Anda di halaman 1dari 11

H

a
l
a
m
a
n

1

MODUL PERCOBAAN 3
SISTEM PENGATURAN POSISI
Praktikan: Jauzie Arief (11-2011-001)
Asisten: Harry Guswanto (13209101)
Waktu Percobaan: 19 Juni 2013
EL-3120 Praktikum Sistem Kendali Control System Laboratory
Laboratorium Dasar Teknik Elektro
Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB

Abstrak
Pada suatu system pengaturan kecepatan, yang diinginkan
adalah menjaga konstan kecepatan putar untuk segala
kondisi beban. Namin pada pengaturan posisi, pada system
ini akurasi system biasanya tidak hanya diukur dengan
steadt state erro untuk masukan step, tetapi juga untuk
steadt state errot untuk masukan yang berubah dengan
waktu atau disebut dengan following error. Dengan
penambahan PD, yakni dengan nilai Kp = 0.5 dan d =
10 dan 100 ms. Pada praktikum ini praktikan akan
mengetahui pengaruh kecepatan pada system pengaturan
posisi yang didukung oleh modular servo system MS150.

Kata kunci: steady state error, following error,, kontroler
proporsional, kontroler derivative dan modular servo system
MS 150

1. Pendahuluan
Pada praktikum modul 3 dengan judul Sistem
Pengaturan Posisi. Adapun tujuan dari praktikum
ini sebagai berikut:
a. Mampu melakukan analisis kinerja system
pengaturan posisi motor arus searah.
b. Mampu menerangkan pengaruh kecepatan pada
kinerja suatu system pengaturan posisi.
c. Mampu menerangkan pengaruh kontroler PD
pada kinerja system pengaturan posisi.

2. Dasar Teori
Sistem yang menggunakan motor listrik sebagai
penggerak sebagai contohnya: mixer, bor listrik,
sabuk berjalan, generator dll. Pada semua alat
tersebut motor listrik dibuat berputar terus menerus,
selama masa kerja alat. Tujuan pengaturan alat ini
adalah agar motor berputar dengan kecepatan yang
sesuai dengan yang diinginkan, dalam berbagai
kondisi beban yang digerakan motor. Terdapat
segolongan alat atau sistem lain yang juga
menggunakan motor listrik sebagai penggerak, tetapi
dengan penggunaan yang berbeda. Pada sistem ini,
motor digunakan untuk menggerakan benda kesuatu
posisi yang diinginkan. Inilah yang dikenai dengan
sistem pengaturan posisi. Contoh sistem ini adalah
sistem kemudi kapal laut atau pesawat terbang.
Pada sistem pengaturan kecepatan, memiliki
masalah menentukan berapa besar energi elektrik
yang harus diberikan pada motor supaya berputar
pada kecepatan yang diinginkan, bagaimanapun
kondisi beban yang digerakan. Pada sistem
pengaturan posisi, masalahnya terutama pada berapa
lama energi elektrik harus diberikan agar motor
menggerakkan beban yang dipasangkan padanya
sampai posisi yang diinginkan, tidak lebih dan tidak
kurang.
Konfigurasi yang sederhana untuk mencapai
tujuan tersebut adalah sistem pengaturan posisi
lingkar tertutup seperti diagram blok berikut ini :





2.1 Sub-bab Dasar Teori
A. Motor DC
Pada prinsipnya mesin listrik dapat berlaku
sebagai motor maupun sebagai generator.
Perbedaannya hanya terletak dalam konversi
dayanya. Generator adalah suatu mesin listrik yang
mengubah daya masuk mekanik menjadi daya keluar
listrik, sedangkan seballiknya motor mengubah daya
masuk lestrik menjadi daya keluar mekanik. Maka

H
a
l
a
m
a
n

2

dengan membalik generator arus searah, sekarang
tegangan Vt menjadi sumber dan tegangan jangkar
Ea merupakan ggl lawan, mesin arus searah ini akan
berlaku sebagai motor. Oleh karena itu hubungan
antara tegangan Vt dan Ea dapat dituliskan sebagai :
Ea = Vt (Ia.Ra )

Gambar 1. Kontruksi Motor Dc
Prinsip kerja pada motor Dc adalah Motor DC
terdapat dalam berbagai ukuran dan kekuatan,
masing- masing didisain untuk keperluan yang
berbeda-beda namun secara umum memiliki
berfungsi dasar yang sama yaitu mengubah energi
elektrik menjadi energi mekanik. Sebuah motor DC
sederhana dibangun dengan menempatkan kawat
yang dialiri arus di dalam medan magnet.kawat yang
membentuk loop ditempatkan sedemikian rupa
diantara dua buah magnet permanen.Bila arus
mengalir pada kawat, arus akan menghasilkan
medan magnet sendiri yang arahnya berubah-ubah
terhadap arah medan magnet permanen sehingga
menimbulkan putaran.

