2
G(s) =
R1
dimana : G(s) = Fungsi alih yang merupakan perbandingan antara keluaran (Eo)
dan masukan (Ei) dalam hal ini adalah resistor.
Gambar 11.6 Kurva Sinyal Kesalahan E(T) Terhadap T dan Kurva U(T) Terhadap T pada
Pembangkit Kesalahan Nol.
1 R4
G1( s ) , G 2( s )
R1.C 2 s R3
R4
G ( s ) G1( s ).G 2( s )
R1.R3.C 2 s
dimana : G(s) adalah perbandingan nilai keluaran terhadap nilai masukan.
Gambar 11.12 ialah gambar diagram blok dari kontroler jenis proporsional-
integral-differensial dimana bagian kontrolnya telah diisi dengan fungsi alih dari
gabungan ketiga jenis kontroler ini. Dalam kontroler jenis ini setiap kekurangan
dan kelebihan dari masing-masing kontroler P, I dan D dapat saling menutupi
dengan menggabungkan ketiganya secara paralel menjadi kontroler proporsional-
integral-differensial (kontroller PID). Elemen-elemen kontroler P, I dan D
masing-masing secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah
sistem, menghilangkan error dan menghasilkan perubahan awal yang besar.
Gambar 11.13 ialah diagram blok kontroler jenis PID, yang mana keluaran
akan bergantung dari harga-harga konstanta masing-masing kontroler tersebut.
Gambar 11.14 Hubungan dalam Fungsi Waktu Antara Sinyal Keluaran
Gambar 11.17 Keluaran Sistem Jika Masukan Fungsi Ramp Dengan PID
A (V1-V2)
V2 _
Siklus Aktif
Siklus total
Gambar 11.19 Duty cycle
Monostable - Averaging
Schmitt op-amp
Multivibrator + Network
Gc(s) G(s)
Gambar 11.23 Diagram Blok Sistem Open Loop
Dari gambar 11.23 di atas dapat diketahui persamaan untuk system loop terbuka :
C (s) = R(s).Gc(s).G(s)
C ( s)
Gc( s ).G ( s )
G ( s)
Dari gambar 11.24 di atas dapat diketahui persamaan yang digunakan dalam
Close Loop sistem : C(s) (1+H(s).Gc(s).G(s)) =R(s).Gc(s).G(s)
Pada Gambar 11.24 menunjukkan hubungan masukan dan keluaran dari
sistem kontrol lup tertutup. Jika dalam hal ini manusia bekerja sebagai operator,
maka manusia ini akan menjaga sistem agar tetap pada keadaan yang diinginkan,
ketika terjadi perubahan pada sistem maka manusia akan melakukan langkah –
langkah awal pengaturan sehingga sistem kembali bekerja pada keadaan yang
diinginkan.
Dalam hal lain jika kontroler otomatik digunakan untuk menggantikan
operator manusia, sistem kontrol tersebut menjadi otomatik, yang biasa disebut
sistem kontrol otomatik berumpan balik atau sistem kontrol lup tertutup.
Sistem kontrol manual berumpan – balik dalam hal ini manusia bekerja
dengan cara yang sama dengan sistem kontrol otomatik. Mata operator adalah
analog dengan alat ukur kesalahan, otak analog dengan kontroler otomatik dan
otot – ototnya analog dengan aktuator. Hal inilah yang membedakan dengan
sistem kontrol lup terbuka yang keluarannya tidak berpengaruh pada aksi
pengontrolan, dimana keluaran tidak diukur atau diumpan – balikkan untuk
dibandingkan dengan masukan.
Sistem kontrol lup tertutup mempunyai kelebihan dari sistem kontrol lup
terbuka yaitu penggunaan umpan – balik yang membuat respon sistem relatif
kurang peka terhadap gangguan eksternal dan perubahan internal pada parameter
sistem dan mudah untuk mendapatkan pengontrolan “Plant” dengan teliti,
meskipun sistem lup terbuka mempunyai kelebihan yaitu kestabilan yang tak
dimiliki pada sistem lup tertutup, Kombinasi keduanya dapat memberikan
performansi yang sempurna pada sistem.
