Kebutuhan Eliminasi
Kebutuhan Eliminasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka adapun simpulan yang dapat
penulis ambil yaitu sebagai berikut:
3.1.1 Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa metabolism
tubuh baik berupa urine maupun alvi demi menjaga homeostasis tubuh.
3.1.2 Eliminasi urine merupakan kebutuhan dalam manusia yang
esensial dan berperan dalam menentukan kelangsungan hidup manusia. Eliminasi
dibutuhkan manusia untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Adapun organ –
organ yang berperan dalam proses eliminasi urine diantaranya; ginjal, ureter,
kandung kemih, uretra.
3.1.3 Eliminasi alvi merupakan proses pembuangan atau pengeluaran
metabolism berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan. Adapun sistem
tubuh yang berperan dalam proses eliminasi alvi ini adalah sistem gastrointestinal
yang meliputi usus halus dan usus besar.
3.2 Saran
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat atau
pembaca, agar dapat menjaga kesehatan organ eliminasi sehingga proses eliminasi
di dalam tubuh manusia dapat berjalan dengan baik dan seimbang
Asuhan Keperawatan pada Pasien Eliminasi Urin
1. Dewi Andriani
2. Misbakhul Munir
3. Nisa Aprilia S
4. Nur Hidayati M
5. Pristian Aji S
Akademi Keperawatan
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah Asuhan Keperawatan Kebutuhan
Eliminasi Fekal dan Urin ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami
berterima kasih pada Ibu Lutiyah selaku Dosen mata kuliah Kebutuhan Dasar Manusia yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai pengertian,bagaimana cara menangani pasien eliminasi fekal dan urin. Kami
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari
apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan
yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya
kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel
(feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang
berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu : kandung kemih.
Secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat di atas nilai ambang, yang
kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks
berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya
menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks
autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri
atau batang otak.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement.
Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali
perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltic mendorong feses
kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar
terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal.
Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang
lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan
masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara
kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang
teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang
normal ; lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas,
perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawatan
harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi.
7. Bagaimana melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan eliminasi urin dan fekal?
1.3 Tujuan
2. Mengetahui pengkajian keperawatan pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi
urin dan fekal
3. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi
urin dan fekal
4. Dapat membuat perencanaan keperawatan pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan
eliminasi urin dan fekal
5. Mengetahui agaimana membantu pasien dengan eliminasi urin dan fekal
6. Mengetahui bagaimana melaksanakan evakuasi fecal
7. Mengetahui bagaimana melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan eliminasi urin dan fekal
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada kebutuhan eliminasi urine meliputi :
1. Kebiasaan berkemih
Pengkajian ini meliputi bagaimana kebisaan berkemih serta hambatannya. Frekuensi berkemih
tergatung pada kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang berkemih setiap hari pada waktu bangun tidur
dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada waktu malam hari.
2. Pola berkemih
• frekuensi berkemih
frekuesi berkemih menentukan berapa kali individu berkemih dalam waktu 24 jam.
• Urgensi
Perasaan seseorang untuk berkemih seperti seseorang ke toilet karena takut mengalami inkotinensia
jika tidak berkemih.
• Disuria
Keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih. Keadaan ini ditemukan pada struktur uretra, infeksi
saluran kemih, trauma pada vesika urinaria.
• Poliuria
Keadaan produksi urine yang abnormal yang jumlahnya lebih besar tanpa adanya peningkatan asupan
cairan. Keadaan ini dapat terjadi pada penyakit diabetes, defisiensi ADH, dan penyakit kronis ginjal.
• Urinaria supresi
Keadaan produksi urine yang berhenti secara mendadak. Bila produksi urine kurang dari 100 ml/hari
dapat dikatakan anuria, tetapi bila produksinya antara 100 – 500 ml/hari dapat dikatakan sebagai
oliguria.
3. Volume urine
Volume urine menentukan berapa jumlah urine yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam.
4. Faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih
• diet dan asupan (diet tinggi protein dan natrium) dapat mempengaruhi jumlah urine yang dibentuk,
sedangkan kopi dapat meningkatkan jumlah urine.
• gaya hidup
• stress psikologi dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih
• tingkat aktivitas
5. Keadaan urine
Keadaan urine meliputi : warna, bau, berat jenis, kejernihan, pH, protein, darah, glukosa.
6. Tanda klinis gangguan eliminasi urine seperti retensi urine, inkontinensia urine.
Diagnosa keperawatan yang terjadi pada masalah kebutuhan eliminasi urine adalah sebagai berikut :
2. Inkontinensia fungsional
Kerusakan kemampuan untuk mengenal isyarat akibat cedera atau kerusakan kandung kemih
Kerusakan mobilitas
Gagalnya fungsi rangsang di atas tingkatan arkus refleks akibat cedera pada medulla spinalis
4. Inkontinensia stress
5. Inkontinensia total
6. Inkontinensia dorongan
Penurunan kapasitas kandung kemih akibat penyakit infeksi, trauma, tindakan pembedahan, faktor
penuaan
7. Retensi urine
9. Resiko terjadinya infeksi saluran kemih pemasangan kateter dan kebersihan perineum yang kurang
10. Resiko perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit gangguan drainase ureterostomi
Tujuan :
1. Memberikan intake cairan secara tepat, Intake cairan secara tepat, pasien dengan masalah
perkemihan yang sering intake jumlah cairan setiap hari ditentukan dokter. Pasien dengan
infeksi perkemihan, cairannya sering ditingkatkan. Pasien dengan edema cairannya dibatasi.
2. Memastikan keseimbangan intake dan output cairan, mengukur intake dan output cairan.
Jumlah caiaran yang masuk dan keluar dalam setiap hari harus diukur, untuk mengetahui
kesimbangan cairan.
3. Mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
4. Membantu mempertahankan secara normal berkemih.
5. Mencegah kerusakan kulit.
6. Membantu pasien mempertahankan posisi normal untuk berkemih.
7. Memberikan kebebasan untuk pasien.
8. Mencegah infeksi saluran kemih.
9. Memberikan bantuan pada saat pasien pertama kali merasa ingin buang air kecil Jika
menggunakan bedpan atau urinal yakin itu dalam keadaan hangat.
10. Memulihkan self esteem atau mencegah tekanan emosional.
11. Bila pasien menggunakan bedpan, tinggikan bagian kepala tempat tidur dengan posisi fowler
dan letakkan bantal kecil dibawah leher untuk meningkatkan support dan kenyamanan fisik
(prosedur membantu memberi pispot/urinal).
