ANALISIS TAMBANG PASIR ILEGAL DI LUMAJAN (Krisis Sda)
ANALISIS TAMBANG PASIR ILEGAL DI LUMAJAN (Krisis Sda)
Disusun oleh:
Baru kurang dari 20 tahun umat manusia mulai menyadari bahwa ia berada dalam
penghancuran alam, dan bahwa alam itu adalah lingkungan hidup manusia, malahan satu-satunya
lingkungan hidupnya. Sehingga apabila lingkungan ini sudah rusak, manusia telah
menghancurkan lingkungan daripadanya ia harus hidup sendiri.
Kita mulai sadar betapa buruknya perlakuan kita terhadap alam; hutan-hutan ditebang,
atmosfer dirusak, udara dan air diracuni, lingkaran kehidupan makro yang hakiki diputuskan.
Akibatnya semakin kita rasakan. Bencana banjir dan tanah longsor semakin gawat, misalnya di
sepanjang pantai di Desa Awar-Awar kabupaten Lumajang Jawa Timur terjadi penambangan
pasir illegal. Pasir dikeruk hanya untuk kepentingan beberapa kalangan tanpa memikirkan
dampak yang ditimbulkan dari tindakan mereka. Akibatnya kemampuan alam untuk merecovery
diri semakin melemah. Setiap tahun ribuan hektar sawah di beberapa desa di kabupaten
Lumajang yang merupakan warisan genetik bumi hilang.
Kerusakan yang paling gawat baru sekarang diketahui. Sesungguhnya kerusakan yang
terjadi di Desa Awar-Awar merupakan sebagian kecil dari kerusakan alam yang terjadi di
Indonesia akibat penambangan pasir ilegal. Sawah-sawah yang merupakan tempat para petani
mengadu nasib untuk mendapatkan sesuap nasi, hilang lenyap digenangi air laut karena
pengerukan pasir yang menyisahakan saluran air yang menjadi tempat mengalirnya air laut
untuk menggenangi sawah-sawah tersebut. Korban yang ditimbulkan dari penambangan pasir
illegal ini bukan hanya lahan pertanian tetapi juga manusia. Beberapa warga yang punya
perhatian terhadap lingkungan hidup dan menentang adanya penambangan pasir illegal
nyawanya dihabiskan.
Kerusakan itu bukan sekedar nafsu manusia modern yang hanya mau memanfaatkan
alam untuk meningkatkan konsumsinya, melainkan anehnya, juga berdasarkan sebuah legitimasi
teologis. Berabat-abat lamanya manusia mengeksploitasi alam berdasarkan anggapan bahwa ia
telah dibenarkan dalam perintah Tuhan kepada manusia yang diciptakanya: “Beranakcuculah
dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan taklukan itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan
burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” (Kejadian 1, 28).
Perintah sang pencipta itu ternyata oleh manusia modern diartikan sebagai cek blangko
untuk menjadikan diri penguasa mutlak atas seluruh alam. Kekuasaan itu lantas diartikan sebagai
wewenang untuk memanfaatkan alam secara habis-habisan demi kebutuhan dan keinginan apa
saja, tanpa perhatian pada keutuhan alam sendiri. Perintah pencipta dijadikan dasar sebuah
ideology yang mensyahkan manusia menjadikan seluruh dunia menjadi alat dan tambang bagi
perealisasian segala apa yang dapat dibayangkannya.
Kasus terbunuhnya Salim Kancil menjadi pintu untuk membongkar jaringan tambang pasir
illegal di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Kasus penambangan illegal ini telah terjadi sejak
awal 2014 namun baru akhir-akhir ini terungkap. Kasus ini pun langsung mencuat dan menjadi
trending topik di Indonesia setelah kasus ISPA yang terjadi di Kalimantan dan Sumatera. Kasus
ini masih menjadi misteri karena belum terungkap siapa saja dalang di balik kasus yang telah
merenggut nyawa seorang petani antitambang. Kasus ini menjadi semakin hangat
diperbincangkan karena ada banyak pihak yang ikut terlibat dalam kasus penambangan illegal
sekaligus pembunuhan terhadap Salim. Disebutkan pula dalam beberapa sumber bahwa otak di
balik kejadian ini yaitu Kepala Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten
Lumajang, Jawa Timur. Selain itu, ada pula wakil ketua DPRD, aparat polisi dan pihak-pihak
lainnya yang iut terlibat dalam kasus ini.
