Askep Hipersensitivitas
Askep Hipersensitivitas
MAKALAH
“ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN HIPERSENSITIVITAS”
Dosen Pengampu:
Kharis Yusman, S.Kep.Ns
Disusun oleh:
1. Eka Hidayati (012.005)
2. Eriga Damayanti O. (012.007)
3. Ika Rifikoh (012.012)
4. Rif’atun Milatin (012.024)
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa selalu melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikanmakalah yang berjudul
“ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN HIPERSENSITIVITAS” yang dapat
selesai tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah KMB II. Dalam
penyusunan makalah ini tak lupa pula kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu baik berupa bimbingan, dorongan do’a, serta kerja sama yang baik dari semua
pihak.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk
itu kami meminta kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian..................................................................................... 3
B. Etiologi......................................................................................... 3
C. Tanda dan Gejala.......................................................................... 4
D. Patofisiologi.................................................................................. 5
E. Pathway........................................................................................ 6
F. Klasifikasi..................................................................................... 7
G. Terapi............................................................................................ 11
H. Diagnostik.................................................................................... 11
I. Pemeriksaan Penunjang................................................................ 12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian.................................................................................... 14
B. Diagnosa Keperawatan................................................................. 14
C. Intervensi...................................................................................... 15
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 20
B. Saran............................................................................................ 20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat non-spesifik
dan imunitas spesifik. Imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral yang secara aktif
diperankan oleh sel limfosit B, yang memproduksi 5 macam imunoglobulin (IgG, IgA,
IgM, IgD dan IgE) dan sistem imunitas seluler yang dihantarkan oleh sel limfosit T, yang
bila mana ketemu dengan antigen lalu mengadakan differensiasi dan menghasilkan zat
limfokin, yang mengatur sel-sel lain untuk menghancurkan antigen tersebut.
Bilamana suatu alergen masuk ke tubuh, maka tubuh akan mengadakan respon.
Bilamana alergen tersebut hancur, maka ini merupakan hal yang menguntungkan,
sehingga yang terjadi ialah keadaan imun. Tetapi, bilamana merugikan, jaringan tubuh
menjadi rusak, maka terjadilah reaksi hipersensitivitas atau alergi.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi
B. Etiologi
1. Faktor Internal
2. Fakor Eksternal
a. Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress)
atau beban latihan (lari, olah raga).
c. Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat
menimbulkan reaksi alergi.
Reaksi tipe I dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi lokal.
Pemberian antigen protein atau obat (misalnya, penisilin) secara sistemik (parental)
menimbulkan anafilaksis sistemik. Dalam beberapa menit setelah pajanan, pada pejamu
yang tersensitisasi akan muncul rasa gatal, urtikaria (bintik merah dan bengkak), dan
eritems kulit,diikuti oleh kesulitan bernafas berat yang disebabkan oleh bronkokonstriksi
paru dan diperkuat dengan hipersekresi mukus. Edema laring dapat memperberat
persoalan dengan menyebabkan obstruksi saluran pernafasan bagian atas. Selain itu,
otot semua saluran pencernaan dapat terserang, dan mengakibatkan vomitus, kaku perut,
dan diare. Tanpa intervensi segera,dapatterjadi vasodilatasi sistemik (syok anafilaktik ),
dan penderita dapat mengalami kegagalan sirkulasi dan kematian dalam beberapa menit.
Reaksi lokal biasanya terjadi bila antigen hanya terbatas pada tempat tertentu
sesuai jalur pemajanannya, seperti di kulit (kontak, menyebabkan urtikaria), traktus
gastrointestinal (ingesti,menyebabkan diare), atau paru (inhalasi, menyebabkan
bronkokonstriksi).
2. Demam
4. Limfadenopati
6. neuritis optic
7. glomerulonefritis
Manifestasi klinis hipersensitivitas tipe IV, dapat berupa reaksi paru akut seperti
demam, sesak, batuk dan efusi pleura. Obat yang tersering menyebabkan reaksi ini yaitu
nitrofuratonin, nefritis intestisial, ensafalomielitis. hepatitis juga dapat merupakan
manifestasi reaksi obat.
D. Patofisiologi
Saat pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh seseorang yang
mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun ketika untuk
kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak gejala-
gejala timbulnya alergi pada kulit orang tersebut. Setelah tanda-tanda itu muncul maka
antigen akan mengenali alergen yang masuk yang akan memicu aktifnya sel T, dimana
sel T tersebut yang akan merangsang sel B untuk mengaktifkan antibodi (Ig E). Proses
ini mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel mast yang dikeluarkan oleh basofil.
Apabila seseorang mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang sama
maka akan terjadi 2 hal yaitu,:
1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek
terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel – sel radang misalnya netrofil
dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan panas.
E. Pathway
Allergen
Sel-sel radang Reaksi
Merangsal sel B
Histamin bertambah
Seluruh tubuh
Paru-paru : asma
Anafilatik syok : TD , kesadaran , kematian
F. Klasifikasi
1. Hipersensitifitas tipe I
2. Hipersensitifitas tipe II
Patogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu kompleks imun
karena kelebihan antigen dan kompleks imun karena kelebihan antibodi. Kelebihan
antigen kronis akan menimbulkan sakit serum (serum sickness) yang dapat memicu
terjadinya artritis atau glomerulonefritis. Kompleks imun karena kelebihan antibodi
disebut juga sebagai reaksi Arthus, diakibatkan oleh paparan antigen dalam dosis
rendah yang terjadi dalam waktu lama sehingga menginduksi timbulnya kompleks
dan kelebihan antibodi. Beberapa contoh sakit yang diakibatkan reaksi Arthus adalah
spora Aspergillus clavatus dan A. fumigatus yang menimbulkan sakit pada paru-paru
pekerja lahan gandum (malt) dan spora Penicillium casei pada paru-paru pembuat
keju.