12. Untuk anak kecil meningkatkan kontrol berkemih dan self esteem.
Inkontinensia dorongan
3. ajarkan pola berkemih terencana (untuk mengatasi kontraksi kandung kemih yang tidak biasa)
4. anjurkan berkemih pada saat terjaga seperti setelah makan, latihan fisik, mandi
6. lakukan kolaborasi dengan tim dokter dalam mengatasi iritasi kandung kemih
Inkontinensia total
3. apabila terjadi kegagalan pada latihan kandung kemih pertimbangan untuk pemasangan kateter
indweeling
Inkontinensia stress
Kurangi faktor penyebab seperti :
• ajarkan untuk mengidentifikasi otot dasar pelviks dan kekuatan dan kelemahannya saat melakukan
latihan
• untuk otot dasar pelviks anterior bayangkan anda mencoba menghentikan aliran urine, kencangkan
otot-otot belakang dan depan dalam waktu 10 detik, kemudian lepaskan atau rileks, ulangi hingga 10
kali dan lakukan 4 kali sehari
Inkontinensia fungsional
mengetuk kandung kemih secara langsug denga rata-rata 7 – 8 kali setiap detik
pindahkan sisi rangsangan di atas kandung kemih untuk menentukan posisi saling berhasil
tunggu kurang lebih 1 menit dan ulangi hingga kandung kemih kosong
apabila rangsangan dua kali lebih dan tidak ada respon, berarti sudah tidak ada lagi yang dikeluarkan
3. apabila belum berhasil, lakukan hal berikut ini selama 2- 3 menit dan berikan jeda waktu 1 menit di
antara setiap kegiatan
tekan gland penis
Inkontinensia Fungsional
3. Ajarkan cara memantau adanya tanda dan ISK, seperti peningkatan suhu, perubahan keadaan urine,
nyeri supra pubis bagian atas, nyeri saat berkemih, mual, muntah
Mengingat tujuan pemeriksaan berbeda-beda, maka pengambilan sampel urine juga dibeda-bedakan
sesuai dengan tujuannya. Cara pengambilan urine tersebut antara lain : pengambilan urine biasa,
pengambilan urine steril dan pengumpulan selama 24 jam.
1. Pengambilan urine biasa merupakan pengambilan urine dengan cara mengeluarkan urine seperti biasa,
yaitu buang air kecil. Biasanya untuk memeriksa gula atau kehamilan.
2. Pengambilan urine steril merupakan pengambilan urine dengan cara dengan menggunakan alat steril,
dilakukan dengan menggunakan alat steril, dilakukan dengan keteterisasi atau pungsi supra pubis.
Pengambilan urine steril bertujuan mengetahui adanya infeksi pada uretra, ginjal atau saluran kemih
lainnya.
3. Pengambilan urine selama 24 jam merupakan pengambilan urine yang dikumpulkan dalam 24 jam,
bertujuan untuk mengeetahui jumlah urine selama 24 jam dan mengukur berat jenis urine, asupan dan
pengeluaran serta mengetahui fungsi ginjal.
Alat :
2. etiket khusus
Prosedur Kerja
1. Mencuci tangan
3. Bagi pasien yang tidak mampu buang air kecil sendiri, bantu untuk BAK, keluarkan urine setelah itu
tampung dengan meggunakan botol
4. Bagi pasien yang mampu BAK sendiri, anjurkan pasien untuk BAK dan anjurkan untuk menampung urine
ke dalam botol
6. Cuci tangan
Menolong BAK dengan menggunakan urinal merupakan tindakan keperawatan dengan membantu
pasien yang tidak mampu BAK sendiri di kamar kecil dengan menggunakan alat penampung dengan
tujuan menampung urine dan mengetahui kelainan urine (warna dan jumlah).
1. urinal
2. pengalas
3. tisu
Prosedur Kerja
1. Cuci tangan
Melakukan kateterisasi
Indikasi :
Tipe Intermitten
Tipe Indwelling
obstruksi uretra
3. Duk steril
8. pinset anatomi
9. bengkok
11. sampiran
Prosedur Kerja
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur
4. Pasang perlak/alas
7. Pegang penis dengan tangan sebelah kiri, lalu preputium ditarik sedikt ke pangkalnya dan bersihkan
dengan kapas savlon
8. Beri gel pada ujung kateter, lalu masukkan pelan-pelan sambil anjurkan untuk tarik napas
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur
3. Atur ruangan
4. Pasang perlak/alas
8. Buka labia mayor dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri lalu bersihkan bagian dalam
9. Beri gel pada ujung kateter lalu masukkan pelan-pelan sambil anjurkan tarik napas, hingga urine keluar
10. Setelah selesai, isi balon dengan cairan aquades atau sejenisnya menggunakan spoit
11. Sambung kateter dengan urine bag dan fiksasi ke arah samping
1. sarung tangan
2. air sabun
3. pengalas
4. kondom kateter
5. Urinal bag
6. sampiran
Prosedur kerja
1. Cuci tangan
4. Pasang perlak/alas
7. Bersihkan area genitalia dengan sabun dan bilas dengan air hangat bersih kemudian keringkan
8. Lakukan pemasangan kondom dengan menyisakan 2,5 – 5 cm ruang antara glans penis dengan ujung
kondom
9. Letakkan batang penis dengan perekat elastis, tapi jangan terlalu ketat
Evaluasi keperawatan terhadap gangguan kebutuhan eliminasi urine secara umum dapat dinilai dari
adanya kemampuan dalam :
1. Miksi dengan normal, ditunjukkan dengan kemampuan berkemih sesuai dengan asupan cairan dan
pasien mampu berkemih tanpa menggunakan obat, kompresi pada kandung kemih atau kateter
2. Mengosongkan kandung kemih, ditunjukkan dengan berkurangnya distensi, volume urine residu, dan
lancarnya kepatenan drainase
3. Mencegah infeksi/ bebas dari infeksi, ditunjukkan dengan tidak adanya infeksi, tidak ditemukan
adanya disuria, urgensi, frekuensi, dan rasa terbakar
4. Mempertahankan intergritas kulit, ditunjukkan dengan adanya perineal kering tanpa inflamasi dan
kulit di sekitar uterostomi kering
5. Memberikan pasa nyaman, ditunjukkan dengan berkurangnya disuria, tidak ditemukan adanya
distensi kandung kemih dan adanya ekspresi senang
6. Melakukan Bladder training, ditunjukkan dengan berkurangnya frekuensi inkontinensia dan mampu
berkemih di saat ingin berkemih
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3. Perlu ada kerja sama antara perawat dan pihak keluarga pasien yang baik,
agar intervensi yang dilakukan dapat terlaksana dengan baik untruk
mengatasi masalah pasien.
DAFTAR PUSTAKA
http://ato3nurse07.blogspot.com/2011/01/askep-masalah-kebutuhan-eliminasi-urine.html
http://dewaprogsus.wordpress.com/2011/10/16/materi-eliminasi-fekal-dan-urin/
http://www.scribd.com/doc/46810174/Asuhan-Keperawatan-pada-Pasien-dengan-Gangguan-Eliminasi-
Urine-dan-Fekal
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
BAB I Pendahuluan
1.3 Tujuan
BAB II Pembahasan
2.1 Pengkajian
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
http://kekasihsetianaruto.blogspot.com/2013/11/asuhan-keperawatan-pada-pasien_3.html
ELIMINASI URINE DAN FEKAL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine atau
bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi.
Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter,
kandung kemih dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu: kandung kemih
secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang
kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi
(refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-
tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi
adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh
pusat korteks serebri atau batang otak.
Pada eliminasi urine normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah
bekerja, makan atau bangun tidur. Normal miksi sehari adalah 5 kali.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel
movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari
sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang
peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum
dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang
normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian
tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola
eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari
perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari
mereka sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik
untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal. Untuk menangani masalah eliminasi klien,
perawat harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi
eliminasi. Asuhan kaperawatan yang mendukung akan menghormati privasi dan kebutuhan
emosional klien. Tindakan yang dirancang untuk meningkatkan eliminasi normal juga harus
meminimalkan rasa ketidaknyamanan.
B. Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan eliminasi?
Masalah apa saja yang dapat mempengaruhi proses eliminasi?
Apa saja faktor yang mempengaruhi eliminasi?
