Anda di halaman 1dari 25

(ANT).

Pertemuan: Teater dari Kematian (Setelah 3 Tahun Percakapan


dengan BOT)

-- Afrizal Malna

Teater terjadi karena pertemuan, kata mereka.

Beberapa seniman teater dari Semarang, Magelang, Solo, dan Yogyakarta melakukan
sebuah pertemuan kecil di Kampung Nitiprayan, Bantul, Yogyakarta, 29 November lalu.
Acara diselenggarakan Bengkel Mime Teater dengan tema: anak muda dari kota-kota.

Salah satu penampilan Boedi S


Otong. (DOK AFRIZAL MALNA)

Teater telah diambil oleh Facebook, kira-kira ada nada dasar seperti ini dalam pertemuan
mereka. Atau bisa juga dibaca terbalik: bagaimana teater bisa memiliki jejaring seperti
”gurita Facebook”? Tidak ada kata-kata yang bisa menggetarkan pertemuan itu.
Semangat berteater seperti berada dalam ban bocor yang sudah tidak bisa ditambal lagi.
Akhirnya muncul pertanyaan yang hampir tidak terdengar: kita berteater kalau kita
memang masih memiliki harapan dengan teater.

Apakah teater sudah mati? Suara seperti ini sudah cukup banyak terdengar. Kalau sudah
mati, apa yang harus dilakukan? Sekitar tahun 2006, saya sempat membicarakan hal ini
dengan BOT (begitu Boedi S Otong menyebut dirinya kini, sutradara Teater Sae yang
telah vakum atau membubarkan diri sejak awal tahun 1990-an). ”Ini kenyataan global,”
katanya. Bagian dari krisis kepemimpinan di tingkat global. Krisis aktor: manusia seperti
kehilangan sesuatu yang mendasar dari keberadaannya. Lapangan kerja dan pendidikan
menjadi segala-galanya.

Teater menjadi angkuh, melebihi kenyataan kita sendiri. Rumit, mahal, dan terisolasi
dalam gedung-gedung pertunjukan. Boedi sekarang memang telah meninggalkan teater
sama sekali. Dia masuk ke performance art. Berada dekat dalam pergaulan Boris
Nielsony dari Black Market, sebuah jaringan performance art di Berlin. Dalam jaringan
ini (berbeda dengan Marina Abramovic yang telah menjadi kanon besar dalam
performance art) berkumpul banyak seniman yang merasa telah kehilangan dirinya
berada dalam kanon-kanon besar kesenian: mereka yang telah meninggalkan teater, tari,
musik, seni rupa, atau sastra. Dalam jaringan performance art ini, mereka merasa lebih
bisa berhadapan dengan diri sendiri dibandingkan dengan kanon-kanon seni yang
menjauhkannya.

Bagi Boedi, jaringan performance art itu sudah seperti komunitas baru untuk cara
memandang manusia yang lebih sederhana. Sebuah percobaan yang dilakukan pada diri
sendiri lewat pertemuan-pertemuan antarpribadi dan bukan antarprofesi. Kalau begitu,
apakah perkembangan teater telah membunuh dirinya sendiri sehingga manusia harus
dicari kembali di luar teater? Apa yang bisa kita lihat? Bagaimana pandangan seperti
Suyatna Anirun, misalnya, yang pernah meyakini bahwa berteater untuk menemukan
manusia, berhadapan dengan kenyataan seperti ini?

Pertama, darah teater telah diambil oleh performance art; kedua, telah diambil oleh
Buttoh; ketiga, telah diambil oleh media digital (dan tubuh, terutama sekali telah
dirampas oleh TV). Tari juga mengalami hal serupa dengan teater. Kedua jenis
pertunjukan ini seperti ”mayat bingung” berhadapan dengan industri global masa kini.
Pembacaan seperti juga bisa dibalik untuk membuat teater seakan-akan bisa hidup
kembali, yaitu dengan mengambil kembali semua hal yang telah merampas darah teater
itu: Buttoh, performance art, media digital, bahkan koreografi. Semuanya diambil
kembali sebagai materi teater. Mereka mengambil semua hal yang bisa mereka ambil
untuk membuat pertunjukan mereka menjadi semacam ”hiburan visual” sehingga
pertunjukan mereka kian mendekati seni akrobat yang kekurangan modal. Apakah
kematian itu bisa diubah dengan strategi seperti ini?

Kenyataan seperti di atas sebenarnya bisa kita curigai melanda hampir semua seni yang
sudah menjadi kanon besar. Untuk menemukan karya seni yang kita sukai, misalnya, kini
kita seperti harus jadi pemulung di tengah timbunan ”sampah seni”. Teknologi
penggandaan melanda sedemikian rupa, masuk ke dalam jantung-jantung penciptaan
karya seni dan sastra sehingga kesenian pun masuk ke dalam bagian fenomena sampah
global ini. Kekuasaan pasar menghasilkan pragmatisme nilai yang mengacaukan
pembacaan kualitas dengan kuantitas. Art fair dan biennale, misalnya, kini kian tidak ada
bedanya. Banyak festival berlangsung hanya sebagai setoran pertunjukan dari grup satu
ke grup lainnya, baik teater maupun tari.

Krisis kepemimpinan dan kemanusiaan yang disebut Boedi S Otong di atas kita alami
langsung di Indonesia lewat fenomena budaya korupsi dan premanisasi yang terus
berlangsung hingga kini. Krisis nasionalisme lewat utang yang berkepanjangan, tidak
adanya jaminan atas warga Indonesia yang bekerja di luar, serta kosongnya reputasi
internasional. Politik luar negeri yang sama bangkrutnya dengan politik dalam negeri
kita.

Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 memang tidak menghasilkan teater, melainkan
menghasilkan ”sinetron politik”. Kondisi obyektif waktu itu membutuhkan tokoh-tokoh
reformis. Tetapi yang terjadi sebaliknya. Jatuhnya Abdurrahman Wahid dan kematian
Munir merupakan peristiwa metafor politik atas ”pembersihan” tokoh-tokoh reformis ini.
Dan, setelah itu kota dibanjiri iklan-iklan media seluler, memasuki konsumerisme sebagai
bentuk budaya lisan yang baru.

Sinetron politik itu menghasilkan generasi yang membaca kekuatan selalu berada di luar
mereka. Maka, mereka harus keluar untuk menemukan kekuatan itu. Pertanyaan yang
muncul dari generasi ini adalah ”bagaimana caranya membuat teater yang baik?”
Standardisasi teknik kemudian banyak dilakukan lewat workshop-workshop teater.
Menghasilkan generasi yang cenderung bersembunyi dalam teknik. Dan kehilangan cara
untuk bisa ”membaca diri sendiri”.

Pada tingkat tertentu teater boleh mengambil apa pun sebagai materi penciptaan, lebih
lagi dengan teknologi lighting dan media digital dewasa ini. Tetapi, terus terang: apa
dasarnya teater membutuhkan kecanggihan seperti ini? Kecanggihan yang memerlukan
investasi besar dan belum tentu negara mau memenuhinya. Strategi seperti ini saya kira
merupakan produk dari pembacaan yang konsumeristis atas perubahan yang berlangsung
di sekitar kita. Semakin banyak teater mengambil banyak hal dari gaya hidup
konsumeristis di sekitar kita, semakin tebal usaha teater untuk menutupi kematiannya.

Kematian teater bisa dibaca sebagai manifestasi dari cara-cara kita menghadapi berbagai
hubungan di sekitar kita. Kalau teater dibaca kembali dari sudut pandang seperti ini
(membaca ”kematian teater” sebagai ”teater dari kematian”), maka suara teater mungkin
lebih berbunyi. Teater tidak dilihat sebagai peristiwa pertunjukan semata. Dia berdiri
dekat atas kenyataan yang dihadapinya. Dan bukan memanipulasinya dengan make up
kematian.