Gambar 2. Prinsip Kerja Motor DC
Pada gambar diatas sebuah loop ABCD berada
dalam satu medan magnet. Jika arah flux magnet B
berasal dari kutub U ke kutub S dari magnet
permanen dan pada loop dialiri arus listrik dengan
arah ABCD maka pada sisi AB akan terjadi gaya F1
yang mengarah kebawah, dan pada sisi CD juga
terjadi gaya F2 yang mengarah keatas sesuai dengan
aturan tangan kanan. Gaya F1 dan F2 tersebut
menyebabkan loop berputar berlawanan dengan
arah jarum jam. Peroses tersebut terjadi terus-
menerus dan merupakan dasar dari pembentukan
sebuah motor.

Gambar 3. Torsi Mesin DC
Gambar diatas Torsi pada Loop Torsi yang
dihasilkan oleh gaya F1 dan F2 sehingga
menyebabkan loop berputar dapat dihitung dengan
persamaan berikut:
= B.I.A.N sin
Dimana:
B = densitas fluks magnetic yang berasal dari kutub
U ke S magnet permanen (Wb/m
2
)
A = luas loop yang mengalir pada ABCD
= sudut antara bidang normal loop ABCD
dengan B
N = jumlah lilitan yang membenruk loop
Fluks magnet yang ditimbulkan oleh kutub-
kutub utama dari sebuah generator saat tanpa beban
disebut fluks medan utama. Bila motor listrik
dibebani maka pada penghantar jangkar timbul arus
jangkar. Arus jangkar ini menyebabkan timbulnya
fluks pada penghantar jangkar tersebut dan biasa
disebut fIuks medan jangkar. Munculnya medan
jangkar akan memperlemah medan utama yang
terletak disebelah kiri kutub utara, dan akan
memperkuat medan utama yang terletak di sebelah
kanan kutub utara. Pengaruh adanya interaksi antara
medan utama dan medan jangkar ini disebut reaksi
jangkar. Reaksi jangkar ini mengakibatkan medan
utama tidak tegak lurus pada garis netral n, tetapi
bergeser sebesar sudut . Dengan kata lain, garis
netral akan bergeser. Pergeseran garis netral akan
melemahkan tegangan nominal generator. Untuk
mengembalikan garis netral ke posisi awal,
dipasangkan medan magnet bantu (interpole atau
kutub bantu). Akibat dari reaksi jangkar adalah
terjadinya percikan api (sparking) yang dikarenakan
perubahan normal medan rotor yang semakin dekat
dengan statornya sehingga jika jarak makin dekat

H
a
l
a
m
a
n

3

akan ada loncatan-loncatan elektron yang
terjadi,awalnya sedikit namun seiring dengan
berjalannya waktu elektronnya akan semakin banyak
sehingga akan timbul loncatan elektron.

B. Pengendali PID
Sistem pengendali PID adalah suatus
pengendalian untuk menentukan presisi suatu sistem
instrumentasi dengan karakteristik adanya umpan
balik pada sistem tersebut. PID merupakan
singkatan dari Proportional Integral Derivative.
Sistem pengendali PID terdiri dari tiga jenis yang
sesuai dengan singkatanya Proportional Integral dan
Derivative. Ketiganya digunakana secara bersamaan
atau masing-masing, tergantung dari respon yang
kita inginkan terhadap suatu plan. PID kontroler
sebenarnya terdiri dari 3 jenis cara pengaturan yang
saling dikombinasikan, yaitu P (proportional)
controller, D (derivative) controller, dan I (integral)
controller. Masing-masing memiliki parameter
tertentu yang harus diset untuk dapat beroperasi
dengan baik, yang disebut sebagai konstanta. Setiap
jenis, memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing, hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 1 Respon PID Controller Terhadap Perubahan Konstanta
Closed-
Loop
Respose
Rise Time Overshoot
Settling
Time
SS Eror
Kp Decrease Increase
Small
Change
Decrease
Ki Decrease Increase Increase Eliminate
Kd
Small
Change
Decrease Decrease
Small
Change

