Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

SPACE OCCUPYING LESSION (SOL)

A. LANDASAN TEORITIS PENYAKIT


1. Definisi
SOL merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada
ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab
yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kuntusio serebri,
hematoma, infark, abses otak dan tumor intra kranial. ( Long, C 1996;
130 )
Tumor intracranial meliputi lesi desak ruang jinak maupun
ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. Klien tumor
intracranial datang dengan berbagai gejala yang membingungkan, oleh
karena itu penegakan diagnosis menjadi sukar. Tumor intracranial
dapat terjadi pada semua umur tidak jarang menyerang anak- anak di
bawah usia 10 tahun, tetapi paling sering terjadi pada orang dewasa
pada usia 50-an dan 60-an. (Arif Muttaqin,2011)
2. Etiologi
Penyebab dari SOL ini dapat berupa :
a. Malignansi
- Meliputi metastase, glioma, meningioma, adenoma pituitary,
dan neuroma akustik merupakan 95% dari seluruh tumor.
- Pada dewasa 2/3 dari tumor primer terletak supratentorial,
tetapi pada anak-anak 2/3 tumor terletak infratentorial.

- Tumor primer umumnya tidak melakukan metastasis dan


sekitar 30% tumor otak merupakan tumor metastasis dan 50%
diantaranya adalah tumor multipel.
SOL lain meliputi :
b. Hematoma , yang dapat disebabkan trauma.
c. Abses serebral.
d. Amubiasis serebral dan cystiserkosis.
e. Limfoma yang sering terjadi akibat infeksi HIV.

f. Granuloma dan tuberkuloma.


Faktor resiko tumor otak dapat terjadi pada setiap kelompok, ras,
insiden meningkat seiring dengan pertambahan usia terutama pada
dekade kelima, keenam dan ketujuh. Faktor resiko akan meningkat pada
orang yang terpajan zat kimia tertentu.namun hal tersebut belum bisa
dipastikan. Pengaruh genetik berperan serta dalam timbulnya tumor,
penyakit sklerosis TB dan penyakit neurofibomatosis.
3. Manifestasi Klinis
Gejala klinis dari tumor otak bervariasi tergantung pada ukuran
dan lokasi daripada tumor tersebut. Kebanyakan dari gejala klinis yang
tampak berhubungan dengan peningkatan tekanan pada atau daerah
sekitar otak. Tidak ada ruang di dalam tempurung otak kecuali untuk
jaringan otak dan cairannya. Segala bentuk tumor, jaringan tambahan
dan cairan yang berlebih dapat menyebabkan gambaran klinis.
Akibat dari peninggian intrakranial:
1. Muntah: merupakan gejala tetap dan sering sebagai gejala
pertama. Timbulnya terutama pagi hari tanpa didahului rasa mual.
Pada tingkat lanjut, muntah menjadi proyektil.
2. Sakit kepala; dijumpai pada 70% penderita yang bersifat serangan
berulang-ulang, nyeri berdenyut paling hebat pagi hari, dapat timbul
akibat batuk, bersin dan mengejan.
3. Gejala mata: Strabismus/ diplopia dapat terjadi karena regangan
nervus abdusens. Edema papil pada funduskopi merupakan
petunjuk yang sangat penting untuk tumor intrakranial
4. Pembesaran kepala: terutama pada anak di bawah umur 2 tahun
yang fontanelnya belum tertutup. Gejala ini tidak khas untuk tumor
otak, hanya menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial
5. Gangguan kesadaran: dapat ringan sampai yang berat
6. Kejang: sangat jarang, kira-kira 15% pada anak dengan tumor
supratentorial; pada tumor infratentorial, kejang menunjukkan
tingkat yang sudah lanjut.
7. Gangguan mental: lebih sering ditemukan pada orang dewasa,
terutama bila tumor berlokasi pada lobus frontalis atau lobus
temporalis
Gejala-gejala lokal;
1. Tumor Batang Otak (Mesencephalon, Pons, Medulla Oblongata)
Tumor pada batang otak dapat memberikan beragam gambaran
klinis. Gejala yang paling sering adalah muntah, biasanya setelah
bangun, dan jalan yang tidak terkoordinasi dan janggal (ataxic
gait). Kelemahan otot pada satu sis dari wajah menyebabkan
senyuman satu sisi ataupun kelopak mata yang jatuh (drooping
eyelid). Nyeri pada saat menelan dan gangguan pada tutur bicara
(dysarthria) juga merupakan gambaran klinis yang penting. Sebagai
tambahan, fungsi dari saraf – saraf mata menyebabkan
penurunan penglihatan. Nyeri kepala, biasanya setelah bangun
tidur, biasa terjadi. Rasa pusing, penurunan pendengaran,
memiringkan kepala, kelemahan otot pada satu sisi (hemiparese)
dan perubahan tingkah laku dapat terjadi. Gejala – gejala ini dapat
timbul secara bertahap
2. Tumor Sudut Serebelopontin (Tumor Nervus Akustikus)