Teater berawal dari terjadinya pertemuan, seperti yang dinyatakan dalam pertemuan di
Kampung Nitiprayan itu, merupakan dasar untuk menyusun kembali kepercayaan
bersama. Pertemuan itu bukan lagi gosip antara sutradara dan aktor. Pertemuan itu adalah
pembelajaran bersama untuk mengenali kembali tubuh biasa kita, hal-hal kecil yang
sebelumnya kita anggap tidak berarti; memerhatikan urat dan otot, bukan untuk
memperbesarnya; memerhatikan rambut dan kulit, bukan untuk mengecatnya menjadi
berwarna.

Dan: Membuat titik dan koma dari rutin yang kita hadapi untuk membaca dan bertemu
dengan kesadaran yang mengherankan. Deleuze dan Guattari: Menciptakan diri sendiri
sebagai manusia bebas, tidak bertanggung jawab, menyendiri, gembira mengatakan dan
melakukan sesuatu atas namanya sendiri, tidak minta izin kepada siapa pun, hasrat yang
tidak membutuhkan apa pun, aliran perubahan yang mengatasi berbagai hambatan dan
kode, nama yang tidak lagi menandakan ego apa pun, ia telah melampaui ketakutan
menjadi gila.

* Afrizal Malna, Penyair


Sumber: Kompas, Minggu, 13 Desember 2009

Teater Kampus
Semarang
Written by dekase
Saturday, 03 January 2009 10:35
TEATER AMONG JIWO

TEATER Among Jiwo pada awalnya di dirikan atas dasar keprihatinan terhadap pertumbuhan dan
perkembangan kesenian yang mengalami impotensi, khususnya di lingkungan STIE Bank BPD
Jateng. UKM Seni yang telah ada di lingkungan STIE Bank BPD Jateng terasa tidak bisa
menampung aspirasi bakat dan minat beberapa mahasiswa yang lebih menghendaki adanya
wadah seni yang memiliki roh dan telenta seni. Dari alasan tersebut maka timbullah hasrat untuk
mendirikan sebuah wadah seni yang diharapkan bisa menampung aspirasi bakat dan minat
mahasasiswa dalam bidang seni. Maka sekitar bulan November 2001, dimulailah upaya-upaya
untuk pendirian wadah kesenian tersebut, dimulai dari konsultasi dengan Departemen Seni dan
Budaya BEM STIE Bank BPD Jateng. Dengan dukungan dari Departemen Seni dan Budaya BEM
STIE BPD Jateng dan terpenuhinya persyaratan-persyaratan sebagai sebuah organisasi maka
pada 16 Januari 2002 ditetapkanlah nama Teater Among Jiwo sebagai nama UKM baru yang
diharapkan mampu menampung bakat dan minat mahasiswa di bidang kesenian khususnya
teater.

Karya

Kini Teater Among Jiwo mempunyai jumlah anggota yang tergolong aktif sekitar 25 orang. Selain
berteater, organissi Teater Among Jiwo juga mempunyai aktivitas lain yaitu Kine Klub dan Musik.
Karya-karya teater yang pernah diproduksi / dipentaskan diantaranya adalah, Rongsisi, karya
Adhi Among Jiwo, Nopember 2002, Aids-AIB, karya Adhi Among Jiwo, Juni 2003, Zigot Meleset 2,
karya Adhi Among Jiwo, Oktober 2004, Kisah X, karya Dion Among Jiwo, Maret 2005, MPS =
MPC, karya Adhi Among Jiwo, Juni 2005, Anak Haram, karya Adhi Among Jiwo, Juni 2005,
Kesuen Pait, karya Wawang Among Jiwo, September 2005, Jagad Nonton 2, karya Wawang
Among Jiwo, Sepetember 2005, Opera Sabun, karya Adam Among Jiwo, Maret 2006.

Pengurus Periode 2006

Penasehat [M. Adi Nugroho, S.E], Ketua [Novi Sriwardani], Wakil Ketua [Diva Novita Sari D.S.],
Sekretaris [Santi Suprastini], Bendahara [Valentina Debora], Sie. Pementasan [Anita Dwi M. –
Vivi], Sie. Pendidikan [Adam Sudrajat – Ochi], Sie. Logistik [Dita Ami M. – Vita], Sie. Pepustakan
[Icha – Asih], Sie. Humas [Sita – Adhine].

Alamat Sanggar : Lantai 5 gedung STIE Bank BPD Jateng, Jl. Pemuda No. 4 A Semarang
Telepon : (024) 3553285

TEATER KAPLINK

Teater Kaplink didirikan dari adanya kegelisahan akan tiadanya wadah teater di Universitas Dian
Nuswantoro (UDINUS) Semarang. Dengan dimotori oleh beberapa mahasiswa yang mempunyai
minat sama, yaitu minat untuk mengembangkan bakat dan minat di bidang teater, maka pada
tanggal 3 Mei 1997 dibentuklah sebuah komunitas teater dengan nama Teater Kaplink. Resmi
menjadi salah satu Organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di lembaga kampus Universitas
Dian Nuswantoro (UDINUS) Semarang setelah diturunkannya SK pada tanggal 5 Mei 1997.

Teater Kaplink dalam beberapa produksinya seringkali menggunakan komedi satire sebagai dasar
pementasan, namun juga menutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk realis, surealis,
absurd dan atau inovasi-inovasi lainnya. Saat ini Terater Kaplink mempunyai anggota sekitar 50
orang.

Karya

Selain beraktivitas di bidang teater, Teater Kaplink juga berkativitas dalam bidang produksi film.
Karya-karya yang pernah diproduksi / dipentaskan diantaranya; Baling-baling di Atas Bukit, Karya
dan Sutradara Hendra Cahyana, tahun 2004, Prawan, sutradara Seto, tahun 2004, Mengutuk
Nurani, Karya dan Sutradara Akrom, tahun 2005, Ireng, tahun 2005. Karya / produksi film, Segala
Bernama Rina, Sutradara Rahmat Budiharjo, tahun 2002, Asmara Tak Pernah Koma, Sutradara
Rahmat Budiharjo, tahun 2003.

Pernah mendapat penghargaan sebagai Juara 3 dan Best Artistic dalam Festival Kalinyamatan
Jepara, tahun 2004.

Susunan Pengurus

Ketua [Akrom Hazami], Wakil Ketua [Aditya], Sekretaris [Seto], Bendahara [Lusi], Bid. Pendidikan
& Pengkaderan [Wulan, Marita, Galih, Doni], Bid. Penelitian & Pengembangan [Medan, Wulan,
Didik], Bid. Rumah Tangga [ Aflyn, Tina, Deni, Jii, Wulan, Meirani].

Alamat: Kampus Universitas Dian Nuswantoro (UNINUS) Semarang, Jl. Nakula II – 15 Semarang

KSB ESA
Berdiri sekitar tahun 1982. Pada awalnya KSB (Kelompok Seni dan Budaya) ESA bernama Teater
ESA hingga sampai sekitar tahun 1997, dengan melihat perkembangannya dalam tubuh
organisasi Teater ESA ternyata mengalami perkembangan. Organisasi Teater ESA tidak hanya
berkonsentrasi pada bidang kesenian teater semata. namun banyak dari anggota teater ESA
berkeinginan mengembangkan bakat dan minatnya selain dalam bidang teater seperti seni rupa,
musik, tari dan kreatifitas lainnya, maka untuk menampung aspirasi tersebut nama Teater ESA
dirubah menjadi KSB ESA. Saat ini KSB ESA mempunyai anggota yang kurang lebih berjumlah
50 orang.

Karya

Karya yang pernah dipentaskan diantaranya adalah Genderang Sultan Agung, tahun 1990,
Sungsang, tahun 2000, Bumi Perdikan, tahun 2001, Lorong, tahun 2002, Srikandi Semar, tahun
2003, Pengais Uang Receh, tahun 2004, Bandung (monolog), tahun 2004, Jeritan Pemahat,
tahun 2006.