1. Proportional Controller
Dari table 1 diketahui bahwa P controller dapat
mengurangi rise time, menambah overshoot, dan
mengurangi steady state error. Diagram blok system
pengendali adalah sebagi berikut:

Jika fungsi transfer motor DC sama dengan

Maka closed-loop fungsi transfer sistem di atas
dengan menggunakan P controller adalah sebagi
berikut:




2. Proportional-Derivative Controller
Diagram blok system pengendali adalah sebagai
berikut :

Closed-Loop transfer function system di atas
dengan PD controller adalah :




3. Proportional-Integral Controller
Diagram blok sistem pengendali adalah sebagi
berikut:

Closed-Loop transfer function sistem di atas
dengan PI controller adalah :




4. Proportional-Integral-Derivative Controller
Diagram blok sistem pengendali adalah sebagai
berikut:
Close-Loop transfer function sistem di atas
dengan PID controller adalah :



H
a
l
a
m
a
n

4

3. Metodologi
A. Alat Percobaan
Dalam praktikum kali ini digunakan alat-alat
sebagai berikut:
1. AU150B (Attenuator Unit)
Berupa 2 buah potensiometer putar 10K yang
dipergunakan sebagai pengeontrol tegangan
(biasanya sebagai masukkan acuan dalam sistem
kontrol pada motor), jika dihubungkan ke
sumber tegangan atau sebagai pengontrol
penguatan jika dihubungkan dengan unit
amplifier. (menggunakan potensio sebagai
pembagi tegangan).
2. OA150A(Unit Op-Amp)
Berupa rangkaian penguat operasional dengan
konfigurasi inverting. Terdapat feedback selector
yang dapat membuat unit ini befungsi sebagai
penjumlah, integrator penjumlah (summing
integrator).
3. PID150Y (PID Unit)
Unit ini terdiri dari 3 bagian utama: penguat
inverting sebagai kontroler propotional, inverting
integrator sebagai kontroler integral, inverting
differensiator sebagai kontroler derivative.
4. SA150D (Servo Amplifier)
Merupakan alat yang akan mengatur arah dan
besar putaran motor, tergantung tegangan
masukkan servo amplifier (terminal 1 dan 2).
5. MT150F (Motor DC + Tachogenerator)
Berupa motor dc dengan kumparan medan
terpisah, memiliki perpanjangan sumbu putar
utama yang dapat dipasangi rem magnetic atau
lempengan inersia. Tardapat juga sumbu putar
tambahan dengan kecepatan 1:30 kali kecepatan
putar sumbu utama. Sumbu tambahan ini biasa
digunakan dalam sistem pengaturan posisi.

6. IP-150H (Potensialmeter input)
Berupa potensial meter putar 10K yang
dilengkapi dengan skala yang menyatakan sudut
putaran.Unit ini berfungsi untuk memberikan
posisi referensi.
7. Op-150K (Output potensialmeter)
Unit ini berfungsi sebagai penunjuk output
posisi pada system pengaturan
posisi.Pemasangannya pada sumbu tambahan
motor menggunakan push-on coupling untuk
mengamati posisi keluaran.
8. PA-150C (pre-AMP)
Pada unit ini memiliki tiga terminal masukan dan
dua terminal keluaran. Sinyal-sinyal yang masuk
terminal masukan dijumlahkan.Jika salah satu
input diberi tegangan positif maka terminal
keluaran sebelah atas akan memberi teganagn
positif sebaliknya terminal tegangan bawah
memberikan tegangan mendekati nol.
9. Recoder X-Y
Merupakan unit yang digunakan untuk
mengetahui bentuk sinyal gelombang output
pada rangkaian.
10. Generator Fungsi
Bagian dari peralatan atau software uji coba
elektronik yang digunakan untuk menciptakan
gelombang listrik.
11. Multimeter
Berfungi untuk mengukur tegangan, arus
maupun tahanan pada setiap unit.

