Anda di halaman 1dari 15

gizi buruk

BAB I

LATAR BELAKANG

1.1. PENDAHULUAN

Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah tangga
(kemampuan memperoleh makanan untuk semua anggotannya ), masalah
kesehatan, kemiskinan, pemerataan, dan kesempatan kerja. Indonesia mengalami
masalah gizi ganda yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat
diatasi secara menyeluruh sudah muncul masalah baru. Masalah gizi di Indonesia
terutama KEP masih lebih tinggi daripada Negara ASEAN lainnya ( Fajar, Ibnu,
dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC ). Sekarang ini
masalah gizi mengalami perkembangan yang sangat pesat, Malnutrisi masih saja
melatarbelakangi penyakit dan kematian anak, meskipun sering luput dari
perhatian. Sebagian besar anak di dunia 80% yang menderita malnutrisi bermukim
di wilayah yang juga miskin akan bahan pangan kaya zat gizi, terlebih zat gizi
mikro.
(Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu
Gizi.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC ).

Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi yaitu kualitas hidangan
yang mengandung semua kebutuhan tubuh. Akibat dari kesehatan gizi yang tidak
baik, maka timbul penyakit gizi, umumnya pada anak balita diderita penyakit gizi
buruk
(Santoso, Soegeng, Ranti, Anne Lies. 2004. Kesehatan dan
Gizi.
Jakarta : Rineka Cipta )

Hubungan antara kecukupan gizi dan penyakit infeksi yaitu sebab akibat yang
timbal balik sangat erat. Berbagai penyakit gangguan gizi dan gizi buruk
akibatnya tidak baiknya mutu/jumlah makanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan tubuh masing – masing orang. Jumlah kasus gizi buruk pada balita
yang ditemukan dan ditangani tenaga kesehatan ( Moehji, Sjahmien. 1999. Ilmu
Gizi. Jakarta : Bhratara ). Masalah gizi semula dianggap sebagai masalah
kesehatan yang hanya dapat ditanggulangi dengan pengobatan medis/kedokteran.
Namun, kemudian disadari bahwa gejala klinis gizi kurang yang banyak
ditemukan dokter ternyata adalah tingkatan akhir yang sudah kritis dari
serangkaian proses lain yang mendahuluinya
( Santoso, Soegeng, 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka
Cipta)

Gizi seseorang dapat dipengaruhi terhadap prestasi kerja dan produktivitas.


Pengaruh gizi terhadap perkembangan mental anak. Hal ini sehubungan dengan
terhambatnya pertumbuhan sel otak yang terjadi pada anak yang menderita
gangguan gizi pada usia sangat muda bahkan dalam kandungan. Berbagai factor
yang secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi terutama pada
balita. Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan, prasangka buruk
terhadap bahan makanan tertentu, adanya kebiasaan/pantangan yang merugikan,
kesukaan berlebihan terhadap jenis makanan tertentu, keterbatasan penghasilan
keluarga, dan jarak kelahiran yang rapat.
( Moehji, Sjahmien. 1999. Ilmu Gizi. Jakarta :
Bhratara )

Kemiskinan masih merupakan bencana bagi jutaan manusia. Sekelompok kecil


penduduk dunia berpikir “hendak makan dimana” sementara kelompok lain masih
berkutat memeras keringat untuk memperoleh sesuap nasi. Dibandingkan orang
dewasa, kebutuhan akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak – anak boleh dibilang
sangat kecil. Namun, jika diukur berdasarkan % berat badan, kebutuhan akan zat
gizi bagi bayi, balita, dan anak – anak ternyata melampaui orang dewasa nyaris
dua kali lipat. Kebutuhan akan energi dapat ditaksir dengan cara mengukur luas
permukaan tubuh/menghitung secara langsung konsumsi energi itu ( yang hilang
atau terpakai ). Asupan energi dapat diperkirakan dengan jalan menghitung
besaran energi yang dikeluarkan. Jumlah keluaran energi dapat ditentukan secara
sederhana berdasarkan berat badan

(Arisman. 2004.
Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : Buku
KedokteranEGC).

Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak yang sedang tumbuh
merupakan masalah serius. Keparahan KKP berkisar dari hanya penyusutan berat
badan, terlambat tumbuh sampai ke sindrom klinis yang nyata. Penilaian
antropometris status gizi dan didasarkan pada berat, tinggi badan, dan usia.
Ukuran antropometris bergantung pada kesederhanaa, ketepatan, kepekaan, serta
ketersediaan alat ukur. Marasmus biasanya berkaitan dengan bahan pangan yang
sangat parah, semikelaparan yang berkepanjangan, dan penyapihan terlalu dini,
sedangkan kwashiorkor dengan keterlambatan menyapih dan kekurangan protein.
Penanganan KKP berat dikelompokan menjadi dua yaitu pengobatan awal
ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa dan fase rehabilitasi
diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi

( Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta :
Buku Kedokteran EGC )

1.2. IDENTIFIKASI MASALAH

Masalah – masalah gizi buruk yang kita ketahui bisa menyerang siapa saja
khusunya balita dan anak – anak dengan criteria umur tertentu. Masalah gizi pada
hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya
tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja
melainkan dari pendekatan lain. Disini penulis mengidentifikasikan gizi buruk
berupa penyebab – penyebab gizi buruk, kwashiorkor, marasmus, maramus –
kwashiorkor, asupan gizi, malnutrisi primer dan sekunder, langkah pengobatan,
dan jumlah data penderita gizi buruk.

1.3. PEMBATASAN MASALAH

Penulis akan membatasi masalah yang akan dibahas pada waktu mata kuliah
Seminar Biologi agar nanti dalam membahas masalah gizi buruk tidak menyebar
ke semua/berbagai aspek. Pembatasan masalah sesuai dengan tema dari makalah
ini yaitu Penyakit Gizi Buruk Menyerang Balita dan Anak - anak. Termasuk di
dalamnya Jenis – jenis dan penyebab masalah gizi buruk/malnutrisi, Tanda –
tanda yang terlihat/terdeteksi pada malnutrisi dan langkah pengobatannya, Data
penurunan gizi buruk dari tahun 2004 – 2007, dan Perlunya asupan gizi

1.4. TUJUAN

Tujuan dari penulisan makalah presentasi ini adalah ingin memberitahukan


kepada masyarakat hal – hal apa saja yang menjadi ruang lingkup dari masalah
gizi buruk, menambah pengetahuan bagi masyarakat agar lebih luas wawasannya
mengenai gizi buruk, memberitahukan jumlah penurunan penderita gizi buruk dari
tahun 2004 – 2007, memberikan gambaran yang jelas mengenai penyakit gizi
buruk, juga tidak lupa untuk menambah nilai mahasiswa. dan lain – lain yang bisa
berdampak positif bagipenulis dan para pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. TINJAUAN TEORI

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi


secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme, dan pengeluaran zat – zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ – organ
serta menghasilkan energi. Akibat kekurangan gizi, maka simpanan zat gizi pada
tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan apabila keadaan ini berlangsung
lama maka simpanan zat gizi akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan
jaringan. Pada saat ini orang bisa dikatakan malnutrisi. KEP seseorang yang gizi
buruk disebakan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan
sehari – hari. Pada umumnya penderita KEP berasal dari keluarga yang
berpenghasilan rendah, tanda – tanda klinis gizi buruk dapat menjadi indicator
yang sangat penting untuk mengetahui seseorang menderita gizi buruk.
Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak factor.

Data komposisi zat gizi bahan makanan yang berhubungan dengan berbagai
proses pengolahan belum cukup tersedia, pemeriksaan zat gizi spesifik bertujuan
untuk menilai status gizi. Zat gizi yang terdapat pada Angka Kecukupan Gizi (
AKG ) hanyalah gizi yang penting yaitu energi, protein, vit A, C, B 12, Tiamin,
Riboflavin, Niasin, Asam Folat, Kalsium, Fosfor, Zat Besi, Zink, dan Yodium (
Fajar, Ibnu, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi.
Jakarta : Buku Kedokteran
EGC )