Pengurus

Ketua [Mela Marindah Anggi Saputri], Sekretaris [Teguh Siswanto], Bendahara [Uliel], Dept. Teater
[Dian Sukma Lestari]

Alamat sanggar : Kampus Universitas Sultan Agung (UNISULA) Semarang, Jl. Kaligawe Raya
Km. 4 PO. BOX 1235

Telepon : (024) 6583584 pesawat 430

e-mail: ksb_esa@yahoo.com

TEATER BETA

Didirikan pada tanggal 6 Desember 1986. Merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa Fak.
Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Teater Beta didirikan guna sebagai wadah kreatifitas
mahasiswa karena memproklamirkan keindahan adalah hal yang wajib ada dalam kehidupan.
Saat ini Teater Beta mempunyai anggota yang berjumlah sekitar 25 orang pekerja seni teater.
Selain mendedikasikan pada seni teater, Teater Beta juga mempunyai kegiatan seni lainnya
seperti, musik, wayang cloning, penulisan sastra.
Karya

Karya-karya yang telah diproduksi / dipentaskan diantaranya adalah, Semar Gugat, tahun 2000,
Riak Lumpur Dalam Belanga, tahun 2001, Wek-wek, tahun 2002, Terpinggirkan, tahun 2003, Bla-
Bla-Bla, tahun 2004, Beruang Meagih Hutang, tahun 2004, Pasar Kobar, tahun 2006.

Pengurus

Lurah [A. Zaki Zamani], Carik [M. Dhian Angga], Bendahara [M. Mahfudz – Rini Peri], Devisi
Teater [Lutfi H – Ali S], Devisi Musik [Fais], Devisi Menagerial [Kasdi – Fikri], Devisi Sastra
[Komeng – Isnaeni], Rumah Tangga [Ilham – Gonie – Jupri – Irham].

Alamat sanggar : Kampus II IAIN Walisongo Semarang, Jl. Semarang – Boja

Telepon : 081326164463

TEATER ASA

Berdiri pada tanggal 18 Oktober 1982. Merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa
Fak. Syari’ah IAIN Walisongo Semarang yang menggeluti bidang seni, khususnya teater.
Asa berarti juga sebuah harapan, sebagaimana salah satu alasan yang melatarbelakangi
pendirian Teater Asa yaitu sebagai penyalur aspirasi bakat dan minat mahasiswa syari’ah
dalam bidang seni, Teater Asa lebih menekankan loyalitas warganya dalam menggeluti
bidang seni, khususnya teater karena pada dasarnya puncak kesenian adalah pengalaman
spiritual.

Saat ini Teater Asa mempunyai anggota 20 orang. Selain menggeluti bidang teater, teater
Asa juga mengkonsentrasikan diri pada aktivitas kesenian lainnya, seperti musik kreatif
(Mokong), Penulisan dan Apresiasi Sastra serta aktivitas lain yang berkenaan dengan seni.

Karya

Karya-karya yang telah diproduksi / dipentaskan diantaranya, Ariadne – Mendut, tahun


1996, Geger Prambanan – Raja Yang Tergelincir, tahun 1997, Joko Badung, tahun 1998,
Perdikan Mangir – Mutiara Hita – Keok III, tahun 1999, Episode Yang Hilang, sutradara
Aciel Masduki tahun 2000, Menghisap Kelembak Menyan, sutradara SN. Daim, tahun
2001, Jangan Dipaksa-paksa, sutradara Lubab Stinky tahun 2002, Balad, sutradara SN.
Daim, tahun 2003, Lautan Jilbab, sutradara Aciel Masduki, tahun 2004, Sang Teaterawan,
sutradara Agoes W, tahun 2005, Dialog Tuhan, sutradara Affan H, tahun 2006.

Pengurus

Lurah [M. Abdul Hakim], Carik [Riza Mualim], Bendahara [Nurul Aziz], Team Produksi
[Catur jatmiko – A. Farid Hermawan – Asih Setyaning Puji – Wika S], Rumah Tangga
[Tarmudzi – Atiq Fauzi – Amhal Kaifahmi], Humas [Suluh H – Arief Mufti – Joko S – M.
Farhan].

Alamat sanggar : UKM Center Fak. Syari’ah Kampus III IAIN Walisongo
Semarang.

Telepon : (024) 7601291

e-mail : asa_te@yahoo.com

TEATER METAFISIS

Berdiri pada tanggal 14 Agustus 1984. Merupakan kelompok kesenian mahasiswa Fak.
Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang yang memandang bahwa kebebasan berekspresi
dan seni merupakan salah satu katarsis (pembebasan diri dari tekanan batin). Teater
Metafisis mempunyai jumlah anggota sebanyak 27 orang. Selain berkativitas dalam
bidang teater, Teater Metafisis juga beraktifitas di bidang Musik, Lukis, Instalasi serta
Kaligrafi.

Karya & Prestasi

Karya-karya yang telah diproduksi / dipentaskan diantaranya, Nikrofilia, karya &


sutradara Trimuda’i, tahun 2004, Maling Kondang, karya & sutradara Agung, tahun 2004,
Setan, tahun 2005, Wabah atawa Bencana, tahun 2005, Dewa Arimasen, tahun 2006.

Sedangkan prestasi yang pernah diraih selama ini adalah sebagai Juara III Peksimida
Teater, tahun 2004, Juara II Peksiminas Puisi, tahun 2004, Juara I Peksimida Penulisan
Naskah Teater, tahun 2004.
Pengurus

Lurah [Rojikan], Koord. Teater [Muhaiminul Aziz], Koord. Musik [Agung Widodo],
Koord. Fokus [M. Sahal].

Sekretariat teater Metafisi beralamat di Gedung UKM Kampus II Fak. Ushuluddin IAIN
Walisongo Semarang, (024) 7601294

TEATER WADAS

Berdiri pada tanggal 28 Oktober 1979. Teater Wadas didirikan oleh para aktivis Fak.
Dakwah IAIN Waslisongo Semarang yang pada waktu itu berkeinginan untuk
menyalurkan bakat dan kemampuan dalam bidang seni, khususnya teater. Dalam
perkembangannya Teater Wadas yang kini mempunyai jumlah anggota sekitar 39 orang
terus mencari konsep-konsep teater sebagai media dakwah. Selain bergelut dengan dunia
teater, teater wadas juga menggeluti disiplin kesenian lainnya, seperti musik, karawitan
serta film.

Karya

Karya-karya yang telah diproduksi / dipentaskan diantaranya, Ikhsan, tahun 1980, Suara
Kaleng - Kematian Itu Bernama Coca-Cola, karya & sutradara Anwar Susanto, tahun
1999, Konstitusi Pilu, tahun 2001, Kesambet, karya & sutradara Agung Muda, tahun 2005.

Pengurus

Lurah [Septi Zamzama], Carik [Hasyim Asy’ari], Bendahara [Mei Tri Hartanti], Pimpro
[Nur Syahid], Koord. Kine Klub [Amir Oland], Koord. Teater&Sastra [Agung
Hendriyono – Akrom wahyudi], Koord. Musik [Bagus Pamungkas – Syafatul Arief],
Koord. Humas [M. Yusuf – Ulil Amri], Rumah Tangga [Zaenal Arifin – Ali Ikhwan],
Koord. Karawitan [Azwar Anas – Andi Prasetyo].
Sanggarnya beralamat di PKM Fakultas Dakwah Kampus III IAIN Walisongo Semarang.