Dari berbagai berita yang terlansir di media massa dan ditayangkan di televisi, disebutkan
bahwa kasus penambangan liar atau illegal ini bukan hanya merugikan pihak keluarga Salim,
namun juga merugikan lingkungan sebab aktivitas tambang dilakukan di beberapa titik sampai
pasir tidak bisa lagi ditambang. Dalam jangka waktu tertentu bukan tidak mungkin akan terjadi
kasus tanah longsor dan banjir yang dapat merugikan warga setempat.
Berdasarkan permasalahan yang ada, kami hendak menganalisis kasus pertambangan liar
ini dan mengkaji berbagai aspek sehingga kasus ini tidak lagi menimbulkan kebingungan di
masyarakat. Analisis ini penting untuk memberikan opini baru yang kritis, segar, dan apa adanya
kepada para pembaca mengenai kasus yang terjadi di Lumajang, Jawa Timur.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa latar belakang terjadinya kasus pertambangan liar?
2. Mengapa terjadi kasus pertambangan liar dan pembunuhan di Lumajang, Jawa Timur?
3. Bagaimana kasus pertambangan liar ini merugikan masyarakat dan lingkungan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya kasus pertambangan liar.
2. Untuk mengetahui alasan terjadinya kasus pertambangan liar dan pembunuhan di
Lumajang, Jawa Timur.
3. Untuk dapat memahami bagaimana dampak pertambangan pasir illegal dapat merugikan
masyarakat dan lingkungan.
1.4 Manfaat
Hasil analisis kasus ini dapat bermanfaat untuk mengkritisi kasus pertambangan liar
di Lumajang, Jawa Timur. Selain itu, paper ini juga bermanfaat untuk menyadarkan para
pembaca mengenai kerugian atau dampak buruk dari pertambangan liar sehingga diharapkan
dapat membantu menyadarkan para pembaca tentang pentingnya menjaga lingkungan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Berdasarkan jenis pengelolaannya, kegiatan penambangan terdiri atas dua macam yaitu
kegiatan penambangan yang dilakukan oleh badan usaha yang ditunjuk secara langsung oleh
negara melalui Kuasa Pertambangan (KP) maupun Kontrak Karya (KK), dan penambangan
yang dilakukan oleh rakyat secara manual. Kegiatan penambangan oleh badan usaha
biasanya dilakukan dengan menggunakan teknologi yang lebih canggih sehingga hasil yang
diharapkan lebih banyak dengan alokasi waktu yang lebih efisien, sedangkan penambangan
rakyat merupakan aktivitas penambangan dengan menggunakan alat-alat sederhana.
ANALISIS
Secara fisik, kegiatan penambangan pasir besi di laut atau pesisir merupakan upaya
teknologi yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan material bangunan, dengan
merubah suatu lingkungan bentang alam pesisir pantai dan dasar laut yang sudah pasti
menimbulkan dampak negative terhadap tipologi ekosistem eustuaria, mangrove, terumbu
karang dan biodiversitas laut. Karena dampak ekologisnya sangat rawan, maka harus dilakukan
kajian yang mendalam, tidak hanya pada aspek sosial ekonomi saja, tetapi perlu dan wajib
dilakukan kajian sosial ekonomi masyarakat nelayan serta kajian dari sudut ekologi yang adil
dan jujur.