Ada beberapa penyakit yang berhubungan dengan gizi yaitu penyakit gizi lebih
( obesitas ), gizi buruk ( malnutrisi ), metabolic bawaan, keracunan makanan,
dan lain – lain. Gangguan gizi buruk menggambarkan suatu keadaan pathologis
yang terjadi akibat ketidaksesuaian/tidak terpenuhinya antara zat gizi yang masuk
kedalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi dalam jangka waktu yang
relatif lama. Ilmu gizi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang khusus
mempelajari hubungan antara makanan yang kita makan dan kesehatan tubuh.
Hubungan antara makanan dan kesehatan tubuh sudah diketahui sejak berabad –
abad yang lampau.. Penyakit – penyakit yang timbul akibat makanan kurang baik
seperti makanan yang tidak cukup gizinya atau kadar zat gizinya tak seimbang
disebut penyakit gangguan gizi yang pertama kali dikenal adalah penyakit
skorbut/sariawan. Penemuan dini terhadap penderita marasmus dan kwashiorkor
sangat penting, baik dalam usaha pencegahan terjadinya gizi buruk maupun dalam
usaha menurunkan angka kematian bayi dan anak. Untuk itu, para ahli kesehatan
anak di berbagai Negara telah bersepakat untuk menemukan cara yang paling
mudah dan sederhana untuk mendeteksi penderita KKP sedini mungkin dengan
melakukan monitoring berat badan anak melalui penimbangan secara teratur
setiap bulan telah dijadikan sebagai kegiatan pokok. Usaha untuk menangani
masalah gizi buruk di Indonesia telah dimulai jauh sebelum Perang Dunia Ke II,
strategi yang digunakan untuk memperbaiki gizi di masyarakat berbeda – beda,
ada caranya masing – masing. Dewasa ini gizi bukan saja dikenal akan tetapi telah
menjadi bahan pembicaraan dan pembahasan di berbagai lingkungan masyarakat.
Dewasa ini program perbaikan gizi merupakan salah satu dari 5 program pokok
Dep Kes ( Panca Karsa/Karya Husada )

( Moehji, Sjahmien. 1999. Ilmu Gizi. Jakarta :


Bhratara ).

Kesehatan yang baik tidak terjadi karena ada perubahan yang berupa kekurangan
zat makanan tertentu ( defisiensi ) atau berlebih. Kekurangan umumnya mencakup
protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Sedangkan kelebihan umumnya
mencakup konsumsi lemak, protein, dan gula. Untuk mencapai kondisi anak
perlu/cukup gizi harus memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan serta
melakukan kegiatan yang baik seperti olah raga, dan lain – lain. Konsumsi yang
kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan gizi
kurang/defisiensi. Keadaan kesehatan gizi masyarakat tergantung pada tingkat
konsumsi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Penyakit gizi di
Indonesia terutama tergolong ke dalam kelompok penyakit defisiensi yang sering
dihubungkan dengan infeksi yang bisa berhubungan dengan gangguan gizi.
Defisiensi gizi merupakan awal dari gangguan system imun yang menghambat
reaksi imunologis. Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama akan
memberikan prognosis yang lebih buruk. Ada berbagai zat gizi yang sangat
mempengaruhi kondisi kesehatan manusia. Masalah kesehatan gizi dapa timbul
dalam bentuk penyakit dengan tingkat yang tinggi
( Santoso, 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka Cipta. )

2.2. PEMBAHASAN MASALAH

Jakarta – Sepanjang tahun ini banyak sudah bencana kesehatan yang melanda
bangsa ini. Mulai dari demam berdarah, polio dan penyakit busung lapar yang
cukup mengejutkan. Kasus penderita gizi buruk terus bertambah di sejumlah
daerah. Kasus gizi buruk umumnya menimpa balita dengan latar belakang
ekonomi lemah. Beragam masalah malnutrisi banyak ditemukan pada anak-anak
dari kurang gizi hingga busung lapar. Menurut United Nations Children’s Fund
(Unicef) saat ini ada sekitar 40 % anak Indonesia di bawah usia lima tahun
menderita gizi buruk.
Betapa banyaknya bayi dan anak-anak yang sudah bergulat dengan kelaparan dan
penderitaan sejak mereka dilahirkan. Penyebab utama kasus gizi buruk di
Indonesia tampaknya karena masalah ekonomi atau kurang pengetahuan.
Kemiskinan dan ketidakmampuan orang tua menyediakan makanan bergizi bagi
anaknya menjadi penyebab utama meningkatnya korban gizi buruk di Indonesia,
kemiskinan memicu kasus Gizi Buruk
Fenomena gizi buruk ini biasanya melibatkan kurangnya asupan kalori baik dari
karbohidrat atau protein (protein-energy malnutrition–PEM). Kurangnya pasokan
energi sangat mempengaruhi kerja masing-masing organ tubuh. Menurut situs
Dinas Kesehatan Pemda Ibukota Jakarta, keadaan gizi buruk ini secara klinis
dibagi menjadi 3 tipe: Kwashiorkor, Marasmus, dan Kwashiorkor-Marasmus.
Ketiga kondisi patologis ini umumnya terjadi pada anak-anak di negara
berkembang yang berada dalam rentang usia tidak lagi menyusui.
Perbedaan antara marasmus dan kwashiorkor tidak dapat didefinisikan secara jelas
menurut perbedaan kurangnya asupan makanan tertentu, namun dapat teramati
dari gejala yang ditunjukkan penderita.