Gejala awal adalah telinga berdenging (tinnitus). Pada kasus-


kasus tertentu disertai rasa berputar (vertigo). Seiring dengan
pertumbuhan tumor, gejala lain dapat muncul seperti ketulian, dan
gejala-gejala lain yang hampir sama dengan gejala tumor batang
otak.
3. Tumor Serebral Hemisphere
4. Tumor Lobus Frontalis
Gejala umum terdiri dari paralisis satu sisi (hemoplegia), kejang,
memori defek, dan perubahan status mental dan tingkah laku.
Apabila tumor terletak pada basis lobus frontalis, kehilangan
sensasi penciuman (anosmia), gangguan- gangguan penglihatan,
dan pembengkakan pada nervus optikus (papiledema) dapat
terjadi. Apabila tumor mengenai bagian kanan dan kiri lobus
frontalis, perubahan status mental atau tingkah laku dan jalan yang
tidak terkoordinasi (ataxic gait) dapat terjadi.
5. Tumor Lobus Parietal
Kejang, gangguan berbicara, dan ketidakmampuan untuk menulis
terjadi bila tumor terletak pada bagian dominan (biasanya
hemisphere kiri). Gejala lain yaitu adanya disorientasi pada ruangan
atau anggota tubuh.
6. Tumor Lobus Oksipital
Gejala umum adalah kebutaan pada satu sisi (hemianopsia) dan
kejang
7. Tumor Lobus Temporal
Biasanya tidak menunjukkan gejala. Akan tetapi, dapat
menyebabkan kejang ataupun gangguan berbicara (dysphasia).
8. Tumor Subkortikal
Hemiplegia merupakan gejala umum. Tumor ini sering menginvasi
lobus lain pada hemisphere serebral dan menyebabkan timbulnya
gejala-gejala lain sesuai dengan lokasi invasi. Apabila tumor
tersebur menginvasi thalamus, kehilangan sensasi sentuh dapat
terjadi.

9. Tumor Midline (Craniopharyngioma, Optic Nerve Glioma,


Tumors of the Thalamus and Sellar areas)

Timbul gejala – gejala peningkatan tekanan intrakranial. Gejala lain


adalah nistagmus, perubahan tingkah laku ataupun kesadaran.
Sebagai tambahan, gangguan pada fungsi glandular menyebabkan
keterlambatan pertumbuhan ataupun pertumbuhan yang terlalu
cepat. Dapat terjadi gangguan gangguan keseimbangan air (diabetes
insipidus)

10. Tumor Fossa Posterior (Tumors Ventricle IV, Tumor Cerebellar)

Gejala peningkatan tekanan intracranial sering terjadi. Ataxic


gait, jalan mengayun dan sempoyongan dapat terjadi. Tremor, dan
gangguan koordinasi dan berbicara lainnya adalah gejala yang
sering. Iritasi saraf dapat menyebabkan rasa sakit pada belakang
kepala.

11. Tumor Infratentorial

Karena letaknya di fosa posterior, maka gejala lokal yang ditemukan


ialah

a. Gejala serebelar: berupa ataksia, gangguan koordinasi,


nistagmus dan gangguan tonus otot.

b. Gejala batang otak: pada umumnya berat karena pada


batang otak terdapat pusatpusat vital serta pusat saraf kranialis

c. Gejala nervi kranialis: akibat peregangan atau penekanan


tumor terutama N.VI, juga N.V, VII, IX dan X

12. Tumor Supratentorial

a. Tumor supraselar memberikan gejala utama berupa gangguan


penglihatan dan gangguan endokrin/ metabolik.

b. Tumor hemisfer serebri: gejala yang timbul bergantung pada


lokalisasi tumor di area/lobus hemisfer, seperti sindroma lobus
frontalis atau sindroma lobus temporalis

4. Klasifikasi

Berdasarkan histologi, maka tumor otak dapat diklasifikasikan sebagai


berikut;

1. Glioma

Glioma adalah peningkatan sel-sel glia atau jaringan penghubung.


Tumor ini berasal dari otak dan jumlahnya sekitar 50% dari semua
neoplasma otak pada usia dewasa, jarang te

rjadi pada anak-anak.


2. Astrocytomas

Astrocytomas stadium 1 dan 2 jumlahnya sekitar 20% dari semua


gliomas. Tumor ini tumbuhnya lambat. Pada usia dewasa
astrocytomas biasanya terjadi didalam serebrum, dewasa
dengan menyusup ke jaringan sekitarnya dan memiliki variasi
derajat malignannya. Bagaimanapun, pada anak-anak
astrocytomas biasanya lokasinya di serebellum.
3. Glioblastoma
Astrocytomas stadium 3 dan 4 diketahui sebagai glioblastoma
dengan berbagai bentuk. Glioblastoma pertumbuhannya sangat
cepat, tumor infiltrasi yang jumlahnya sekitar 50% dari semua
glioma. Pada usia dewasa glioblastoma sering terjadi pada pria
usia 35 tahun, dengan paling bnayak lokasi tumor ini jarang terjadi
dan biasanya lokasinya di serebellum.
4. Ependymonas
Ependymonas stadium 1 sampai 4 jumlahnya sekitar 10% dari
semua glioma. Tumor ini mempengaruhi semua kelompok umur,
sebagian besar terjadi pada anak, dengan angka kejadian yang
paling tinggi pada pria. Lokasi tumor ini di fossa posterior dan
ventrikel 4.
5. Oligodendrogliomas
Oligodendrogliomas stadium 1 dan 4 jumlahnya sekitar 5%
dari semua glioma. Tumor ini pertumbuhannya sangat lambat.
Oligodendrogliomas biasanya terjadi dalam lobus frontal pada
dewasa
6. Mendulloblastomas

Mendulloblastomas jumlahnya sekitar 10% dari semua gliomas.