B. Langkah-langkah Melakukan Percobaan
Pada praktikum di bagi menjadi 5 percobaan,
yaitu praktikumn A merupakan persiapan alat,
praktikum B merupakan pengenalan system
pengaturan posisi. Praikum C system pengaturan
system sederhana, pratikum D system pengaturan
posisi dengan umpan balik kecepatan dan pratikum
E system pengaturan sistim sederhana (PD).
A. Praktikum Persiapan
Pada praktikum ini praktikan melakukan
pengaturan (Kalibrasi) setiap unit yang akan

H
a
l
a
m
a
n

5

digunakan pada system pengaturan posisi.
Pengaturan ini penting untuk memastikan
Praktikum selanjutnya berjalan dengan baik.
A1. Multimeter :
1. Nyalakan multimeter dan pilih selector pada
tegangan DC.
2. Hubung singkatkan terminal input multimeter.
3. Lihat posisi jarum penunjuk dan indicator
multimeter, jika keduanya sudah menunjuk
angka 0 berarti multimeter sudah dapat
digunakan. Jika belum menunjukan angka 0
putar tombol pengatur 0 pada multimeter
sampai memperoleh posisi 0.
A2.Potensialmeter input IP-150H dan output-
150K :
1. Hubungkan potensialmeter input :
a. Terminal -1 ke -15
b. Terminal -2 ke +15
c. Terminal 0 volt ke 0 volt
2. Hubungkan keluaran potensio ke multimeter.
3. Putar piringan potensiometer pada saat
menunjukan , harga tegangan yang
terukur arus sama dengan 0V
4. Jika hal itu tidak diperoleh, gunakan kunci pas
sampai diperoleh sampe kondisi tersebut atau.
5. Catatlah posisi piringan saat tegangan
keluarannya 0, sebutlah posisi ini sebagai


Lakukanlah langkah-langkah yang sama untuk
potensiometer output. Perhatikan bahwa untuk
langkah-langhak berikutnya posisi piringan q
dinyatakan dengan posisi acuan

(q saat
keluaran potensio 0V). Tanda negative berati
berlawan arah jarum jam
A3.Pengaturan zerro set OP-Amp unit OA-
150A :
1. Beri catu daya pada Oa-150.
2. Sambungkan salah satu terminal input ke 0V.
Atur potensio zerro set sehingga keluaran OA
juga 0V. Gunakan voltmeter pada batas ukur
terendah, beri tanda posisi ini untuk
memudahkan praktikum (tapi jangan sampe
merusak alat dengan memberi tanda yang sulit
dihapus).
A4.Pengaturan zerro set Pre-Amp Unit PA-
150C:
1. Beri catu daya pada Pa-150C.
2. Sambungkan salah satu terminal input ke 0V.
Hubungkan kedua terminal keluaran PA ke
voltmeter. Atur potensio zerro set sehingga
tegangan antara kedua keluaran PA juga 0V.
Gunakan voltmeter pada batas ukur terendah.
(tapi jangan sampe merusak alat dengan
memberi tanda yang sulit dihapus).
A5.Generator fungsi dan osiloskop :
1. Lakukan kalibrasi time/div dan volt/ kedua
kanal osiloskop.
2. Hubungkan keluaran generator fungsi ke kanal 1
dan kanal 2 osiloskop. Atur agar tampilan kanal
1 dan kanal 2 mampu memperlihatkan sinyal
keluaran generator fungsi secara baik dan persis
sama. Atur (pada suatu harga frekuensi antara
0,1 s/d 100 Hz dan tegangan keluaran apa saja)
agar generator fungsi menghasilkan sinyal
dengan amplitude 5 Vpp dan dc offset 0V.
3. Atur frekuensi sinyal pada range 0,1 Hz sampai
10 Hz
A6.Recorder X-Y :
1. Atur range kanal Y rekorder XY sedemikian
sehingga recorder mampu menampilkan variasi
tegangan dari -10V sampai +10V dengan
ketelitian maksimum (jadi, grafik yang
ditampilkan recorder akan memenuhi kertas).
2. Pasang kertas grafik zerro check. Beri kanal Y
masukan berupa tegangan +10V. Atur range
ukur (dengan mengubah-ubah selektro maupun
potensio pengatur pada recorder) sedemikian
sehingga pena recorder berada di ujung atas
kertas. Pergunakan gambar yang anda peroleh
untuk kalibrasi skala recorder.
3. Atur agar kanal X juga memiliki skala ukur yang
sama. Hal ini akan berguna untuk melakukan
pengukuran following erro dalam percobaan
berikutnya.