TEATER EMKA (EMPER KAMPUS)

Didirikan oleh beberapa mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Diponegoro, diantaranya


adalah Agus Maladi dosen sastra indonesia dan ketua Laboratorium Lengkong Cilik pada
tanggal 5 Agustus 1981. Selain konsentrasi dalam eksplorasi dunia panggung teater,
Teater Emka juga mengkonsentrasikan diri pada kegiatan diskusi, aksi dan observasi.
Jumlah anggota dari teater yang berslogan “Teater untuk Rakyat” ini adalah sekitar 30
orang.

Karya

Karya-karya yang telah dipentaskan, antara lain, Anjing-anjing Kota, karya & sutradara
Imam Bucah, tahun 2000, Blaik, karya & sutradara Laura, tahun 2001, Dji Ro Lu, karya &
sutradara Sony Wibisono – Khotbah, karya Rendra, sutradara Adieets Kaliksanan, tahun
2002, Dom, karya Bambang Widoyo SP, sutradara Laura – Seribu Teriakan dari Sini,
karya Sony Wibisono, sutradara Kustam, tahun 2003, Bulan Kabangan, karya & sutradara
Sony Wibisono – Suruh, karya & sutradara agoes Bejo, tahun 2004, Perjumpaan di Tepi
Jalan : Membaca Ruang ber-Ada, Sutradara Anton S., tahun 2005, Mengasah Pisau
Cukur, karya Hanindawan, sutradara Ghalih P – Mengapa Kau Culik Anak Kami, karya
Seno Gumira Ajidarma, sutradara Deasy Molen, tahun 2006.

Pengurus

Ketua [Anton Sudibyo], Sekretaris [Deasy Molen], Bendahara [Diah Dee], Dept.
Pendidikan [Asri – Norma Atika – Ucup Reynaldi], Dept. Pementasan [Boel Umam –
Erna Cruel – Adhin], Dept. Logistik [Asih – Anjo], Dept. Dana & Usaha [Debby Ria –
Adhit – Neeta].

Teater EmKa beralamat di PKM Fak. Sastra Universitas Diponegoro, Jl. Hayam Wuruk 04
Semarang, 081325343556

TEATER PANDAN
Berdiri pada tanggal 4 Pebruari 1997. Sejarahnya teater pandan dibentuk karena faktor
kegelisahan beberapa mahasiswa Universitas Semarang (USM) yang mempunyai minat
dan bakat dalam bidang kesenian. Teater Pandan kini mempunyai anggota yang berjumlah
sekitar 18 orang.

Pengurus

Ketua [Bowo’ Jager], Sekretaris [Budi Pistur], Bendahara [Tuti]

Alamat sanggar ada di Kampus Universitas Semarang (USM), Jl. Soekarno – Hatta,
Semarang, (024) 6702757

TEATER DIPONEGORO

Teater Diponegoro lahir pada tanggal 2 Oktober 1997 atas prakarsa dari tiga unit teater
fakultas Universitas Diponegoro yang telah membentuk Tim 6 yang terdiri dari 2 oarang
anggota teater EMKA (Fak. Sastra), 2 orang anggota teater BUIH (Fak. Ekonomi), dan 2
orang anggota teater TEMIS (Fak. Hukum).

Nama teater Diponegoro diambil dari nama Universitas Diponegoro. Nama Diponegoro
dijadikan sebagai nama teater karena selain mengandung nilai filosofis dari sejarah
perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan. Dalam sejarah perjuangan bangsa
Indonesia kita mengenal tokoh Diponegoro yang walau dibesarkan di lingkunag keraton,
beliau masih mempunyai kepedulian dan semangat juang yang tinggi untuk membela
bangsanya yang tertindas oleh bangsa penjajah pada masa itu. Maka dengan nama besar
Dipenegoro tersebut mampu menginspirasi bagi para anggota teater Diponegoro
khususnya untuk tetap berjuang mencari dan membela kebenaran serta keadilan melalui
jalur kesenian dengan tanpa megutamakan kepentingan pribadi atau golongan. Juga lebih
menekankan untuk menjunjung tinggi nama almamater Universitas Diponegoro.

Alasan mendasar dibentuknya teater Diponegoro adalah untuk memberikan wadah


kesenian, khususnya teater, kepada mahasiswa-mahasiswa Undip yang memiliki minat
dan bakat pada seni teater.
Pada saat ini teater Diponegoro memiliki jumlah anggota sekitar 22 orang. Selain sering
sibuk latihan dasar teater dan penggarapan naskah, teater Diponegoro juga mempunyai
aktivitas lain yakni pengembangan media pengenalan seni dan teater dengan nama
KINDJENG, terbit satu bulan sekali.

Karya

Karya-karya yang pernah diproduksi / dipentaskan oleh teater Diponegoro diantaranya,


Gayor, karya & sutradara Catur Pragolapati, tahun 2002, Senti Perekwati, tahun, 2003,
Madu Suamiku, karya Abdul Rahman, sutradara Asti Pradiajayanti, tahun 2003, Manusia
Adimanusia, karya Bernard Shaw, sutradara Adieets Kaliksanan, tahun 2004, Waiting For
Godot, karya Samuel Beckett, sutradara Rintulebda A. Kaloka, tahun 2005, RNF, karya &
sutradara Tangguh Asrondi, tahun 2006, ROH, karya Wisran Hadi, sutradara Antoni C.
Kharismawan, tahun 2006.

Pengurus

Ketua [Rizki Yusprabowo], Wakil Ketua [Nitya Gema Trisna Yudha], Sekretaris [Raska
Rida], Bendahara [Nungraheni Yuspratiwi], Dept. Pendidikan dan Pelatihan [Antoni C.
Kjharismawan], Dept. pementasan [Tangguh Asrondi], Dept. Logistik [Masdar Fahmi].

Alamat Sanggar PKM Joglo Universitas Diponegoro, Jl. Imam Bardjo 2 Semarang.

TEATER TEMIS

Berubahnya situasi politik kampus (khususnya di Fak. Hukum Universitas Diponegoro)


yang sedang memanas. Organisasi kampus yang berkembang pada saat itu (tahun 1995)
saling bersaing untuk merebut simpati masa dengan menghalalkan bebrbagai cara
akhirnya mendorong sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro untuk
membentuk suatu wadah kesenian yang diharapkan dapat mendinginkan suhu kampus
tersebut. Berawal dari percakapan beberapa mahasiswa maka disepakati bahwa mereka
akan mendirikan suatu wadah kesenian, terutama bidang teater dengan nama teater Temis.
Nama Temis sendiri diambil dari nama salah satu dewi bangsa Yunani, yang digambarkan
sebagai seoarang wanita cantik yang tertutup matanya, tangan kanannya memegang
timbangan, dan tangan kirinya memegang pedang. Dengan demikian diharapkan teater
Temis dapat menjadi salah satu media selain untuk wadah pengembangan bakat dan minat
mahasiswa Fak. Hukum Universitas Diponegoro juga menjadi media untuk menciptakan
keadilan. Sifat organisasi teater Temis adalah menjunjung tinggi sifat kekeluargaan dan
kebersamaan tanpa adanya senioritas karena masing-masing pada dasarnya sama-sama
belajar untuk menjadi lebih dewasa.

Pementasan perdana Temis yang mengangkat naskah “Domba-domba Revolusi” di Fak.


Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro pada tanggal 2 Juni 1996
ditetapkan sebagai hari lahirnya teater Temis.

Karya

Karya-karya yang pernah diproduksi / dipentaskan teater Temis diantaranya, Langit


Berkarat karya Eko Tunas, sutradara Daniel Hakiki, tahun 1996/1997, Sumur Tanpa
Dasar karya Aripin C Noer, sutradara Daniel Hakiki 1997/1998, Pedati Kita di Kubangan
karya Hanindawan, sutradara Daniel Hakiki, tahun 1998/1999, Malam Jahanam karya
Motinggo Busye, sutradara Rahma, tahun 1999/2000, Ratu Kepleset, karya & sutradara
Erwin, tahun 2001/ 2002, Polos, karya & sutradara Erwin, tahun 2002 / 2003, Wabah,
karya Hanindawan, sutradara Dodi “gimz, tahun 2003 / 2005.