4. Hipersensitifitas tipe IV
Waktu Penampakan
Tipe Histologi Antigen dan situs
reaksi klinis
G. Pemeriksaan Penunjang
H. Diagnostik
1. Gangguan saluran cerna dengan diare dan atau mual muntah, misalnya :
stenosis pilorik, Hirschsprung, defisiensi enzim, galaktosemia, keganasan dengan
obstruksi, cystic fibrosis, peptic disease dan sebagainya.
2. Reaksi karena kontaminan dan bahan-bahan aditif, misalnya : bahan pewarna
dan pengawet, sodium metabisulfite, monosodium glutamate, nitrit, tartrazine, toksin,
fungi (aflatoxin), fish related (scombroid, ciguatera), bakteri (Salmonella,
Escherichia coli, Shigella), virus (rotavirus, enterovirus), parasit (Giardia, Akis
simplex), logam berat, pestisida, kafein, glycosidal alkaloid solanine, histamin (pada
ikan), serotonin (pisang, tomat), triptamin (tomat), tiramin (keju) dan sebagainya.
3. Reaksi psikologi
I. Terapi
1. Menghindari allergen
2. Terapi farmakologis
a. Adrenergik
b. Antihistamin
Obat dari berbagai struktur kimia yang bersaing dengan histamin pada reseptor
di berbagai jaringan. Karena antihistamin berperan sebagai antagonis kompetitif
mereka lebih efektif dalam mencegah daripada melawan kerja histamine.
c. Kromolin Sodium
Kromolin sodium adalah garam disodium 1,3-bis-2-hidroksipropan. Zat ini
merupakan analog kimia obat khellin yang mempunyai sifat merelaksasikan otot
polos. Obat ini tidak mempunyai sifat bronkodilator karenanya obat ini tidak
efektif unutk pengobatan asma akut. Kromolin paling bermanfaat pada asma
alergika atau ekstrinsik.
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah obat paling kuat yang tersedia untuk pengobatan alergi.
Beberapa pengaruh prednison nyata dalam 2 jam sesudah pemberian peroral
atau intravena yaitu penurunan eosinofil serta limfosit prrimer. Steroid topikal
mempunyai pengaruh lokal langsung yang meliputi pengurangan radang, edema,
produksi mukus, permeabilitas vaskuler, dan kadar Ig E mukosa.
3. Imunoterapi
4. Profilaksis
ASKEP HIPERSENSITIFITAS
A. Pengkajian
1. Data Demografi
b) Keluhan utama
c) Kronologis keluhan
Analisa Data
1. Data Subjektif
a. Sesak nafas
b. Mual, muntah
c. Meringis, gelisah
e. Gatal – gatal
f. Batuk
2. Data objektif
a. Penggunaan O2
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (allergen, ex: makanan)
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Kriteria hasil :
2. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius seperti
krekels, mengi, gesekan pleura.
Rasional : Bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi
sekunder terhadap pendarahan, bekuan/ kolaps jalan napas kecil
(atelektasis). Ronci dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/ kegagalan
pernapasan.
Tujuan : setelah diberikan askep selama 1.x.24 jam diharapkan suhu tubuh
pasien menurun.
Kriteria hasil :
Intervensi :
2. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai
indikasi
Tujuan : setelah diberikan askep selama 2 x24 jam diharapkan pasien tidak akan
mengalami kerusakan integritas kulit lebih parah.
Kriteria hasil :
a. Tidak terdapat kemerahan, bentol-bentol dan odema
Intervensi :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Kriteria hasil :
c. Skala nyeri 0
Rektal (36,7-38,10C)
Axilla (35,5-36,40C)
Intervensi :
1. Ukur TTV
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipersensitivitas merupakan suatu reaksi hipersensitivitas biasanya tidak akan terjadi
sesudah kontak pertama kali dengan sebuah antigen. Reaksi terjadi pada kotak-ulang
sesudah seseorang yang memiliki predisposisi mengalami sensitisasi . Anafilaksis merupakan
respon klinis terhadap suatu reaksi imunologi cepat (hipersensitivitas tipe 1). Anafilaksis
adalah repon berlebihan system imun yang melibatkan seluruh tubuh. Tipe anfilaksia ada
beberapa yaitu : Local, reaksi anafilaksis local biasanya meliputi urtikaria serta angioedema
pada tempat kontak dengan antigen dan dapat merupakan reaksi yang berat tetapi jarang
fatal. Sistemik, reaksi sistemik terjadi dalam tempo kurang lebih 30 menit sesudah kontak
dalam system organ berikut ini : kardiovaskuler, respiratorius, gastrointestinal dan
integument .
B. Saran
2. Melakukan tes alergi dan melihat riwayat keluarga serta riwayat frekuensi
serangan terjadi.
a. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3,
Jakarta:EGC..
e. http://id.wikipedia.org/wiki/Hipersensitivitas