Tumor ini invasif dan sangat malignan. Mendulloblastomas terjadi
pada anak dibawah 10 tahun dan lebih sering terjadi pada pria.
Tumor ini biasanya dimulai dari serebellum dan invasif ke ventrikel
IV, III dan ventrikel lateral, kemudian metastasis ke ruang
subarachnoid.
STADIUM
1. Grade 1
Jaringan tersebut jinak, terlihat seperti sel otak normal dan
pertumbuhannya lambat
2. Grade 2
Jaringan tersebut ganas, kurang terlihat seperti sel otak normal
dibandingkan dengan grade 1
3. Grade 3
Jaringan ganas memiliki sel-sel yang terlihat sangat berbeda dari
sel normal, sel-sel yang abnormal secara aktif tumbuh, sel-sel yang
abnormal yang muncul disebut anaplastik
4. Grade 4

Jaringan ganas memiliki sel yang terlihat paling abnormal dan


cenderung tumbuh sangat cepat.(Vinay Kumar, 2003)
PROGNOSIS
Tergantung pada lokasi dan kemungkinan tumor untuk
diangkat, umur pasien, histology tumor, dan metastasis tumor.
- Bila lokasi memungkinkan tumor untuk diangkat, maka prognosis
baik. Lokasi seperti hipotalamus dan batang otak sulit diakses,
dapat menyebabkan kematian, meskipun tidak ada bukti histologik
adanya keganasan.

- Semakin lanjut usia pasien, maka semakin buruk


prognosisnya, karena semakin menurunnya kemampuan sel-sel
tubuh untuk beregenerasi. Tumor yang ganas juga memperburuk
prognosis akibat cepatnya perkembangan tumor yg dapat semakin
meningkatkan TIK dan memperburuk kondisi pasien.

- Pada pasien dengan tumor otak sebagai metastasis dari keganasan


di organ lain, maka pasien umumnya meninggal bukan disebabkan
karena kerusakan pada otak, namun akibat keganasan tersebut
(Vinay Kumar, 2003)
5. Pemeriksaan Diagnostik
Penyelidikin diagnostik spesifik dilakukan setelah pemeriksaan
neurologis dan dimulai dari tindakan non-invasif yang menimbulkan
risiko paling kecil sampai tindakan yang mempergunakan teknik
invasif dan yang lebih berbahaya.
a. Elektroensefalogram (EEG)
Elektroensefalogram (EEG) merekam aktivitas umum elektrik di
otak, dengan meletakkan elektroda pada area kulit kepala atau
dengan menempatkan mikroelektroda dalam jaringan otak.
Pemeriksaan ini memberikan pengkajian fisiologis aktivasi
serebral.
Elektroensefalogram memberikan informasi mengenai perubahan
kepekaan neuron. Pergeseran kandungan intaserebral dapat dilihat
pada ekoensefalogram. Pencitraan radio memperlihatkan area
akumulasi abnormal dari zat radioaktif. Kanker otak, tumor
intracranial, Space Occupying Lesion (SOL) maupun oklusio
vascular, infeksi, dan trauma mengakibatkan kerusakan barier darah
otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif. (Arif
Muttaqin, 2008). Elektroensefalogram (EEG) mendeteksi
gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati lesi dan dapat
memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu
kejang.
b. Ekoensefalogram
Ekoensefalogram memberi informasi mengenai pergeseran
kandungan intra serebral.
c. Foto rontgen polos
Foto rontgen polos tengkorak dan medulla spinalis sering digunakan
untuk mengidentifikasi adanya fraktur, dislokasi, dan abnormalitas
tulang lainnya, terutama dalam penatalaksanaan trauma akut. Selain
itu, foto rontgen polos mungkin menjadi diagnostik bila kelenjar
pineal yang mengalami penyimpangan letak terlihat pada hasil
foto rontgen, yang merupakan petunjuk dini tentang adanya SOL
(space occupying lesion). (Arif Muttaqin, 2008).
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) menggunakan medan magnetik
untuk mendapatkan gambaran daerah yang berbeda pada tubuh. Foto
magnetik (nucleus hidrogen) di dalam tubuh seperti magnet-
magnet kecil di dalam medan magnet. Setelah pemberian getaran
radiofrekuensi, foto memancarkan sinyal-sinyal, yang diubah
menjadi bayangan. MRI mempunyai potensial untuk
mengidentifikasi keadaan abnormal serebral dengan mudah dan
lebih jelas dari tes diagnostik lainnya. MRI dapat memberikan
informasi tentang perubahan kimia dalam sel, juga memberikan
informasi kepada dokter dalam memantau respons lesi terhadap
pengobatan.
Pemindaian MRI membarikan gambaran grafik dari struktur tulang,
cairan, dan jaringan lunak. MRI ini memberikan gambaran yang
lebih jelas tentang detail anatomi dan dapat membantu seseorang
mendiagnosis tumor kecil, ganas, atau sindrom infrak dini. (Arif
Muttaqin, 2008)
e. Computerized Tomografi (CT Scan)
CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi
pasen yang diduga menderita Space Occupying Lesion (SOL).
Sensitifitas CT Scan untuk mendeteksi lesi yang berpenampang
kurang dari 1 cm dan terletak pada basis kranil. Gambaran CT
Scan pada Space Occupying Lesion (SOL), umumnya tampak
sebagai lesi abnormal berupa massa yang mendorong struktur otak
disekitarnya. Biasanya SOL dikelilingi jaringan udem yang terlihat
jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi,
perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan
sekitarnya karena sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis SOL
akan terlihat lebih nyata bila pada waktu pemeriksaan CT Scan
disertai dengan pemberian zat kontras. Penilaian CT Scan pada
Space Occupying Lesion (SOL)
Tanda proses desak ruang:
- Pendorongan struktur garis tengah otak
- Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel
f. Angiografi serebral
Angiografi serebral adalah proses pemeriksaan dengan
menggunakan sinar-x terhadap sirkulasi serebral setelah zat kontras
disuntikkan ke dalam arteri yang dipilih. Angiografi serebral
merupakan pilihan terakhir jika dengan pemeriksaan CT scan dan
MRI, diagnosis masih belum bisa ditegakkan. (Hacke W. dan
Kramer H., 1991). Angiografi memberi gambaran pembuluh darah
serebral dan letak tumor.
Kebanyakan angiografi serebral dilakukan dengan memasukkan
kateter melalui arteri femoralis di antara sela paha dan masuk
menuju pembuluh darah bagian atas. Prosedur ini juga dikerjakan
dengan tusukan langsung pada arteri karotis atau arteri vertebral atau
dengan suntikan mundur ke dalam arteri brakialis dengan zat
kontras. (Arif Muttaqin, 2008).
g. Radiogram
Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur,
penebalan dan klasifikasi, posisi kelenjar pineal yang mengapur, dan
posisi selatursika.
h. Sidik otak radioaktif
Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat
radioaktif. Space Occupying Lesion (SOL) mengakibatkan
kerusakan sawar darah otak yang menyebabkan akumulasi abnormal
zat radioaktif
6. Penatalaksanaan Medis
Modalitas pengobatan pada kanker secara umum terbagi dua, yaitu
terapi lokal berupa pembedahan dan radiasi, dan terapi sistemik. Jenis
terapi sistemik pada kanker adalah kemoterapi dengan sitotoksik, terapi
hormonal, terapi biologi.
a. Pembedahan
- Craniotomi
Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak
(tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan
memperbaiki kerusakan otak. Craniectomy adalah operasi
pengangkatan sebagian tengkorak. Craniotomi adalah Operasi
membuka tengkorak (tempurung kepala) untuk mengetahui
dan memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh adanya luka
yang ada di otak.
Tujuan Craniotomi adalah jenis operasi otak. Ini adalah
operasi yang paling umum dilakukan untuk otak pengangkatan
tumor. Operasi ini juga dilakukan untuk menghilangkan bekuan
darah (hematoma), untuk mengendalikan perdarahan dari
pembuluh, darah lemah bocor (aneurisma serebral), untuk
memperbaiki malformasi arteriovenosa (koneksi abnormal dari
pembuluh darah), untuk menguras abses otak, untuk mengurangi
tekanan di dalam tengkorak, untuk melakukan biopsi, atau untuk
memeriksa otak.
b. Radiotherapi
Radioterapi menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel tumor.
Sebuah mesin besar diarahkan pada tumor dan jaringan di
dekatnya. Mungkin kadang radiasi diarahkan ke seluruh otak atau
ke syaraf tulang belakang.
Radioterapi biasanya dilakukan sesudah operasi. Radiasi
membunuh sel-sel tumor (sisa) yang mungkin tidak dapat
diangkat melalui operasi. Radiasi juga dapat dilakukan sebagai
terapi pengganti operasi. Jadwal pengobatan tergantung pada jenis
dan ukuran tumor serta usia pasien. Setiap sesi radioterapi biasanya
hanya berlangsung beberapa menit.