2.3. KWASHIORKOR

Kwashiorkor sering juga diistilahkan sebagai busung lapar atau HO. Penampilan
anak-anak penderita HO umumnya sangat khas, terutama bagian perut yang
menonjol. Berat badannya jauh di bawah berat normal. Edema stadium berat
maupun ringan biasanya menyertai penderita ini. Beberapa ciri lain yang
menyertai di antaranya:
 Perubahan mental menyolok. Banyak menangis, pada stadium lanjut anak terlihat
sangat pasif.
 Penderita nampak lemah dan ingin selalu terbaring
 Anemia.
 Diare dengan feses cair yang banyak mengandung asam laktat karena
berkurangnya produksi laktase dan enzim penting lainnya.
 Kelainan kulit yang khas, dimulai dengan titik merah menyerupai petechia (
perdarahan kecil yang timbul sebagai titik berwarna merah keunguan, pada kulit
maupun selaput lendir, Red. ), yang lambat laun kemudian menghitam. Setelah
mengelupas, terlihat kemerahan dengan batas menghitam. Kelainan ini biasanya
dijumpai di kulit sekitar punggung, pantat, dan sebagainya
 Pembesaran hati. Bahkan saat rebahan, pembesaran ini dapat diraba dari luar
tubuh, terasa licin dan kenyal.
Tanda-tanda kwashiorkor meliputi
- edema di seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki,
- wajah membulat dan sembab,
- pandangan mata sayu,
- perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis,
- rambut berwarna kepirangan, kusam, dan mudah dicabut,
- otot-otot mengecil, teramati terutama saat berdiri dan duduk,
- bercak merah coklat pada kulit, yang dapat berubah hitam dan mengelupas
- menolak segala jenis makanan (anoreksia)
- sering disertai anemia, diare, dan infeksi.

2.4. MARASMUS

Kasus marasmik atau malnutrisi berat karena kurang karbohidrat disertai tangan
dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan kulit. Pada
umumnya penderita tampak lemah sering digendong, rewel dan banyak menangis.
Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun.
Marasmik adalah bentuk malnutrisi primer karena kekurangan karbohidrat. Gejala
yang timbul diantaranya muka berkerut terlihat tua, tidak terlihat lemak dan otot
di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah berwarna
kemerahan dan terjadi pembesaran hati, sangat kurus karena kehilangan sebagian
lemak dan otot . Anak-anak penderita marasmus secara fisik mudah dikenali.
Penderita marasmus berat akan menunjukkan perubahan mental, bahkan hilang
kesadaran. Dalam stadium yang lebih ringan, anak umumnya jadi lebih cengeng
dan gampang menangis karena selalu merasa lapar. Ketidakseimbangan elektrolit
juga terdeteksi dalam keadaan marasmus. Upaya rehidrasi ( pemberian cairan
elektrolit ) atau transfusi darah pada periode ini dapat mengakibatkan aritmia (
tidak teraturnya denyut jantung ) bahkan terhentinya denyut jantung. Karena itu,
monitoring klinik harus dilakukan seksama. Ada pun ciri-ciri lainnya adalah:
* Berat badannya kurang dari 60% berat anak normal seusianya.
* Kulit terlihat kering, dingin dan mengendur.
* Beberapa di antaranya memiliki rambut yang mudah rontok.
* Tulang-tulang terlihat jelas menonjol.
* Sering menderita diare atau konstipasi.
* Tekanan darah cenderung rendah dibanding anak normal, dengan kadar
hemoglobin yang juga lebih rendah dari semestinya.
- anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit,
- wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, perut cekung, dan kulit keriput.

2.5.MARASMIK-KWASHIORKOR

Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor dengan


gabungan gejala yang menyertai.
 Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal. Gejala
khas kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit dan sebagainya.
 Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot.
 Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan
metabolic seperti gangguan pada ginjal dan pankreas.
 Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya kadar
natrium dan fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium.
Gejala klinis Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi dari gejala-
gejala masing-masing penyakit tersebut.

