Anda di halaman 1dari 32

IDENTIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU DAN KEBUTUHAN AIR

BERSIH
Disusun sebagai Tugas Matakuliah Dasar Kesehatan Lingkungan
Dosen Dr. Suyud M. Si

Disusun oleh
1. AHMAD YASIN ALFARIDH 1706105630
2. ARI RAHMA YANTI 1706105731
3. DIAN INDRA DEWI 1706105845
4. LEURISA MAYANGSHITA 1706106141
5. PATAR SEBASTIANO SINAGA 1706106324

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA


DEPOK, 2017
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas izin-NYA sehingga dapat
tersusun makalah tugas kelompok Identifikasi Ruang Terbuka Hijau yang memuat tentang
pengamatan tiap individu dalam kelompok terhadap ruang terbuka hijau pada tempat hunian
masing-masing dan kemudian dikaitkan dengan Kriteria Rumah Sehat.

Sebagai calon tenaga ahli kesehatan masyarakat, memulai untuk identifikasi dan
mengamati kesehatan rumah sendiri adalah hal yang penting sebagai latihan atau simulasi
mengingat nantinya akan menjadi pengarah, pengayom, dan bekerjasama dengan
masyarakat didalam mencapai derajat kesehatan yang baik terutama dalam merencanakan
ruang terbuka hijau yang bermanfaat bagi populasi. Ruang terbuka hijau memberikan
banyak manfaat bagi kehidupan manusia dan keberlangsungan lingkungan hidup seluruh
spesies.

Makalah ini dibuat sebagai gambaran mengenai identifikasi ruang terbuka hijau dari
tiap individu atau kelompok mahasiswa di Mata Kuliah Dasar Kesehatan Masyarakat.

Salam,

Tim penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan dan pertumbuhan kota/perkotaan disertai dengan alih fungsi lahan
yang pesat, telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang dapat menurunkan daya
dukung lahan dalam menopang kehidupan masyarakat di kawasan perkotaan, sehingga
perlu dilakukan upaya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan melalui
penyediaan ruang terbuka hijau yang memadai (Kemendagri RI, 2007). Hal ini membuat
ruang terbuka bagi penduduk makin menipis dan cenderung hilang terdesak perluasan
lahan perkotaan. Perubahan dalam kondisi ekonomi, sosial, budaya atau gaya hidup
menuntut konversi lahan terbuka hijau menjadi lahan kebutuhan kota (urban spaces),
padahal sejatinya ruang terbuka hijau tidak hanya bermanfaat sebagai sarana ekologis
namun juga bermanfaat bagi kepentingan sosial, budaya, sekaligus bernilai estetis.
Sebagai contoh yang dapat dirasakan akibat minimnya ruang terbuka hijau adalah
peningkatan suhu udara yang dapat dirasakan di area perkotaan.
Kurangnya ruang terbuka hijau yang memicu peningkatan suhu perkotaan dapat
berdampak pada penggunaan pendingin ruangan yang menyebabkan konsumsi listrik
semakin tinggi, tagihan listrik semakin dengan pendapatan yang tetap akan
berpengaruh pada kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi penduduk, sehingga secara
tidak langsung ruang terbuka hijau sebenarnya memberi manfaat positif pada
kehidupan masyarakat itu sendiri.
Indonesia memiliki lahan perkotaan terbesar ketiga setelah Jepang dan Tiongkok.
Pada kurun waktu 10 tahun yaitu antara tahun 2000 hingga 2010 jumlah lahan
perkotaan di Indonesia meningkat, dari sekitar 8.900 kilometer persegi menjadi 10.000
kilometer persegi, tumbuh 1,1% per tahun (The World Bank, 2010). Hal ini menunjukkan
laju perluasan lahan kota sangat pesat sehingga berdampak pada penurunan ruang
terbuka hijau bagi individu dan kelompok. Identifikasi dalam kepemilikan ruang terbuka
hijau dalam skala mikro, yaitu per individu dalam konteks privat perlu dilakukan guna
memberikan gambaran tentang keberadaan ruang terbuka hijau.
Ruang terbuka hijau mempunyai salah satu fungsi untuk memelihara kelangsungan
ketersediaan air tanah dan meyerap air hujan. Dewasa ini, kebutuhan air bersih menjadi
masalah yang membutuhkan perhatian yang seksama dan cermat. Karena untuk
mendapatkan air yang bersih, sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang
yang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil
kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan rumah tangga, limbah dari kegiatan industri
dan kegiatan-kegiatan lainnya. Dan ketergantungan manusia terhadap air pun semakin
besar sejalan dengan perkembangan penduduk yang semakin meningkat.
Indonesia memiliki 6% potensi air dunia atau 2 % potensi air di Asia Pasifik. Tapi
ironisnya, setiap tahun Indonesia mengalami krisis air bersih secara kualitas maupun
kuantitas. Sumber air alam semakin menyusut dan air bersih olahan semakin mahal.
Sebanyak 13 sungai yang melewati ibukota Indonesia bahkan tercemar bakteri E-coli,
termasuk 70 persen air tanahnya. Di Indonesia, masalah air bersih merupakan masalah
klasik yang tidak kunjung usai diberantas. Pada tahun 2013, jumlah penduduk
Indonesia diperkirakan akan mencapai 250 juta jiwa. Dari jumlah yang begitu banyak,
hanya sekitar 20% saja yang memiliki akses terhadap air bersih. Itu pun kebanyakan
dari daerah perkotaan yang menikmati air bersih. Sedangkan sisanya, sekitar 80% dari
rakyat Indonesia masih mengkonsumsi air yang bisa dikatakan hampir tidak layak dan
bahkan tidak layak untuk dikomsumsi.
Beberapa penyakit yang terjadi akibat penggunaan air yang tidak bersih yaitu seperti
diare, kolera, disentri bisa mempengaruhi aktivitas dan derajat kesehatan seseorang.
Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), di tahun 2015 hampir 68% mutu air sungai di
33 provinsi di Indonesia dalam status tercemar berat, diantaranya sungai Brantas,
Citarum dan Kali Wonorejo yang baru-baru ini tampak menghasilkan busa putih.
Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan 2 miliar manusia per hari terkena
dampak kekurangan air di 40 negara, dan 1,1 miliar tak mendapat air yang memadai.
Di Indonesia, 119 juta rakyat belum memiliki akses terhadap air bersih. Baru 20
persen, itu pun kebanyakan di daerah perkotaan, sedangkan 82 persen rakyat
Indonesia mengkonsumsi air yang tak layak untuk kesehatan. Menurut badan dunia
yang mengatur soal air, World Water Assessment Programme, krisis air memberi
dampak yang mengenaskan: membangkitkan epidemi penyakit.
Enam puluh persen sungai di Indonesia tercemar, mulai bahan organik sampai
bakteri coliform dan Fecal coli penyebab diare. Menurut data Kementerian kesehatan,
dari 5.798 kasus diare, 94 orang meninggal. Jakarta dialiri 13 sungai, sayangnya
menurut badan pengendalian lingkungan hidup DKI Jakarta 13 sungai di Jakarta itu
sudah tercemar bakteri Escherichia coli, bakteri dari sampah organik dan tinja manusia.
Sungai Ciliwung termasuk yang paling besar tercemar bakteri E. coli, kadar
pencemaran mencapai 1,6-3 juta individu per 100 cc, padahal standar baku mutunya
2.000 individu per 100 cc. Dari situ ada 20-30 jenis penyakit yang bisa timbul akibat
mikroorganisme di dalam air yang tidak bersih. Bakteri yang sama juga mencemari 70
persen tanah di Ibu Kota yang juga berpotensi mencemari sumber air tanah. Padahal
kebutuhan air bersih orang di Jakarta setiap hari diperkirakan 175 liter air per orang.
Dan untuk 9 juta penduduk, diperlukan 1,5 juta meter kubik per hari. Perusahaan air
minum baru bisa memenuhi kebutuhan 52 persen lebih, itu pun kalau tidak ada
masalah.