Beberapa bentuk terapi radiasi:


Fraksinasi: Radioterapi biasanya diberikan lima hari
seminggu selama beberapa minggu. Memberikan dosis total radiasi
secara peri odik membantu melindungi jaringan sehat di daerah
tumor.
Hyperfractionation: Pasien mendapat dosis kecil radiasi dua
atau tiga kali sehari, bukan jumlah yang lebih besar sekali sehari.
Efek samping dari radioterapi, dapat meliputi: perasaan lelah
berkepanjangan, mual, muntah, kerontokan rambut, perubahan
warna kulit (seperti terbakar) di lokasi radiasi, sakit kepala dan
kejang (gejala nekrosis radiasi)
c. Kemoterapi
Kemoterapi adalah pengobatan penyakit yang disebabkan oleh agen
kimia yang biasanya digunakan untuk terapi kanker. Dasar pengobatan
yaitu perbedaan antara sel kanker dan sel normal terhadap reaksi
pengobatan sitostatika yang diberikan sendiri-sendiri atau secara
kombinasi. Perbedaan tersebut adalah perbedaan sifat biologis,
biokimia, reaksi farmakokinetik dan sifat proliferatif. Sebelum
membahas mengenai cara kerja masing-masing golongan obat
antineoplasma, perlu diketahui dulu hubungan kerja obat
antineoplasma dengan siklus sel kanker. Sel tumor dapat berada dalam
3 keadaan yaitu :
1. Yang sedang membelah (siklus proliferatif).
2. Yang dalam keadaan istirahat (tidak membelah, G0).

3. Yang secara permanen tidak membelah


Sel tumor yang sedang membelah terdapat dalam beberapa fase yaitu :
- fase mitosis (M)
- fase pramitosis (G1)
- fase sintesis DNA (S)
- fase pascamitosis (G2) 1

saat terjadinya replikasi DNA. Setelah fase S berakhir sel masuk


dalam fase pramitosis (G2) dengan ciri-ciri :
- sel berbentuk tetraploid
- mengandung DNA lebih banyak daripada sel fase lain

- masih berlangsungnya sintesis RNA dan protein


Sewaktu mitosis berlangsung (fase M) sintesis protein dan RNA
berkurang secara tiba-tiba, dan terjadi pembelahan menjadi 2 sel.
Setelah itu sel dapat memasuki interfase untuk kembali memasuki
fase G1, saat sel berproliferasi atau memasuki fase istirahat (G0).
Sel dalam fase G0 yang masih potensial untuk berproliferasi disebut
sel klonogenik atau sel induk (stem cell). Jadi yang menambah
jumlah sel kanker adalah sel dalam siklus proliferasi dan dalam fase
G0
Ditinjau dari siklus sel, obat dapat digolongkan dalam 2 golongan
yaitu :
1. Yang memperlihatkan toksisitas selektif terhadap fase – fase
tertentu dari siklus sel (cell cycle specific), misalnya vinkristin,
vinblastin, merkaptopurin, metotreksat, asparaginase. Zat ini
terbukti efektif terhadap kanker yang berproliferasi tinggi
misalnya kanker sel darah.
2. Zat cell cycle nonspecific, misalnya zat alkilator, antibiotik
antikanker, sisplatin.