Bagaimana cara membantu pasien eliminasi?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui masalah dan faktor apa saja
yang mempengaruhi proses eliminasi seseorang terutama pada pasien, serta mengetahui
bagaimana cara membantu pasien untuk eliminasi baik di tempat tidur maupun di toilet.
BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL
A. Pengertian
Gangguan eliminasi urine adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko
mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orang yang mengalami gangguan eliminasi urine
akan dilakukan katerisasi urine, yaitu tindakan memasukkan selang kateter ke dalam kandung
kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine.
Masalah-masalah dalam eliminasi urine yaitu:
a. Retensi, yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidaksanggupan
kandung kemih untuk mengosongkan diri. Retensi urine dapat disebabkan oleh hal-hal seperti:
obstruksi (misalnya hipertrofi prostat), pembedahan pada daerah abdomen bawah, pelvis, atau
kandung kemih.
b. Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen otot sfingter ekstema untuk
mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih. Inkontinensia urine dapat dibagi menjadi lima
jenis, yaitu: inkontinensia fungsional, inkontinensia refleks, inkontinensia stres, inkontinensia
urgensi (dorongan) dan inkontinensia total.
c. Enuresis, yaitu peristiwa berkemih yang tidak disadari. Sering terjadi pada anak-anak, umumnya
terjadi pada malam hari (nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam.
d. Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.
e. Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih.
f. Polyuria, produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2500 ml/hari tanpa
adanya peningkatan intake cairan.
g. Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine.
Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko
tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses
kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan huknah, baik huknah
tinggi maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai ke kolon
desenden dengan menggunakan kanul rekti.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi instrinsik. Ketika
feses masuk ke dalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu signal yang
menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon
desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus.
Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal internal tidak menutup dan bila
spingter eksternal tenang maka feses keluar.
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika saraf dalam rektum dirangsang, signal
diteruskan ke spinal cord (sakral 2-4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid
dan rektum. Sinyal-sinyal parasimpatis ini meningkatkan geombang peristaltik, melemaskan
spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu
duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.
Masalah eliminasi fekal yang sering ditemukan, yaitu:
a. Konstipasi, merupakan gejala bukan penyakit. Yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai
dengan pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan
nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air
diserap.
b. Impaction, merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses sampai
pada kolon sigmoid.
c. Diare, merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak terbentuk. Isi intestinal
melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan
yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga
pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
d. Inkotinensia fekal, yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB
encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal eksternal.
Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara
fisik. Kebutuhan dasar pasien sangat tergantung pada perawat.
e. Flatulens, yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended,
merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar dari mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-
hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang
menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang menghasilkan
f. Hemoroid, yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau eksternal).
Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun.
Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi
inflamasi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan
oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.
Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi dalam kaitannya
terhadap tersedianya fasilitas toilet.
Stres Psikologis
Meningkatnya stres dapat mengkibatkan meningkatnya frekuensi keinginan untuk berkemih dan
jumlah urine yang diproduksi.
Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sfingter.
Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun
dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
Tingkat Perkembangan
Tingkat perkembangan dan pertumbuhan juga dapat mempengaruhi pola berkemih. Hal tersebut
dapat ditemukan pada anak yang lebih memiliki kesulitan untuk mengontrol buang air kecil.
Namun dengan usia kemampuan dalam mengontrol buang air kecil.
Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit dapat mempengaruhi produksi urine, seperti diabetes melitus.
Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada
masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih mengalami kesulitan untuk berkemih dengan
melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
Tonus Otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah otot kandung
kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi pengontrolan
pengeluaran urine.
Pembedahan
Efek pembedahan dapat menyebabkan penurunan pemberian obat anestesi menurunkan filtrasi
glomelurus yang dapat jumlah urine karena dampak dari
Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau penurunan
proses perkemihan. Misalnya pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan
pemberian obat antikolinergik dan antihipertensi dapat menyebabkan retensi urine.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat mempengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya
prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti IVY
(intra uenus pyelogram), yang dapat membatasi jumlah asupan sehingga mengurangi produksi
urine. Selain itu tindakan sistoskopi dapat menimbulkan edema lokal pada uretra yang dapat
menganggu pengeluaran urine.
D. Tindakan Keperawatan
Membantu pasien eliminasi dengan pispot urinal
Jenis-jenis Pispot :
1. Pispot
2. Kursi untuk buang air besar yaitu pispot yang di pasang di kursi roda
Tujuan
• Membantu pasien dalam rangka memenuhi kebutuhan elimiasi pasien
• Mengobservasi output
• Memberikan rasa nyaman pada pasien
Indikasi
- Dilakukan pada pasien yang tidak mampu ke toilet
- Pada pasien yang bedrest total
- Pada klien selesai operasi agar luka bekas operasi tidak infeksi karena terlalu banyak bergerak
Kontra Indikasi.
- Pasien yang mampu ke toilet atau bisa BAB secara mandiri
- Pasien dengan fraktur vertebra dan femur
Prosedur kerja
a. Persiapan Pasien
• Memberi salam
• Mengenalkan diri pada klien atau keluarga
• Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan
• Menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan
• Posisikan pasien sesuai kebutuhan
b. Persiapan Perawat
• Mencuci tangan dari lengan dengan sabun di bawah air mengalir
• Menilai keadaan umum pasien
c. Persiapan lingkungan
• Pasang sampiran atau sketsel
• Pintu dan jendela dalam keadaan tertutup
d. Persiapan alat :
1. Pispot dan tutupnya atau urinal
2. Sampiran
3. Alas bokong (perlak dan alasnya)
4. Bell (bila ada)
5. Tissue
6. Selimut mandi
7. 2 baskom berisi air (satu untuk bilas sabun) bila ada
8. 2 waslap
9. Handuk
10. Botol berisi air untuk cebok
11. Sarung tangan bersih
12. Korentang
13. Sabun
14. Schort
e. Prosedur Pelaksanaan
1. BHSP
2. Jelaskan tujuan dan prosedur kepada pasien
3. Bawa alat ke dekat pasien
4. Tutup pintu dan jendela dan pasang sampiran
5. Cuci tangan, pakai schort, memakai sarung tangan bersih dan berdiri di sisi klien
6. Pasang selimut mandi dan turunkan selimut pasien
7. Tinggikan tepi tempat tidur untuk mencegah pasien jatuh
8. Minta klien untuk mengangkat bokongnya atau miring (bila perlu dibantu perawat) lalu
bentangkan perlak dan alasnya
9. Buka pakaian pasien bagian bawah
10. Anjurkan klien untuk berpegangan di bawah / bagian belakang tempat tidur sampai menekuk
lutut sambil diikuti dengan mengangkat bokong kemudian pasang pispot perlahan-lahan
11. Jika pasien pria, pasang urinal untuk BAK
12. Pastikan bahwa sprei dan stik laken tidak terkena
13. Tinggalkan pasien dan anjurkan untuk membunyikan bell jika sudah selesai atau memberi tahu
perawat
14. Jika sudah selesai, tarik atau ambil pispot dan letakkan lengkap dengan tutupnya di atas kursi
atau meja dorong
15. Bersihkan daerah perianal dengan tisu (untuk pasien wanita, bersihkan mulai dari uretra sampai
dengan anus untuk mencegah perpindahan mikroorganisme dari rectal ke saluran kemih)
kemudian buang tissue ke dalam pispot
16. Gunakan waslap untuk mencuci daerah perianal dengan air sabun
17. Bilas dengan air bersih
18. Keringkan daerah perianal dengan handuk
19. Angkat alas bokong
20. Kembalikan posisi pasien seperti semula
21. Kenakan kembali pakaian bawah pasien
22. Angkat selimut mandi dan sekaligus menarik selimut pasien ke atas
23. Ganti linen (jika kotor karena terkena feses atau urine)
24. Rapikan pasien
25. Buka sampiran, pintu dan jendela
26. Jika perlu beri pengharum ruangan
27. Bersihkan pispot
28. Cuci tangan
29. Dokumentasikan warna, bau, feses, urine, dan konsistensi feses serta catat kondisi daerah
perianal
f. Hasil Evaluasi
1. Pasien tidak merasa lelah dengan pergerakan yang minimal
2. Pasien merasa nyaman
3. Melaksanakan dokumentasi :
a.Mencatat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar catatan pasien
b. Catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan dan tanda
tangan/paraf pada lembar catatan pasien.
g. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
1. Bila tidak dapat di tolong oleh seorang perawat, misalnya pasien gemuk, maka di perlukan lebih
dari satu orang perawat dan caranya adalah sebagai berikut :
- Bila dua orang perawat. Perawat berdiri di sebelah kanan dan kiri pasien,satu orang perawat
tangan dan mengangkat dengan dua perawat yang lain membantu sambil menyorongkan pispot.
- Bila tiga orang perawat, dua orang berdiri di sebelah kanan pasien dan satu lagi berdiri di
sebelah pasien (sebaliknya) dua orang perawat
- mengangkat pasien dan satu orang menyorongkan pispot sambil membantu dan mengangkat
bokong pasien.
2. Menggunakan pispot yang bersih dan kering.
3. Menggunakan sarung tangan sekali pakai dan cuci tangan anda segera sebelum dan sesudah
melaksanakan prosedur untuk mencegah penularan penyakit ke orang lain dan juga ke diri anda
sendiri.
4. Memberi privasi pada pasien. Cobalah untuk membuat pasien senyaman mungkin selama
prosedur tindakan.
5. Sebaiknya memberikan pispot jangan waktu makan, berkunjung atau menerima tamu kunjungan
(visit) Dokter.
Huknah/Enema
Enema adalah suatu solusion (larutan) yang dimasukkan ke dalam rektum dan kolon sigmoid.
Fungsinya adalah untuk mengeluarkan feses dan flatus. Pemberian huknah ada 2, yaitu:
1. Huknah rendah
Huknah rendah adalah tindakan keperawatan dengan cara memasukkan cairan hangat ke dalam
kolon desendens dengan menggunakan kanula rektal melalui anus. Huknah rendah dilakukan
sebelum operasi (persiapan pembedahan) atau pasien yang mengalami obstipasi.
Tujuan
a. Mengosongkan usus pada pra-pembedahan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan
selama operasi berlangsung, seperti BAB
b. Merangsang buang air besar atau merangsang peristaltik usus untuk mengeluarkan feses karena
kesulitan untuk defekasi (pada pasien sembelit)
Alat dan Bahan
Pengalas
Irigator lengkap dengan kanula rektal dan klem
Cairan hangat (700-1000 ml dengan suhu 40,5 C)
Bengkok
Jeli
Pispot
Sampiran
Sarung tangan
Tisu
Prosedur Kerja
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien
b. Cuci tangan
c. Atur ruangan dengan memasang sampiran bila pasien dirawat di bangsal umum
d. Atur posisi pasien dengan posisi sims kiri
e. Pasang pengalas di bawah area gluteal
f. Siapkan bengkok di dekat pasien
g. Irigator diisi cairan hangat dan hubungkan kanula rektal. Kemudian periksa alirannya dengan
membuka kanula rektal dan keluarkan air ke bengkok dan beri jeli pada kanula
h. Gunakan sarung tangan
i. Masukkan kanula kira-kira 15 cm ke dalam rektum ke arah kolon desendens sambil pasien
diminta menarik napas panjang dan pegang irigator setinggi 50 cm dari tempat tidur dan buka
klemnya. Air yang dialirkan sampai pasien menunjukkan keinginan untuk defekasi
j. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar rasa ingin defekasi dan pasang pispot atau anjurkan ke
toilet. Bila pasien tidak mampu mobilisasi, bersihkan daerah sekitar anus hingga bersih dan
keringkan dengan tisu
k. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
l. Catat jumlah feses yang keluar, warna, kepadatan dan respons pasien
2. Huknah tinggi
Huknah tinggi adalah tindakan memasukkan cairan hangat ke dalam kolon asendens dengan
menggunakan kanula usus. Tindakan ini dapat dilakukan pada pasien yang akan dilakukan
tindakan pembedahan umum.
Tujuan
Mengosongkan usus untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, seperti buang air besar
selama prosedur operasi dilakukan atau pengosongan sebagai tindak diagnostik/pembedahan.
Alat dan Bahan
Pengalas
Irigator lengkap dengan kanula usus
Cairan hangat (700-1000 ml dengan suhu 40,5 C)
Bengkok
Jeli
Pispot
Sampiran
Sarung tangan
Tisu
Prosedur Kerja
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien
b. Cuci tangan
c. Atur ruangan dengan meletakkan sampiran bila pasien berada dalam bangsal umum atau bila
pasien dirawat di ruang privat, cukup dengan menutup pintu kamar
d. Atur posisi pasien dengan posisi sims kanan
e. Pasang pengalas di bawah daerah anus
f. Siapkan bengkok dekat pasien
g. Irigator diisi cairan hangat sesuai suhu badan dan hubungkan kanula usus, kemudian periksa
aliran dengan membuka kanula anus dan mengeluarkan air ke bengkok dan berikan jeli pada
ujung kanula tersebut
h. Gunakan sarung tangan
i. Masukkan kanula ke dalam rektum ke arah kolon asendens (15-20 cm) sambil pasien diminta
menarik napas panjang dan pegang irigator setinggi 30 cm dari tempat tidur dan buka klem
sampai air mengalir dan menimbulkan rasa ingin defekasi
j. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila ada rasa ingin defekasi dan pasang pispot atau
anjurkan ke toilet, bila pasien tidak mampu ke toilet bersihkan dengan menyiram daerah
perineum hingga bersih dan keringkan dengan tisu
k. Cuci tangan
l. Catat jumlah, warna, konsistensi dan respons pasien terhadap tindakan
Tujuan
1. Membantu pasien buang air besar
2. Merangsang pengeluaran buang air besar
Indikasi
Prosedur ini digunakan bila massa feses yang terlalu keras/besar sudah berada di rektum, tetapi
tidak dapat keluar dan setelah pemberian enema tidak berhasil.