Pengurus

Ketua [Lya Gajah], Sekretaris [Yuniar Winda], Bendahara [Nimas Ayu], Kabid Rumah
Tangga [Kiky], Kabid Litbang [Aprie], Kabid Pelatihan dan Pementasan [Tyo Said].

Alamat sanggar : UKM Center FH. UNDIP, Jl. Imam Bardjo, SH., No. 1 Semarang
50241, Telepon 08562758575, e-mail: temis_fh@yahoo.com , website:
www.teatertemis.co.nr

TEATER BUIH

Berdiri pada tanggal 10 November. Merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) yang diharapkan mampu menampung bakat dan minat mahasiswa Fak. Ekonomi
Universitas Diponegoro Semarang. Teater Buih mempunyai anggota sekitar 20 orang.
Karya-karya yang telah diproduksi, antara lain, Kereta Kencana – Samsara, tahun 2002, 2
Pemerkosa, tahun 2003, Aku Dengar Gerutumu Tiap Pagi, tahun 2004, Dolanan – Iga,
tahun 2005, Bunga (Bukan Nama Sebenarnya), tahun 2006.

Pengurus

Ketua [Neni Dian S.], Sekretaris [Yudith DO], Bendahara [Marthaeni].

Alamat sanggar teater Buih adalah Fak. Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang / Jl.
Erlangga Tengah No. 17, Telepon 081575622740.

TEATER GEMA

Teater Gema adalah Unit Kegiatan Mahasiswa kampus IKIP PGRI Semarang. Di dirikan
pada tahun 1987, mulai dari kurun waktu tersebut Teater Gema lebih aktif di lingkungan
kampus IKIP PGRI Semarang saja, hingga baru mulai tahun 2000 teater Gema mulai
mencanangkan target mensejajarkan diri dengan kelompok teater lainnya di kota
Semarang khususnya dan Jateng pada umumnya. Selain dengan membuat event Festival
Drama Tingkat Pelajar yang merupakan event tahunan dari Teater Gema, Teater Gema
juga telah tercatat sudah melakukan pertunjukan teater di jalan-jalan sebagai proses
pembelajaran bagi masyarakat umum. Selain mengabdikan diri pada ranah keteateran,
Teater Gema juga membuka diri terhadap jenis kesenian lain seperti musik dan lawak /
komedi.

Karya

Karya-karya yang telah diproduksi / dipentaskan Teater Gema, diantaranya, Wek-wek,


tahun 1998, Romeo and Juliet, tahun 1999, Rick dari Korona – Palestina – Girl
Interupted, tahun 2000, Whana – Di Bawah Bendera Revolusi, tahun 2001, Banyolan
Politik, tahun 2002, Orang Kasar – Metamorfosa, tahun 2003, Nyanyian Angsa – Rama
Shinta, tahun 2004, Godlob, tahun 2005, Sumur Tanpa Dasar – Lautan Jilbab, tahun
2006.
Pengurus

Ketua [M. Zaini], Sekretaris [Tri Puji Astuti], Bendahara [Musyanah], Sie. Peralatan
[Khanif Ramadani], Sie. Humas [Arief Budi], Sie. Pengembangan Karya [Muthohar],
Sie. Rumah Tangga [Putri].

Alamat sanggar : PKM Kampus IKIP PGRI Semarang.

TEATER KOLAM KODOK

Berdiri pada tanggal 2 Juni 2003. Teater Kolam Kodok lahir karena adanya Porseni antar
Politeknik Se-Indonesia 2002. Nama “Kolam Kodok” diambil dari nama tempat dimana
para anggota sering melakukan latihan yaitu sebuah kolam renang di Polines yang lebih
dikenal dengan sebutan kolam kodok.

Teater Kolam Kodok yang merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
kampus Politeknik Negeri Semarang mempunya jumlah anggota sekitar 25 orang.

Karya

Karya yang telah diproduksi / dipentaskan antara lain adalah Dialektika Para Korban,
karya & sutradara Didot, tahun 2004, Dialektika Para Kodok, tahun 2005, Lagu Para
Orang Celaka, tahun 2006, Kematian Sang Pemimpin, tahun 2006.

Pengurus

Ketua [Jaka Prasetya], Wakil Ketua [Setha Sakti P], Sekretaris [Jarsky Maradoni],
Bendahara [Ratna Sinta Dewi], Setting [Ridho Iskandar], Lighting [Puji Irfanto], Humas
[Ridho Iskandar].

Alamat sanggar: PKM Kampus Politeknik Negeri Semarang, Telepon 085640149456, e-


mail: kolam_kodok@yahoo.com .
TEATER AKSEMA ENTAH

Di dirikan pada tanggal 21 Pebruari 2004, merupakan salah satu Unit Kegiatan
Mahasiswa kampus Asekma Theresiana Semarang dengan jumlah anggota sekitar 15
orang.

Karya

Karya yang telah diproduksi / dipentaskan antara lain, Kurikulum Religi, karya &
sutradara Sunu Fajar, tahun 2005, Tolak Kenaikan Harga BBM (Performance Art), tahun
2005.

Pengurus

Ketua [Nita Ariani], Wakil Ketua [Lina], Sekretaris [Dessy], Bendahara [Intan],
Perlengkapan [Cici].

Alamat sanggar : Kampus Asekma Theresiana, Jl. Gajah Mada No. 1 Semarang

Telepon : (024) 3517313

e-mail : NUMA_JUANG@yahoo.com

TEATER UNSUR

Berdiri pada tanggal 7 April 2002. Didirikan atas inisiatif dari angkatan 2001 Fak. Tehnik
Jurusan Tehnik Kimia Universitas Diponegoro Semarang dan ditujukan sebagai wadah
untuk menampung kreatifitas mahasiswa/i khususnya jurusan tehnik kimia dalam bidang
seni teater.

Teater Unsur mempunyai anggota yang berjumlah 24 orang yang diketuai oleh Elisabeth
Dian Kumalasari. Adapun karya-karya yang telah diproduksi / dipentaskan adalah,
Warisan Bapak, tahun 2004, Tiga Nyawa, tahun 2005, Make a Wish, tahun 2005, Sel,
tahun 2006.

Alamat sanggar : HMTK Fak. Tehnik Jurusan Tehnik Kimia Universitas Diponegoro

TEATER KANVAS

Teater Kanvas merupakan kelompok teater yang dibentuk sekitar tahun 2005 untuk
mengganti wadah teater sebelumnya yakni Teater Jong / Nu Jongs. Teater Kanvas
mempunyai jumlah anggota sekitar 10 orang.

Karya yang telah dipentaskan oleh Teater Kanvas adalah Pikirkan Dalam-dalam, tahun
2005.

Pengurus

Ketua [Rosa Novenda], Wakil [Adith], Sekretaris [Yuni], Bendahara [Mira], Dept.
Pementasan [Niken – Anis], Dept. Dokumentasi [Poter], Humas [Bagus].

Basecamp Kanvas, Kampus UNAKI Lt. 3 Semarang

TEATER SS

Didirikan pada tanggal 24 Oktober 1976. Pada awalnya merupakan organisasi seni yang
didirikan oleh mahasiswa Fak. Keguruan Sastra dan Seni IKIP Semarang (kini Universitas
Semarang / UNNES). Resmi menjadi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang ditujukan
untuk menampung bakat dan minat mahasiswa dalam bidang seni pada tahun 1980.
Teater SS mempunyai jumlah anggota sekitar 18 orang. Adapun karya-karya yang telah
dipentaskan di antaranya, What a Surprise, tahun 1996, Sintren, tahun 1997 / 1998, Seribu
Kunang-kunang, tahun 2002, Bila Malam Bertambah Malam, tahun 2003, Kasir Kita,
tahun 2003 / 2005, RT 0 / RW 0, tahun 2004, The Strongger-The Killer, tahun 2006.