Dampak penambangan pasir laut pasti menimbulkan masalah lingkungan yang jauh lebih
besar dan luas dibandingkan dengan profit jangka pendek yang dihadiahkan oleh sekelompok
pengusaha tambang kepada Pemkab. Tidak ada dalam catatan fakta sejarah pertambangan
membuktikan bahwa semua pengusaha tambang, tidak ada yang mau memperbaiki lingkungan
ekosistem laut dan pesisir yang mereka rusak seperti mendekati kondisi semula. Artinya,
reklamasi lingkungan mekanisme RKL, RPL, hanya ada di atas kertas, karena dalam logika
pengusaha, reklamasi termasuk high-cost yang pasti menurunkan profit yang akan mereka
peroleh. Jika terjadi tekanan dari masyarakat pemerhati lingkungan, maka Bupati, Gubernur dan
Menteri adalah jabatan dengan harga yang sangat murah meriah dihadapan para pengusaha
tambang, di manapun ia beroperasi.
Posisi P. Jawa bagian selatan yang berbatasan langsung dengan samudera Indonesia
adalah posisi yang sangat rawan bencana alam (ring of fire). Posisi ini berkaitan secara dinamis
dengan runtuhnya ≥ 140 km lempengan es di kutub selatan. Scoping yang dilakukan oleh SER
PWNU Jawa Timur menemukan sebelas masalah lingkungan fisik, kimia, dan biologi yang
sangat berbahaya dan pasti terjadi dalam kurun waktu sekian tahun ke depan belum termasuk
dampak sosial dan ekonomi, jika misalnya tambang pasir besi tidak dihentikan. Ini artinya,
keuntungan yang diperoleh masyarakat desa Selok Awar-Awar tidak sebanding dengan bencana
yang pasti terjadi dan bahkan sudah terjadi. Apalagi, hingga saat ini, secara ilmiah tidak ada satu
pun perangkat teknologi mutakhir yang benar-benar ramah lingkungan.
Teknik penambangan apapun, berdasarkan scoping SER PWNU Jatim, tidak akan
mampu memperkecil skala dampak negatif lingkungan fisik, kimia dan biologi, dalam kondisi
moralitas lingkungan para pengusaha tambang yang profit oriented. Beberapa cara yang
dilakukan bukanlah jawaban ilmiah untuk menahan gelombang laut, banjir rob, abrasi pantai,
intrusi air laut dan gelombang tsunami. Jika ini terjadi, lalu siapa yang mau bertanggungjawab?
Sudah pasti, Bupati dan pejabat yang mengeluarkan izin tidak menjabat atau tidak terpilih lagi,
sehingga Bupati dan pejabat baru sudah pasti akan lepas tanggung jawab!
Dampak lingkungan fisik-kimia dan biologi yang nyata setelah tambang pasir besi
beroperasi beberapa tahun kemudian adalah rusaknya hamparan pantai, bau busuk dan berwarna
kekuning-kuningan, dampak dari pembuangan limbah yang dilakukan oleh kapal pengeruk.
Aktivitas kapal keruk yang menyedot apapun yang berada di bawahnya, dengan menggunakan
pipa besar ditambah dengan pompa berkukuatan tinggi, menyebabkan pasir pantai dan seluruh isi
laut akan ditarik ke atas, untuk kemudian dipilah-pilah. Maka, bertebaranlah limbah pengerukan
yang berisi lumpur dan jasad renik yang sebelumnya ada di dasar laut ke permukaan. Kegiatan
penambangan yang berlansung lama menyebabkan kondisi pesisir rusak dan air laut menjadi
kotor. Selain itu daerah Selok Awar-Awar yang sejatinya adalah daerah persawahan mulai
dimasuki air laut akibat tidak adanya penghalang. Dalam kondisi demikian, maka tidak ada satu
species pun yang mau tinggal (hidup) dalam kondisi perairan rusak berat (Kaliptra, 2001).
Dampak fisik yang paling parah adalah bahwa lahan pertanian tersebut rusak parah, saat ini
sudah mulai tenggelam di bawah muka air laut (Laporan Metro TV, September 2015).