H
a
l
a
m
a
n

6

A7.Sistem pengaturan posisi menggunakan
MS-150:
1. Merangkai rangkaian seperti pada gambar
dibawah, dengan catu daya yang dihubungkan
pada setiap unit kecuali AU.




2. Menghubungkan terminal 3 s/d 8 pada SA-
150D hingga membentuk konfigurasi motor
kendali jangkar.
3. Menghubungkan catu daya ke IP-150H dan OP-
150K dengan posisi berlawanan, Jika pada
IP150H:
a. Terminal-1 dihubungkan ke -15V
b. Terminal-2 dihubungkan ke +15V
Maka pada OP-150K:
a. Terminal-1 dihubungkan ke +15V
b. Terminal-2 dihubungkan ke -15V
4. Penggunaan IP dan generator fungsi sebagai
input set point dilakukan secara bergantian. Jika
IP digunakan sebagi input maka generator fungsi
tidak digunakan.
A8.Membentuk umpan balik posisi:
1. Mengatur posisi potensiometer output dan input
pada 45, dengan seluruh saklar pada posisi
tebuka.
2. Mengukur tegangan keluaran potensiometer
input dimana bernilai negatif dan mengukur
tegangan keluaran potensiometer output dimana
bernilai positif.
A9.Membentuk umpan balik negatif kecepatan:
1. Mengatur AU agar mengeluarkan 5-6V.
2. Menghubungkan keluaran AU ke input-2 SA.
3. Mengubah tegangan AU hinngga motor
berputar.
4. Mengukur kemudian mencatat terminal yang
positif, dimana terminal ini akan digunakan
sebagai umpan balik ke unit PA.


A10.Penggunaan unit lainnya:
1. Menghubungkan potensiometer output
dihubungkan ke sumbu tambahan motor.
2. Menggunakan potensio pada AU sebagai
pengubah penguatan:
3. Menghubungkan terminal-1 ke 0V.
4. Menghubungkan terminal-2 sebagai terminal
keluaran.
5. Menghubungkan terminal-3 sebagai terminal
masukan.
6. Mengatur Proposional pada PID150Y dengan
penguatan <1 (0.5).
7. Atur

kemudian mengatur posisi


potensio pada skala 2.

B. Praktikum B Pengenalan Sistem Pengaturan
Posisi
Praktikum B ini memperlihatkan bahwa
rangkaian yang digunakan merupakan sebuah sistem
pengaturan posisi. Juga akan memperkenalkan
beberapa hal yang sering secara khusus dijadikan
ukuran kinerja suatu sistem pengatuean posisi secara
pengukurannya.
B1. Deadband:
1. Mengatur IP150H pada 0 dan OP150K pada 0
2. Memposisikan saklar-1 tertutup, saklar-2 terbuka

pada 0.2 dengan memposisikan


potensiometer pada skala 2.
3. Memutar perlahan potensio input secara clockwise
hingga output potensio mulai berputar.
4. Mencatat besar sudut potensiometer input pada
saat output potensio mulai berputar.
5. Selanjutnya, mengulangi langkah 1 dan 2 dengan
memutar potensio input secara counterclockwise.
B2.Pengaturan posisi. Posisi input maksimum:
1. Memposisikan input pada keadaan awal.
2. Kemudian mengulangi percobaan B1 dengan


pada posisi 0.5.
3. Selanjutnya memutar potensio input secara
clockwise.
B3.Respon waktu terhadap masukan step:
1. Mengembaikan posisi input pada keadaan awal.