Pengurus

Ketua [Nur Azizah], Sekretaris [Desi Wiwidiyati – Anies Farah], Bendahara [Dwi Nurul –
Rina Dian], Sie. Dokumentasi [Rubby Alfiyan – Masita Maharani], Sie. Latihan [Nurul
Amalia – Heri Widodo], Sie. Produksi [Sri Sudarti – Muji Kuat], Sie. Humas [Puryanti –
Zaenal], Rumah Tangga [Januar Angga K. – Arief].

Alamat sanggar : Komplek Joglo Universitas Semarang, Sekaran – Semarang

Telepon : (024) 70789389

TEATER SATU INDONESIA

Berdiri sekitar tahun 2001. Teater Satu Indonesia didirikan guna menampung bakat dan
minat mahasiswa Fak. Bahasa dan sastra Indonesia Uiversitas Semarang (UNNES).
Dengan jumlah anggota sekitar 18 orang, selain berkecimpung di dunia teater, Teater Satu
Indonesia juga beraktivitas produksi film dan membuka outlet buku dengan label
“Indonesia Pustaka”.

Karya

Karya-karya yang telah diproduksi / dipentaskan, anatara lain, Negeri Lelaki (monolog),
tahun 2004, Marsinah, karya Ratna Sarumpaet, tahun 2004, Mata Morgot Bibir
Sarumpaes, tahun 2004, Terkapar (monolog), tahun 2005.

Pengurus

Ketua [Siwi Pamungkas], Sekretaris [Tuji Simpati], Bendahara [Rumyati], Sie. Latihan
[Arman Marwoto], Sie. Koper [Ucik Fuadyah], Sie. Pustaka [Sammy], Sie. Film &
Multimedia [Heru Prasetyo].

Alamat sanggar : Gd. B1 Lt. 3 R 303 Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Semarang
(UNNES), Telepon : 085640359654, e-mail : terasastra@yahoo.com

Last Updated on Saturday, 03 January 2009 10:58

’Retropeksi Seni Semarang’


Geliat teater dan minim dokumentasi sastra

PERGERAKAN dunia teater di Kota Semarang mengalami perkembangan sangat pesat, sedang
pergerakan dunia puisi mengalami keterhambatan pada masalah dokumentasi. Simpulan seperti
inilah yang tertangkap dalam acara ”Retropeksi Seni Semarang” di Gedung Ki Narto Sabdho
Kompleks TBRS Semarang, Senin (31/12) lalu. Agenda akhir tahun yang digelar oleh Dewan
Kesenian Semarang (Dekase) bekerjasama Dinas Pariwisata (Disparta) Kota Semarang tersebut,
diikuti beberapa seniman Semarang seperti cerpenis Triyanto Triwikromo, pegiat teater Mas Ton,
penyair Sukamto, pegiat teater Daniel Hakiki, penyair Handry TM, penyair Timur Sinar Suprabana
dan pegiat film Muhadi.

Hadir pula Ketua Dekase Marco Marnadi dan Kepala Disparbud Agung Priyo Utomo.

Perkembangan dunia teater yang kian pesat, menurut Daniel Hakiki, dapat ditunjukkan dengan
makin maraknya pementasan teater di Kota Semarang. Sepanjang tahun 2007, pada setiap
bulannya selalu ada beberapa pementasan teater dilangsungkan. Bahkan, perkembangannya
semakin terlihat kuat dengan berdirinya kelompok-kelompok teater di hampir sebagian besar
sekolah.

”Masalah regenerasi teater kita tak punya masalah besar sebab banyak bibit perteateran di
sekolah-sekolah. Yang patut disayangkan adalah perkembangan teater umum yang masih sama
dengan tahun-tahun sebelumnya. Dalam kurun waktu satu tahun, hanya Teater Lingkar dan
Komunitas Panggung yang terlihat aktif berlatih dan menggarap pementasan,” urai Daniel Hakiki.

Dalam dunia puisi, menurut penyair Wage Teguh Wijono, kelemahan dunia perpuisian adalah
kurangnya dokumentasi karya-karya. Artinya, selama satu tahun lalu, masalah pembuatan buku-
buku antologi puisi nyaris tak dilakukan. Padahal, Kota Semarang memiliki banyak penyair-
penyair yang cukup kuat seperti Timur Sinar Suprabana, Handry TM, Sukamto sampai pada Beno
Siang Pamungkas.

Bertahap
Sementara itu, Ketua Dekase Marco Marnadi mengungkapkan, untuk membangkitkan dunia
kesenian Semarang yang lama mati suri bukanlah perkara mudah. Selama dua tahun ke-
pengurusannya, Dekase telah melakukan beberapa tahapan sebagai usaha menggeliatkan nafas
kesenian Semarang. Yakni tahapan pengenalan pada tahun 2006, tahapan promosi pada tahun
2007, dan tahapan kemasan kesenian pada tahun 2008.

”Pada tahap pengenalan, kita kerap melakukan audiensi dengan Disparbud dan pejabat terkait,
hasilnya hubungan Dekase-Disparta menjadi lebih harmonis. Pada tahapan ini pula kita banyak
menggelar kegiatan dan mensuport berbagai kegiatan elemen masyarakat. tahun berikut digelar
seni masuk kampung yang kegiatannya masuk pelosok di wulayah Semarang. Dan tahun depan,
kita masuk tahap mengemas kesenian, penekanannya adalah pembuatan produk-produk seni
seperti rencana pembuatan buku-buku antologi puisi, mengemas berbagai budaya yang ada di
Semarang, serta menyiapkan Festival Narto Sabdo” urai Marco.

Selain agenda retropeksi seni, dalam kesempatan tersebut dilakukan pula peluncuran website
resmi Dekase yakni http.www.dekase.org. Peluncuran website dilakukan oleh Ka Disparbud
Agung Prio Utomo tepat pada detik-detik pergantian tahun.

Setelah pergantian tahun acara yang semula serius dan sarat dengan karya sastra, akhirnya
berubah jadi ajang musik yang meriah. Lantaran acara gelaran Dekase ini sengaja dikonsep
sebagai arena parkirnya seniman musik seusai mengisi acara di berbagai tempat. Para musisi
baik dari pemain solo organ, grup band serta pe-musik akustikl dari rombongan Kipas pun,
masing-masing unjuk gigi dengan permainannya. Hingga pukul 04.00 acara yang dimulai sejak
pukul 20.00 WIB tersebut berakhir. Zainal Arifin ZA/mc

Thursday, 24 May 2007

Sarasehan Hysteria
Perkembangan teater terhambat keminderan

PERKEMBANGAN dunia teater Semarang terhambat karena adanya keminderan pada masing-
masing pelaku teater. Keminderan itu bisa berlaku antara yang muda dengan yang tua, atau
keminderan seniman teater Semarang masih melokal dibanding seniman teater Jakarta. Hal ini
diungkapkan Eko Tunas, salah satu dedengkot pegiat seni Se-marang, dalam acara Sarasehan
Budaya, ’Membaca Teater Semarang Hari Ini #2’, yang digelar Komunitas Hysteria, di markas
besar Komunitas Sendang Mulyo, Selasa (22/5) malam lalu.

Bahkan menurut Eko Tunas, keminderan yang terjadi pada pegiat teater muda terhadap pegiat
teater tua, telah membentuk sebuah tembok batas imajiner yang membuat keduanya tidak bisa
berjalan beriringan. Akibatnya, garis regenerasi teater maupun proses transfer ilmu yang
seharusnya terjadi, tidak bisa berlangsung baik.