3.2 Kajian Sosial dan Ekonomi
Ada banyak yang tidak mungkin dapat terukur oleh perhitungan ekonomi SDA.
Tertutupnya atau hilangnya akses masyarakat untuk mencari nafkah secara bebas dari ruang
hidup mereka yang sudah turun temurun, pergeseran nilai sosial budaya, menurunya kualitas
hidup karena degradasi mutu lingkungan fisik dan sosial, lenyapnya SDA karena eksploitasi
yang tidak mampu dikontrol aparat pemerintah daerah, adalah fakta sosial tidak terbantahkan
dalam seluruh proses kegiatan pertambangan.
Konflik sosial, intimidasi oleh kepala desa dan aparat keamanan dan terbelahnya
kehidupan masyarakat pendukung tambang pragmatis versus elemen masyarakat penolak
tambang dalam kesadaran sudah, masih dan akan terus terjadi. Rusaknya ekosistem perairan di
sekitar daerah tersebut, membuat hasil tangkapan ikan masyarakat nelayan serta hasil pertanian
turun sangat tajam. Akibatnya mereka harus berhenti menjadi petani (menganggur). Fakta di atas
menunjukkan bahwa tambang pasir akan membawa banyak manfaat sosial dan ekonomi bagi
masyarakat, tidak dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah.
Politik, hal yang selalu dikaitkan dengan kekuasaan dan wewenang ini hadir dalam
berbagai aspek kehidupan yang dijalani manusia. Karena memang menurut Talcot Parson, politik
adalah salah satu publik kehidupan yang harus ada dan berjalan sesuai fungsinya. Begitu pun
halnya di Desa Tanjung Burung, percaturan politik pun terjadi demi menjaga keseimbangan
faktor-faktor penyusun kehidupan itu sendiri.
Dalam kasus penambangan pasir di Desa Selok Awar-Awar ini pun syarat akan campur
tangan politik di dalamnya, statusnya yang publik namun mampu terus bertahan hingga
sekarang, menandakan bahwa di baliknya begitu banyak muatan politik. Tanda-tandanya dapat
dibaca secara kasat mata, di mana tak ada upaya-upaya pihak teknokrat untuk menghentikan
penambangan pasir ini, padahal dampak-dampak negatifnya telah dirasakan warga sekitar,
bahkan warga pun telah mencoba mengajukan protes ke pemerintah, namun tetap saja mentah
dan tak mengubah apa pun.
Setali tiga uang dengan fenomena penambangan pasir tersebut, ternyata dalam keilmuan
sosiologi, kecenderungan seperti ini telah disinggung jauh-jauh hari. George Simmel dalam
bukunya The Philosophy of Money, menegaskan bahwa uang yang tadinya tercipta sebagai alat
pembayaran atau alat pertukaran barang atau jasa, telah mengalami perluasan definisi. Simmel
menegaskan bahwasanya uang mampu mereduksi kualitas menjadi kuantitas maksudnya adalah
uang telah menjadi komoditas yang di dalamnya terjadi transaksi kepentingan, yang di dalamnya
ditentukan seberapa besar uang yang bermain diantara mereka.
Dalam kasus penambangan pasir ini, yang ternyata turut melibatkan elit-elit desa
setempat, uang memiliki peran untuk memback-up elit desa agar nantinya dapat meredam
gelombang penolakkan dari warga maupun dari aktivis lingkungan yang ada. Royalti per bulan
yang diberikan pemilik tambang kepada elit desa serta teknokrat, disinyalir sebagai bukti yang
kuat dan jadi penyebab utama dari tumpulnya mata pisau pemerintah saat berhadapan dengan
ilegalisasi pasir yang terjadi di Desa Selok Awar-Awar. Padahal nominal yang diterima para elit
pun hanya berkisar puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah saja. Sebuah nominal yang tentu saja
tak sebanding dengan keuntungan yang diterima pemilik tambang serta kerusakan alam yang
terjadi akibat penambangan tersebut.