H
a
l
a
m
a
n

7

2. Kemudian merubah posisi saklar-1 dan saklar-2
pada posisi terbuka, dengan mengatur

pada
skala 0.2.
3. Selanjutnya memberikan masukan step pada
sistem dengan menutup saklar-1.
4. Kemudian mengemati respon posisi OP150K
melalui osiloskop, kemudian simpan data
tersebut melalui foto.
B4.Following Error:
1. Mengembalikan potensio inpur pada posisi
semula.
2. Munutup kembali saklar-1 kemudian atur


pada posisi 0.2
3. Memutar potensio input bolak-balik sekitar 0
dengan simpangan 45.
4. Mengatur generator fungsi agar menhasilkan
sinyal sinusoida dengan f=0.25Hz dan
Amplitudo = 5Vpp. Kemudian menghubungkan
keluaran generator fungsi ke kanal x pada
osiloskop.
5. Menutup saklar-3 agar menggantikan masukan
terhadap sistem oleh sinyal dari generator fungsi.
Menghubungkan keluaran sistem (terminal-3
potensio output) pada kanal Y.
6. Mengatur hingga kedua sinyal tersebut dapat
terbacca oleh osiloskop.

C. Praktikum Sistem Pengaturan Sederhana
(K1=0.5)
1. Mengatur rangkaian seperti A7, namun dengan
posisi saklar-2 terbuka.
2. Mengulangi langkah-langkah pada praktkum B
dengan nilai

= 0.5. kemudian mencatat data


yang didapat (deadband, grafik respon waktu
posisi terhadap masukan step).

D. Praktikum Sistem Pengaturan Posisi
Dengan Umpan Balik Kecepatan
1. Merangkai rangkaian seperti percobaan A7,
dengan

= 0.5 dan saklar-2 pada posisi tertutup.


2. Mengatur

= 0.2 dengan langkah-langkah yang


sama dengan mencatat data yang didapat
(deadband, grafik respon waktu posisi terhadap
masukan step).
3. Mengulangi lengkah yang sama untuk

= 0.5

E. Praktikum Sistem Pengaturan Posisi
sederhana (PD)
1. Merangkai rangkaian seperti pada percobaan A7,
dengan saklar-2 pada posisi terbuka.
2. Mengatur PID150Y menjadi pengaturan PD
dengan Kp=0.5 dan d=10ms.
3. Mengulangi langkah-langkah pada praktikum B
untuk mendapatkan data (deadband, grafik
respon waktu posisi terhadap masukan step,
Following Error).

12. Hasil dan Analisis
Praktikum A Persiapan
Pada percobaan ini praktikan hanya melakukan
persiapan alat, mulai dari mengkalibrasi setiap unit
sebelum percobaan selanjutnya dilaksanakan. Pada
praktikum A terdapat umpan balik, umpan balik
negative posisi dan kecepatan. Untuk memperoleh
umpan balik negative posisi seluruh saklar dalam
keadaan terbuka, atur potensio input dan output
pada 45 sehingga tegangan pada potensio input
bernilai negative dan keluaran potensio output
bernilai positif. Sedangkan untuk memperoleh
umpan balik negative kecepatan keluaran AU
kisaran 5-6V, hubungkan keluaran AU ke input-2
SA ukur tegangan tacho yang menghasilkan
tegangan positif, yang akan digunakan untuk umpan
balik ke unit PA.
Praktukum B Pengenalan Sistem Pengaturan
Posisi
Praktikum B memperlihatkan rangkaian yang
digunakan merupakan sebuah system pengaturan
posisi, selain itu praktikum ini bertujuan mencari
deadband, respon waktu terhadap masukan step dan
following error dengan nilai-nilai setiap unit (AU
dan IP) yang berbeda. Untuk mengetahui tegangan

H
a
l
a
m
a
n

8

deadband yaitu || || dimana
(min1) merupakan besaran sudut potensio input
ketika motor awal berputar, (min2) merupakan
besaran sudut diputar berlawan dengan jarum jam
ketika motor awal berputar. Sehingga didapat:
1. Deadband = 30
2.

= -260
3. Grafik respon system dan following error











Grafik Respon Sistem
Analisa : Pada grafik diatas terdapar error steady
state yang kecil, yaitu di bawah 1. Sebab respon
tertinggi hanya didapat pada amplitude 6V. Selain
itu , system tersebut memiliki rise time yang cukup
besar sekitar 1.5 detik dan terdapat settling time dan
overshoot tidak terlalu besar.