Pelaksanaan
1. Persiapan alat
Sarung tangan disposibel
Vaselin/minyak pelumas/xylocain jelly
Selimut mandi
Sabun
Baskom berisi air, waslap dan handuk
2. Prosedur
Identifikasi kebutuhan pasien
Ukur frekuensi nadi pasien
Jelaskan tujuan dan manfaat prosedur pada pasien
Bantu pasien untuk posisi miring dengan lutut fleksi
Selimuti tubuh pasien dan ekstremitas bawah dengan selimut mandi
Letakkan pispot di samping pasien
Cuci tangan dan kenakan sarung tangan disposibel
Beri pelumas pada jari telunjuk yang telah menggunakan sarung tangan dengan vaselin atau
pelumas lainnya
Masukkan jari ke dalam rektum pasien dan dorong dengan perlahan sepanjang dinding rektal ke
arah massa feses yang impaksi
Secara perlahan lunakkan massa feses dengan memijat daerah sekitar yang impaksi. Arahkan
jari ke dalam feses yang mengeras
Korek feses ke bawah, ke arah dubur, keluarkan sebagian feses berulang kali sampai habis
Secara periodik, kaji nadi pasien dan lihat adanya keletihan. Hentikan prosedur bila frekuensi
nadi pasien menurun atau iramanya berubah
Teruskan membersihkan rektum dari feses dan berikan interval istirahat untuk pasien
Setelah selesai, gunakan waslap dan handuk untuk mencuci bokong dan area anal
Singkirkan pispot dan buang feses. Lepaskan sarung tangan dengan membalikkan bagian dalam
keluar dan buang ke dalam wadah yang telah disediakan
Bantu pasien ke posisi semula dan bantu memakai celana
Cuci tangan dan catat pada rekam medik hasil tindakan tadi
Catatan Keperawatan
Hari/Tgl No. Tindakan Hasil Tanda
/Jam Diagnosis Tangan
Keperawatan
Rabu/ 2 1 Mengkaji kondisi - Pasien
Mei ketidaknyamanan dan mengatakan
2009/ keinginan BAK ingin BAK,
Pkl. tetapi takut sakit
10.30 kalau
menggerakkan
kakinya
- Meringis dan
memegang perut
bagian bawah
Pkl. 1 Membantu pasien - Urine dapat
10.45 BAK keluar, jumlah
urine banyak
- Nyeri perut
bagian bawah
berkurang
Pkl. 1 Mencatat setiap Pasien BAK 4-5
11.00 eliminasi untuk x/hari dan BAB
menentukan pola 1 x/hari
toileting
Pkl. 1 Mendorong pasien Pasien terlihat
11.15 untuk meningkatkan minum lebih
pemasukan cairan/ banyak dari
minum lebih banyak biasanya (±
dari biasanya 3000 cc/24 jam)
Catatan Pekembangan
Hari/Tgl No. Diagnosis Perkembangan Tanda
/Jam Keperawatan Tangan
Rabu/ 2 1 S: Ny. PF mengatakan perut bagian bawah
Mei tidak sakit lagi
2009/ O: - Ny. PF dapat BAK dan jumlah urine
Pkl. banyak
14.00 - Terlihat pasien minum lebih banyak
dari biasanya (± 3000 cc/24 jam)
A: Masalah teratasi
P: Rencana tindakan dihentikan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine atau bowel
(feses). Masalah eliminasi urine yaitu: retensi, inkotinensia urine, eneuresis, urgency, dysuria,
polyuria, urinari suppresi sedangkan masalah eliminasi fekal yaitu: konstipasi, impaction, diare,
inkotinensia fekal, flatulens dan hemoroid.
Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine dan fekal yaitu: usia dan perkembangan,
diet, pemasukan cairan, aktifitas fisik, faktor psikologis, kebiasaan, kondisi patologis,
pengobatan, dll. Membantu pasien eliminasi dapat dilakukan oleh satu orang perawat (bila pasien
gemuk dapat dua atau tiga perawat), saat tindakan akan dilakukan pastikan privasi pasien tetap
terjaga. Gunakan pispot yang kering dan bersih dan pastikan hygiene sebelum dan sesudah
prosedur dilaksanakan.
B. Saran
Saran kami agar dengan penulisan makalah ini adalah perawat dapat menerapkan cara
membantu pasien untuk eliminasi dengan tetap menjaga kenyamanan dan privasi pasien,
sehingga pasien akan tetap terjaga pola eliminasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Azis Alimul & Musrifatul Uliyah. 2004. Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta: EGC.
Suparmi, Yulia dkk. 2008. Panduan Praktik Keperawatan. Yogyakarta: PT Citra Aji Parama.
Tim Penulis Poltekkes Depkes Jakarta III. 2009. Panduan Praktik Kebutuhan Dasar Manusia I.
Jakarta: Salemba Medika.
http://nsyadi.blogspot.com/2011/12/kebutuhan-dasar-manusia-eliminasi-bab.html, Rabu, 20
Maret 2013, 13.00.
lampiran :
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi.
Kandung kemih yang diperlihatkan pada gambar 31.1, adalah ruangan berdinding otot polos
yang terdiri dari dua bagian besar :
Badan (corpus), merupakan bagian utama kandung kemih dimana urin berkumpul dan
Leher (kollum), merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong, berjalan secara inferior
dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra. Bagian yang
lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra posterior karena hubungannya dengan
uretra.
Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya meluas ke segala arah dan
bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih menjadi 40 sampai 60
mmHg. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk
mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama lain
sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot lainnya. Oleh
karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot detrusor, dari satu sel otot ke sel otot
berikutnya, sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung kemih dengan segera.
Pada dinding posterior kandung kemih, tepat diatas bagian leher dari kandung kemih, terdapat
daerah segitiga kecil yang disebut Trigonum. Bagian terendah dari apeks trigonum adalah
bagaian kandung kemih yang membuka menuju leher masuk kedalam uretra posterior, dan kedua
ureter memasuki kandung kemih pada sudut tertinggi trigonum. Trigonum dapat dikenali dengan
melihat mukosa kandung kemih bagian lainnya, yang berlipat-lipat membentuk rugae. Masing-
masing ureter, pada saat memasuki kandung kemih, berjalan secara oblique melalui otot detrusor
dan kemudian melewati 1 sampai 2 cm lagi dibawah mukosa kandung kemih sebelum
mengosongkan diri ke dalam kandung kemih.
Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2 – 3 cm, dan dindingnya terdiri dari otot
detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastik. Otot pada daerah ini disebut
sfinter internal. Sifat tonusnya secara normal mempertahankan leher kandung kemih dan uretra
posterior agar kosong dari urin dan oleh karena itu, mencegah pengosongan kandung kemih
sampai tekanan pada daerah utama kandung kemih meningkat di atas ambang kritis.
Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma urogenital, yang mengandung
lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot ini merupakan otot lurik yang
berbeda otot pada badan dan leher kandung kemih, yang hanya terdiri dari otot polos. Otot
sfingter eksterna bekerja di bawah kendali sistem saraf volunter dan dapat digunakan secara
sadar untuk menahan miksi bahkan bila kendali involunter berusaha untuk mengosongkan
kandung kemih.
Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan dengan medula
spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan dengan medula spinalis segmen S-2 dan
S-3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan serat saraf motorik.
Serat sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan
dari uretra posterior bersifat sangat kuat dan terutama bertanggung jawab untuk mencetuskan
refleks yang menyebabkan pengosongan kandung kemih.
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis. Serat ini berakhir
pada sel ganglion yang terletak pada dinding kandung kemih. Saraf psot ganglion pendek
kemudian mempersarafi otot detrusor.
Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting untuk fungsi kandung
kemih. Yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan melalui nervus pudendal menuju
sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah serat saraf somatik yang mempersarafi dan
mengontrol otot lurik pada sfingter. Juga, kandung kemih menerima saraf simpatis dari
rangkaian simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen L-2
medula spinalis. Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan sedikit
mempengaruhi kontraksi kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan melalui
saraf simpatis dan mungkin penting dalam menimbulkan sensasi rasa penuh dan pada beberapa
keadaan, rasa nyeri.