Berdasarkan Keputusan Meneg LH Nomor: 17 tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha
dan atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL; Bidang publik dan sumberdaya
mineral; Kategori pertambangan umum, Jenis tambang di laut untuk semua skala besaran.
Khusus pada kategori yang terakhir ini, seluruh kegiatan penambangan pasir laut adalah WAJIB
AMDAL, karena berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan bathimetri, ekosistem,
mengganggu alur pelayaran dan proses-proses alamiah di kawasan pantai, termasuk menurunnya
produktivitas kawasan yang dapat menimbulkan dampak sosial.
Kuasa Pertambangan Eksploitasi pasir laut hanya dapat dikeluarkan jika mendapatkan
ijin dari tiga kementrian yang telah mengeluarkan keputusan bersama, yakni; Menteri Perikanan
dan Kelautan (Nomor: SKB.07/MEN/2002), Menteri Negara Lingkungan Hidup (Nomor:
01/MENLH/2/2002), dan Menteri Perindag dan ESDM (Nomor: 89/MPP/Kep/2/2002). Dalam
konteks perijinan demikian, maka penegakan 16ubli berupa intimidasi oleh kepala desa dan
oknum polisi terhadap sejumlah warga yang menolak tambang Selok Awar-Awar, termasuk di
juga harus ditindak demi 16ubli. Polres Lumajang semestinya mendukung gerakan masyarakat
yang menolak tambang yang cacat dan sebaliknya harus menahan pelaku tambang yang cacat
16ubli dan meresahkan masyarakat setempat, berdasarkan UU No: 23/1997 tentang PLH dan UU
terkait lainnya. Jika dipaksakan, maka Polres Lumajang telah melakukan penegakan hukum
diatas fondasi yang salah, sehingga patut diduga sebagai backing tambang, guna menyusun atau
menskenario kerusuhan (anarkhisme) massa.
Dalam kasus penambangan pasir illegal yang terjadi di desa Selok awar-Awar, Lumajang
Jawa Timur terlihat setidaknya ada 13 pelanggaran HAM yang terjadi. Hal ini disebabkan
gamangnya sikap kepolisian dalam merespon konflik perusakan lingkungan. Hal itu juga yang
menyebabkan polisi kerap terkesan tidak netral bahkan cenderung berpihak pada pemilik modal.
Bentuk pelanggaran yang ada antara lain, pertama hilangnya hak atas lingkungan yang baik dan
sehat, juga hak atas kesehatan akibat banyaknya truk pasir yang lewat dan menerbangkan debu-
debu. Ketiga, hilangnya hak atas air bersih dan hak atas pekerjaan. Sebab praktik tambang
menganggu lahan pertanian yang berdampak pada gagalnya panen warga. Kelima, hilangnya hak
atas pangan. Keenam hak atas pemukiman yang baik. Juga hak atas pelayanan publik. Karena
banyaknya truk-truk pasir yang lewat merusak jalan disana. Warga juga kehilangan hak atas
penikmatan warisan budaya. Dimana biasanya melakukan upacara Malesti di pantai Watu
Kecak, tapi kini tidak bisa diakses sebab sudah rusak, Kemudian hilangnya hak kebebasan
berkekspresi, hak berkumpul dan berserikat. Terakhir, hilangnya hak hidup sebagaimana dialami
Salim Kancil. Dalam hal ini semua LSM yang ada sudah berkordinasi untuk mengecek fakta di
lapangan dan masih terus berkomunikasi untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Latar belakang terjadinya kasus pertambangan illegal yaitu ketamakan pemerintah
setempat yang ingin memperoleh keuntungan bagi diri sendiri dengan memanfaatkan
vakumnya kegiatan pertambangan PT. IMMI. Selain itu, banyaknya pengangguran dan
besarnya pendapatan para pekerja tambang membuat warga sekitar menjadi tergiur
untuk berprofesi sebagai penambang pasir. Kegiatan pertambangan yang dilakukan
oleh pemerintah, terutama kepala Desa Selok Awar-awar yang bekerja sama dengan
beberapa pihak tertentu tidak memperhitungkan dampak terhadap lingkungan maupun
masyarakat akibat kegiatan pernambangan yang mereka lakukan.