Dengan demikian jelaslah bahwa PID Kontroler adalah sistem kontrol lup
tertutup (Close Loop), karena PID Kontroler adalah kontroler yang mampu
menggantikan fungsi operator yang mana ketika terjadi perubahan keadaan
sistem, yang kirimkan oleh sinyal kesalahan penggerak maka PID Kontroler akan
melakukan suatu proses pengaturan kembali sehingga sistem bekerja kembali
sesuai kehendak, dalam hal ini kombinasi sinergis antara ketiga aksi pengontrolan
pada PID Kontroler.
11.2.11 Optocoupler
Opto coupler adalah suatu rangkaian listrik (elektronika) yang berfungsi
untuk mengkonversi kecepatan menjadi pulsa listrik. Prinsip kerja optocoupler
yaitu jika cahaya infra merah tidak terhalang maka Outputnya akan dihasilkan
tegangan nol dan sebaliknya. Piringan opto coupler dibuat berlubang-lubang
supaya opto coupler dapat menghasilkan sinyal dengan frekuensi yang tergantung
dari putaran motor, sehingga semakin cepat putaran motor semakin tinggi
frekuensinya.
Gambar 11.25 Diagram Blok Sistem Pengaturan Motor Secara Open Loop
Gambar 11.26 Diagram Blok Sistem Pengaturan Motor Secara Close Loop
Gambar 11.27 Diagram Blok Sistem Pengaturan Motor Secara Open Loop
Gambar 11.28 Diagram Blok Sistem Pengaturan Motor Secara Close Loop
Gambar 11.30 Hasil Keluaran Optokopler Open loop dengan Vref = 5volt
Gambar 11.31 Hasil Keluaran Optokopler Open loop dengan Vref = 10volt
11.4.2 Percobaan Karateristik keluaran plant dari plant motor DC pada close
loop.
Tabel 11.2 Data percobaanKarateristik keluaran plant motor DC close loop
Gambar 11.32 Hasil Keluaran Optokopler Close loop dengan Vref = 5volt
Gambar 11.34 Hasil keluaran plant motor DC dengan kontrol P dengan Vref =10V percobaan 1
Gambar 11.35 Hasil keluaran plant motor DC dengan kontrol P dengan Vref = 5V percobaan 2
11.4.3.2Kontrol P I
Tabel 11.4 Data Karateristik keluaran plant motor DC dengan kontrol PI
Gambar 11.36 Hasil keluaran plant motor DC dengan kontrol PI dengan Vref =5V percobaan 1 1
Gambar 11.37 Hasil keluaran plant motor DC dengan kontrol PI dengan Vref = 10V percobaan 2
11.4.3.3Kontrol P I D
Tabel 11.5 Data Karateristik keluaran plant motor DC dengan kontrol PID
V V error V error Frekuensi
Vref
Percobaan output percobaan perhitungan (kHz)
(volt)
(volt) (V) (V)
1 10 3.1 6.91 6.9 1315
2 5 3.02 2.07 2.93 1389
Gambar 11.38 Hasil keluaran plant motor DC dengan kontrol PID dengan Vref = 10V percobaan
1
Gambar 11.39 Hasil keluaran plant motor DC dengan kontrol PID dengan Vref = 5V percobaan 2
11.5 Analisa dan Pembahasan
11.5.1 Plant Motor DC (Open Loop)
Gambar 11.40 Diagram Blok Sistem Pengaturan Motor Secara Open Loop
Tabel 11.6 Data Percobaan Karateristik Keluaran Plant Motor DC Open Loop
Dari data inilah kita dapat menentukan G (s) dengan cara membagi Vout
dengan Vref.
Contoh perhitungan :
frek .optokopler 565
G1( s ) 113 KHz/volt
Vref 5
Gambar 11.41 Grafik Hubungan Vref dengan frekuensi Percobaan Open Loop
Gambar 11.43 Grafik Hubungan Vref dengan VOutput Percobaan Open Loop
Gambar 11.44 Diagram Blok Sistem Pengaturan Motor Secara Close Loop
Berikut data hasil percobaan karakteristik keluaran Plant motor DC Close Loop.
Perhitungan V error percobaan 1:
V error = Vref – Voutput
= 5.08 V – 1.85 V
=3,23 V
Perhitungan V error percobaan 2:
V error = Vref – Voutput
= 10.4V – 6.18 V
= 3.96 V
Gambar 11.45 Grafik Hubungan Vinput dengan Voutput pada percobaan close loop
Dari grafik terlihat bahwa hubungan antara input dan output berbanding
lurus atau linier di mana jika inputnya dinaikkan maka output juga akan naik.