Grafik Following Error
Analisa : Pada system ini terlihat jelas Ch-2
merupakan potensio output berusaha mengikuti Ch-
1 yang merupakan potensio input, sehingga Ch-2
selalu tertinggal dengan Ch-1. Dengan rasio
frekuensi 1:3 dan beda fasa 15

Praktikum C Sistem Pengaturan Posisi
Sederhana
Pada praktikum ini saklar-2 dalam keadaan
terbuka dan saklar-1 juga dalam keadaan terbuka,
dengan nilai K1 = 0,5. Sehingga pada AU150(2)
tidak ada umpan balik ke PA150C dan terminal
output pada input potensio ke input OA150A tidak
terbuhung. Sehingga diperoleh:
1. Deadband = 15
2. Grafik respon system dan following error

Grafik Respon Sistem
Analisa : Pada system ini error stedy state diperoleh
tinggi, yaitu lebih dari 1. Respon tertinggi yakni 6V.
terdapar 2 kali overshoot, pada awal system bekerja
overshoot tinggi setelah itu mengecil hal ini
mungkin disebabkan nilai pada K1 2 kali nya dari
nilai sebelumnya. Rise time dikisaran 1-2 detik.
Settling time yang tidak terlalu besar


Grafik Following Error
Analisa : Pada system ini terlihat jelas Ch-2
merupakan potensio output berusaha mengikuti Ch-
1 yang merupakan potensio input, sehingga Ch-2

H
a
l
a
m
a
n

9

selalu tertinggal dengan Ch-1. Dengan rasio
frekuensi 1:3 dan beda fasa 15, tetapi selisih
amplitude antara ch-1 dengan ch-2 selisih 2V.

Praktikum D Sistem Pengaturan Posisi Dengan
Umpan Balik Kecepatan
Pada praktikum D saklar-2 dalam keadaan
tertutup dengan nilai k2 = 0.2 dan 0.5, hal ini system
dalam kondisi umpan balik kecepatan. Sedangkan
pada saklar-1 terbuka dengan niai K1 = 0.5,
terminal output pada input potensio ke input
OA150A tidak terbuhung. Sehingga diperoleh:
Untuk K2 = 0.2
1. Deadband = 15
2. Grafik respon system dan following error









Grafik Respon Sistem
Analisa : Dari grafik di atas terlihat bahwa kriteria
sistem yang diinginkan mungkin sudah terpenuhi,
karena tidak memiliki overshoot, rise time yang
cepat, dan tidak memiliki steady state error, serta
overshoot.
Untuk K2 = 0.5
1. Deadband = 30
2. Grafik respon system dan following error

Note: Untuk grafik following error pada K2 = 0.2
dan grafik respon system dan following error untuk
K2 = 0.5 praktikan melakukan kesalahan pada saat
pengambilan gambar menggunakan alat komunikasi
(Handphone), yang mengakibatkan gambar tidak
tersimpan.


Praktikum E Sistem Pengaturan Posisi
Sederhana (PD)
Pada praktikum ini keadaan saklar-2 dalam
keadaan terbuka, sehingga pada system ini tidak ada
umpan balik kecepatan. Pada system ini
menggunakan PD dengan nilai kontorler
proporsional = 0.5 dan kontroler derivative = 10
dan 100 ms. Sehingga diperoleh:
Untuk d = 10ms
1. Deadband = 15
2. Grafik respon system dan following error









Grafik Respon Sistem
Analisa : Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa
penambahan kontroler proporsional, seharusnya
mengurangi rise time dan steady state error, tetapi
menambah overshoot. Namun, overshoot yang
terjadi masih terlalu besar. Jika konstanta Kp
diperbesar, maka overshoot yang terjadi juga
semakin besar, settling time juga semakin besar,
tetapi rise timenya menjadi kecil. Kebalikan dari
keadaan itu terjadi jika konstanta Kp diperkecil












Grafik following error
Analisa : Pada system ini terlihat jelas Ch-2
merupakan potensio output berusaha mengikuti Ch-

H
a
l
a
m
a
n

1
0

1 yang merupakan potensio input, sehingga Ch-2
selalu tertinggal dengan Ch-1. Dengan rasio
frekuensi 1:3 dan beda fasa 15, tetapi pada system
ini selisih amplitude antara ch-1 dengan ch-2, yaitu
1V.
Untuk d = 100 ms
1. Deadband = 15
2. Grafik respon system dan following error

Grafik Respon Sistem
Analisa : Pada grafik di atas mungkin system bias
dikatakan bagus karena tidak memiliki erros steady
state, rise time yang kecil serta tidak terjadi
overshoot. Hal ini mungkin disebabkan pengaruh
kontroler derivative yang berfungsi untuk
memperbaiki overshoot, serta kontroler
proporsional yang berfungsi untuk memperbaiki rise
time.