’’Yang parah lagi, kita itu minder karena kita hanya seniman yang bermain di wilayah lokal.
Kenapa kita harus minder? Siapa bilang seniman Jakarta itu lebih baik daripada seniman
Semarang. Biarkan saja Jakarta berkembang dengan situasi sosialnya. Semarang juga begitu,
mari kita berkembang dengan situasi sosial kita,’’ tandas Eko Tunas.

Pendapat yang tak jauh berbeda juga diungkapkan Mas Ton, sesepuh teater Semarang dan
dedengkot Teater Lingkar. Mas Ton mengungkapkan kepedihannya, melihat hubungan pegiat
teater muda dengan pegiat teater tua yang tak begitu harmonis.

Sebagai pegiat teater tua, selama ini Mas Ton cukup terbuka bagi keberadaan pegiat teater
muda yang bersedia main teater bersamanya. Tetapi kenyataannya, hanya beberapa gelintir
pegiat teater muda saja yang menyambut uluran tangannya.

Di luar itu, Mas Ton juga melihat adanya sebuah rasa rikuh pegiat teater muda dengan para
sesepuh. Rasa rikuh ini bisa dilihat saat mereka berkumpul dan tiba-tiba ada sesepuh teater yang
datang. Selain rasa rikuh, mereka bahkan kerap pula merasa terawasi. Padahal beberapa
sesepuh yang datang itu, kadang-kadang hanya karena mereka merasa kangen terhadap
kehidupan teater.

Keseharian
Selain dedengkot seniman Semarang di atas, hadir pula beberapa seniman andal lain seperti
Widya ’Babahe’ Leksono, Bowo Kajangan, Kang Lawu ’Gong Bojawi’, Edi Morphin ’DOM’, Mulyo
HP, Teguh Hadi Prayitno, Agung Hima, Alfi ’Komunitas Panggung’, Edy Inge, Imam Bucah dan
beberapa seniman lain.
Dalam kesempatan tersebut, Kang Lawu ’Gong Bojawi’ bahkan mengungkapkan pengalamannya,
saat mendalami dunia teater. Sebagai pegiat teater lawas seangkatan dengan Slamet Tukul dan
sempat bergabung dengan Bengkel Rendra, dia banyak menguraikan pahit getirnya berteater.

Menurutnya, proses berteater tidak bisa hanya dihitung dari kehebatannya dalam menggelar
sebah lakon. Teater itu merupakan sebuah konsep batin yang bisa diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Bahkan dalam Bengkel Rendra bersama penyair WS Rendra, dia dulu hanya diajari
bagaimana menjalani rutinitas sehari-hari. Jadi sangat tidak tepat bila proses berteater itu hanya
dilihat dari seberapa banyak dia berpentas atau seberapa bagus dia mengusung sebuah lakon.
Zainal Arifin ZA/Am

Catatan Kecil
Panitia Festival Teater Pelajar 2009
Teater Djarum Award
Oleh. Asa Jatmiko

Pelaksanaan Festival Teater Pelajar (FTP) 2009 telah berlangsung pada 28 – 29


Nevember lalu. Ajang ini merupakan ajang termegah festival teater pelajar di Kudus
sepanjang tahun 2009. Beberapa komunitas seni dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan di
Kudus juga secara berkala menggelar kegiatan festival teater, tetapi ajang yang
memperebutkan Teater Djarum Award kali ini menjadi arena paling bergengsi, direspon
oleh banyak teater-teater sekolah. Hampir setiap sekolah merespon FTP kali ini,
meskipun kemudian akhirnya tinggal 18 teater sekolah yang secara nyata mendaftarkan
diri sebagai peserta festival dari tingkat SMP dan SMA. Gelaran ini merupakan kali
kedua, yang berakhir dengan sukses dan sangat pantas menjadikan kegiatan dari Teater
Djarum untuk menutup tahun 2009 ini dengan gemilang.

Penyelenggaraan FTP 09 secara langsung menjadi stimulant bagi para siswa untuk
mengembangkan potensinya. Mereka yang terlibat dalam proses penggarapan pentas
dituntut untuk semakin cerdas mengelola dan mengatur waktu belajar dan waktu latihan.
Pengalaman membuktikan bahwa para siswa yang terlibat dalam kegiatan teater memiliki
daya juang yang lebih, daya pikir yang menonjol serta lebih mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Hal tersebut diakui juga oleh Maston, sutradara Teater Lingkar
Semarang yang diundang datang sebagai salah satu juri pada FTP 09 kali ini. Mantan
anak asuhnya yang ada di beberapa sekolahan di Semarang ini bahkan menambahkan
bahwa rata-rata para siswa yang ikut teater berhasil menembus masuk perguruan tinggi
dan universitas-universitas negeri.

Tidak mengherankan bahwa di dalam pengembangan teater sekolah secara tidak langsung
juga mendorong para siswa untuk memiliki kemampuan ‘lebih’. Mata pelajaran yang
menjadi kurikuler di sekolah rata-rata hanya berorientasi pada asah otak dan asah
ketrampilan. Di dalam seni teater, para siswa dirangsang untuk menyadari kelebihan-
kelebihan dirinya, mengembangkan potensinya, dan melatih kepercayaan diri. Hal ini
sangat penting untuk para siswa, karena mentalitas menjadi dasar bagi pengembangan
diri secara optimal.

Kegiatan FTP 09 juga telah berhasil menggerakkan aktivitas dunia teater, terutama di
Kudus dan sekitarnya, menjadi semakin dinamis. Pertama, bahwa teater-teater sekolah
secara langsung akan melibatkan para sutradara lokal untuk mengawal proses kreatif para
siswa. Dengan hadirnya mereka dalam dunia pendidikan, kebuntuan metoda latihan,
meramu kreativitas tim dalam teater dan rangsangan ide-ide dari para siswa akan
tersalurkan secara tepat. Di sisi lain, para pendidik di sekolah tersebut juga secara tidak
langsung akan lebih mengenal bagaimana seni teater sebagai ilmu dapat dikembangkan di
sekolah.

Kedua, bahwa keterlibatan para seniman local dalam proses ini memiliki dampak posistif
bagi perkembangan dunia teater itu sendiri. Secara tidak langsung, para sutradara ini juga
mempergunakan event FTP untuk mengadu kreativitas antar sutradara lainnya.
Persaingan kreativitas yang sehat semacam ini akan membawa teater pada sebuah
tuntutan yang tidak lain adalah kualitas. Kualitas para sutardara dipertaruhkan!

Dan ketiga, FTP akan melahirkan bibit-bibit baru dalam kesenian sebagai aktor maupun
pekerja seni lainnya. Kaderisasi akan bibit-bibit baru tersebut melalui FTP merupakan
keniscayaan. Lima atau enam tahun ke depan, para siswa yang berhasil di dalam
hidupnya entah berprofesi sebagai apapun, akan merasakan bagaimana bekal berkesenian
telah diperolehnya pada saat mengikuti FTP hari ini. Bahkan mungkin dikenangnya di
sepanjang hidupnya. Dan kita, PT Djarum, tepat berada di tengah-tengah proses
kehidupan para siswa tersebut.

Venue
Dua buah panggung yang representative dibangun di dalam gedung GOR Bulutangkis –
Djarum, Kaliputu, yang dimainkan secara bergantian dari peserta festival yang satu dan
berikutnya. Secara marathon, penonton disuguhi beberapa pertunjukan sekaligus tanpa
mempertontonkan aktivitas para penata artistik di belakang panggung. Panggung A
bermain, panggung B dipersiapkan. Panggung B bermain, panggung A dipersiapkan,
demikian seterusnya. Waktu berjalan secara efektif.