B. RUMUSAN MASALAH
1) Bagaimana identifikasi ruang terbuka hijau pada tempat tinggal individu dalam
kelompok dikaitkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007?
2) Bagaimana kebutuhan air bersih pada tempat tinggal individu dalam kelompok?
3) Bagaimana kaitannya ruang terbuka hijau dan kebutuhan air bersih dengan
kesehatan?

C. TUJUAN
1) Mengidentifikasi ruang terbuka hijau pada tempat tinggal individu dalam kelompok
dikaitkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007
2) Mengetahui kebutuhan air bersih pada tempat tinggal individu dalam kelompok
3) Mengetahui fungsi ruang terbuka hijau dan kebutuhan air bersih untuk kesehatan
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian Definitif Ruang Terbuka Hijau


Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat,ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, ternpat rnanusia dan
makhluk lain hidup, melakukankegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikclola
oleh pemerintah daerah kota yang digunakan un tuk kepentingan masyarakatsecara
umum. Yang termasuk ruang terbuka hijau publik,antara lain, adalah taman kota,
taman pemakarnanumum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, danpantai. Yang
termasuk ruang terbuka hijau privat, antaralain, adaiah kebun atau halaman rumah
gedung milik masyarakat swasta yang ditanami tumbuhan (Undang-Undang
Republik Indonesia No.26 tahun 2007).
Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik
yangtumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum RI No. 5 tahun 2008).
Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas
baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di
mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa
bangunan. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat
RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh
tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi
dan estetika (Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 1 tahun 2007).

B. Fungsi Ruang Terbuka Hijau


Dalam penerapannya, ruang terbuka hijau dikawasan perkotaan menurut Peraturan
Menteri Dalam Negeri RI No. 1 tahun 2007 memiliki tujuan:
1) Menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan;
2) Mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di
perkotaan; dan
3) Meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan
nyaman.
Secara fungsinya ruang terbuka hijau kawasan perkotaan memiliki fungsi, antara
lain:
1) Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan;
2) Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara;
3) Tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati;
4) Pengendali tata air; dan
5) Sarana estetika kota.
Sementara dalam Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di
Kawasan Perkotaan bertujuan untuk:
1) Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air;
2) Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan
antaralingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk
kepentinganmasyarakat;
3) Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman
lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.
Dari tujuan dan fungsi ruang terbuka hijau dikawasan perkotaan menurut Peraturan
Menteri Dalam Negeri RI No. 1 tahun 2007 diharapkan ruang terbuka hijau akan
memberikan manfaat sebagai berikut:
1) Sarana untuk mencerminkan identitas daerah;
2) Sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan;
3) Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial;
4) Meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan;
5) Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah;
6) Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula;
7) Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat;
8) Memperbaiki iklim mikro; dan
9) Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.