Pada sistem close loop besarnya output sama dengan input dikali penguatan tiap
blok.
Pada sistem close loop, terdapat umpan balik yang menyebabkan nilai
output mendekati nilai input sehingga nilai error-nya relatif kecil (error ideal
adalah nol). Sedangkan pada sistem open loop, tidak terdapat umpan balik. Nilai
output merupakan hasil kali dari seluruh penguatan tiap – tiap blok dengan nilai
input.
Gambar 11.46 Diagram blok sistem pengaturan Motor secara Close Loop
Gambar 11.47 Diagram Blok Sistem Pengaturan Motor Secara Close Loop Dengan Kontroler P
Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai tegangan keluaran dengan kontroler
P memiliki hasil yang jauh dibandingkan nilai tegangan referensinya. Hal ini
dikarenakan kurangnya presisi alat ukur dan kesalahan saat pengukuran.
11.5.3.2 Percobaan Kontrol PI (Proportional Integral)
Berikut gambar diagram blok sistem pengaturan motor DC secara Close
Loop menggunakan kontroler PI.
Gambar 11.48 Diagram Blok Sistem Pengaturan Motor Secara Close Loop Dengan Kontroler PI
Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai tegangan keluaran dengan kontroler
PI memiliki nilai yang cukup berbeda jauh terhadap tegangan referensinya, seperti
pada kontroler P. Hasil pengukurang tegangan yang didapat juga tak jauh berbeda
dengan hasil pengukuran tegangan dengan menggunakan kontroller P. Hal ini
tidak sudah sesuai dengan teori seharusnya bila menggunakan kontroler PI nilai
tegangan keluarannya lebih mendekati nilai tegangan referensinya bila dibanding
dengan menggunakan kontroler P saja. Kesalahan ini dikarenakan kurangnya
presisi alat ukur dan kesalahan saat pengukuran.
11.5.3.3 Percobaan Kontrol PID (Proportional Integral Derrivatif)
Berikut gambar diagram blok sistem pengaturan motor DC secara Close
Loop menggunakan kontroler PID.
Gambar 11.49 Diagram Blok Sistem Pengaturan Motor Secara Close Loop Dengan Kontroler
PID
Tabel 11.11 Data Karateristik Keluaran Plant Motor DC Dengan Kontrol PID
Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai tegangan keluaran dengan kontroler
PID juga masih memiliki nilai yang cukup berbeda jauh terhadap tegangan
referensinya, seperti pada kontroler P dan PI. Hasil pengukurang tegangan yang
didapat juga tak jauh berbeda dengan hasil pengukuran tegangan dengan
menggunakan kontroller P dan PI.
Hal ini tidak sudah sesuai dengan teori Seharusnya bila menggunakan
kontroler PID, nilai tegangan keluaran mungkin mendekati atau bahkan sama
dengan nilai tegangan refernsi dibandingkan bila dengan menggunakan kontroler
P maupun PI. Kesalahan ini dikarenakan kurangnya presisi alat ukur dan
kesalahan saat pengukuran.
11.5.3.4 Perbandingan Kontroler P, PI, dan PID
Dari percobaan yang telah dilakukan, pada percobaan variasi tegangan
referensi 5V, tegangan error dengan kontroler P adalah 2.11 V, dengan kontroler
PI adalah 2.08 V, dan dengan kontrol PID adalah 2.07 V. Sedangkan pada
percobaan variasi tegangan referensi 10V, tegangan error dengan kontroler P
adalah 7.16 V, dengan kontroler PI adalah 6.95 V, dan dengan kontrol PID adalah
6.91 V. Dari data pengukuran tegangan error diatas, maka respon sistem dengan
menggunakan kontrol PID adalah yang paling baik.
Seharusnya penentuan respon sistem yang baik tidak hanya dilihat dari
error steady statenya saja melainkan dari faktor yang lain yaitu : waktu naik (Tr),
waktu steady ( Ts ), serta Overshoot yang terjadi, tetapi parameter tersebut tidak
dapat diamati karena keterbatasan alat ukur yang dimiliki sehingga hanya
penentuan baik-buruknya sistem hanya berdasar error saja.