Transpor Urin dari Ginjal melalui Ureter dan masuk ke dalam Kandung Kemih
Urin yang keluar dari kandung kemih mempunyai komposisi utama yang sama dengan cairan
yang keluar dari duktus koligentes, tidak ada perubahan yang berarti pada komposisi urin
tersebut sejak mengalir melalui kaliks renalis dan ureter sampai kandung kemih.
Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kaliks renalis, meregangkan kaliks renalis dan
meningkatkan pacemakernya, yang kemudian mencetuskan kontraksi peristaltik yang menyebar
ke pelvis renalis dan kemudian turun sepanjang ureter, dengan demikian mendorong urin dari
pelvis renalis ke arah kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos dan dipersarafi oleh
saraf simpatis dan parasimpatis seperi juga neuron-neuron pada pleksus intramural dan serat
saraf yang meluas diseluruh panjang ureter.
Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain, kontraksi peristaltik pada ureter
ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan dihambat oleh perangsangan simpatis.
Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah trigonum kandung kemih.
Normalnya, ureter berjalan secara oblique sepanjang beberapa cm menembus dinding kandung
kemih. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung kemih cenderung menekan ureter,
dengan demikian mencegah aliran balik urin dari kandung kemih waktu tekanan di kandung
kemih meningkat selama berkemih atau sewaktu terjadi kompresi kandung kemih. Setiap
gelombang peristaltik yang terjadi di sepanjang ureter akan meningkatkan tekanan dalam ureter
sehingga bagian yang menembus dinding kandung kemih membuka dan memberi kesempatan
urin mengalir ke dalam kandung kemih.
Pada beberapa orang, panjang ureter yang menembus dinding kandung kemih kurang dari
normal, sehingga kontraksi kandung kemih selama berkemih tidak selalu menimbulkan
penutupan ureter secara sempurna. Akibatnya, sejumlah urin dalam kandung kemih terdorong
kembali kedalam ureter, keadaan ini disebut refluks vesikoureteral. Refluks semacam ini dapat
menyebabkan pembesaran ureter dan, jika parah, dapat meningkatkan tekanan di kaliks renalis
dan struktur-struktur di medula renalis, mengakibatkan kerusakan daerah ini.
Ureter dipersarafi secara sempurna oleh serat saraf nyeri. Bila ureter tersumbat (contoh : oleh
batu ureter), timbul refleks konstriksi yang kuat sehubungan dengan rasa nyeri yang hebat.
Impuls rasa nyeri juga menyebabkan refleks simpatis kembali ke ginjal untuk mengkontriksikan
arteriol-arteriol ginjal, dengan demikian menurunkan pengeluaran urin dari ginjal. Efek ini
disebut refleks ureterorenal dan bersifat penting untuk mencegah aliran cairan yang berlebihan
kedalam pelvis ginjal yang ureternya tersumbat.
Refleks Berkemih
Merujuk kembali pada gambar 31-2, kita dapat melihat bahwa selama kandung kemih terisi,
banyak yang menyertai kontraksi berkemih mulai tampak, seperti diperlihatkan oleh gelombang
tajam dengan garis putus-putus. Keadaan ini disebabkan oleh refleks peregangan yang dimulai
oleh reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih, khususnya oleh reseptor pada uretra
posterior ketika daerah ini mulai terisi urin pada tekanan kandung kemih yang lebih tinggi.
Sinyal sensorik dari reseptor regang kandung kemih dihantarkan ke segmen sakral medula
spinalis melalui nervus pelvikus dan kemudian secara refleks kembali lagi ke kandung kemih
melalui serat saraf parasimpatis melalui saraf yang sama ini.
Ketika kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi berkemih ini biasanya secara spontan
berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor berhenti berkontraksi, dan tekanan turun
kembali ke garis basal. Karena kandung kemih terus terisi, refleks berkemih menjadi bertambah
sering dan menyebabkan kontraksi otot detrusor lebih kuat.
Sekali refleks berkemih mulai timbul, refleks ini akan “ menghilang sendiri. “ Artinya, kontraksi
awal kandung kemih selanjutnya akan mengaktifkan reseptor regang untuk menyebabkan
peningkatan selanjutnya pada impuls sensorik ke kandung kemih dan uretra posterior, yang
menimbulkan peningkatan refleks kontraksi kandung kemih lebih lanjut, jadi siklus ini berulang
dan berulang lagi sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat. Kemudian, setelah
beberapa detik sampai lebih dari semenit, refleks yang menghilang sendiri ini mulai melemah
dan siklus regeneratif dari refleks miksi ini berhenti, menyebabkan kandung kemih berelaksasi.
Jadi refleks berkemih adalah suatu siklus tunggal lengkap dari :
Peningkatan tekanan yang cepat dan progresif
Periode tekanan dipertahankan dan
Kembalinya tekanan ke tonus basal kandung kemih.
Sekali refleks berkemih terjadi tetapi tidak berhasil mengosongkan kandung kemih, elemen saraf
dari refleks ini biasanya tetap dalam keadaan terinhibisi selama beberapa menit sampai satu jam
atau lebih sebelum refleks berkemih lainnya terjadi. Karena kandung kemih menjadi semakin
terisi, refleks berkemih menjadi semakin sering dan semakin kuat.
Sekali refleks berkemih menjadi cukup kuat, hal ini juga menimbulkan refleks lain, yang
berjalan melalui nervus pudendal ke sfingter eksternus untuk menghambatnya. Jika inhibisi ini
lebih kuat dalam otak daripada sinyal konstriktor volunter ke sfingter eksterna, berkemih pun
akan terjadi. Jika tidak, berkemih tidak akan terjadi sampai kandung kemih terisi lagi dan refleks
berkemih menjadi makin kuat.
Refleks berkemih adalah refleks medula spinalis yang seluruhnya bersifat autonomik, tetapi
dapat dihambat atau dirangsang oleh pusat dalam otak.
Refleks berkemih merupakan dasar penyebab terjadinya berkemih, tetapi pusat yang lebih tinggi
normalnya memegang peranan sebagai pengendali akhir dari berkemih seperti berikut :
Pusat yang lebih tinggi menjaga secara parsial penghambatan refleks berkemih kecuali jika
persitiwa berkemih dikehendaki.
Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah berkemih, bahkan jika refleks berkemih timbul, dengan
membuat kontraksi tonik terus menerus pada sfingter eksternus kandung kemih sampai
mendapatkan waktu yang baik untuk berkemih.
Jika tiba waktu untuk berkemih, pusat kortikal dapat merangsang pusat berkemih sakral untuk
membantu mencetuskan refleks berkeih dan dalam waktu bersamaam menghambat sfingter
eksternus kandung kemih sehingga peristiwa berkemih dapat terjadi.
Berkemih di bawah keinginan biasanya tercetus dengan cara berikut : Pertama, seseorang secara
sadar mengkontraksikan otot-otot abdomennya, yang meningkatkan tekanan dalam kandung
kemih dan mengakibatkan urin ekstra memasuki leher kandung kemih dan uretra posterior di
bawah tekanan, sehingga meregangkan dindingnya. Hal ini menstimulasi reseptor regang, yang
merangsang refleks berkemih dan menghambat sfingter eksternus uretra secara simultan.
Biasanya, seluruh urin akan keluar, terkadang lebih dari 5 sampai 10 ml urin tertinggal di
kandung kemih.