C. Peraturan Terkait Ruang Terbuka Hijau


Dalam penerapan RTH berdasarkan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang
Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan membawa beberapa aspek antara lain:
1) Penyediaan Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat dengan
proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang
terdiridari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau
privat.
Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan
ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan
keseimbanganmikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat
meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta
sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Sementara sebagai perbandingan dalam pasal 9 Peraturan Menteri Dalam
Negeri RI No. 1 tahun 2007 menyatakan bahwa luas ideal RTHKP minimal 20%
dari luas kawasan perkotaandan luas RTHKP sebagaimana dimaksud mencakup
RTHKP publik dan privat dengan penyediaannya menjadi tanggungjawab
pemerintah kabupaten/kota yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan
kemampuan masing-masing daerah. Pada RTHKP privat, penyediaannya
menjadi tanggung jawab pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat
yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota, kecuali Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi.
Dari dua peraturan tersebut diatas dapat dikatakan bahwa luasan ideal RTH
perkotaan adalah minimal 20% dan 30% sesuai dengan Undang-Undang RI No.
26 tahun 2007.
Tabel 1. Penyediaan RTH berdasarkan jumlah penduduk
dikutip dari SNI 03-1733-2004
Luas Luas
Unit
minimal minimal
No lingkungan Tipe RTH Lokasi
perunit perkapita
(jiwa)
(m2) (m2)
1 250 Taman RT Di tengah
250 1.0
lingkungan RT
2 2500 Taman RW Di pusat
1,250 0.5
kegiatan RW
3 30,000 Taman Dikelompokan
kelurahan dengan
9,000 0.3
sekolah/pusat
kelurahan
Taman Dikelompokan
kecamatan dengan
24,000 0.2
4 120,000 sekolah/pusat
kecamatan
Pemakaman Disesuaikan 1.2 Tersebar
Taman kota Di pusat
144,000 0.3
wilayah/kota
Hutan kota Di
Disesuaikan 4.0 dalam/kawasan
5 480,000
pinggiran
Untuk fungsi Disesuaikan
tertentu Disesuaikan 12.5 dengan
kebutuhan
Selain tersebut pada tabel 1, taman dan lapangan olah raga terbuka, harus
disediakan jalur-jalur hijau sebagai cadangan/sumber-sumber alam, sekaligus
berfungsi sebagai filter dari polusi yang dihasilkan oleh industri, dengan lokasi
menyebar. Diperlukan penyediaan jalur hijau sebagai jalur pengaman lintasan
kereta api, dan jalur pengaman bagi penempatan utilitas kota, dengan lokasi
menyebar, pada kasus tertentu, mengembangkan pemanfaatan bantaran sungai
sebagai ruangterbuka hijau atau ruang interaksi sosial (river walk) dan olahraga.
2) Ruang Tanam Hijau Pekarangan
Pekarangan adalah lahan di luar bangunan, yang berfungsi untuk berbagai
aktivitas. Luas pekarangan disesuaikan dengan ketentuan koefisien
dasarbangunan (KDB) di kawasan perkotaan, seperti tertuang di dalam
PERDAmengenai RTRW di masing-masing kota. Untuk memudahkan di
dalampengklasifikasian pekarangan maka ditentukan kategori
pekarangansebagai:
a) Pekarangan Rumah Besar
Ketentuan penyediaan RTH untuk pekarangan rumah besar adalah sebagai
berikut:
o kategori yang termasuk rumah besar adalah rumah dengan luaslahan di
atas 500 m2;
o ruang terbuka hijau minimum yang diharuskan adalah luas lahan (m2)
dikurangi luas dasar bangunan (m2) sesuai peraturandaerah setempat;
o jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 3 (tiga) pohon
pelindung ditambah dengan perdu dan semak sertapenutup tanah dan
atau rumput.
b) Pekarang Rumah Sedang
Ketentuan penyediaan RTH untuk pekarangan rumah sedang adalah sebagai
berikut:
o kategori yang termasuk rumah sedang adalah rumah dengan luas lahan
antara 200 m2 sampai dengan 500 m2;
o ruang terbuka hijau minimum yang diharuskan adalah luas lahan (m2)
dikurangi luas dasar bangunan (m2) sesuai peraturandaerah setempat;
o jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 2 (dua) pohon
pelindung ditambah dengan tanaman semak dan perdu,serta penutup
tanah dan atau rumput.
c) Pekarangan Rumah Kecil
Ketentuan penyediaan RTH untuk pekarangan rumah kecil adalah
sebagai berikut:
o kategori yang termasuk rumah kecil adalah rumah dengan luaslahan
dibawah 200 m2;
o ruang terbuka hijau minimum yang diharuskan adalah luas lahan (m2)
dikurangi luas dasar bangunan (m2) sesuai peraturandaerah setempat;
o jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 1 (satu) pohon
pelindung ditambah tanaman semak dan perdu, sertapenutup tanah dan
atau rumput.
Keterbatasan luas halaman dengan jalan lingkungan yang sempit, tidak
menutup kemungkinan untuk mewujudkan RTH melaluipenanaman dengan
menggunakan pot atau media tanam lainnya.
3) Peran Masyarakat dalam Ruang Terbuka Hijau
Peran masyarakat dalam penyediaan dan pemanfaatan RTH merupakan upaya
melibatkan masyarakat, swasta, lembaga badan hukum dan atau perseorangan
baikpada tahap perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian. Upaya ini
dimaksudkanuntuk menjamin hak masyarakat dan swasta, untuk memberikan
kesempatan aksesdan mencegah terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang
dari rencana tata ruangyang telah ditetapkan melalui pengawasan dan
pengendalian pemanfaatan ruangoleh masyarakat dan swasta dalam
pengelolaan RTH, dengan prinsip:
o menempatkan masyarakat sebagai pelaku yang sangat menentukan dalam
proses pembangunan ruang ruang terbuka hijau;
o memposisikan pemerintah sebagai fasilitator dalam proses pembangunan
ruang terbuka hijau;
o menghormati hak yang dimiliki masyarakat serta menghargai kearifan lokal
dan keberagaman sosial budayanya;
o menjunjung tinggi keterbukaan dengan semangat tetap menegakkan etika;
o memperhatikan perkembangan teknologi dan bersikap profesional. Hal-hal
yangdapat dilakukan oleh pemerintah kota dalam mewujudkan penghijauan
antaralain: dalam lingkup kegiatan pembangunan ruang terbuka hijau (yang
meliputiperencanaan, pemanfaatan dan pengendalian), pedoman ini
ditujukan padatahap pemanfaatan ruang terbuka hijau, dimana rencana
pembangunannya akandisusun dan ditetapkan.
Sehingga masyarakat diharapkan memiliki peran pada RTH privat meliputi:
o Memberikan penyuluhan tentang peranan RTH dalam peningkatan kualitas
lingkungan;
o Turut serta dalam meningkatkan kualitas lingkungan di perumahan dalam
hal penanaman tanaman, pembuatan sumur resapan (bagi daerah yang
memungkinkan) dan pengelolaan sampah;
o Mengisi seoptimal mungkin lahan pekarangan, berm dan lahan kosong
lainnya dengan berbagai jenis tanaman, baik ditanam langsung maupun
ditanam dalam pot;
o Turut serta secara aktif dalam komunitas masyarakat pecinta RTH.
Kriteria vegetasi untuk RTH pekarangan rumah besar, pekarangan rumah
sedang, pekarangan rumah kecil, halamanperkantoran, pertokoan, dan tempat
usaha adalah sebagai berikut,
o memiliki nilai estetika yang menonjol;
o sistem perakaran masuk ke dalam tanah, tidak merusak konstruksi dan
bangunan;
o tidak beracun, tidak berduri, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak
mengganggu pondasi;
o ketinggian tanaman bervariasi, warna hijau dengan variasi warna lain
seimbang;
o jenis tanaman tahunan atau musiman;
o tahan terhadap hama penyakit tanaman;
o mampu menjerap dan menyerap cemaran udara;
o sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang kehadiran
burung.
Kriteria vegetasi untuk taman atap bangunan dan tanaman dalam pot antara
lain,
o tanaman tidak berakar dalam sehingga mampu tumbuh baik dalam pot atau
bak tanaman;
o relatif tahan terhadap kekurangan air;
o perakaran dan pertumbuhan batang yang tidak mengganggu struktur
bangunan;
o tahan dan tumbuh baik pada temperatur lingkungan yang tinggi;
o mudah dalam pemeliharaan.
4) Ruang Terbuka Hijau dan Kesehatan
Dalam sebuah jurnal Value of urban green spaces in promoting healthy living and
wellbeing: prospects for planning menyatakan bahwa penyedian ruang terbuka
hijau dimanfaatkan oleh populasi secara berbeda-beda, antara lain sebagai
sarana rekreasi, sosialisasi, menjaga keanekaragaman hayati dan sebagainya.
Salah satu contohnya adalah orang yang tinggal di wilayah dengan banyak ruang
hijau lebih sedikit mengalami stres dan tingkat stres yang rendah akan
berimplikasi padakehidupan sosial individu tersebut salah satunya adalah dapat
membuat keputusan yang masuk akal dan berkomunikasi dengan lebih baik.
D. Air Untuk Keperluan Sanitasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan
Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang,
Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum.
Menurut peraturan tersebut, yakni Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan untuk media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi meliputi
parameter fisik, biologi, dan kimia yang dapat berupa parameter wajib dan
parameter tambahan harus dapat ditinjau dan dipantau sesuai parameter
tersebut.
Parameter wajib merupakan parameter yang harus diperiksa secara
berkala sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sedangkan
parameter tambahan hanya diwajibkan untuk diperiksa jika kondisi
geohidrologi mengindikasikan adanya potensi pencemaran berkaitan dengan
parameter tambahan. Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi tersebut
digunakan untuk pemeliharaan kebersihan perorangan seperti mandi dan
sikat gigi, serta untuk keperluan cuci bahan pangan, peralatan makan, dan
pakaian. Selain itu Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi dapat digunakan
sebagai air baku air minum.
Tabel 1. Parameter Fisik Dalam Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan Untuk Media Air Keperluan Higiene Sanitasi
No. Parameter Wajib Unit Standar Baku Mutu
(Kadar Maksimum)
1. Kekeruhan NTU 25
2. Warna TCU 50
3. Zat Padat Terlarut Mg/1 1000
4. Suhu °C suhu udara ± 3
5. Rasa Tidak berasa
6. Bau Tidak berbau
Tabel 2. Parameter Biologi Dalam Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan Untuk Media Air Keperluan Higiene Sanitasi
No. Parameter Wajib Unit Standar Baku Mutu
(Kadar Maksimum)
1. Total Coliform CFU/100 ml 50
2. E. Coli CFU/100 ml 0
Tabel 3. Parameter Kimia Dalam Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan Untuk Media Air Keperluan Higiene Sanitasi
No. Parameter Wajib Unit Standar Baku Mutu
(Kadar Maksimum)
1. pH mg/l 6,5 – 8,5
2. Besi mg/l 1
3. Fluorida mg/l 1,5
4. Kesadahan (CaCO3) mg/l 500
5. Mangan mg/l 0,5
6. Nitrat, sebagai N mg/l 10
7. Nitrit, sebagai N mg/l 1
8. Sianida mg/l 0,1
9. Deterjen mg/l 0,05
10. Pestisida Total mg/l 0,1