Perbedaan kerja tersebut lebih bersifat relatif daripada


absolut karena banyak zat yang tergolong cell cycle nonspecific
lebih efektif terhadap sel yang berproliferasi dan terhadap sel-
sel yang sedang dalam fase tertentu siklusnya. Misalnya bila
DNA sel klonogenik yang telah teralkilasi diperbaiki sebelum sel
memasuki fase S, maka sel tersebut tidak dipengaruhi oleh zat
alkilator.

Obat-obat untuk terapi kanker terdiri dari beberapa


kelas obat, yaitu golongan antibiotika, hormon, antimetabolit,
alkaloid nabati / alkaloid vinka dan agen alkilasi 4. Mekanisme
kerja masing – masing golongan adalah sebagai berikut :
Alkilator (Agen Alkilasi ) alkilasi DNA
Cara kerja: melalui pembentukan ion karboniu yang sangat
reaktif. Yang termasuk golongan alkilator adalah :
1.1. Mekloretamin
1.2. Siklofosfamid
1.3. Klorambusil
1.4. Busulfan
Antimetabolit
Cara kerja : menggantikan purin / pirimidin dalam pembentukan
menghambat sintesis DNA. Yang termasuk golongan nukleosida
antimetabolit adalah :
2.1. Sitarabin
2.2. Metotreksat (MTX)

2.3. Merkaptopurin
Alkaloid Nabati (Alkaloid Vinka)
Cara kerja : berikatan dengan tubulin (komponen protein
mikrotubulus), mitosis terhenti yang merupakan bagian penting
dari micotic spindle dalam metafase. Yang termasuk golongan
alkaloid nabati adalah :
3.1. Vinkristin

3.2. Vinblastin
Antibiotika
4.1. daunorubisin dan Doksorubisin (Adriamisin )
Cara kerja :
a. Interkalasi dengan DNA -rantai DNA putus
b. Bereaksi dengan sitokrom p450 reduktase - reaksi
dengan O2 - menghasilkan radikal bebas -sel hancur

4.2. Aktinomisin-D (Daktinomisin)

Cara kerja :
a. Interkalasi antara guanin dan sitosin pada 2 rantai DNA
(double stranded DNA)
b. Menghambat sintesis RNA yang dependen terhadap
DNA (terutama ribosomal DNA)
4.3. Bleomisin
Cara kerja : Membentuk kompleks dengan Fe - berikatan
dengan DNA - terbentuk radikal bebas - rantai DNA putus
(single and double stranded) dan sintesis DNA terhambat.

Efek samping dari kemoterapi, antara lain: mual dan muntah,


sariawan, kehilangan nafsu makan, rambut rontok, dan
banyak lainnya. Untuk menangani efek samping dari
kemoterapi, diskusikan hal ini dengan dokter Anda.
7. Komplikasi
a. Gangguan fisik neurologis
b. Gangguan kognitif
c. Gangguan tidur dan mood
d. Disfungsi seksual
e. Herniasi otak (sering fatal)

Herniasi otak merupakan pergeseran dari otak normal melalui


atau antar wilayah ke tempat lain karena efek massa, ini
adalah komplikasi dari efek massa baik dari tumor, trauma
atau infeksi

f. Herniasi unkal

g. Herniasi Foramen Magnum


h. Kerusakan neurologis permanen, progresif, dan amat besar
i. Kehilangan kemampuan untuk berinteraksi atau berfungsi
j. Efek samping medikasi, termasuk kemoterapi
k. Efek samping penatalaksanan radiasi

1) selama tindakan: peningkatan edema, reversible


2) setelah beberapa minggu/bulan: demielinasi

3) enam bulan-10 tahun: radionekrosis, irreversible


(biasanya satu hingga dua tahun)

l. Rekurensi pertumbuhan tumor.