Pengkajian
§ Pola berkemih
Pada orang-orang untuk berkemih sangat individual
§ Frekuensi
Þ Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan kesempatan
Þ Banyak orang-orang berkemih kira-kira 70 % dari urine setiap hari pada waktu bangun tidur
dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari.
Þ Orang-orang biasanya berkemih : pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum tidur dan
berkisar waktu makan.
§ Volume
Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi.
Usia Jumlah / hari
·1 Hari pertama & kedua dari kehidupan 15 – 60 ml
·2 Hari ketiga – kesepuluh dari kehidupan 100 – 300 ml
·3 Hari kesepuluh – 2 bulan kehidupan 250 – 400 ml
·4 Dua bulan – 1 tahun kehidupan 400 – 500 ml
·5 1 – 3 tahun 500 – 600 ml
·6 3 – 5 tahun 600 – 700 ml
·7 5 – 8 tahun 700 – 1000 ml
·8 8 – 14 tahun 800 – 1400 ml
·9 14 tahun – dewasa 1500 ml
·10 Dewasa tua 1500 ml / kurang
Jika volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 jam pada orang dewasa, maka
perlu lapor.
Gaya hidup
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi urine. Tersedianya
fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi frekuensi eliminasi. Praktek eliminasi
keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku.
Stress psikologi
Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan
berkemih, hal ini karena meningkatnya sensitive untuk keinginan berkemih dan atau
meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.
Tingkat aktifitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine membutuhkan
tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus
otot kandung kemih terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu
yang lama. Karena urine secara terus menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak
pernah merenggang dan dapat menjadi tidak berfungsi.
Aktifitas yang lebih berat akan mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkan
karena lebih besar metabolisme tubuh.
Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih. Pada wanita
hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena adanya tekanan dari fetus atau adanya lebih
sering berkemih.
Kondisi Patologis.
Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah & karakter)
Obat diuretiik dapat meningkatkan output urine
Analgetik dapat terjadi retensi urine.
Urine
Warna :
Þ Normal urine berwarna kekuning-kuningan
Þ Obat-obatan dapat mengubah warna urine seperti orange gelap
Þ Warna urine merah, kuning, coklat merupakan indikasi adanya penyakit.
Bau :
Þ Normal urine berbau aromatik yang memusingkan
Þ Bau yang merupakan indikasi adanya masalah seperti infeksi atau mencerna obat-obatan
tertentu.
Berat jenis :
Þ Adalah berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan dengan suatu volume yang
sama dari yang lain seperti air yang disuling sebagai standar.
Þ Berat jenis air suling adalah 1, 009 ml
Þ Normal berat jenis : 1010 – 1025
Kejernihan :
Þ Normal urine terang dan transparan
Þ Urine dapat menjadi keruh karena ada mukus atau pus.
pH :
Þ Normal pH urine sedikit asam (4,5 – 7,5)
Þ Urine yang telah melewati temperatur ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena
aktifitas bakteri
Þ Vegetarian urinennya sedikit alkali.
Protein :
Þ Normal : molekul-molekul protein yang besar seperti : albumin, fibrinogen, globulin, tidak
tersaring melalui ginjal —- urine
Þ Pada keadaan kerusakan ginjal, molekul-molekul tersebut dapat tersaring —- urine
Þ Adanya protein didalam urine —- proteinuria, adanya albumin dalam urine —- albuminuria.
Darah :
Þ Darah dalam urine dapat tampak jelas atau dapat tidak tampak jelas.
Þ Adanya darah dalam urine — hematuria.
Glukosa :
Þ Normal : adanya sejumlah glukosa dalam urine tidak berarti bila hanya bersifat sementara,
misalnya pada seseorang yang makan gula banyak —- menetap pada pasien DM
Þ Adanya gula dalam urine —- glukosa
Keton :
Þ Hasil oksidasi lemak yang berlebihan.
§ Retensi
Þ Adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak sanggupan kandung kemih
untuk mengosongkan diri.
Þ Menyebabkan distensi kandung kemih
Þ Normal urine berada di kandung kemih 250 – 450 ml
Urine ini merangsang refleks untuk berkemih.
Dalam keadaan distensi, kandung kemih dapat menampung urine sebanyak 3000 – 4000 ml urine
o Tanda-tanda klinis retensi
Þ Ketidaknyamanan daerah pubis.
Þ Distensi kandung kemih
Þ Ketidak sanggupan unutk berkemih.
Þ Sering berkeih dalam kandung kemih yang sedikit (25 – 50 ml)
Þ Ketidak seimbangan jumlah urine yang dikelurakan dengan intakenya.
Þ Meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih.
o Penyebab
Þ Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra.
Þ Pembesaran kelenjar prostat
Þ Strikture urethra.
Þ Trauma sumsum tulang belakang.
§ Inkontinensi urine
Þ Ketidaksanggupan sementara atau permanen otot sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya
urine dari kandung kemih
Þ Jika kandung kemih dikosongkan secara total selama inkontinensi —- inkontinensi komplit
Þ Jika kandung kemih tidak secara total dikosongkan selama inkontinensia —- inkontinensi
sebagian
o Penyebab Inkontinensi
Þ Proses ketuaan
Þ Pembesaran kelenjar prostat
Þ Spasme kandung kemih
Þ Menurunnya kesadaran
Þ Menggunakan obat narkotik sedative
§ Total inkontinensi
Adalah kelanjutan dan tidak dapat diprediksikan keluarnya urine. Penyebabnya biasanya adalah
injury sfinter eksternal pada laki-laki, injury otot perinela atau adanya fistula antara kandung
kemih dan vagina pada wanita dan kongenital atau kelainan neurologis.
§ Stress inkontinensi
Ketidaksanggupan mengontrol keluarnya urine pada waktu tekanan abdomen meningkat
contohnya batuk, tertawa —– karena ketidaksanggupan sfingter eksternal menutup.
§ Urge inkontinensi
Terjadi pada waktu kebutuhan berkemih yang baik, tetapi tidak dapat ketoilet tepat pada
waktunya. Disebabkan infeksi saluran kemih bagian bawah atau spasme kandung kemih.
§ Fungisonal inkontinensi
Adalah involunter yang tidak dapat diprediksi keluarnya urine. Biasa didefinisikan sebagai
inkontinensi persists karena secara fisik dan mental mengalami gangguan atau beberapa faktor
lingkungan dalam persiapan untuk buang air kecil di kamar mandi.
§ Refleks inkontinensi
Adalah involunter keluarnya urine yang diprediksi intervalnya ketika ada reaksi volume kandung
kemih penuh. Klien tidak dapat merasakan pengosongan kandung kemihnya penuh.
§ Enuresis
Þ Sering terjadi pada anak-anak
Þ Umumnya terjadi pada malam hari — nocturnal enuresis
Þ Dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam.
o Penyebab Enuresis
Þ Kapasitas kandung kemih lebih besar dari normalnya
Þ Anak-anak yang tidurnya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi dari keinginan berkemih tidak
diketahui, yang mengakibatkan terlambatnya bagun tidur untuk kekamar mandi.
Þ Kandung kemih irritable dan seterusnya tidak dapat menampung urine dalam jumlah besar.
Þ Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah (misalnya persaingan dengan saudara
kandung, ceksok dengan orang tua). Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan
mengatasi kebiasaannya tanpa dibantu untuk mendidiknya.
Þ Infeksi saluran kemih atau perubahan fisik atau neurologi sistem perkemihan.
Þ Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral atau makanan pemedas
Þ Anak yang takut jalan pada gang gelap untuk kekamar mandi.