Grafik following error
Analisa : Analisa : Pada grafik diatas terlihat jelas
Ch-2 merupakan potensio output berusaha
mengikuti Ch-1 yang merupakan potensio input,
sehingga Ch-2 selalu tertinggal dengan Ch-1.
Dengan rasio frekuensi 1:2 dan beda fasa kisaran
90, system ini tidak terjadi selisih amplitude.

Soal Tugas Pengembangan
1. Mengapa system pengaturan posisi sederhanaa
memiliki kecenderungan ber-osilasi?
Jawab : Hal ini mungkin disebabkan nilai pada
attenuator unit berbeda, atau adanya pengaruh
perubahan beban system; misalnya perubahan
beban, suhu, derau, getaran. Apabila
2. Mengapa umpan balik kecepatan dapat
mengurangi osilasi?
Jawab: Karena apabila suatu system ingin
dikatakan baik, maka diperlukan system yang
tertutup yang bersifat feedback, yang akan
membandingkan kondisi sesungguhnya dengan
seting poin yang diberikan.
3. Mengapa penambahan elemen derivative dapat
memperkecil following error?
Jawab: Karena control derivative tidak akan
pernah digunakan sendirian, karena kontroler ini
hanya akan aktif pada periode peralihan, control
derivative menyebabkan adanya redaman pada
system sehingga lebih memperkecil lonjakan.
Seperti control proporsional, control derivative
juga tidak dapat menghilangkan offset

13. Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan yang telah dilakukan,
dapat diambil dari tujuan percobaan system
pengaturan posisi, diantaranya:
1. Dapat melakukan analisis kinerja system
pengaturan posisi motor arus searah
2. Dapat menerangkan pengaruh kecepatan pada
kinerja suatu system pengaturan posisi,
pengaruhnya itu adalah dapat mengurangi atau
memperkecil following error yang terjadi.
3. Dapat menerangkan pengaruh kontroler PD
pada kinerja system pengaturan posisi.
4. Kontrol proporsional memiliki keluaran yang
sebanding atau proporsional dengan besarnya
sinyal kesalahn (selisih antara besaran yang di

H
a
l
a
m
a
n

1
1

inginkan dengan harga actual). Secara lebih
sederhana dapat dikatakan keluaran pengontrol
proporsional merupakan perkalian antara
konstanta proporsional dengan masukanya.
Perubahan pad sinyal masukan akan segera
menyebabkan system secara langsung
mengeluarkan output sinya sebesar konstanta
pengalinya
5. Kontrol derivative memiliki sifat seperti halnya
suatu operasi differensial. Perubahan yang
mendadak pada masukan pengontrol, akan
mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan
cepat. Ketika masukan tidak mengalami
perubahan , keluaran pengontrol juga tidak
mengalami perubahan. Jika sinyal masukan
berubah naik secara perlahan (fungsi ramp),
keluaranya justru merupakan fungsi step yang
besat magnitudenya sangat dipegaruhi oleh
kecepatan naik dari fungsi ramp.
6. Tegangan Deadband pada praktikum system
pengaturan posisi diketahui dari ||
|| dimana (min1) merupakan besaran
sudut potensio input ketika motor awal berputar,
(min2) merupakan besaran sudut diputar
berlawan dengan jarum jam ketika motor awal
berputar.

14. Daftar Pustaka
[1] A. S. Sedra et.al., Microelectronic Circuits, Hal.
427-428, Saunders College Publising,
Toronto, 1991
[2] H. S. Jackstar, Panduan Penulisan Laporan,
Jacks Publishing, Bandung, 2008
[3] http://elektro-
kontrol.blogspot.com/2011/06/realisasi-
kontrol-pid-proporsional.html. 22 juli 2013
[4] Modul Praktikum Sistem Kendali,
Laboratorium Sistem Kendali dan Komputer,
STEI, ITB, 2011
[5] Zuhal, Dasar Tenaga Listrik, 148-150, ITB,
Bandung, 1991

Anda mungkin juga menyukai