8. WOC

Idiopatik

Tumor otak

Penekanan jaringan otak Bertambahnya massa

Invasi jaringan otak Nekrosis jar. otak Penyerapan cairan otak

Kerusakan jar. Neuron Gang. Suplai Hipoksia Obstruksi vena di otak


( Nyeri ) darah jaringan

Kejang Gang. Neurologis Gang. Fungsi Gang. Perfusi Oedema


fokal otak jaringan

Defisit neurologis Disorientasi Peningkatan TIKHidrosefalus


Mual, muntah, papileodema,
pandangan kabur,
Bradikardi progresif, penurunan fungsi Gang.
 Aspirasi
Gang. Resti.Gang.
Cidera
hipertensi Rasa
Ancaman Perubanah
sitemik, gang. Gang.
BicaraKomunikasi
terganggu,
pendengaran, afasia
verbal Hernialis
nyeri kepala Menisefalon
kesadaranulkus
sekresi gas
Pertukaran nyaman
kematian
pernafasan
Cemas proses pikir tekanan
B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
 Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis
 Keluhan utama : sakit kepala pagi hari, anoreksia, nyeri, diare, muntah,
papiladema, perubahan status mental dan malaise.
 Riwayat kesehatan sekarang : kejang, gangguan berjalan, kabur
penglihatan, perubahan kepribadian, perubahan kemampuan mengingat,
kelemahan vokal, dan afasia.
P : tanyakan kepada klien keadaan apa yang membuat sakit kepala
hebat dan apa saja factor yang membuatnya lebih baik atau lebih buruk.
Q : tanyakan bagaimana gambaran sakit kepala yang dirasakan,
apakah seperti tertusuk jarum (menusuk-nusuk) atau tegang seperti di
remas
R : tanyakan kepada klien di bagian kepala mana yang terasa
sakit,apakah hanya bagian depan (forehead),tengah,atau belakang, dan
apakah terlokalisasi atau menyeluruh.
S : jika klien diberikan skala 1-10, sakit kepala yang dirasakan
klien termasuk skala berapa
T : tanyakan kapan klien merasa sakit kepala hebat, apakah secara
terus-menerus atau pada keadaan tertentu saja
 Riwayat kesehatan masa lalu : masalah pernafasan, masalah eliminasi
dan berkemih, gangguan tidur dan integritas kulit.
2. Pengkajian Pola Gordon
a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
pada pasien dengan SOL , terjadi perubahan persepsi dan penanganan
kesehatan karena kurangnya pengetahuan tentang dampak SOL ini
sehingga meninmbulkan persepsi negatif terhadap dirinya, stress,
perubahan tingkah laku, kepribadian, mudah tersinggung, biasanya
klien akan mengalami nyeri kepala yang progresif, mual-muntah yang
merupakan gambaran umum klien.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Pada pasien dengan SOL terjadi penurunan nafsu makan menurun,
adanya mual muntah selama fase akut yang disebabkan oleh kompresi
pada medulla oblongata, kehilangan sensasi pada lidah, pipi, dan
tenggorokan, dan disertai dengan gejala kesulitan menelan, penurunan
berat badan serta intek cairan yang menurun.
c. Pola eliminasi
Pada pasien ini biasanya terjadi perubahan pola berkemih, dan buang
air besar, inkotinensia kandung kemih dan usus mengalami gangguan
fungsi.
Dan bisisng usus negatif yang disebabkan oleh tumor mengenai area di
enchepalon yaitu pada bagian hipotalamus
d. Pola latihan dan aktifitas
Kelelahan , keletihan, kaku, inkordinasi,dan kehilangan keseimbangan
mengakibatkan penderita tidak mampu melaksanakan aktifitas sehari
hari secara maksimal.
e. Pola kognitif dan persepsi
Pasien dengan SOL biasanya mengalami gejala pusing, sakit kepala,
kelemahan, tinitus, afasia motorik, amnesia, vertigo, synkop,
kehilanagn pendengaran, tingling, dan baal pada ekstremitas, serta
gangguan pengecapan dan penghidu
f. Pola istirahat dan tidur
Terdapat perubahan dan tidur, yang disebabkan oleh adanya faktor –
faktor yang mempengaruhi tidur seperti, cemas, sakit kepala dengan
intensitas dan lokasi yang berbeda beda dan biasanya lama. Dan pada
pasien ini bisa terjadi susah untuk tidur atau malah sebaliknya mudk
tidur, hsl ini disebabkan oleh tumor mengenai area diechepalon (otak
tengah )yang menyebabkan impuls dari aras kek korteks serebri
terganggu dan dapat terjadi penurunan aktifitas sehingga pasien mudah
untuk tidur, dan penigkatan aktifitas sehingga susah untuk tidur.
g. Pola konsep diri - persepsi diri
Adanya perubahan pada fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri : rasa terisolasi,
harga diri : harga diri rendah dan mekanisme koping yang destruktif :
kurang percaya diri, perasaan tidak bedaya, dan putus asa disertai
dengan emosi labil dan kesulitan untuk mengungkapkannya.
h. Pola peran dan hubungan
Biasanya pasien mengalami masalah dalam bicara, dan ketidak
mampauan dalam berbicara sehingga hubungan teman, tetangga dan
orang lain merasaterasing, dan tidak dapat melakukan aktifitas
sosial.dadn klienn merasa denganorang tedekat sering merasa jauh dan
ketidak adaan sistem pendukung.
i. Pola seksualitas / reproduksi
Adanya gangguan seksualitas dan penimpangan seksualitas sehingga
dampak pada hubungan perubahan tingkat kepuasan. Selain itu pada
wanita haid sering terganggu karena Hb menurun.
j. Pertahanan diri
Lamanya perawatan, perjalanan penyakit yang kronis, perasaan tidak
berdaya karenan ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang
negtif berupa perasaan marah, cemas, takut, tidak sabaran, dan mudah
tersinggung.
k. Pola keyakinan dan nilai
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh tidak
menghambat penderita dan melaksanakan ibadah, tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan kulit
Jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis.
b. Pemeriksaan leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjer tiroid, kelenjer getah
bening, dan JVP normal 5-2 cmH2O
c. Pemeriksaan dada ( thorak )
Pada p ernapasan terdapat perubahan irama pernafasan, dyspnea,dan
potensil obstruksi jalan nafas.
d. Pemeriksaan jantung
Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla
oblongata didapatkan adanya kegagalan sirkulasi. Tekanan darah
biasanya meningkatkan dan heart rate turun yang disebabkan oleh
peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor
e. Pemeriksaan Abdomen
bising usus klien biasanya menurun atau bisa negatif yang disebabkan
oleh tumor mengenai area dienchepalon yaitu pada bagian
hipotalamus
f. Genetalia
Kadang terdapat inkontenensia urin
g. Muskuloskletal
Adanya kerusakan untuk beraktivitas karena kelemahan, kelumpuhan
karena kehilangan sensori, kehilangan keseimbangan, klien dengan
SOL akan terjadi penurunan gerakan rentang sendi
h. Ekstremitas
Adanya penurunan kekuatan otot disertai dengan kekakuan
1) Pemeriksaan Neurologi
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien tumor intracranial
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.
Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantuan pemberian asuhan keperawatan