No. Parameter Tambahan Unit Standar Baku Mutu


(Kadar Maksimum)
1. Air raksa mg/l 0,001
2. Arsen mg/l 0,5
3. Kadmium mg/l 0,005
4. Kromium (valensi 6) mg/l 0,05
5. Selenium mg/l 0,01
6. Seng mg/l 15
7. Sulfat mg/l 400
8. Timbal mg/l 0,05
9. Benzene mg/l 0,01
10. Zat Organik (KMNO4) mg/l 10

E. Kebutuhan Dan Kualitas Air


Dewasa ini, krisis air bersih menjadi isu sentral yang marak diberitakan. Di
beberapa kota di dunia, krisis air bersih membuat warganya harus rela
membeli air bersih dengan harga cukup mahal. Menjamurnya air minum isi
ulang seakan menegaskan bahwa pernyataan tersebut bukanlah asumsi
belaka. Hal tersebut adalah sebuah fakta bahwa air bersih bukanlah lagi
barang gratis yang bisa didapatkan bebas di alam. Mungkin kita sering
mendengar cerita dari kakek atau nenek kita bahwa di era tahun 70-80 an,
produk air minum Aqua banyak mendapat cibiran dari masyarakat bahwa
produk tersebut tidak akan laku dipasaran karena saat itu air bersih untuk
minum dapat kita peroleh dengan mudah. Namun, sekarang produk air minum
banyak digandrungi masyarakat kita.
Bukan hanya karena terjadi perubahan gaya hidup, namun terlebih karena
memperoleh sumber air baku bersih semakin sulit. Contohnya seperti yang
terjadi di kota tempat saya tinggal, Surabaya.
Selama kurang lebih 4 tahun tinggal di Surabaya, saya belum pernah
menemui warga Surabaya yang meminum air PDAM apalagi air sumur atau
air tanah. Hal ini karena air sumur dan air PDAM Surabaya memang sudah
tidak layak untuk dikonsumsi. Air PDAM hanya digunakan sekedar untuk
mandi dan cuci baju. Kandungan zat kaporit di dalam air PDAM menjadi
momok menakutkan untuk kesehatan. Selain itu, kekeringan yang melanda
sungai-sunagi sumber PDAM saat musim kemarau menjadi pemicu krisis air
baku bersih semakin tak terkendali.
Berdasarkan penelitian yang sudah cukup lama dilakukan menemukan
bahwa sekitar dua pertiga dari wilayah bumi berisi air atau perairan. Namun,
hanya 3% dari bagian itu yang merupakan air tawar dan sisanya (97%)
adalah air laut atau air asin. Itu artinya hanya 3% dari air dibumi yang layak
untuk digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Belum lagi ditambah dengan
kenyataan bahwa dari 3% air tawar yang ada tersebut, 68% berupa es
gleyser dan es kutub. Sisanya berupa air tanah, air permukaan, dan air yang
tersimpan di udara berupa awan hujan.
Arab Saudi adalah salah satu negara yang memanfaatkan air laut sebagai
air baku melalui teknologi desalinasi yang canggih. Teknologi ini mengolah air
laut menjadi air tawar yang didistribuskan ke seluruh pelosok Negara Arab
Saudi. Namun, teknologi desalinasi bukan teknologi yang murah. Butuh
anggaran puluhan triliun rupiah untuk merealisasikan teknologi ini. Kenyataan
demikian tentu membuat implementasi teknologi desalinasi di Indonesia
harus dipikir dengan matang mengingat besarnya anggaran yang dibutuhkan.
Saat ini, Jakarta dan Surabaya merupakan kota yang sudah merasakan
dampak krisis air bersih karena terbatasnya sumber air baku di kedua kota
tersebut. Maraknya bangunan tinggi seperti hotel dan rumah susun serta
kawasan industri yang menggunakan sumur bor (jet pump) dalam jumlah
besar membuat sumber air baku semakin terbatas. Kondisi ini pula yang
membuat krisis air bersih dari waktu ke waktu semakin genting.
F. Solusi Penamapungan Air Hujan
Bangunan Penampung Air Hujan (PAH) adalah solusi yang bisa ditawarkan
untuk menyelesaikan masalah krisis air bersih yang melanda kebanyakan
kota besar di Indonesia. Sebenarnya cara ini bukanlah solusi baru yang
pernah ditawarkan pada waktu sebelumnya. Cara ini banyak digunakan pada
daerah pedesaan yang belum memiliki teknologi mesin pompa air untuk
mengambil air tanah dan masih menggunakan sumur sebagai sumber
penyedia air bersih. Pada dasarnya, (PAH) menampung air hujan yang turun
sehingga air yang terkumpul ditampung dalam satu wadah. Air yang sudah
ditampung ini dikelola sedemikian rupa sehingga bisa digunakan untuk
keperluan mandi, cuci baju, atau air baku minum oleh kebanyakan masyrakat
pedesaan. Wadah penampungan biasanya terletak tidak jauh dari rumah
karena air hujan yang ditampung sebenarnya merupakan air yang
dikumpulkan dari genteng rumah. Dari genteng rumah, air hujan dialirkan
menuju tempat penampungan melalui pipa seperti gambar dibawah

Namun, sistem PAH memiliki 3 jenis yakni PAH tradisional, PAH Semi
Rasional, dan PAH Rasional. PAH tradisional dibangun secara sederhana
dan murah biaya. PAH jenis ini memiliki volem air yang kecil bahkan tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan air skala rumah tangga dalam setahu. Hal
ini karena pada sistem PAH tradisional talang air tidak dipasang di seluruh
atap rumah. Sementara PAH Semi Rasioanal memiliki volume yang lebih
besar daripada PAH tradisional. PAH Rasional memiliki volume terbesar
dibandingkan dengan jenis PAH lainnya. PAH jenisini pun memiliki desain
yang optimal dalam menampung volume air.

Sistem PAH Rasional merupakan jenis PAH yang paling cocok untuk
diimplementasikan di daerah perkotaan. PAH bisa menjadi sumber cadangan
air bagi perumahan, perkantoran, industri bahkan perhotelan di saat musim
kemarau melanda dan air PDAM mulai mengalami pengurangan kapasitas
akibat mengeringnya sumber air PDAM. Dengan sistem PAH, air hujan yang
turun tidak akan hilang dan terbuang begitu saja. Bahkan sektor komersil dan
industri yang menggunakan sistem PAH bisa melakukan penghematan biaya
operasioanl pump jet saat musim hujan tiba.

Pada umumnya, PAH memiliki 4 bagian utama yakni bak pemasukan air
dari talang, bak akuifer buatan , bak penampungan air, dan bak pengambilan
air.
1. Bak Pemasukan Air dari Talang
Atap merupakan media untuk menangkap air hujan yang turun. Air hujan
ini lalu dialirkan melalui talang atau pipa pvc atau sejenisnya menuju
bangunan PAH. Pada tahap ini, air hujan akan ditampung pada bak
pemasukan air. Bak pemasukan ini dibagi menjadi beberapa partisi yang
berisi berbagai macam media sebagai filter atau pembersih dan penjernih
air hujan dari berbagai macam kotoran. Partisi ini disebut sebagai bak
akuifer buatan.
2. Bak Akuifer Buatan
Pada bak ini, terdapat 7 partisi yang berisi media berbeda-beda yakni
ijuk, pasir, kerikil, arang, batubata merah, kerikil yang dicampur dengan
batu gamping dan pasir. Partisi pertama berisi ijuk atau serabut kelapa. Air
hujan dari talang pertama kali akan masuk ke partisi ini. Pada partisi ini
kotoran yang berukuran cukup besar akan disaring melalui ijuk. Sementara
itu, air akan mengalir menuju partisi selanjutnya yang berisi pasir. Pasir
berfungsi untuk menyaring kotoran yang lebih kecil. Begitupun selanjutnya
aliran air hingga air sampai pada partisi ke tujuh yang berisi pasir. Setelah
melewati partisi terakhir, air akan ditampung di bak penampungan.
3. Bak Penampungan Air
Bak ini memiliki ukuran paling besar dibandingkan dengan bak-bak
lainnya padasistem PAH. Bak ini berisi air hujan yang sebelumnya telah
disaring pada partisi bak akuifer buatan. Air hujan yang ditampung pada
bak ini telah bersih dari segala macam kotoran yang terbawa. Besar-
kecilnya kapasitas atau volume PAH tergantung dari ukuran dari bak
penampungan.
4. Bak Pengambilan Air
Bak ini merupakan tempat untuk pengambilan air. Untuk bak pemasukan
air dari talang dan bak akuifer buatan semua bagian tertutup rapat untuk
menghindari adanya kotoran yang masuk. Namun pada bak penampungan
air dan bak pengambilan air terdapat lubang. Untuk bak penampungan air,
lubang digunakan sebagai sirkulasi udara yang masuk ke dalam bak saat
air di dalam bak dipompa menuju keluar. Jika lubang ini tidak ada, maka air
tidak akan bisa di pompa. Pada bak pengambilan air,lubang berfungsi
sebagai pipa pompa air.
Pada operasinya, PAH terutama pada bak pemasukan air harus
dibersihkan secara periodic, minimal 1 tahun sekali. Hal ini karena air hujan
yang mengandung kotoran paling banyak pertama kali menuju bak
pemasukan air sehingga kotoran paling banyak terdapat pada bak
penampungan air. Untuk bak lainnya, cukup dibersihakn minimal 10 tahun
sekali.
Biaya pembangunan yang tidak mahal dan perawatan yang mudah menjadi
daya tarik tersendiri yang ditawarkan sistem ini untuk mengatasi krisis air
bersih di perkotaan maupun pedesaan terutama di saat musim kemarau
berlangsung. Selain itu, bahan filter seperti ijuk dan pasir juga sangat mudah
ditemukan sehingga bukan merupakan kendala dalam pembuatan PAH.
Namun, untuk skala besar, pembuatan PAH di perkotaan yang padat
pemukiman, ketersediaan lahan bebas menjadi kendala imlpementasi PAH.
Namun, pada dasarnya PAH tidak harus selalu di buat di dasar tanah. PAH
juga bisa di buat di atas tanah atau lantai bertingkat. Untuk pembuatan PAH
pada lantai bertingkat, kekuatan pondasi lantai menjadi factor terpenting yang
harus diperhatikan agar tidak terjadi peristiwa amblas karena beban air PAH
melebihi beban yang mampu ditahan oleh pondasi tingkat.
Cara Terbaik
Sejatinya, pemanfaatan PAH untuk sektor komersial seperti perhotelan dan
industri adalah tindakan yang bijak. Selain untuk menghindari krisis air tanah
akibat pengambilan air secara besar-besaran melalui sumur bor,
pemanfaatan PAH pada sektor ini juga untuk mengoptimalkan pemanfaatan
air hujan yang selama ini terbuang sia-sia. Sektor ini tentu membutuhkan air
dengan kualitas terbaik. Untuk memperoleh itu, ada bebarapa hal yang harus
diperhatikan dalam pembangunan PAH di antaranya :
1. Seluruh bangunan PAH harus tertutup dengan baik.untuk itu, bagian
bangunan yang meliputi dinding dan dasar PAH sebaiknya dibangun
menggunakan beton kualitas terbaik. Hal ini agar air air di dalam PAH tidak
bocor atau zat-zat di dalam tanah tidak dapat menembus dinding PAH.
Dengan demikian, kualitas air dapat benar-benar dijaga dari zat-zat
berbahaya yang terdapat di dalam tanah.
2. Untuk mengurang terbentuknya lumut di dinding bangunan PAH, dinding
sebaiknya beton sebaiknya dilapisi dengan pelapis anti lumut. Waktu
pembersihan yang relatif lama dan penggunaan yang besar memungkinkan
pembentukan lumut pada dinding bangunan PAH sehingga hal ini bisa
menyebabkan penurunan kualitas air hasil PAH.
Sterilisasi media penangkap air hujan yakni atap dan talang, juga
merupakan salah faktor penting dalam menjaga kualitas air hasil PAH. Atap
yang digunakan sebaiknya adalah berupa genteng bukan atap seng.
Penggunaan atap seng dalam jangka waktu lama akan menyebabkan
terjadinya korosi atau karat pada permukaan atap sehingga kotoran karat juga
akan mencemarai air hujan yang masuk menuju PAH. Penggunaan genting
kualitas baik atau atap beton merupakan cara agar air hujan yang ditampung
tidak tercemar oleh zat karat atau zat lain yang menempel pada atap rumah.
Talang besi juga diperkirakan akan mengalami korosi jika digunakan dalam
waktu lama. Maka penggunaan talang dari PVC atau sejenisnya yang
berkualitas baik juga sangat dianjurkan dalami implementasi PAH.
PAH merupakan salah satu solusi yang bisa ditawarkan untuk mengatasi
ancaman krisis air baku bersih yang semakin lama semakin jelas
kenyataannya. Sistem ini adalah solusi efektif dan sederhana yang bisa
dihadirkan mengingat solusi lainnya seperti teknologi desalinasi air laut yang
menelan dana yang sangat besar. Oleh karena itu, untuk sektor yang
memerlukan cdangan air bersih yang memadai, sistem PAH bisa dicoba
sebagai solusi atas permasalahan krisis air baku bersih.
Curah hujan yang tinggi di beberapa daerah di pedesaan kebanyakan
terbuang mengalir begitu saja ke sungai. Bahkan tidak sedikit daerah yang
mengalami banjir akibat hujan ini. Dalam rangka penyediaan air bersih di
pedesaan yang memiliki curah hujan yang tinggi, dapat dikembangkan Sistem
Pemanfaatan Air Hujan (SPAH) yang layak dikonsumsi oleh masyarakat
desa. Sistem ini dapat dikembangkan secara bergotong royong dan dikelola
bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari atau bahkan
untuk dikomersialisasikan.