Þ Frekuensi
o Normal, meningkatnya frekuensi berkemih, karena meningkatnya cairan
o Frekuensi tinggi tanpa suatu tekanan intake cairan dapat diakibatkan karena cystitis
o Frekuensi tinggi pada orang stress dan orang hamil
o Canture / nokturia — meningkatnya frekuensi berkemih pada malam hari, tetapi ini tidak
akibat meningkatnya intake cairan.
Þ Urgency
o Adalah perasaan seseorang untuk berkemih
o Sering seseorang tergesa-gesa ke toilet takut mengalami inkontinensi jika tidak berkemih
o Pada umumnya anak kecil masih buruk kemampuan mengontrol sfingter eksternal.
Þ Dysuria
o Adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih
o Dapat terjadi karena : striktura urethra, infeksi perkemihan, trauma pada kandung kemih dan
urethra.
Þ Polyuria
o Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2.500 ml/hari, tanpa adanya
peningkatan intake cairan
o Dapat terjadi karena : DM, defisiensi ADH, penyakit ginjal kronik
o Tanda-tanda lain adalah : polydipsi, dehidrasi dan hilangnya berat badan.
Þ Urinari suppresi
o Adalah berhenti mendadak produksi urine
o Secara normnal urine diproduksi oleh ginjal secara terus menerus pada kecepatan 60 – 120
ml/jam (720 – 1440 ml/hari) dewasa
o Keadaan dimana ginjal tidak memproduksi urine kurang dari 100 ml/hari disanuria
o Produksi urine abnormal dalam jumlah sedikit oleh ginjal disebut oliguria misalnya 100 – 500
ml/hari
o Penyebab anuria dan oliguria : penyakit ginjal, kegagalan jantung, luka bakar dan shock.
Diagnosa Keperawatan
Perubahan dalam eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine, inkontinensi dan enuresis
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya inkontinensi urine
Perubahan dalam rasa nyaman berhubungan dengan dysuria
Resiko infeksi berhubungan dengan retensi urine, pemasangan kateter
Perubahan konsep diri berhubungan dengan inkontinensi
Isolasi sosial berhubungan dengan inkontensi
Self care defisit : toileting jika klien inkontinesi
Potensial defisit volume cairan berhubungan dengan gangguan fungsi saluran urinary akibat
proses penyakit
Gangguan body image berhubungan dengan pemasangan urinary diversi ostomy
Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterampilan pemasangan diversi urinary ostomy
Intake cairan secara tepat, pasien dengan masalah perkemihan yang sering intake jumlah cairan
setiap hari ditentukan dokter. Pasien dengan infeksi perkemihan, cairannya sering ditingkatkan.
Pasien dengan edema cairannya dibatasi.
Mengukur intake dan output cairan. Jumlah caiaran yang masuk dan keluar dalam setiap hari
harus diukur, untuk mengetahui kesimbangan cairan.
Membantu mempertahankan secara normal berkemih.
Membantu pasien mempertahankan posisi normal untuk berkemih
Memberikan kebebasan untuk pasien
Memberikan bantuan pada saat pasien pertama kali merasa ingin buang air kecil
Jika menggunakan bedpan atau urinal yakin itu dalam keadaan hangat.
Bila pasien menggunakan bedpan, tinggikan bagian kepala tempat tidur dengan posisi fowler dan
letakkan bantal kecil dibawah leher untuk meningkatkan support dan kenyamanan fisik (prosedur
membantu memberi pispot/urinal)
Tuangkan air hangat dalam perineum
Mengalirkan air keran dalam jarak yang kedengaran pasien
Memberikan obat-obatan yang diperlukan untuk mengurangi nyeri dan membantu relaks otot
Letakkan secara hati-hati tekan kebawah diatas kandung kemih pada waktu berkemih
Menenangkan pasien dan menghilangkan sesuatu yang dapat menimbulkan kecemasan.
Tindakan hygienis
Retensi urin
Inkontinensi
Menetapkan rencana berkemih secara teratur dan menolong pasien mempertahankan itu
Mengatur intake cairan, khususnya sebelum pasien istirahat, mengurangi kebutuhan berkemih
Meningkatkan aktifitas fisik untuk meningkatkan tonus otot dan sirkulasi darah, selanjutnya
menolong pasien mengontrol berkemih
Merasa yakin bahwa toilet dan bedpan dalam jangkauannya
Tindakan melindungi dengan menggunakan alas untuk mempertahankan laken agar tetap kering
Untuk pasien yang mengalami kelemahan kandung kemih pengeluaran manual dengan tekanan
kandung kemih diperlukan untuk mengeluarkan urine
Untuk pasien pria yang dapat berjalan/berbaring ditempat tidur, inkontinensi tidak dikontrol
dapat menggunakan kondom atau kateter penis.
Enuresis
Untuk enuresis yang kompleks, maka perlu dikaji komprehensif riwayat fisik dan psikologi,
selain itu juga urinalisis (fisik, kimia atau pemeriksaan mikroskopis) untuk mengetahui
penyebabnya.
Mencegah agar tidak terjadi konflik kedua orang tua dan anak-anaknya
Membatasi cairan sebelum tidur dan mengosongkan kandung kemih sebelum tidur / secara
teratur.
https://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/17/konsep-dasar-pemenuhan-kebutuhan-eliminasi-urine/
Proses Miksi
Adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi.
Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu :
Timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha
mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan
kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks
autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh
pusat korteks serebri atau batang otak.
Pengkajian
§ Pola berkemih
Pada orang-orang untuk berkemih sangat individual
§ Frekuensi
Þ Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan kesempatan
Þ Banyak orang-orang berkemih kira-kira 70 % dari urine setiap hari pada waktu
bangun tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari.
Þ Orang-orang biasanya berkemih : pertama kali pada waktu bangun tidur,
sebelum tidur dan berkisar waktu makan.
§ Volume
Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi.
Usia Jumlah / hari
·1 Hari pertama & kedua dari kehidupan 15 – 60 ml
·2 Hari ketiga – kesepuluh dari kehidupan 100 – 300 ml
·3 Hari kesepuluh – 2 bulan kehidupan 250 – 400 ml
·4 Dua bulan – 1 tahun kehidupan 400 – 500 ml
·5 1 – 3 tahun 500 – 600 ml
·6 3 – 5 tahun 600 – 700 ml
·7 5 – 8 tahun 700 – 1000 ml
·8 8 – 14 tahun 800 – 1400 ml
·9 14 tahun – dewasa 1500 ml
·10 Dewasa tua 1500 ml / kurang
Jika volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 jam pada
orang dewasa, maka perlu lapor.
Diagnosa Keperawatan
-Perubahan dalam eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine, inkontinensi
dan enuresis
-0Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya inkontinensi urine
-Perubahan dalam rasa nyaman berhubungan dengan dysuria
-Resiko infeksi berhubungan dengan retensi urine, pemasangan kateter
-Perubahan konsep diri berhubungan dengan inkontinensi
-Isolasi sosial berhubungan dengan inkontensi
-Self care defisit : toileting jika klien inkontinesi
-Potensial defisit volume cairan berhubungan dengan gangguan fungsi saluran
urinary akibat proses penyakit
-Gangguan body image berhubungan dengan pemasangan urinary diversi ostomy
Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterampilan pemasangan diversi urinary
ostomy
http://ryamarya.blogspot.com/2013/03/sistem-eliminasi-urine.html