Pemeriksaan Tingkat Kesadaran dengan menggunakan GCS:


1) Kuantitatif, dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS)
1. Respon Membuka Mata (E = Eye)
 Spontan : 4
 Dengan Perintah : 3
 Dengan nyeri : 2
 Tidak berespon : 1
2. Respon Verbal (V = Verbal)
 Berorientasi : 5
 Bicara membingungkan : 4
 Kata-kata tidak tepat : 3
 Suara tidak dapat dimengerti: 2
 Tidak ada respon : 1
3. Respon Motorik (M = Motorik)
 Dengan Perintah : 6
 Melokalisasi nyeri : 5
 Menarik area yang nyeri : 4
 Fleksi abnormal : 3
 Ekstensi abnormal : 2
 Tidak berespon : 1
2) Kualitatif, adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat
kewaspadaan
a) Compos mentis adalah keadaan normal serta sadar
akan lingkungan.
Nilai GCS E 4 M 6 V 5  15
b) Apatis adalah dapat tidur lebih dai biasanya atau
sedikit bingung saat pertama kali terjaga, tetapi
berorientasi sempurna ketika bangun.
Nilai GCS E 4 M 6 V 4  14
c) Latargie adalah mengantuk tetapi dapat mengikuti
perintah sederhana ketika dirangsang.
Nilai GCS E 4 M 5 V 3  12
d) Stupor adalah sangat sulit untuk dibangunkan , tidak
konsisten mengikuti perintah sederhan atau
berbicara satu kata atau frase pendek.
Nilai GCS E 2 M5 V 2  9
e) Semikomatosa adalah gerak bertujuan ketika
dirangsang tidak mengikuti perintah atau berbicara
koheren.
Nilai GCS E 2 M 2 V 1 5
f) Koma adalah dapat berespon dengan postur secara
refleks ketika distimulasi atau dapat tidak berespon
pada setiap stimulasi.
Nilai GCS E 1 M 1 V 1  3
2) Fungsi serebri
- status mental : observasi penampilan klien dan tingkah
lakunya, nilai gaya bicara, dan observasi ekspresi wajah
klien, aktivitas klien, aktivitas motorik pada klien tumor
intracranial tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
- Fungsi intelektual : didapatkan penurunan dalam ingatan
dan memori baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada
beberapa kasus klien mengalami brain damage, yaitu
kesukaran mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak
begitu nyata.
- Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis : didapatkan
bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas,
memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi
lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan
dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman,
lupa, dan kurang motivasi.
3) Pemeriksaan Saraf Cranial

- Nervus I (Olfaktorius)
Pada klien tumor intracranial yang tidak mengompresi
saraf ini tidak ada kelainan pada fungsi penciuman

- Nervus II (Optikus)
Gangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian
tertentu dari lintasan visual.

- Nervus III, IV, VI (N. Okulomotorius, Trochlearis, Abdusen)


Adanya kelumpuhan unilateral atau bilateral dari saraf IV
memberikan manifestasi pada suatu tanda adanya
glioblastoma multiforme
- Saraf V
Pada keadaan tumor intracranial yang tdak mengompresi saraf
trigeminus maka tidak ada kelainan pada fungsi saraf ini.
Pada neurolema yang mengganggu saraf ini akan didapatkan
adanya paralisis wajah unilateral.

- Nervus V (N. Trigeminus)


Persepsi penngecapan dalam batas normal, wajah asimetris,
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.

- Nervus VII (N. Fasialis)


Pada neurolema didapatkan adanya tuli persepsi. Tumor lobus
temporalis menyebabkan tinnitus dan halusinasi pendengaran
yang mungkin diakibatkan iritasi korteks pendengaran
temporalis atau korteks yang berbatasan
- Nervus VIII (N. Auditorius)
Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut

- Nervus IX dan X (N. Glossopharingeus dan Vagus)


Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoid dan trapezius

- Nervus XI (N. Accesorius)


Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi.
Indra pengecapan normal

4) Pemeriksaan Sistem motoric


Penilaian status motorik dilakukan dengan melihat fungsi motoris
dengan menilai besar dan bentuk otot, tonus otot dan kekuatan otot
ekstremitas (skala 0 – 5)
 0 = tidak ada gerakan
 1 = kontraksi otot minimal terasa tanpa menimbulkan gerak
 2= otot dapat bergerak bila gaya berat dihilangkan
 3=gerakan otot dapat melawan gaya berat tapi tidak bisa
terhadap tahanan pemeriksaan
 4 = gerakan otot dg tahanan ringan pemeriksa dan dapat
melawan gaya berat
 5 = gerakan otot dg tahanan maksimal pemeriksa
Adanya kerusakan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kelumpuhan, kehilangan sensori, kehilangan keseimbangan, mudah
lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat. Pada
inspeksi didapatkan hemiplegia atau kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh, hemiparise atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
Fasikulasi pada otot – otot ekstermitas dan peningkatan tonus otot.
Pada penilaian kekuatan otot didapatkan penurunan kekuatan otot.

1. Pengkajian reflek
Pemeriksaan reflek terdiri atas :
 Pemeriksaan Profunda
Pengetukan pada tendon, ligamentum atau
periosterum derajat refleks pada respon normal.
 Pemeriksaan Refleks Patologis.
Pada fase akut reflek fisiologis sis yang lumpuh
akan menghilang.setelah bebarapa hari reflek
fisiologis akan muncul kembali didahului oleh
reflek patologis.
2. Pemeriksaan Reflek Patologis
 Babinsky
Telapak kaki digores dari tumit menyusur bagian
lateral menuju pangkal ibu jari, timbul dorso fleksi
ibu jari dan pemekaran jari-jari lainnya.
 Chadock
Tanda babinsky akan timbul dengan menggores
punggung kaki dari arah lateral ke depan.
 Openheim
Mengurut tibia dengan ibu jari, jario telunjuk, jari
tengah dari lutut menyusur kebawah (+ = babinsky)
 Gordon
Otot gastroknemius ditekan (+ sama dengan
Babinski)
 Scahaefer
Tanda babinski timbul dengan memijit tendon
Achiles
 Rosollimo
Mengetok bagian basis telapak jari kaki (+) fleksi
jari-jari kaki
 Mendel Rechterew
Mengetok bagian dorsal basis jari kaki. (+) fleksi
jari kaki
 Hoffman –Trommer
Positif timbul gerakan mencengkram pada petikan
kuku jari telunjuk atau jari tengah (Budi H, 2010)

3. Reflek fisiologis
Terdapat perubahan pada reflek tendon : hiporefleksia atau
hiperefleksia.
Cara menilai reflex fisiologis :
Evaluasi respon klien dengan menggunakan skala 0-4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang
2 = Normal
3 = Hiperreflek
4 = Hiperreflek
Minta klien untuk rileks, menarik nafas panjang
sebelum memulai pemeriksaan
4. Refleks Biceps
 Minta klien duduk dengan rileks dan meletakkan kedua
lengan di atas paha
 Dukung lengan bagian bawah klien dengan tangan non
dominan
 Letakkan ibu jari lengan non dominan di atas tendon
bicep
 Pukulkan refleks Hammer ibu jari pemeriksa
 Observasi kontraksi otot bicep (fleksi siku)
5. Refleks triceps
 Dukung siku klien dengan tangan non dominan
 Pukulkan reflex hammer pada prosesus olecranon
 Observasi kontraksi otot tricep (ekstensi siku)
6. Reflek Patella
 Minta klien duduk dengan kaki fleksi
 Palpasi lokasi patella
 Ketuk refluks patella dengan reflek hammer
 Observasi ekstensi tungkai bawah dan kontraksi otot
quadrisep
7. Refleks brachioradialis
 Minta klien duduk dan meletakkan tangan di atas paha
dengan posisi pronasi
 Pukulkan reflex hammer di atas tendon (kira-kira 2-3
inci dari pergelangan tangan)
 Observasi fleksi dan supinasi telapak tangan (Hendri
Budi, 2010).
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG)
Kanker otak, tumor intracranial, Space Occupying Lesion (SOL)
maupun oklusio vascular, infeksi, dan trauma mengakibatkan kerusakan
barier darah otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif.
(Arif Muttaqin, 2008)
Elektroensefalogram (EEG) mendeteksi gelombang otak abnormal
pada daerah yang ditempati lesi dan dapat memungkinkan untuk
mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang
b. Ekoensefalogram
Ekoensefalogram memberi informasi mengenai pergeseran
kandungan intra serebral
c. Foto rontgen polos
Foto rontgen polos tengkorak dan medulla spinalis sering
digunakan untuk mengidentifikasi adanya fraktur, dislokasi, dan
abnormalitas tulang lainnya, terutama dalam penatalaksanaan trauma
akut. Selain itu, foto rontgen polos mungkin menjadi diagnostik bila
kelenjar pineal yang mengalami penyimpangan letak terlihat pada hasil
foto rontgen, yang merupakan petunjuk dini tentang adanya SOL (space
occupying lesion).
d. MRI
Pemindaian MRI membarikan gambaran grafik dari struktur
tulang, cairan, dan jaringan lunak. MRI ini memberikan gambaran yang
lebih jelas tentang detail anatomi dan dapat membantu seseorang
mendiagnosis tumor kecil, ganas, atau sindrom infrak dini.
e. CT Scan
CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi
pasen yang diduga menderita Space Occupying Lesion (SOL). Sensitifitas
CT Scan untuk mendeteksi lesi yang berpenampang kurang dari 1 cm dan
terletak pada basis kranil. Gambaran CT Scan pada Space Occupying
Lesion (SOL), umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa yang
mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya SOL dikelilingi jaringan
udem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya
kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan
sekitarnya karena sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis SOL akan
terlihat lebih nyata bila pada waktu pemeriksaan CT Scan disertai dengan
pemberian zat kontras
f. Angiografi serebral
Angiografi memberi gambaran pembuluh darah serebral dan letak
tumor. Kebanyakan angiografi serebral dilakukan dengan memasukkan
kateter melalui arteri femoralis di antara sela paha dan masuk menuju
pembuluh darah bagian atas. Prosedur ini juga dikerjakan dengan tusukan
langsung pada arteri karotis atau arteri vertebral atau dengan suntikan
mundur ke dalam arteri brakialis dengan zat kontras. (Arif Muttaqin, 2008)
g. Radiogram
Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur,
penebalan dan klasifikasi, posisi kelenjar pineal yang mengapur, dan posisi
selatursika (Arif Muttaqin, 2008).
h. Sidik otak radioaktif
Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat
radioaktif. Space Occupying Lesion (SOL) mengakibatkan kerusakan
sawar darah otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif
(Arif Muttaqin, 2008)

i. Biopsi stereotaktik bantuan-komputer (tiga dimensi)


Biopsi stereotaktik digunakan untuk mendiagnosis kedudukan lesi
yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi
prognosis. (Suzanne C. Smeltzer, 2001).

Anda mungkin juga menyukai