Sistem ini dapat dibuat untuk menampung air hujan, mengolahnya


menjadi air bersih dan air siap minum yang dapat dikonsumsi untuk
pemenuhan kebutuhan sehari-hari atau untuk keperluan komersial.Gambar di
bawah ini adalah disain bak tampungan air hujan dengan volume 10 ~ 12 m 3 .
Air hujan yang jatuh di atap rumah kemudian dengan menggunakan saluran
pipa dari atap dialirkan ke dalam bak penampung awal yang berisi saringan
pasir-kerikil. Dari bak penampung ini, air dialirkan ke bak tampungan, dan
kelebihannya akan diresapkan ke dalam tanah.

Cara kerja sistem pemanfaatan air hujan adalah sebagai berikut :


 Air hujan jatuh di atap bangunan dan mengalir melalui atap rumah
kemudian terkumpul di talang air yang dialirkan dengan pipa menuju bak
penampungan air hujan.
 Sampah dedaunan yang terbawa akan disaring di bagian depan bak
penampung, dengan media pasir dan kerikil, sampah akan tertahan dan
air hujan yang bersih akan masuk ke bak penampung (volume bak 10 m3 ).
 Jika hujan berlangsung terus menerus, dan bak penampung penuh maka
air akan melimpah melalui pipa outlet masuk kedalam sumur resapan
dengan kedalaman lubang sumur resapan sekitar 3 meter, kontruksi
terbuat dari bis beton, sepanjang 2,5 meter dan resapan sekitar 0,5 meter..
Air hujan didalam sumur resapan ini akan meresap melalui zona resapan
dari sumur resapan kedalam tanah sebagai sumber air tanah. Bidang
resapan terletak dibagian dasar, tanpa bis beton, agar bis beton di atasnya
tidak merosot diberi penyangga batubata. Bidang resapan diisi dengan
kerikil dan ijuk, sebagai penyaring agar tidak terjadi kebuntuan.
 Air dari bak penampung air hujan dipompa ke unit ARSINUM yang terdiri
dari pompa air baku, statix mixer, filter multi media, filter penukar ion,
cartridge filter, Ultrafiltarsi, sterilisator ultra violet dan post catridge
filter.untuk diolah menjadi air minum.
Fungsi dan manfaat sistem pemanfaatan air hujan dan pengolahan air siap
minum ini adalah :
1. Menghemat pengunaan air tanah,
2. Menampung 10 meter kubik air pada saat hujan,
3. Mengurangi run off & beban sungai saat hujan lebat,
4. Menambah jumlah air yang masuk ke dalam tanah,
5. Mempertahankan tinggi muka air tanah,
6. Menurunkan konsentrasi pencemaran air tanah,
7. Memperbaiki kualitas air tanah dangkal,
8. Mengurangi laju erosi dan sedimentasi,
9. Mereduksi dimensi jaringan drainase,
10. Menjaga kesetimbangan hidrologi air tanah sehingga dapat mencegah
intrusi air laut,
11. Mencegah terjadinya penurunan tanah,
12. Stok air pada musim kemarau (plus rain harvesting).
Spesifikasi teknis sistem pemanfaatan air hujan (PAH) adalah sebagai
berikut:
1. Volume bak : 10 m3
2. Lebar : 2,1 m
3. Panjang : 3,0 m
4. Kedalaman : 2,5 m
5. Luas Bak Penyaring : 1,0 m3
6. Volume Resapan : 10 m3
7. Panjang Talang : 75 m
8. Luas Atap Rumah : 375 m
9. Kemiringan Atap : 35 o
10. Tinggi Jatuhan Air : 3 m
11. Pompa Air : 25 l/m
12. Saringan Pasir/Karbon : 1,0 m
BAB III
HASIL

A. Ruang Terbuka HIjau


1. Hasil Penghitungan Mahasiswa “A”
a. Ruang Terbuka Hijau : Tidak Ada
b. Tanaman Yang Ditanam Di RTH : Tidak Ada
c. Tanaman Yang Ditanam Di Pot : Ada

Anthurium plowmanii croat Pandanus amarylifolius

2. Hasil Penghitungan Mahasiswa “B”


a. Ruang Terbuka Hijau
Presentase RTH = Luas RTH x 100%
Luas Tanah

Presentase RTH = 99 m2 x 100% = 24, 75 %


2
400 m

b. Tanaman Yang Ditanam Di RTH : Ada


Mangifera indica Carica papaya

Citrus

Maxima Musa acuminata


'Red Dacca'

Artocarpus heterophyllus Syzygium aqueum


Syzygium malaccensis Punica granatum

Capsicum annum Syzygium polyanthum


c. Tanaman Yang Ditanam Di Pot : Ada

Anthurium Plowmanii Croat Coleus Hybridus

3. Hasil Penghitungan Mahasiswa “C”


a. Ruang Terbuka Hijau : Tidak Ada
b. Tanaman Yang Ditanam Di RTH : Tidak Ada
c. Tanaman Yang Ditanam Di Pot : Ada
Jasminum Aloevera

Anthurium Plowmanii Croat Citrus hystrix

Pandanus Amarylifolius Capsicum annum


4. Hasil Penghitungan Mahasiswa “D”
a. Ruang Terbuka Hijau : Tidak Ada
b. Tanaman Yang Ditanam Di RTH : Tidak Ada
c. Tanaman Yang Ditanam Di Pot : Ada

Cactaceae Euphorbia
Capsicum annuum Bird's Eye Solanum lycopersicum

5. Hasil Penghitungan Mahasiswa “E”


a. Ruang Terbuka Hijau
Presentase RTH = Luas RTH x 100%
Luas Tanah

Presentase RTH = 4 m2 x 100% = 2,67 %


150 m2
b. Tanaman Yang Ditanam Di RTH : Ada

Mangifera indica Carica papaya

Psidium guajava Capsicum annum


d. Tanaman Yang Ditanam Di Pot : Ada

Solanum lycopersicum Capsicum annum

Cactaceae Orchidaceae

Jasminum Rosa
B. Kebutuhan Air
Kebutuhan air Kebutuhan air
Mahasiswa (L/hari/orang)
(m3/hari/orang)
A 0,08 80
B 0,18 180
C 0,13 130
D 0,09 90
E 0,06 60

Rata-rata kebutuhan air = 80 + 180 + 130 + 90 + 60 = 108 liter/orang/hari


5
Hasil rata – rata kebutuhan air dari lima mahasiswa yaitu 0,108m3/hari/orang atau
108liter/orang/hari. Sedangkan standar kebutuhan air menurut Kementerian Kesehatan
yaitu 150 liter/orang/hari. Berbeda dengan standar kebutuhan air menurut Kementerian
Pekerjaan Umum yaitu 126,9 liter/orang/hari. Secara kuantitas jumlah kebutuhan air
untuk rumah tangga tidak sama tiap daerah.
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Ruang Terbuka Hijau


Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yangtumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam. Hasil perhitungan ruang terbuka hijau hanya dari
lima rumah hanya ada dua rumah yang mempunyai ruang terbuka hijau dengan presentase
24,75 % dan 2,67 %. Pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI No. 5 tahun 2008
disebutkan bahwa RTH untuk hunian 8 %. Hal ini sesuai dengan rumah yang presentase
ruang terbuka hijaunya 24,75 %. Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 1 tahun
2007 fungsi ruang terbuka hijau adalah pengamanan keberadaan kawasan lindung
perkotaan; pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara; tempat
perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati; pengendali tata air; dan sarana
estetika kota.
Tanaman yang ada dalam kelompok ditanam di dalam pot ada yang langsung di tanah.
Jenisnya antara lain Anthurium plowmanii croat, Pandanus Amarylifolius, Mangifera indica,
Carica papaya, Citrus Maxima, Musa acuminata 'Red Dacca', Artocarpus heterophyllus
Syzygium aqueum, Syzygium malaccensis, Punica granatum, Capsicum annum, Syzygium
polyanthum, Coleus Hybridus Coleus Hybridus, Jasminum, Aloevera, Citrus hystrix,
Capsicum annum, Cactaceae, Euphorbia, Capsicum annuum Bird's Eye Solanum
lycopersicum, Mangifera indica Psidium guajava Capsicum annum, Solanum lycopersicum
Capsicum annum, Cactaceae Orchidaceae, dan Rosa. Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum RI No. 5 tahun 2008 bahwa kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah memiliki
nilai estetika yang menonjol; sistem perakaran masuk ke dalam tanah, tidak merusak
konstruksi dan bangunan; tidak beracun, tidak berduri, dahan tidak mudah patah, perakaran
tidak mengganggu pondasi; ketinggian tanaman bervariasi, warna hijau dengan variasi
warna lain seimbang; jenis tanaman tahunan atau musiman; tahan terhadap hama penyakit
tanaman; mampu menjerap dan menyerap cemaran udara; sedapat mungkin merupakan
tanaman yang mengundang kehadiran burung.

B. Kebutuhan Air Bersih


Hasil rata – rata kebutuhan air dari lima rumah yaitu 111,4 liter/orang/hari. Sedangkan
standar kebutuhan air menurut Kementerian Kesehatan yaitu 150 liter/orang/hari. Berbeda
dengan standar kebutuhan air menurut Kementerian Pekerjaan Umum yaitu 126,9
liter/orang/hari. Secara kuantitas jumlah kebutuhan air untuk rumah tangga tidak sama tiap
daerah.
C. Fungsi Ruang Terbuka Hijau Dan Kebutuhan Air Bersih Untuk Kesehatan
Dalam sebuah jurnal Value of urban green spaces in promoting healthy living and
wellbeing: prospects for planning menyatakan bahwa penyedian ruang terbuka hijau
dimanfaatkan oleh populasi secara berbeda-beda, antara lain sebagai sarana rekreasi,
sosialisasi, menjaga keanekaragaman hayati dan sebagainya. Salah satu contohnya adalah
orang yang tinggal di wilayah dengan banyak ruang hijau lebih sedikit mengalami stres dan
tingkat stres yang rendah akan berimplikasi pada kehidupan sosial individu tersebut salah
satunya adalah dapat membuat keputusan yang masuk akal dan berkomunikasi dengan
lebih baik.
Fungsi ruang terbuka hijau erat kaitannya dengan menjaga kelangsungan pemeliharaan
air tanah. Indonesia memiliki 6% potensi air dunia atau 2 % potensi air di Asia Pasifik. Tapi
ironisnya, setiap tahun Indonesia mengalami krisis air bersih secara kualitas maupun
kuantitas. Sumber air alam semakin menyusut dan air bersih olahan semakin mahal.
Sebanyak 13 sungai yang melewati ibukota Indonesia bahkan tercemar bakteri E-coli,
termasuk 70 persen air tanahnya.
Menurut penelitian WHO, penyakit yang timbul akibat krisis air antara lain kolera,
hepatitis, polymearitis, typoid, disentrin trachoma, scabies, malaria, yellow fever, dan
penyakit cacingan. Di Indonesia, 423 per 1.000 penduduk semua usia kena diare, dan
setahun dua kali diare menyerang anak di bawah 5 tahun. Diare yang disertai muntah sering
disebut muntah-berak (muntaber), gejalanya biasanya buang air terus-menerus, muntah,
dan kejang perut. Jika tak bisa diatasi dengan gaya hidup sehat dan lingkungan yang bersih,
bisa lebih jauh terkena tifus dan kanker usus, yang tak jarang menyebabkan kematian.
Di Indonesia, salah satu kendala utama dalam penyediaan air bersih adalah
terbatasnya pasokan air. Sebagian besar PDAM beroperasi dengan mengandalkan air baku
dari air sungai. Sementara sungai yang ada sudah banyak mengalami degradasi yang
disebabkan kerusakan DAS, masalah antropogenik, dan melemahnya perlindungan
terhadap sungai. Faktor perubahan iklim juga menyababkan trend (kecenderungan) debit
sungai mengecil secara signifikan. Sungai Bengawan Solo turun hingga 44,18 m3/det,
Sungai Serayu turun hingga 45,76 m3/det, dan sungai Cisadane turun hingga 45,10 m3/det.
Pada musim kemarau, debit aliran dasar (base flow) sungai cenderung sangat rendah
sehingga mengakibatkan permasalahan baru seperti intrusi air laut, krisis air, dan konflik
dengan pengguna lain seperti untuk pertanian. Tidak hanya kuantitas, dari segi kualitas pun
mengalami penurunan. Berdasarkan data kementerian riset dan teknologi, sekitar 70%
PDAM di Indonesia mengalami penurunan kualitas air.
Memanfaatkan RTH dengan sebaik-baiknya untuk memelihara persediaan air tanah.
pemanfaatan sumber daya air yang secara maksimal, efektif dan terpadu (air hujan, air
permukaan, air tanah, air laut) mengkonsumsi air yang tidak berlebihan agar tidak
memperparah krisis air yang telah dan akan terjadi merupakan beberapa cara yang bisa
dilakukan untuk mengatasi kekurangan air bersih.
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia No.26 tahun 2007


Standar Nasional Indonesia 03-1733-2004
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI No. 5 tahun 2008
Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 1 tahun 2007
http://www.euro.who.int/data/assets/pdf_file/0005/321971/Urban-green-spaces-and-health-
review-evidence.pdf?ua=1 diakses pada 31 Oktober 2017 jam 22.30 WIB
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4556255/diakses pada 31 Oktober 2017 jam
20.30 WIB
http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/01/manfaat-ruang-terbuka-hijau-untuk-kesehatan
diakses pada 31 Oktober 2017 jam 17.00 WIB
https://www.google.co.id/amp/s/hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/pencemaran-air-
sebab-dan -dampak-kesehatan/amp diakses pada 1 November 2017 jam 12:42 WIB
Rizky Kurniawan , Permasalahan Ketersediaan Air Bersih dan
Solusinyahttp://Himatesil.Lk.Ipb.Ac.Id/2015/07/27/Permasalahan-ketersediaan-air-bersih-
dan-solusinya/ Diakses 24 Oktober 2017
Arif Rahman.Mengatasi Permasalahan Air Bersih Dengan Membuat Penampungan Air
Hujan Https://Www.Kompasiana.Com/Architectur034/Mengatasi-permasalahan-air-bersih-
dengan-membuat-penampungan-air-hujan_552e3c166ea8346f288b4575 Diakses 24
Oktober 2017
Arief Prasetyo. Krisis Air di Kota :Masalah dan Upaya Pemecahannya (Perbandingan
dengan Upaya Pemecahannya di Jepang)
Http://Arief.Prasetyo10.Student.Ipb.Ac.Id/2012/09/09/Krisis-air-di-kota-masalah-dan-upaya-
pemecahannya-perbandingan-dengan-upaya-pemecahannya-di-jepang/ Diakses 24
Oktober 2017

http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._32_ttg_Standar_Baku_
Mutu_Kesehatan_Air_Keperluan_Sanitasi,_Kolam_Renang,_Solus_Per_Aqua_.pdf .
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017. Diakses
pada 29/10/17.
https://www.kompasiana.com/aamhambali/penampung-air-hujan-pah-solusi-efektif-
dan-sederhana-untuk-menghandapai-krisis-air-baku-
bersih_552974a16ea834e2398b456e . Diakses pada 28/10/17.
https://www.yukiwaterfilter.com/in/detail-berita-149-dampak-air-hujan-bagi-
kesehatan.html .
Diakses pada 29/10/17.
http://www.kelair.bppt.go.id/sitpapdg/Patek/Spah/spah.html . Diakses pada 30/10/17.
https://litbang.pu.go.id. Diakses pada 30/10/17.

Anda mungkin juga menyukai