2.6.PENYEBAB GIZI BURUK

Penyebab utama gizi kurang dan gizi buruk tidak satu. Ada banyak!. Penyebab
pertama adalah faktor alam. Secara umum tanah terkenal sebagai daerah tropis
yang minim curah hujan. Kadang curah hujannya banyak tetapi dalam kurun
waktu yang sangat singkat. Akibatnya, hujan itu bukan menjadi berkat tetapi
mendatangkan bencana banjir. Tetapi, beberapa tahun belakangan ini tidak ada
hujan menjadi kering kerontang! Tanaman jagung yang merupakan penunjang
ekonomi keluarga sekaligus sebagai makanan sehari-hari rakyat gagal dipanen.
Akibatnya, banyak petani termasuk anak-anak, terutama yang tinggal di daerah
pelosok, memakan apa saja demi mempertahankan hidup. Dikhawatirkan gizi
yang kurang dan bahkan buruk akan memperburuk pertumbuhan fisik dan fungsi-
fungsi otak. Kalau ini terjadi, masa depan anak-anak ini dipastikan akan sangat
kelam dan buram.
Penyebab kedua adalah faktor manusiawi yaitu berasal dari kultur sosial
masyarakat setempat. Kebanyakan masyarakat petani bersifat 'one dimensional,'
yakni masyarakat yang memang sangat tergantung pada satu mata pencaharian
saja. Banyak orang menanam makanan 'secukup'nya saja, artinya hasil panen itu
cukup untuk menghidupi satu keluarga sampai masa panen berikutnya. Belum ada
pemikiran untuk membudidayakan hasil pertanian mereka demi meraup
keuntungan atau demi meningkatkan pendapatan keluarga. Adanya budaya
'alternatif' yaitu memanfaatkan halaman rumah untuk menanam sayur-mayur demi
menunjang kebutuhan sehari-hari.
Penyebab ketiga masih berkisar soal manusiawi tetapi kali ini lebih berhubungan
dengan persoalan struktural, yaitu kurangnya perhatian pemerintah. Pola relasi
rakyat dan pemerintah masih vertikal bukan saja menghilangkan kontrol sosial
rakyat terhadap para pejabat, tetapi juga membuka akses terhadap penindasan dan
ketidakadilan dan, yang paling berbahaya, menciptakan godaan untuk
menyuburkan budaya korupsi. Tentu saja tidak semua aparat dan pejabat seperti
itu!. Terlepas dari itu semua nampaknya masyarakat membutuhkan pendampingan
agar mereka memahami hak-hak individu dan hak-hak sosial mereka sebagai
warganegara.

2.7.MALNUTRISI PRIMER

Penyebab gizi buruk di daerah pedesaan atau daerah miskin lainnya sering
disebut malnutrisi primer, yang disebabkan karena masalah ekonomi dan
rendahnya pengetahuan. Gejala klinis malnutrisi primer sangat bervariasi
tergantung derajat dan lamanya kekurangan energi dan protein, umur penderita
dan adanya gejala kekurangan vitamin dan mineral lainnya. Kasus tersebut sering
dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 5 tahun. Pertumbuhan yang terganggu
dapat dilihat dari kenaikkan berat badan terhenti atau menurun, ukuran lengan atas
menurun, pertumbuhan tulang ( maturasi ) terlambat, perbandingan berat terhadap
tinggi menurun. Gejala dan tanda klinis yang tampak adalah anemia ringan,
aktifitas berkurang, kadang di dapatkan gangguan kulit dan rambut. Pada
penderita malnutrisi primer dapat mempengaruhi metabolisme di otak sehingga
mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf. berpengaruh terhadap
perkembangan mental dan kecerdasan anak. Mortalitas atau kejadian kematian
dapat terjadi pada penderita malnutri primer yang berat.

2.8.MALNUTRISI SEKUNDER

Malnutrisi sekunder adalah gangguan pencapaian kenaikkan berat badan yang


bukan disebabkan penyimpangan pemberian asupan gizi pada anak karena adanya
gangguan pada fungsi dan sistem tubuh yang mengakibatkan gagal tumbuh.
Gangguan sejak lahir yang terjadi pada sistem saluran cerna, metabolisme,
kromosom atau kelainan bawaan jantung, ginjal dan lain-lain. Kasus gizi buruk di
kota besar biasanya didominasi oleh malnutrisi sekunder. Malnutrisi sekunder ini
gangguan peningkatan berat badan yang disebabkan karena karena adanya
gangguan di sistem tubuh anak. pada malnutrisi sekunder tampak anak sangat
lincah, tidak bisa diam atau sangat aktif bergerak. Tampilan berbeda lainnya,
penderita malnutrisi sekunder justru tampak lebih cerdas, tidak ada gangguan
pertumbuhan rambut dan wajah atau kulit muka tampak segar.
Kasus malnutrisi sekunder sering terjadi overdiagnosis (diagnosis yang diberikan
terlalu berlebihan padahal belum tentu mengalami infeksi ) tuberkulosis (TB).
Overdiagnosis tersebut terjadi karena tidak sesuai dengan panduan diagnosis yang
ada.
Secara medis penanganan kasus malnutrisi sekunder lebih kompleks dan rumit.
Penanganannya harus melibatkan beberapa disiplin ilmu kedokteran anak seperti
bidang gastroenterologi, endokrin, metabolik, alergi-imunologi, tumbuh kembang
dan lainnya. Gizi buruk memang merupakan masalah klasik bangsa ini sejak dulu.
Tanpa data dan informasi yang cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat
menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik dengan kemiskinan. Karena, gizi
buruk bukan saja disebabkan karena masalah ekonomi atau kurangnya
pengetahuan dan pendidikan,

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. TEMPAT PENELITIAN
Dalam menulis skripsi ini penulis mengambil data tentang Gizi buruk pada balita
ini di “Ruang Cempaka Rumah Sakit umum Daerah Tarakan Jakarta Pusat”.

3.2. WAKTU PENELITIAN


Penulis mengambil data gizi buruk pada balita ini selama 1 hari pada tanggal 15
juli 2011 wawacara dengan Kepala Rumah Sakit di Rumah Sakit Tarakan Jakarta
Pusat.

3.3. METODE PENELITIAN


Dalam penelitian ini penulis mengunakan metode wawancara dengan Kepala
Rumah Sakit dan wawancara dengan pasien menderita gizi buruk yang ada di
rumah sakit tersebut.

3.4. VARIABEL PENELITIAN


Dalam menyusun skripsi ini penulis mengambil masalah tentang gizzi buruk,
karena pada negaran berkembang khususnya Indonesia penyakit gizi buruk sangat
banyak sekali menyerang penduduk Indonesia, baik masyarakat kaya, pendidikan
tinggi dan masyarakat miskin. Semua rentang menderita gizi buruk.
Maka dari itu penulis mengambil masalah gizi buruk guna mengetahui apa pemicu
gizi buruk yang rentan sekali pada masyarakat Indonesia, mengapa gizi buruk bisa
menyerang masyarakat, dan bagaimana proses dan cara gizi buruk menyerang
masyarakat.
Gizi buruksangat menakutkan bagi kalangan masyarakat terutama pada anak-anak
sangat menpunyai masalah pada saat pertumbuhannya, pertumbuhan dengan
menderita gizi buruk sangat mengancam nyawa sang anak.

3.5. TEKNIK PENGAMBILAN DATA


Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah dengan angket.
Dengan angket penulis dapat menyimpulkan melalui banyaknya pasien yang
menderita penyakit gizi buruk. Penulis juga membandingkan dengan jumblah
pasien yang menderita penyakit lain.

3.6. TEKNIK PENGOLAHAN DATA


Cara penulis dalam mengolah data yang di dapatkan yaitu dengan pertama-tama
dengan memastikan semua data dan landasan teori yang diperlukan telah
diperoleh dengan lengkap. Lalu penulis menghitung semua data, setelah itu
penulis mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari tiap pertanyaan yang penulis
ajukan. Langkah selanjutnya dengan jenis penelitian, penulis menghubungkan
data-data yang satu dengan yang lainnya dan juga dengan landasan teori yang ada.
Langkah terakhir, penulis menuangkan dalam skripsi ini.

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1. PERLUNYA ASUPAN GIZI


Banyaknya produk suplemen vitamin yang kini beredar secara bebas bisa
berdampak baik sekaligus berdampak buruk. suatu produk suplemen harus
menjalani uji klinis dulu sebelum dipasarkan. kita tidak terlena begitu saja dengan
rayuan iklan yang terlalu bombastis. Tapi di sisi lain produk suplemen yang
memang bisa dipercaya kebenarannya sangat berguna bagi kebanyakan orang
yang tidak sempat mendapatkan gizi tersebut dari makanan sehari-hari.
Lebih baik kalau berbagai kebutuhan gizi didapat dari makanan langsung, bukan
asupan atau suplemen yang dijual bebas. Sebab tak seorang pun yang bisa
menjamin keamanannya, Kecuali kalau asupan itu memang dianjurkan oleh
dokter atau didapat dari dokter. Anak usia 0-2 tahun sebaiknya mendapatkan Air
Susu Ibu (ASI). ASI mengandung semua zat yang dibutuhkan dalam
perkembangan otak anak. Air susu ibu cocok sekali untuk memenuhi kebutuhan
bayi dalam segala hal.

Banyak produk susu kaleng atau susu formula mengandung asam linoleat, DHA
dan sebagainya. ASI juga mengandung zat anti efeksi.
Untuk memulihkan kondisi Balita pada status normal, dibutuhkan asupan susu
yang mudah diserap tubuh yakni Entrasol. Tiap Balita diharuskan mengkonsumsi
60 kotak susu, dimana dalam hitungan 90 hari berat badan anak kembali normal.
Kriteria yang dicantumkan antara lain: biasa makan beraneka ragam makanan
(makan 2-3 kali sehari dengan makanan pokok, sayur, dan lauk pauk), selalu
memantau kesehatan anggota keluarga, biasanya menggunakan garam beryodium,
dan khusus ibu hamil, didukung untuk memenuhi kebutuhan ASI bayi minimal
sampai 4 bulan setelah kelahiran. Kriteria ini tentunya masih sulit dipenuhi oleh
masyarakat Indonesia. Adapun ciri-ciri klinis yang biasa menyertainya antara lain:
* Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, atau bahkan menurun.
* Ukuran lingkaran lengan atas menurun.
* Maturasi tulang terlambat.
* Rasio berat terhadap tinggi, normal atau cenderung menurun.
* Tebal lipat kulit normal atau semakin berkurang.

4.2. LANGKAH PENGOBATAN

Pengobatan pada penderita MEP tentu saja harus disesuaikan dengan


tingkatannya. Penderita kurang gizi stadium ringan, contohnya, diatasi dengan
perbaikan gizi. Dalam sehari anak-anak ini harus mendapat masukan protein
sekitar 2-3 gram atau setara dengan 100-150 Kkal. Langkah penanganan harus
didasarkan pada penyebab serta kemungkinan pemecahnya.
Sedangkan pengobatan MEP berat cenderung lebih kompleks karena masing-
masing penyakit yang menyertai harus diobati satu per satu. Penderita pun
sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapat perhatian medis secara penuh.
Sejalan dengan pengobatan penyakit penyerta maupun infeksinya, status gizi anak
tersebut terus diperbaiki hingga sembuh. Memulihkan keadaan gizinya dengan
cara mengobati penyakit penyerta, peningkatan taraf gizi, dan mencegah gejala
atau kekambuhan dari gizi buruk

4.3. JUMLAH KASUS GIZI BURUK PADA BALITA MENURUN


Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyatakan, berbagai upaya intervensi
perbaikan gizi yang dilakukan pemerintah berhasil menurunkan jumlah kasus gizi
kurang dan gizi buruk balita dalam beberapa tahun terakhir. "Capaiannya sudah
signifikan, tapi memang belum bisa langsung membuatnya jadi tidak ada karena
untuk itu memang butuh waktu lama," katanya. Ia menjelaskan, penanganan gizi
buruk membutuhkan dana yang cukup besar, sehingga perlu dukungan dana dari
pemerintah pusat. Kasus gizi buruk dan gizi kurang pada balita yang pada 2004
sebanyak 5,1 juta telah turun menjadi 4,4 juta pada 2005 dan kembali turun
menjadi 4,2 juta pada 2006. "Tahun 2007 angkanya juga turun lagi menjadi 4,1
juta.
Mengalami penurunan bermakna dalam tiga tahun terakhir. Menurut Laporan
Kasus Gizi Buruk Dinas Kesehatan Provinsi yang disampaikan ke Departemen
Kesehatan pada 2005, jumlah kasus gizi buruk pada balita yang ditemukan dan
ditangani sebanyak 76.178 kemudian turun menjadi 50.106 pada 2006 dan turun
lagi menjadi 39.080 pada 2007. Jumlah temuan kegiatan surveilans itu lebih
rendah dibandingkan dengan target penemuan kasus gizi buruk pada balita yang
pada 2005 seharusnya sebanyak 180.000 kasus, 94.000 kasus pada 2006 dan
75.000 kasus pada 2007.
Guna menurunkan jumlah kasus gizi buruk seperti yang telah ditargetkan, yakni
menjadi 20 persen dari total balita pada 2009, pemerintah telah melakukan upaya
penanggulangan masalah gizi jangka pendek, menengah dan panjang. Targetnya
tahun 2009 bisa turun menjadi 20 persen dari jumlah balita, upaya jangka
pendeknya antara lain perawatan kasus sesuai prosedur di rumah sakit secara
gratis, pemberian makanan bergizi tinggi bagi balita dari keluarga kurang mampu
dan surveilans kasus secara periodik melalui Posyandu, serta pemberian makanan
pendamping ASI gratis bagi bayi usia 6-24 bulan dari keluarga kurang mampu.
Jangka menengah memberdayakan masyarakat untuk memperbaiki pola asuh
pemeliharaan bayi seperti promosi pemberian ASI eksklusif selama enam bulan
dan penimbangan berat badan bayi secara rutin untuk deteksi dini kasus,
pemerintah juga berusaha meningkatkan akses pelayanan kesehatan dan gizi yang
bermutu melalui pembentukan Pos Kesehatan Desa, penempatan bidan di desa,
peningkatan kemampuan tenaga kesehatan, penguatan Puskesmas dan
pembentukan tim kesehatan keliling di daerah terpencil.
Setiap tahun juga telah meningkatkan alokasi anggaran untuk perbaikan gizi. Jika
pada 2005 alokasi dana untuk perbaikan gizi hanya Rp175 miliar, maka 2006
ditingkatkan menjadi Rp582 miliar dan kembali ditingkatkan menjadi Rp600
miliar pada 2007. "Tahun 2008 ini besaran anggarannya masih dibahas, tapi
dipastikan tidak akan lebih rendah dari Rp600 miliar," Dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara 2008 pemerintah mengalokasikan 2,3 persen
untuk biaya kesehatan. Dengan strategi dan langkah yang telah diterapkan,
pemerintah optimistis bisa menurunkan kasus gizi buruk dan kurang pada balita.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
Ada 4 faktor yang melatarbelakangi KKP yaitu : masalah social, ekonomi,
biologi, dan lingkungan. Kemiskinan salah satu determinan social - ekonomi,
merupakan akar dari ketiadaan pangan, tempat mukim yang berjejalan, dan tidak
sehat serta ketidakmampuan mengakses fasilitas kesehatan. Malnutrisi masih saja
melatarbelakangi penyakit dan kematian anak. Kurang kalori protein
sesungguhnya berpeluang menyerap siapa saja, terutama bayi dan anak yang
tengah tumbuh-kembang. Marasmus sering menjangkiti bayi yang baru berusia
kurang dari 1 tahun, sementara kwashiorkor cenderung menyerang setelah mereka
berusia 18 bulan. Penilaian status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang
menjamin setiap anggota masyarakat mendapatkan makanan yang cukup jumlah
dan mutunya. Gizi yang diperoleh seorang anak melalui konsumsi makanan setiap
hari. Kecukupan zat gizi berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan anak.Kasus
gizi buruk bukanlah jenis penyakit yang datang tiba-tiba begitu saja. Tetapi karena
proses yang menahun terus bertumpuk dan menjadi kronik saat mencapai
puncaknya. Masalah defisiensi gizi khususnya KKP menjadi perhatian karena
berbagai penelitian menunjukan adanya efek jangka panjang terhadap
pertumbuhan dan perkembangan otak manusia.

5.2. SARAN

Ketidakseriusan pemerintah terlihat jelas ketika penanganan kasus gizi buruk


terlambat seharusnya penanganan pelayanan kesehatan dilakukan disaat penderita
gizi buruk belum mencapai tahap membahayakan. Setelah kasus gizi buruk
merebak barulah pemerintah melakukan tindakan ( serius ). Keseriusan
pemerintah tidak ada artinya apabila tidak didukung masyarakat itu sendiri.
Sebab, perilaku masyarakat yang sudah membudaya selama ini adalah, anak-anak
yang menderita penyakit kurang mendapatkan perhatian orang tua. Anak-anak itu
hanya diberi makan seadanya, tanpa peduli akan kadar gizi dalam makanan yang
diberikan. Apalagi kalau persediaan pangan keluarga sudah menipis. Tanpa data
dan informasi yang cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat
menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik dengan kemiskinan. Dan
seharusnya para ibu mengupayakan sesuatu yang terbaik untuk anaknya yang
nantinya anak tersebut dapat menolong sang ibu. Ibu jangan mudah menyerah
hadapilah semuanya itu, saya yakin pasti akan ada jalan keluarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.
Fajar, Ibnu, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Moehji, Sjahmien. 1999. Ilmu Gizi. Jakarta : Bhratara.

Santoso, Soegeng, Ranti, Anne Lies. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka
Cipta.

Anda mungkin juga menyukai