Malam pertama Teater Djarum membuka gebyar FTP 09 dengan menampilkan sebuah
Prosesi Pembukaan berjudul “Arjuna’s Arrow At 3 Minutes” garapan sutradara Asa
Jatmiko dan Andreas T. Prayoga. Komposisi teater gerak itu menceritakan bagaimana
perjuangan Arjuna (diperankan Asa Jatmiko) dalam mencapai cita-citanya. Semenjak
keluar dari padepokan tempatnya menimba ilmu, aral dan halangan datang silih barganti.
Halangan-halangan tersebut divisualisasikan dengan menghadirkan tokoh-tokoh jahat,
para raksasa yang rakus (diperankan oleh Mas’ud, Heru Nugroho, Bambang Susanto,
Evan dan Masrin). Mereka menghambat laju Arjuna, dengan peperangan-peperangan
sambil membawa nyala api di tangannya. Akhir cerita Arjuna berhasil melumpuhkan
mereka, dengan berdiri gagah di atas bangunan para raksasa, Arjuna melepaskan
busurnya dengan anak panah yang telah menyala. Anak panah tersebut berhasil meretas
tali pada layar yang kemudian membentang gambar Teater Djarum Award 2009.

Seleksi Menuju Final


Berbeda dengan penyelenggaraan FTP tahun 2008. Pertama, kegiatan FTP tahun ini tidak
hanya didukung tetapi sekaligus melibatkan peran aktif Dinas Pendidikan Nasional
(Diknas) kabupaten Kudus. Antusiasme dari Bapak Sudjatmiko sebagai Kepala Diknas
Kab. Kudus untuk bersedia terlibat ini dibuktikan dengan menugaskan Bambang
Widiharto untuk bersama-sama tim dari FTP menjadi juri di tahap seleksi dan juri di
tahap final bersama Maston dan Jose Rizal Manua.

Hal kedua, peserta FTP 2009 ini harus melewati babak seleksi untuk dapat unjuk gigi di
panggung festival sebagai finalis. Dari 18 peserta, kemudian 1 mengundurkan diri. Cara
seleksinya adalah setiap peserta wajib membuat pementasan karya tersebut di sekolah
masing-masing. Sementara itu, panitia FTP menyambangi sekolah-sekolah untuk
menonton pementasan teater sekolah. Sekaligus memberikan penilaian bersama Pak
Bambang Wid dari Diknas Kudus. Pada tahap seleksi ini PT. Djarum melalui panitia FTP
09 sekaligus memberikan subsidi masing-masing Rp.500.000,- untuk setiap teater
sekolah. Komposisi peserta terdiri dari 12 teater sekolah dari tingkat SMA dan 5 teater
sekolah dari tingkat SMP, kemudian menghasilkan finalis 5 teater sekolah dari tingkat
SMA dan 3 teater sekolah dari tingkat SMP. Ke-delapan finalis inilah yang kemudian
tampil di panggung festival.

Pementasan di sekolah pada tahap seleksi ini lebih dimaksudkan sebagai upaya panitia
untuk lebih membumikan lagi seni teater bagi pihak sekolah dan para siswa. Dan panitia
FTP 09 harus mengacungi jempol kepada ketujuh-belas peserta, dimana semua
mempersiapkan pementasan mereka di sekolahnya dengan upaya yang maksimal. Tentu
saja, dengan tetap menyadari bahwa fasilitas-fasilitas seperti panggung dan tata lampu
yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing dengan tidak mempengaruhi
penilaian.

Delapan finalis yang berfestival ini kemudian juga mendapatkan tambahan subsidi
sebesar Rp.500.000,- untuk masing-masing teater sekolah. Mereka berpentas meramu
kreativitas untuk memperebutkan hadiah-hadiah dengan kategori sebagai berikut:
A. Kategori SMP
• Teater Terbaik
Mendapatkan Trophy Teater Djarum Award, Piagam dan uang pembinaan sebesar
Rp.3.000.000,-
• Aktor/Aktris Pemeran Utama Terbaik
Mendapatkan Piagam dan uang pembinaan sebesar Rp.1.000.000,-
• Aktor/Aktris Pemeran Pembantu Terbaik
Mendapatkan Piagam dan uang pembinaan sebesar Rp.750.000,-
• Artistik Terbaik
Mendapatkan Piagam dan uang pembinaan sebesar Rp.750.000,-
B. Kategori SMA
• Teater Terbaik
Mendapatkan Trophy Teater Djarum Award, Piagam dan uang pembinaan sebesar
Rp.3.000.000,-
• Aktor/Aktris Pemeran Utama Terbaik
Mendapatkan Piagam dan uang pembinaan sebesar Rp.1.000.000,-
• Aktor/Aktris Pemeran Pembantu Terbaik
Mendapatkan Piagam dan uang pembinaan sebesar Rp.750.000,-
• Artistik Terbaik
Mendapatkan Piagam dan uang pembinaan sebesar Rp.750.000,-

Festival
Pada malam pertama FTP menghadirkan 5 finalis, antara lain: Teater Pelangi – MA NU
Darul Hikam dengan lakon Lena Tak Pulang, Teater Espero – SMP N 2 Kudus dengan
lakon Kado untuk Ayah, Teater Nusa – MTs Nurusalam mengusung Kabut Wajar ,
Teater Jasmine – SMP N 1 Jati menghadirkan Aa Ii Uu dan Teater Studio One – SMA
N 1 Kudus berjudul Rare Angon Sabitan. Kemudian pada malam kedua FTP
menghadirkan 3 finalis, yakni: Teater Apotek – SMK Farmasi Duta Karya menghadirkan
naskah Orang Kasar, Teater Keluarga – SMA Keluarga mengusung lakon Ande Ande
Lumut dan Teater Sage – SMA N 1 Gebog mengusung Wabah atawa Bencana.

Gelaran FTP tahun ini diramaikan pula dengan bazaar buku yang digelar Gramedia,
sehingga arena FTP menjadi semakin marak. Di samping itu, panitia FTP juga
mengadakan workshop teater yang diikuti oleh setidaknya 150-an peserta, dengan
instruktur sutradara Teater Tanah Air Jakarta, Jose Rizal Manua yang juga didaulat
menjadi juri FTP 09.

Pada malam penganugrahan award, Jose Rizal Manua mengatakan bahwa pengembangan
potensi seni teater di kalangan siswa mulai tahun ajaran 2010 akan disuport penuh oleh
pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional. Teater masuk menjadi salah
satu mata pelajaran kurikuler di sekolah-sekolah SMP dan SMA, katanya yang juga
menjadi tim penyusun buku ajar teater sekolah tersebut.

Selain hal itu, Jose Rizal Manua juga menyoroti bagaimana peran sutradara amat penting
di dalam proses penggarapan pentas teater. Mulai dari pemilihan naskah, pemilihan
peran, memilih metode latihan, hingga menghidupkannya di atas panggung. Dari
pengamatannya sepanjang FTP, banyak sutradara yang dinilai kurang memiliki kepekaan
semacam itu. Kekuatan para siswa yang potensial, banyak terhambat atau tidak muncul
oleh karena pengaruh sutradara.

Peran Aktif Diknas Kudus


“Ada keprihatinan di pihak kami sebetulnya,” ujar Pak Bambang Wid di sela-sela
pertemuan pertama para dewan juri di Wisma milik Djarum di Jalan Tanjung, “kegiatan
teater oleh para siswa di dalam sekolah memang salah satunya menjadi tanggung jawab
Diknas Kab. Kudus. Akan tetapi untuk melakukan kegiatan festival semacam FTP,
lembaga yang memiliki kompetensi adalah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.”

Lalu lanjutnya, “inilah yang menjadi dilemma bagi kami di Diknas. Sehingga Diknas
seolah-olah tidak mampu menjangkau wilayah kegiatan siswa seperti di FTP ini secara
lebih total.” Meskipun demikian, Pak Bambang Wid berharap bahwa peran serta aktif
Diknas di FTP kali ini akan memberikan dampak positif, terutama bagi kami di Diknas
dalam kelanjutannya.

Akhirnya, sampai berjumpa lagi pada FTP 2010!

Anda mungkin juga menyukai