BAB I
LATAR BELAKANG
1.1. PENDAHULUAN
Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah tangga
(kemampuan memperoleh makanan untuk semua anggotannya ), masalah
kesehatan, kemiskinan, pemerataan, dan kesempatan kerja. Indonesia mengalami
masalah gizi ganda yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat
diatasi secara menyeluruh sudah muncul masalah baru. Masalah gizi di Indonesia
terutama KEP masih lebih tinggi daripada Negara ASEAN lainnya ( Fajar, Ibnu,
dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC ). Sekarang ini
masalah gizi mengalami perkembangan yang sangat pesat, Malnutrisi masih saja
melatarbelakangi penyakit dan kematian anak, meskipun sering luput dari
perhatian. Sebagian besar anak di dunia 80% yang menderita malnutrisi bermukim
di wilayah yang juga miskin akan bahan pangan kaya zat gizi, terlebih zat gizi
mikro.
(Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu
Gizi.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC ).
Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi yaitu kualitas hidangan
yang mengandung semua kebutuhan tubuh. Akibat dari kesehatan gizi yang tidak
baik, maka timbul penyakit gizi, umumnya pada anak balita diderita penyakit gizi
buruk
(Santoso, Soegeng, Ranti, Anne Lies. 2004. Kesehatan dan
Gizi.
Jakarta : Rineka Cipta )
Hubungan antara kecukupan gizi dan penyakit infeksi yaitu sebab akibat yang
timbal balik sangat erat. Berbagai penyakit gangguan gizi dan gizi buruk
akibatnya tidak baiknya mutu/jumlah makanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan tubuh masing – masing orang. Jumlah kasus gizi buruk pada balita
yang ditemukan dan ditangani tenaga kesehatan ( Moehji, Sjahmien. 1999. Ilmu
Gizi. Jakarta : Bhratara ). Masalah gizi semula dianggap sebagai masalah
kesehatan yang hanya dapat ditanggulangi dengan pengobatan medis/kedokteran.
Namun, kemudian disadari bahwa gejala klinis gizi kurang yang banyak
ditemukan dokter ternyata adalah tingkatan akhir yang sudah kritis dari
serangkaian proses lain yang mendahuluinya
( Santoso, Soegeng, 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka
Cipta)
(Arisman. 2004.
Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : Buku
KedokteranEGC).
Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak yang sedang tumbuh
merupakan masalah serius. Keparahan KKP berkisar dari hanya penyusutan berat
badan, terlambat tumbuh sampai ke sindrom klinis yang nyata. Penilaian
antropometris status gizi dan didasarkan pada berat, tinggi badan, dan usia.
Ukuran antropometris bergantung pada kesederhanaa, ketepatan, kepekaan, serta
ketersediaan alat ukur. Marasmus biasanya berkaitan dengan bahan pangan yang
sangat parah, semikelaparan yang berkepanjangan, dan penyapihan terlalu dini,
sedangkan kwashiorkor dengan keterlambatan menyapih dan kekurangan protein.
Penanganan KKP berat dikelompokan menjadi dua yaitu pengobatan awal
ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa dan fase rehabilitasi
diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi
( Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta :
Buku Kedokteran EGC )
Masalah – masalah gizi buruk yang kita ketahui bisa menyerang siapa saja
khusunya balita dan anak – anak dengan criteria umur tertentu. Masalah gizi pada
hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya
tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja
melainkan dari pendekatan lain. Disini penulis mengidentifikasikan gizi buruk
berupa penyebab – penyebab gizi buruk, kwashiorkor, marasmus, maramus –
kwashiorkor, asupan gizi, malnutrisi primer dan sekunder, langkah pengobatan,
dan jumlah data penderita gizi buruk.
Penulis akan membatasi masalah yang akan dibahas pada waktu mata kuliah
Seminar Biologi agar nanti dalam membahas masalah gizi buruk tidak menyebar
ke semua/berbagai aspek. Pembatasan masalah sesuai dengan tema dari makalah
ini yaitu Penyakit Gizi Buruk Menyerang Balita dan Anak - anak. Termasuk di
dalamnya Jenis – jenis dan penyebab masalah gizi buruk/malnutrisi, Tanda –
tanda yang terlihat/terdeteksi pada malnutrisi dan langkah pengobatannya, Data
penurunan gizi buruk dari tahun 2004 – 2007, dan Perlunya asupan gizi
1.4. TUJUAN
Data komposisi zat gizi bahan makanan yang berhubungan dengan berbagai
proses pengolahan belum cukup tersedia, pemeriksaan zat gizi spesifik bertujuan
untuk menilai status gizi. Zat gizi yang terdapat pada Angka Kecukupan Gizi (
AKG ) hanyalah gizi yang penting yaitu energi, protein, vit A, C, B 12, Tiamin,
Riboflavin, Niasin, Asam Folat, Kalsium, Fosfor, Zat Besi, Zink, dan Yodium (
Fajar, Ibnu, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi.
Jakarta : Buku Kedokteran
EGC )
Ada beberapa penyakit yang berhubungan dengan gizi yaitu penyakit gizi lebih
( obesitas ), gizi buruk ( malnutrisi ), metabolic bawaan, keracunan makanan,
dan lain – lain. Gangguan gizi buruk menggambarkan suatu keadaan pathologis
yang terjadi akibat ketidaksesuaian/tidak terpenuhinya antara zat gizi yang masuk
kedalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi dalam jangka waktu yang
relatif lama. Ilmu gizi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang khusus
mempelajari hubungan antara makanan yang kita makan dan kesehatan tubuh.
Hubungan antara makanan dan kesehatan tubuh sudah diketahui sejak berabad –
abad yang lampau.. Penyakit – penyakit yang timbul akibat makanan kurang baik
seperti makanan yang tidak cukup gizinya atau kadar zat gizinya tak seimbang
disebut penyakit gangguan gizi yang pertama kali dikenal adalah penyakit
skorbut/sariawan. Penemuan dini terhadap penderita marasmus dan kwashiorkor
sangat penting, baik dalam usaha pencegahan terjadinya gizi buruk maupun dalam
usaha menurunkan angka kematian bayi dan anak. Untuk itu, para ahli kesehatan
anak di berbagai Negara telah bersepakat untuk menemukan cara yang paling
mudah dan sederhana untuk mendeteksi penderita KKP sedini mungkin dengan
melakukan monitoring berat badan anak melalui penimbangan secara teratur
setiap bulan telah dijadikan sebagai kegiatan pokok. Usaha untuk menangani
masalah gizi buruk di Indonesia telah dimulai jauh sebelum Perang Dunia Ke II,
strategi yang digunakan untuk memperbaiki gizi di masyarakat berbeda – beda,
ada caranya masing – masing. Dewasa ini gizi bukan saja dikenal akan tetapi telah
menjadi bahan pembicaraan dan pembahasan di berbagai lingkungan masyarakat.
Dewasa ini program perbaikan gizi merupakan salah satu dari 5 program pokok
Dep Kes ( Panca Karsa/Karya Husada )
Kesehatan yang baik tidak terjadi karena ada perubahan yang berupa kekurangan
zat makanan tertentu ( defisiensi ) atau berlebih. Kekurangan umumnya mencakup
protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Sedangkan kelebihan umumnya
mencakup konsumsi lemak, protein, dan gula. Untuk mencapai kondisi anak
perlu/cukup gizi harus memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan serta
melakukan kegiatan yang baik seperti olah raga, dan lain – lain. Konsumsi yang
kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan gizi
kurang/defisiensi. Keadaan kesehatan gizi masyarakat tergantung pada tingkat
konsumsi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Penyakit gizi di
Indonesia terutama tergolong ke dalam kelompok penyakit defisiensi yang sering
dihubungkan dengan infeksi yang bisa berhubungan dengan gangguan gizi.
Defisiensi gizi merupakan awal dari gangguan system imun yang menghambat
reaksi imunologis. Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama akan
memberikan prognosis yang lebih buruk. Ada berbagai zat gizi yang sangat
mempengaruhi kondisi kesehatan manusia. Masalah kesehatan gizi dapa timbul
dalam bentuk penyakit dengan tingkat yang tinggi
( Santoso, 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka Cipta. )
Jakarta – Sepanjang tahun ini banyak sudah bencana kesehatan yang melanda
bangsa ini. Mulai dari demam berdarah, polio dan penyakit busung lapar yang
cukup mengejutkan. Kasus penderita gizi buruk terus bertambah di sejumlah
daerah. Kasus gizi buruk umumnya menimpa balita dengan latar belakang
ekonomi lemah. Beragam masalah malnutrisi banyak ditemukan pada anak-anak
dari kurang gizi hingga busung lapar. Menurut United Nations Children’s Fund
(Unicef) saat ini ada sekitar 40 % anak Indonesia di bawah usia lima tahun
menderita gizi buruk.
Betapa banyaknya bayi dan anak-anak yang sudah bergulat dengan kelaparan dan
penderitaan sejak mereka dilahirkan. Penyebab utama kasus gizi buruk di
Indonesia tampaknya karena masalah ekonomi atau kurang pengetahuan.
Kemiskinan dan ketidakmampuan orang tua menyediakan makanan bergizi bagi
anaknya menjadi penyebab utama meningkatnya korban gizi buruk di Indonesia,
kemiskinan memicu kasus Gizi Buruk
Fenomena gizi buruk ini biasanya melibatkan kurangnya asupan kalori baik dari
karbohidrat atau protein (protein-energy malnutrition–PEM). Kurangnya pasokan
energi sangat mempengaruhi kerja masing-masing organ tubuh. Menurut situs
Dinas Kesehatan Pemda Ibukota Jakarta, keadaan gizi buruk ini secara klinis
dibagi menjadi 3 tipe: Kwashiorkor, Marasmus, dan Kwashiorkor-Marasmus.
Ketiga kondisi patologis ini umumnya terjadi pada anak-anak di negara
berkembang yang berada dalam rentang usia tidak lagi menyusui.
Perbedaan antara marasmus dan kwashiorkor tidak dapat didefinisikan secara jelas
menurut perbedaan kurangnya asupan makanan tertentu, namun dapat teramati
dari gejala yang ditunjukkan penderita.
2.3. KWASHIORKOR
Kwashiorkor sering juga diistilahkan sebagai busung lapar atau HO. Penampilan
anak-anak penderita HO umumnya sangat khas, terutama bagian perut yang
menonjol. Berat badannya jauh di bawah berat normal. Edema stadium berat
maupun ringan biasanya menyertai penderita ini. Beberapa ciri lain yang
menyertai di antaranya:
Perubahan mental menyolok. Banyak menangis, pada stadium lanjut anak terlihat
sangat pasif.
Penderita nampak lemah dan ingin selalu terbaring
Anemia.
Diare dengan feses cair yang banyak mengandung asam laktat karena
berkurangnya produksi laktase dan enzim penting lainnya.
Kelainan kulit yang khas, dimulai dengan titik merah menyerupai petechia (
perdarahan kecil yang timbul sebagai titik berwarna merah keunguan, pada kulit
maupun selaput lendir, Red. ), yang lambat laun kemudian menghitam. Setelah
mengelupas, terlihat kemerahan dengan batas menghitam. Kelainan ini biasanya
dijumpai di kulit sekitar punggung, pantat, dan sebagainya
Pembesaran hati. Bahkan saat rebahan, pembesaran ini dapat diraba dari luar
tubuh, terasa licin dan kenyal.
Tanda-tanda kwashiorkor meliputi
- edema di seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki,
- wajah membulat dan sembab,
- pandangan mata sayu,
- perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis,
- rambut berwarna kepirangan, kusam, dan mudah dicabut,
- otot-otot mengecil, teramati terutama saat berdiri dan duduk,
- bercak merah coklat pada kulit, yang dapat berubah hitam dan mengelupas
- menolak segala jenis makanan (anoreksia)
- sering disertai anemia, diare, dan infeksi.
2.4. MARASMUS
Kasus marasmik atau malnutrisi berat karena kurang karbohidrat disertai tangan
dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan kulit. Pada
umumnya penderita tampak lemah sering digendong, rewel dan banyak menangis.
Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun.
Marasmik adalah bentuk malnutrisi primer karena kekurangan karbohidrat. Gejala
yang timbul diantaranya muka berkerut terlihat tua, tidak terlihat lemak dan otot
di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah berwarna
kemerahan dan terjadi pembesaran hati, sangat kurus karena kehilangan sebagian
lemak dan otot . Anak-anak penderita marasmus secara fisik mudah dikenali.
Penderita marasmus berat akan menunjukkan perubahan mental, bahkan hilang
kesadaran. Dalam stadium yang lebih ringan, anak umumnya jadi lebih cengeng
dan gampang menangis karena selalu merasa lapar. Ketidakseimbangan elektrolit
juga terdeteksi dalam keadaan marasmus. Upaya rehidrasi ( pemberian cairan
elektrolit ) atau transfusi darah pada periode ini dapat mengakibatkan aritmia (
tidak teraturnya denyut jantung ) bahkan terhentinya denyut jantung. Karena itu,
monitoring klinik harus dilakukan seksama. Ada pun ciri-ciri lainnya adalah:
* Berat badannya kurang dari 60% berat anak normal seusianya.
* Kulit terlihat kering, dingin dan mengendur.
* Beberapa di antaranya memiliki rambut yang mudah rontok.
* Tulang-tulang terlihat jelas menonjol.
* Sering menderita diare atau konstipasi.
* Tekanan darah cenderung rendah dibanding anak normal, dengan kadar
hemoglobin yang juga lebih rendah dari semestinya.
- anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit,
- wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, perut cekung, dan kulit keriput.
2.5.MARASMIK-KWASHIORKOR
Penyebab utama gizi kurang dan gizi buruk tidak satu. Ada banyak!. Penyebab
pertama adalah faktor alam. Secara umum tanah terkenal sebagai daerah tropis
yang minim curah hujan. Kadang curah hujannya banyak tetapi dalam kurun
waktu yang sangat singkat. Akibatnya, hujan itu bukan menjadi berkat tetapi
mendatangkan bencana banjir. Tetapi, beberapa tahun belakangan ini tidak ada
hujan menjadi kering kerontang! Tanaman jagung yang merupakan penunjang
ekonomi keluarga sekaligus sebagai makanan sehari-hari rakyat gagal dipanen.
Akibatnya, banyak petani termasuk anak-anak, terutama yang tinggal di daerah
pelosok, memakan apa saja demi mempertahankan hidup. Dikhawatirkan gizi
yang kurang dan bahkan buruk akan memperburuk pertumbuhan fisik dan fungsi-
fungsi otak. Kalau ini terjadi, masa depan anak-anak ini dipastikan akan sangat
kelam dan buram.
Penyebab kedua adalah faktor manusiawi yaitu berasal dari kultur sosial
masyarakat setempat. Kebanyakan masyarakat petani bersifat 'one dimensional,'
yakni masyarakat yang memang sangat tergantung pada satu mata pencaharian
saja. Banyak orang menanam makanan 'secukup'nya saja, artinya hasil panen itu
cukup untuk menghidupi satu keluarga sampai masa panen berikutnya. Belum ada
pemikiran untuk membudidayakan hasil pertanian mereka demi meraup
keuntungan atau demi meningkatkan pendapatan keluarga. Adanya budaya
'alternatif' yaitu memanfaatkan halaman rumah untuk menanam sayur-mayur demi
menunjang kebutuhan sehari-hari.
Penyebab ketiga masih berkisar soal manusiawi tetapi kali ini lebih berhubungan
dengan persoalan struktural, yaitu kurangnya perhatian pemerintah. Pola relasi
rakyat dan pemerintah masih vertikal bukan saja menghilangkan kontrol sosial
rakyat terhadap para pejabat, tetapi juga membuka akses terhadap penindasan dan
ketidakadilan dan, yang paling berbahaya, menciptakan godaan untuk
menyuburkan budaya korupsi. Tentu saja tidak semua aparat dan pejabat seperti
itu!. Terlepas dari itu semua nampaknya masyarakat membutuhkan pendampingan
agar mereka memahami hak-hak individu dan hak-hak sosial mereka sebagai
warganegara.
2.7.MALNUTRISI PRIMER
Penyebab gizi buruk di daerah pedesaan atau daerah miskin lainnya sering
disebut malnutrisi primer, yang disebabkan karena masalah ekonomi dan
rendahnya pengetahuan. Gejala klinis malnutrisi primer sangat bervariasi
tergantung derajat dan lamanya kekurangan energi dan protein, umur penderita
dan adanya gejala kekurangan vitamin dan mineral lainnya. Kasus tersebut sering
dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 5 tahun. Pertumbuhan yang terganggu
dapat dilihat dari kenaikkan berat badan terhenti atau menurun, ukuran lengan atas
menurun, pertumbuhan tulang ( maturasi ) terlambat, perbandingan berat terhadap
tinggi menurun. Gejala dan tanda klinis yang tampak adalah anemia ringan,
aktifitas berkurang, kadang di dapatkan gangguan kulit dan rambut. Pada
penderita malnutrisi primer dapat mempengaruhi metabolisme di otak sehingga
mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf. berpengaruh terhadap
perkembangan mental dan kecerdasan anak. Mortalitas atau kejadian kematian
dapat terjadi pada penderita malnutri primer yang berat.
2.8.MALNUTRISI SEKUNDER
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. TEMPAT PENELITIAN
Dalam menulis skripsi ini penulis mengambil data tentang Gizi buruk pada balita
ini di “Ruang Cempaka Rumah Sakit umum Daerah Tarakan Jakarta Pusat”.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Banyak produk susu kaleng atau susu formula mengandung asam linoleat, DHA
dan sebagainya. ASI juga mengandung zat anti efeksi.
Untuk memulihkan kondisi Balita pada status normal, dibutuhkan asupan susu
yang mudah diserap tubuh yakni Entrasol. Tiap Balita diharuskan mengkonsumsi
60 kotak susu, dimana dalam hitungan 90 hari berat badan anak kembali normal.
Kriteria yang dicantumkan antara lain: biasa makan beraneka ragam makanan
(makan 2-3 kali sehari dengan makanan pokok, sayur, dan lauk pauk), selalu
memantau kesehatan anggota keluarga, biasanya menggunakan garam beryodium,
dan khusus ibu hamil, didukung untuk memenuhi kebutuhan ASI bayi minimal
sampai 4 bulan setelah kelahiran. Kriteria ini tentunya masih sulit dipenuhi oleh
masyarakat Indonesia. Adapun ciri-ciri klinis yang biasa menyertainya antara lain:
* Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, atau bahkan menurun.
* Ukuran lingkaran lengan atas menurun.
* Maturasi tulang terlambat.
* Rasio berat terhadap tinggi, normal atau cenderung menurun.
* Tebal lipat kulit normal atau semakin berkurang.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Ada 4 faktor yang melatarbelakangi KKP yaitu : masalah social, ekonomi,
biologi, dan lingkungan. Kemiskinan salah satu determinan social - ekonomi,
merupakan akar dari ketiadaan pangan, tempat mukim yang berjejalan, dan tidak
sehat serta ketidakmampuan mengakses fasilitas kesehatan. Malnutrisi masih saja
melatarbelakangi penyakit dan kematian anak. Kurang kalori protein
sesungguhnya berpeluang menyerap siapa saja, terutama bayi dan anak yang
tengah tumbuh-kembang. Marasmus sering menjangkiti bayi yang baru berusia
kurang dari 1 tahun, sementara kwashiorkor cenderung menyerang setelah mereka
berusia 18 bulan. Penilaian status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang
menjamin setiap anggota masyarakat mendapatkan makanan yang cukup jumlah
dan mutunya. Gizi yang diperoleh seorang anak melalui konsumsi makanan setiap
hari. Kecukupan zat gizi berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan anak.Kasus
gizi buruk bukanlah jenis penyakit yang datang tiba-tiba begitu saja. Tetapi karena
proses yang menahun terus bertumpuk dan menjadi kronik saat mencapai
puncaknya. Masalah defisiensi gizi khususnya KKP menjadi perhatian karena
berbagai penelitian menunjukan adanya efek jangka panjang terhadap
pertumbuhan dan perkembangan otak manusia.
5.2. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.
Fajar, Ibnu, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Moehji, Sjahmien. 1999. Ilmu Gizi. Jakarta : Bhratara.
Santoso, Soegeng, Ranti, Anne Lies. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka
Cipta.