Kasus penambangan liar yang berlangsung sejak lama ini menimbulkan keresahan bagi
sebagian masyarakat di Lumajang karena dampak-dampak yang terjadi akibat kegiatan
pertambangan. Akibatnya, sejumlah warga melakukakn aksi demonstrasi yang
dipimpin oleh aktivis antitambang di desa tersebut. Karena resah dengan aksi
demonstrasi yang dilakukan oleh warga, kepala desa dan sejumlah pihak melakukan
aksi pembunuhan terhadap Salim Kancil dan penganiayaan terhadap Tosan, para aktivis
antitambang di Lumajang.
Dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan pertambangan di Lumajang yaitu antara lain
1) terjadinya kerusakan lingkungan seperti hilangnya biodiversitas di tempat
pertambangan; 2) terjadinya kerusakan jalan akibat aktivitas lalu lalang truk tambang
pasir; 3) terjadi pelanggaran HAM yaitu terbunuhnya Salim Kancil dan penganiayaan
terhadap Tosan para aktivis antitambang setempat; 4) Pendapatan para petani menurun
akibat gagal panen karena masuknya air pantai ke sawah sebagai dampak dari aktivitas
tambang.
Nilai-nilai dasar yang diperjuangkan yaitu nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dalam kasus ini masyarakat yang ikut melakukan aktivitas pertambangan pada
dasarnya hanya membutuhkan pendapatan untuk dapat melanjutkan kehidupan. Namun,
seharusnya mereka juga memperhatikan hukum atau peraturan pertambangan yang
berlaku sehingga tidak mengambil hasil tambang dengan semena-mena tanpa
memedulikan lingkungan sekitar. Selain itu, para aktivis tambang yang dianiaya adalah
contoh konkret pejuang yang menuntut keadilan di tengah masyarakat sehingga mereka
tidak takut terhadap resiko yang akan terjadi, termasuk kehilangan nyawa mereka
sendiri.
4.2 SARAN
Pemerintah seharusnya lebih tegas dalam memberi ijin pertambangan dan sebagai
petinggi suatu daerah sudah sepatutnya ia tidak melanggar peraturan yang ada hanya demi
keuntungan pribadi. Selain itu, sudah sepatutnya pemerintah bersikap bijaksana karena dalam
kepemimpinannya sehingga seluruh rakyatnya dapat sejahtera. Jika pemerintah bersikap
tegas dan bijaksana, sangat kecil kemungkinannya dapat terjadi kasus pembunuhan yang
sangat merugikan bagi sebagian pihak.
Di samping itu, masyarakat juga harus sadar bahwa segala kegiatan, dalam hal ini
kegiatan tambang, juga merupakan tanggung jawab mereka dan bukan hanya pemerintah
sehingga diharapkan masyarakat turut andil dalam menegakkan keadilan dan bukannya
malah menimbulkan masalah-masalah baru.
DAFTAR PUSTAKA
Dardiri Hasyim. 2004. Hukum Lingkungan. Surakarta: Sebelas Maret University Press
Fauzi, Akhmad. 2004. Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Sulton, Ali. 2011. Dampak Aktivitas Pertambangan Bahan Galian Golongan C Terhadap
Kondisi Kehidupan Masyarakat Desa (Analisis Sosio-Ekonomi dan Sosio-
Ekologi Masyarakat Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat).Skripsi (Online).Diakses tanggal 13 November 2015 pukul 13.30
WIB
Veger M.A. 2005. REALITAS SOSIAL Reflesi filsafat social atas hubungan individu-masyarakat
dalam cakrawala sejarah sosiologi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN