Pengaruh Korosi Pada Beton Bertulang Jilid 1 (ITS)
Pengaruh Korosi Pada Beton Bertulang Jilid 1 (ITS)
\N KEARSIP.{N
/TNSI JAWA TTMUR t
,.0.11223
SIG
p.4
PENGARU H KOROSI
PADA BETON BERTULANG
Jilid r
s{ s,
d*'or!*rr
\t-' ,I L) lJ' -?SS
,' I ,
CK 0PNAt\nF
I TH 201r'
.tr-8 September 201.3
l
l
PENGARUH KOROSI PADA BETON BERTULANG
Jilid 1
,ililt|JJlxll[xzuL|lll
Anggota IKAPI
iv
ilt
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1: Keruntuhan akibat korosi pada The Saint Stefano Gambar 2.8: Mn untuk umur 0 s/d 50tahun. ..............31
Bridge in Sicily, ltaly (Proverbio and Ricciardi, 2000) ...3 Gambar 3.1: Retak akibat korosi........ ........34
Gambar l-.2: Keruntuhan akibat korosi pada Pedestrian Bridge at Gambar 3.2: Perkembangan retak akibat korosi .........35
Lowe's Motor Speedway in North Carolina (CNN, Gambar 3.3: Becak akibat korosi pada struktur dinding di tepi laut
2000). ......................3 (http I / co rrosion. ksc. nasa. gov/co rri n co n. htm ). ......... 37
:
Gambar L.3: Jembatan Wai Batu Gantong - Ambon, umur 41 Gambar 3.4: Becak akibat korosi pada struktur tangga ................38
tahun (Roberth, 20L11........ .......4 Gambar 3.5: Proses terjadinya retak akibat korosi .....38
Gambar 1.4 : Proses masuknya Chlorida pada beton bertulang Gambar 3.6: Proses terjadinya retak akibat korosi (Vu, 2003)......39
(FtP, 1996) ................5 Gambar 3.7: Waktu retak (T...-;) untuk berbagai kecepatan korosi
Gambar 1.5: Penurunan kapasitas penampang struktur beton dan tebal selimut beton. .........42
bertulang akibat korosi (Vu and Stewart, 2000)...........6 Gambar 3.8: Waktu inisiasi dan propagasi retak (Vu dkk, 2005)...43
Gambar L.6 : Hubungan antara kadar chlorida di permukaan beton Gambar 3.9: Waktu propagasi retak untuk lebar retak maksimum
Co dan jarak dari 1aut........... ........................9 0.5 mm ..................45
Gambar 1.7: Core-drill untuk pengambilan benda uji silinder. .....10 Gambar 3.10: Waktu propagasi retak untuk lebar retak maksimum
Gambar 1.8: Hasil uji kadar chlorida pada beton .......1L 1.0 mm ..................46
Gambar 1.9: Koefisien difusi D untuk berbagai mutu beton f.'.....15 Gambar 3.11: Waktu inisiasi korosi dan waktu retak untuk lebar
Gambar 1-.1-0: Alat uji ketebalan selimut beton (Covermeter)......16 retak makiimum 0.5 dan i-.0 mm .............51-
Gambar L.L1: Pengaruh tebal selimut beton terhadap waktu
inisiasi korosi (Ti)............ .........17
Gambar 2.1: Model Korosi Seragam (Uniform Corrosion). ...........2L
Gambar 2.2: Model Korosi Setempat (Pitting Corrosion). .............21
Gambar 2.3: Pengurangan diameter tulangan akibat korosi
seragam. ................22
Gambar 2.4: Pengukuran kecepatan korosi memakai alat (Millard).
23
Gambar 2.5: Pengaruh tebal cover dan w/c rasio pada kecepatan
korosi untuk suhu 30oC. ..........25
Gambar 2.6: Balok dan beban yang bekerja..................................26
Gambar 2.7: Detail penulangan balok. ......28
PENDAHUTUAN
Dengan berjalannya waktu semua bangunan beton akan
mengalami penurunan kekuatan (strength degradotion) akibat
adanya interaksi antara bangunan dengan lingkungan korosif yang
ada di sekitarnya. Penurunan kekuatan ini bila dibiarkan saja akan
dapat membahayakan integritas bangunan, yang selanjutnya
dapat membahayakan keselamatan pengguna bangunan.
Pengetahuan mengenai mekanisme dan penyebab kerusakan
bangunan perlu dipahami dengan baik agar pihak perancang
(konsultan perencana) dan kontraktor dapat mengantisipasi hal-
hal yang mungkin terjadi pada bangunan di masa-masa yang akan
datang sejak tahap perancangan dan pembangunan (misalnya
setelah bangunan berfungsi 10 s.d. 20 tahun).
vil
vll
Chlorida (Cl ) yang terdapat pada garam. Reaksi kimia tersebut
akan menyebabkan pengurangan luasan tulangan, yang rnemperkuat bangunan yang telah berumur cukup besar. Di
selanjutnya akan berakibat turunnya kekuatan bangunan negara-negara lndustri, biaya tahunan yang dikeluarkan akibat
tersebut. Demikian pula bangunan yang berada di lingkungan adanya korosi mencapai 3-4% dari Gross National Product
asam dan sulfat akan mengalami kondisi yang serupa dengan (Schmitt, 2009 ). Biaya perawatan dan perkuatan akan meningkat
bangunan yang berada di lingkungan air laut. dengan usia saat pekerjaan perawatan atau perkuatan dilakukan.
Oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala pada
Dengan berjalannya proses industrialisasi di lndonesia, maka bangunan untuk memastikan kondisi "kesehatan" dari bangunan.
lingkungan yang bersifat korosif dan agresif semakin bertambah
banyak. Adanya polusi udara akibat peningkatan jumlah Susunan Buku
kendaraan dan pabrik sering dibarengi dengan terjadinya hujan
yang bersifat asam. Hujan asam ini bersifat merusak bangunan Buku kecil ini disusun dengan urutan sebagai berikut:
seperti halnya garam merusak bangunan yang berada di t. Bab I menggambarkan proses inisiasi korosi pada bangunan
lingkungan air laut. Demikian pula adanya penggunaan air tanah beton di lingkungan air laut.
yang berlebihan akan menyebabkan intrusi air laut. lntrusi air laut 2. Bab ll menggambarkan proses propagasi korosi pada
dapat berpengaruh pada umur bangunan yang sebenarnya berada bangunan beton di lingkungan air laut.
jauh dari laut dan tidak direncanakan berada di lingkungan yang 3. Bab lll menerangkan proses retak yang terjadi pada bangunan
korosif dari sejak awal. Bila tidak dilakukan antisipasi (do-nothing), akibat adanya proses korosi.
kerusakan bangunan akan berjalan terus dan akan semakin
meningkat daya rusaknya bila dibiarkan saja. Agar buku ini mudah dipahami maka pada Bab 2 dan 3 diberikan
contoh perhitungan.
Korosi pada beton sulit untuk diketahui secara dini hingga
ditemukan adanya bercak-bercak kuning dan coklat (sfoin) dan
retak (crocking) pada permukaan beton. Sebenarnya bila pada
saat kerusakan awal terjadi segera dilakukan tindakan (intervensi)
oleh pemilik bangunan dengan mengadakan perawatan maka
biaya yang dibutuhkan tidak akan terlalu banyak. Namun karena
kurangnya pemahaman atas proses kerusakan yang terjadi maka
kerusakan awal pada umumnya kurang mendapat perhatian dan
cenderung diabaikan. Akibatnya kerusakan semakin bertambah
dan meluas sehingga pada saat dilakukan tindakan, biaya yang
dibutuhkan menjadi sangat besar.
S.}.. $}*xxs$ixlt$$xxxxx
Pada bab ini akan dijelaskan proses terjadinya korosi pada
bangunan beton di lingkungan air laut. Pemahaman yang
benar atas proses ini diperlukan agar para pemangku
kepentingan (stoke holder) seperti pemilik, perancang dan
pelaksana, mempunyai sikap yang benar dalam menentukan
kebijakan dan tindakan yang diperlukan. Adanya sikap
meremehkan dan tidak perduli (ignorance) atas proses
terjadinya kerusakan pada bangunan umumnya disebabkan
ketidak-pahaman atas proses yang dihadapinya. Hal ini
diperburuk lagi bila tidak ada komitmen moral pada para
pemangku kepentingan yang terlibat dalam proyek untuk
melaksanakan proyek sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang telah ditetapkan.
beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk 0.50 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0
€ 01.1
I orz
8
-9
!
010
: ofre
F
0.06.
(l r)l
\_
i :..
0 0(r
I )2
kecialaman (cm)
r .l.r Pt , | ).P'.)
. lfl P4 l)w,i
rli) llt.i ' L rnear {CD Pl i
rCfl i, --l feir r(lfl F4r
_j
-rrr,.,.I,tt..jr tL,rD :,( t lnear (Oi) ili tl
10 1,1,
-l . .':...). i\i l{..' I } \ i i..' I t .1..r : : i,i :.\ i i..-il) :. i } I i I t-t J
untuk kondisi di lndonesia tidak bisa dilakukan secara Kecepatan masuknya zat-zat korosif tergantung pada nilai
langsung dan perlu diteliti lebih lanjut kesahihannya.
koefisien difusi beton (D). Makin baik kualitas beton maka
Tabel 1"-1 Berbagai nilai kadar kritis chlorida (Stewart and Faber, makin rendah nilai koefisien difusi betonnya dan makin kecil
2003) kecepatan masuknya zal-zat korosif dalam beton. Koefisien
ini dapat diperkirakan dengan memakai perumusan yang
COV diusulkan oleh (Papadakis et al., 1996) sebagai
.NilaiRata-
Distribution Sumber
rata(kglm3) (Koefisien
Variasi) l*p. *
C
D = 0.15 (L-4)
3.35 0.375 Normal" (Valand Stewart, 2001) l+p.*+P'
CP"
Uniform (Stewart and Rosowsky,
0.9 0.19
[0.6-1.2] 1se8)
(Thoft-Christensen et dimana
1..4 o.1.25 Normal
a|.,7997)
13
12
dimana f .r1 adalah kuat tekan beton dalam MPa. Nilai a/c
rasio selanjutnya dapat ditentukan dari Hasil perhitungan koefisien difusi (cmz/s) dengan memakai
persamaan (1-10) untuk berbagai mutu beton disajikan pada
alc: slc + glc Gambar 1-.9. Gambar ini menunjukkan makin tinggi mutu
(1-7) beton makin rendah nilai koefisien difusinya.
1.2 1o't'
dimana
3 810''
=
o
c
.9 610"
o
iE
dan o
o
5 416'"
glc:6.364(w I c)-0.258 o
(1-e)
210"
dimana s/c.dan g/c adalah sand-cement ratio dan gravel-
cement rasio. Persamaan (l-7) s/d (1-9) diperoleh dari 0
penelitian yang dilakukan oleh (Stewart, 1996). 15 20 25 30 35 40 45 50
'(MPa)
fc'
Sebagai alternatif persamaan (1--4) dapat dipakai perumusan
lain yang jauh lebih sederhana (Stewart and Rosowsky,
Gambar 1.9: Koefisien difusi D untuk berbagai mutu beton f.'.
1998) untuk menghitung koefisien difusi beton (D) sebagai
D : 10 lo+(4.66w/c) (1-10)
1,4
15
:ill :li'lilll iia l
Tebal seiimut beton (d.) yang tercapai di lapangan pada
persamaan (2) dapat ditentukan dengan memakai alat E rso
F
covermeter seperti terlihat pada Gambar 1.10. F-
L
il r00
*rffip jso A
A
l0 30 40 s0 60 7l
Tebal Selimut Bcton (mm)
17
t6
s
BAB. 2. PROPAGASI KOROSI BANGUNAN BETOI\ DI
LINGKUNGAN AIR TAUT
18
19
Reaksi kimia yang terjadi saat korosi dapat dijelaskan
sebagai berikut:
21
20
kecepatan korosi yang menyebabkan kehilangan permukaan
logam sedalam 11.6 prm/tahun secara seragam. praktis, kecepatan korosi dapat diperkirakan dengan z
pendekatan, yaitu
AD(T")/2
a) Pengukuran di lapangan
b) Perumusan empiris
Pengukuran korosi di lapangan dilakukan dengan memakai
alat yang diproduksi oleh Geocisa Gecor (lihat Gambar 2.4).
Alat ini bekerja berdasarkan teknik polarisasi linier (Linear
Polarization Resitance Method/LPRM), dimana perubahan
kecil arus pada logam yang mengalami korosi di larutan ion
Gambar 2.3: Pengurangan diameter tulangan artbat korosi
seragam.
akan menyebabkan perubahan potensial dari logam
tersebut. Meskipun metoda LPRM sudah banyak dipakai,
Sebagai contoh kapasitas lentur (Mn) balok bertulangan metoda ini sebaiknya divalidasi dengan cara pengukuran
tunggal pada saat To dapat diperkirakan dengan perumusan kehilangan berat (Weight loss Method) tulangan dari
sederhana sbb: contoh tulangan yang diambil di area yang mengalami
korosi (ASTM-G1-90, 1999). Pengambilan tulangan untuk
M, (T") = A(T,) x f, x o'8 x h penentuan kecepatan korosi perlu dilakukan dengan hati-
(2-s)
hati agar tidak mengganggu integritas struktur secara
dimana berlebihan.
M"(To) = kapasitas lentur pada saat To yang dihitung setelah
inisiasi korosi
fy = tegangan leleh baja tulangan
[ = tinggi penampang
"3 ? *{*r*x*$ttr
.!!..!
&{sx**:*i
ti fi(....,:r \
l/.dr.;r'r
22
23
Kecepatan korosi dapat ditentukan dengan memakai Hasil perhitungan korosi pada suhu 30oC untuk berbagai
perumusan empiris dari (Vu and Stewart, 2000) sebagai nilai faktor air-semen dan tebal selimut beton dengan
berikut: memakai persamaan (14) dan (15) disajikan pada Gambar
2.5. Gambar tersebut menunjukkan pentingnya spesifikasi
27.0(t- w /c) "-t w/c rasio maksimum dan tebal selimut beton minimum agar
prA/cml
dc (2-6) beton mempunyai ketahanan yang cukup terhadap korosi.
Nilai w/c rasio berhubungan dengan sifat kekedapan air
beton. Makin kecil w/c rasio maka beton makin kedap air
asalkan pemadatan beton juga dilakukan dengan baik.
dimana i.o,, adalah kecepatan korosi, w/c adalah faktor air-
semen dan d. adalah tebal selimut beton dalam mm.
Perumusan (2-G) diturunkan untuk kondisi lingkungan
dengan tingkat kelembaban sekitar B0% dan suhu 20oC.
Untuk lndonesia dengan suhu rata-rata mendekati 30oC,
penggunaan rumus diatas perlu penyesuaian agar
menghasilkan prediksi kecepatan korosi yang lebih tepat.
3.0
Seperti diketahui kecepatan korosi meningkat dengan l
Jawab:
26
27
)1 27
W/C:-: =0.66
2D13 f.r, + 13.5 21 .5 +13.5
D = 10 l0+(466w/c)
- l0
10+(466+066)
: 1.17 xl 0 7cm2 /s
D=1.17x10 "m'ls
b) Perhitungan kapasitas lentur nominal Mn sebelum Ai adalah koefisien polinomial fungsi pangkat dua belas
terkorosi (T=0) tersebut diatas dengan Ao--1-.-/8, Ar=-7.59E+1,
Az=1.85E+3, At=-2.4E+4, A+=1.95E+5, As=-1.04E+6,
Dengan mengabaikan kontribusitulangan tekan pada Mn Ao=3.87E+6, Az=-9.9E+6, As=1.75E+7, Ag=-2.1LE+7,
Aro=1.66E+7, Arr=-7 .45E+6, Arz=1.5E+6.
A(0) = LZS'= 490mm2
4 Ti :11.09 tahun
6 = jumlah tulangan = 7
Hasil perhitungan T; menunjukkan bahwa korosi baru
M, (T.) : A(T.) x fu x 0.8 x h mulai menurunkan kapasitas lentur (Mn) setelah umur
struktur melebihi 11.09 tahun.
M,(0) = 7 x 490x 400 x 0.8x 800 : 878080000Nmm : 87.8lton - nr
e) Perhitungan kecepatan korosi (i.orr)
29
28
Faktor pengali kecepatan korosi untuk suhu 30oC
M"(8'91) :86oh(setelah 20 tahun kekuatan
6= [1 + 0.073(t - 20)] = [1+0.073(30-20)]=1.73 M,, (0) -75'26
87.81
lentur sudah berkurang L4% dibanding kuat lentur awal).
i"o. = 5.24 xl -73 = 9 '07 tt'A/cm2
Dengan cara perhitungan yang sama, akan didapatkan
Mn untuk umur 30, 40 dan 50 tahun. Hasil perhitungan
Perhitungan kapasitas lentur setelah umur 20 tahun disajikan pada Tabel 2.2 dan disajikan secara grafis pada
Gambar 2.8.
To = dihitung setelah waktu korosi inisiasi (Ti)
= 20 -11.09 = 8.91tahun Tabel 2-2: Mn untuk umur beton s/d 50 tahun
Umur (T) T,,:T-Ti Mn M.(T)/ M"(0)
Tahun Tahun Ton-m
Anggapan yang dipakai pada perhitungan disini adalah 0 s/d I 1.09 Belum 87.U 1 100%
ketujuh tulangan mengalami korosi dengan kecepatan terkorosi
yang sama. Pada kenyataannya masing-masing tulangan 20 8.9 r 15.27 86%
m.ungkin mengalami korosi dengan kecepatan yang 30 r 8.91 62.19 1t%
40 28.91 50.36 57o/n
berbeda. 45%
50 38.9 t 39.78
lnisiasi korosi Propagasi korosi
A(0) = Lz5' :490mmz (pada saat belum terkorosi)
4
A(\ )=
X@.
- 0.0232i",,.,1 )' = |lrt - 0.0232 x 9 .01 x 8.9 l)'z
Mn perlu = 72 ton-meter
A(1) = 420mnf
o ru
o
A(8.9D =421nr* E Mu = 57.65 ton-m
5oo
n = jumlah tulangan = 7 F
M,(\)=A(\)xfrxo'8xh =50
Mseruice= 41 .38 ton-m
M"(8.91) = 7 x 420x 400 x 0.8 x 800 : 752640000Nmm 40
M"(8.91) =75.26ton -m
30
0 10
33
32
lr9rfss spetl!t
{into pe{gu* roncrcl!)
Cracting and spaliing
lt
f{ {t-
conctclg 60ver
A
A-
Bulkt uP ol vdumtnous
tryU
34
35
T. Penampilan (Appearoncel
o Bercak-bercak pada permukaan beton Bangunan yang terkena korosi akan mengalami perubahan
lstoinning)
warna pada permukaan betonnya. Untuk bangunan
2. Pelayanan (Se rvice obi lity) arsitektural yang memakai beton exposed, perubahan
o Retak (Crocking) warna tidak diharapkan terjadi selama masa pelayanannya
o Pengelupasan (spallingl karena akan mengurangi aspek keindahannya. Pada Gambar
cDelominotion
3.3 dan Gambar 3.4 menunjukkan perubahan warna
permukaan beton akibat korosi.
o Peningkatan lendutan (Deflection\
3. Kekuatan (strength\
o Kegagalan elemen struktur
o Kegagalan struktur secara total (Collopse)
36
5t
Korosi akan menghasilkan karat dalam beton dan dengan
berjalannya waktu karat akan bertambah banyak. pada
awalnya karat ini akan mengisi ruang-ruang kosong (pori-
pori) yang ada di sekitar permukaan pertemuan beton dan
tulangan. Ketika jumlah karat masih belum banyak maka
tidak akan terjadi retak (free expansion). Akan tetapi ketika
karat semakin banyak dan pori-pori beton sudah terisi
penuh, maka di dalam beton terjadi desakan dan tarikan
(stress initiated). Ketika tegangan tarik akibat desakan karat
melampaui kekuatan tarik beton, maka akan terjadi retak
pada beton (concrete crocking).
Gambar 3.4: Bercak akibat korosi pada struktur
ta n gga ( htt p ://www. n a c h i. o rg/vi s u a I- in s pecti o n -co n c rete. ht m,
Concrete Steel Concrete/steel interfacial
Corrosion products
2006). porous zon€
. i.l l
*o.-
I
W,,.>W >W,
( http ://www.f rpd istri butors.com/gf rp-vs-steel/gf rp-vs-ga lvi n ized- c. Stress initiateri d. Concrete cracking
steel)
Gambar 3.6: Proses terjadinya retak akibat korosi (Vu, 2003)
Secara skematis proses terjadinya retak akibat korosi dapat
dimodelkan seperti pada Gambar 3.6(Vu, 2003).
39
Liu dan Weyers mengusulkan perumusan untuk
(1998)
memperkirakan jumlah karat yang diperlukan untuk Waktu yang diperlukan sampai terjadi retak pertama kali
terjadinya retak perta ma sekali (W.,.it) sebagai berikut: (T."i) disebut juga sebagai waktu inisiasi retak (crack
initiation). Lebar retak pada periode ini sekitar 0.05 mm dan
pada umumnya hanya bisa dilihat dengan memakai kaca
(3-1)
pembesar. Waktu inisiasi retak (T.,_i) dihitung dengan
perumusan yang diusulkan Liu dan Weyers (1998) sbb:
W.rir :, (3-2)
1000(l * o) /-r t
ku :0.0981 a lnDi c'lrrr
(3-4)
\o/
dimana
dimana
Wcrit =jumlah berat karat yang diperlukan untuk terjadinya
retak (kg/m)
or = koefsien yang tergantung tipe karat yang terjadi,
p.u.t = berat jenis karat (kg/m') =3605 kg/m'
nilainya diantara 0.523 s/d0.622
c = tebal selimut beton (mm) D = diameter tulangan (mm)
ft = kuat tarik beton (MPa) i.or," = kecepatan korosi rata-rata tahunan (mR/cm2)
J. = rasio Poisson = 0.2
D = diameter tulangan (mm) Gambar 3.7 menunjukkan perhitungah T.,_i memakai
d, = tebal lapisan karat yang diperlukan untuk persamaan (3-1) s/d (3-4) untuk kecepatan korosi dan tebal
menghasilkan tegangan tarik selimut beton yang bervariasi antara 30 mm s/d 60 mm
do = tebal zona pori di sekitar pertemuan besi tulangan serta mutu beton f.'30 MPa. Gambar tersebut menunjukkan
dan beton = 12.5mm (lihat Gambar 3.6) bahwa untuk kecepatan korosi sebesar L mA/cmz (x
a = 0.5(D+2d") L1-.6mm/tahun) waktu terjadinya retak berubah dari z
b - c+a =c + 0.5(D+2d") tahun menjadi 7 tahun dengan merubah tebal selimut beton
E' dari 30 mm menjadi60 mm.
E"r = modulus elastis beton efektif (MPa) ' = .I +tp.,
Ec = modulus elastis beton (MPa) = 4700fi
Q., = koefisien rangkak beton =2.0
40
4L
Tebal cover (mm)
Crael Pr0pagation
4
tr
J
-c
G
F
2 Time Since
Corrosion tnitiation
0
Gambar 3.8: Waktu inisiasi dan propagasi retak (Vu dkk, 2005)
0123456
Kecepatan Korosi (rA/cm2) Waktu propagasi retak (T.,.-p) dapat dihitung dengan
Gambar 3.7: Waktu retak (T.,-;) untuk berbagai kecepatan korosi perumusan usulan (Vu et al., 2006) sbb:
dan tebal selimut beton.
.r p _t. wri. -o.o5f o.ol l4)
"' "o rrr.*n l,t-*-,
- (3-s)
Setelah retak terjadi maka dengan berjalannya waktu, retak
akan semakin bertambah lebar dan panjang. Periode ini
disebut dengan propogasi retak (crock propogation). Retak
akan bertambah lebar hingga mencapai lebar retak yang L.u.k = 0.000& '7'|,*
(3-6)
diijinkan. Lebar retak yang diijinkan tergantung pada
lingkungan dimana beton berada. Model pertumbuhan
retak akibat korosi dapat digambarkan sebagai berikut : c
Vcn:* (3-7)
43
42
k-=oes["*[-Tffi)
ff;.,,] (3-8)
karat yang diperlukan untuk terjadinya propagasi retak lebih
sedikit pada beton mutu tinggi dibandingkan pada beton
mutu rendah, Akibatnya waktu propagasi retak pada beton
mutu tinggijuga lebih cepat.
dimana
Lebar retak maksimum 0.5 mm, D = 22 mm
I
c = tebal selimut beton (mm)
D = diameter tulangan (mm)
ft = kuat tarik beton (MPa)
icorr(exp) = kecepatan korosi saat percobaan dilakukan = 100
mA/cmz
icorr(reat)= kecepatan korosi yang terjadi
wrim = lebar retak yang diijinkan Gh
serta
44 t.
.;.
45
r-.#
B
S.S. &p$$kxs$ S*nh$t*xmgsm N*tsk xk$&:xt ${*r*s$
Lebar retak maksimum 1 mm, D = 22 mm Untuk memahami penggunaah berbagai perumusan retak
20
pada bagian sebelumnya, maka pada bagian ini akan
diberikan contoh perhitungan waktu terjadinya inisiasi dan
18
propagasi retak. Balok yang akan dihitung adalah balok yang
16
dipakai pada bagian 2.4.
Spesifikasi
tr 14
lg
Bila dipakai mutu beton f. 20 MPa, tebal cover 30 mm dan
12
F
diameter tulangan 25 mm
'10
I Ditanyakan :
Jawab:
Ti = 11.09 tahun
b) Perhitungan T.,-;
( lrf. a2+b2
'_i, + u. I )
o-* nL , ) + a"_] n.J
[ ;.: ;,
W".i, =
1000(1- cr)
47
46
Prust
= berat jenis karat (kg/m') = 3605 kg/m' Nilai w/c rasio dapat ditentukan dengan memakai rumus
Bolomey sebagai
c = tebal selimut beton = 40 mm
t, f cyr = f,' +7.5=20+7.5:27.5
ft = kuat tarik beton =
0'4{l =
0'4'l20 = l-.79 MPa
do = tebal zona pori di sekitar pertemuan besi tulangan dan . _27.0(l-w/c) '"0
!
beton l-2.5mm (lihat Gambar 3.6) corr
d,,
!2.0
k. = 0.0e8[*).r,-* =o ,rr(#)*,rrx 5.6e :76.87
Q.'= koefisien rangkak beton
E'
= modulus elastis beton efektif (Uea1 = 7oo6 l+)'
r.cr I, : fud
Eer =
1* e.,
2k, - 2x76.97
(q.
= o.54 tahun
MPa
cr = koefsien yang tergantung tipe karat yang terjadi, c) Perhitungan Tcr-p untuk Wtim = 0.5 mm
nilainya diantara 0.523 sldO.622
c30
u untuk keperluan perhitungan diambil nilai rata-rata D[ 25x1.79
sebesar 0.57.
7**
r.,".k = 0.000&-1 : 0.00& t'7x067 -0.000256
W.,rt :9.l4kg/m
icorr(exp) = l-00 1lA/cm2
A
1, : T..-, * T.,, = 0.54 + 2.ll : 2.65tahun
k. = 1'0
Hasil perhitungan selanjutnya disajikan pada Gambar 3.1.1,.
Gambar tersebut menunjukkan bahwa waktu yang
^^-t (
ko =0.951 expl -l
0.3i.,,,,"*r,f- i.un,.*', .0.3l=0.2g
2500i'o"'
diperlukan terjadinya retak dihitung mulai dari awal
reorr(rcal) ,
L \ '"ol' -l berfungsinya bangunan sekitar 13.74 tahun, yang terdiri
atas waktu inisiasi korosi selama i_1.09 tahun dan waktu
0.000&
l Tvcp
= 0'00&-'7"067
:0'000256
f",,.k =
A
icorr(exp) = 100 PA/cm2 Waktu retak = 2.65 tahun
A Y
icorr(rear) = 5.69 PA/cm2 10
c
f
E
G
kc = 1'0 F
T = 11.09 tahun
t f
G
0.3i.,,,,.^o, =
esle-rl- *0.3 I=0.2g
l-__i:T,.'p,
5
kn =0
ffi: J-Jroq;,,.,,, ]
Tlt' P =k,.=L
**
- -k.t
.
w,,* - o qf qqry)
=2.ntahun oY
0 0.2 0.4 0.6 0.8
ro., f ir"*'*'" )
1
Untuk wrim = 0'5 mm Gambar 3.11: Waktu inisiasi korosi dan waktu retak untuk lebar
retak maksimum 0.5 dan 1.0 mm
T", = T.,, *\. p =0-54* I = l'54tahun
51
50
DAFTAR NOTAST
Bab 1
a/c = aggregate-cement rasio (dalam satuan berat)
Co = kadar garam pada permukaan beton
Co (d) = kadar garam pada permukaan beton pada jarak
d
km dari tepi pantai
Ctn = kadar garam kritis pada permukaan besi tulangan
yang diperlukan agar korosi terjadi
D = koefisien difusi beton
d. = tebal selimut beton (concrete cover otou dekking)
erf = fungsi kesalahan (the error function).
Dcr,nzo = koefisien difusi chrorida rarutan
tak hingga (1.6x10 e
, m2/s)
f,.r, = kuat tekan beton rencana
f. = kuat tekan beton (Mpa)
w/c = water-cement rasio (dalam satuan berat)
p" = kepadatan massa dari agregat
P" = kepadatan massa dari semen
Bab 2
d. = tebal selimut beton dalam mm
fv = tegangan leleh baja tulangan
h - tinggi penampang
i.o,, = kecepatan korosi (prA/cm2)
i.or,. (t) = kecepatan korosi pada suhu >
t 20oC
icorr-2o = kecepatan korosi pada suhu 20oC
M"(To) = kapasitas lentur pada saat To yang dihitung
seterah
inisiasi korosi
To = waktu dihitung setelah inisiasi korosi T;(tahun)
t = suhu dimana kecepatan korosi diperhitungkan ("C)
w/c = faktor air-semen
AA = pengurangan luas penampang untuk kecepatan
korosi
52
53
AD = pengurangan diameter tulangan DAFTAR PUSTAKA
Bab 3
A. Bentur, Diamorid, S., and Berke,
a = 0.5(D+2do) N. S. (1997). ,,steelCorrosion
in Concrete,,' E&FN SPON, UK.
b = c+a =c + 0.5(D+2d") ASTM-G1-90 (1999). Standard practice
c = tebal selimut beton (mm) for preparing, Cleaning,
and Evaluating Corrosion Test
Specimens.
D = diameter tulangan (mm) BRrrE/EURAM (1995). "The Residuar
service Life of Reinforced
d, = tebal lapisan karat yang diperlukan untuk Concrete Structures.,,
menghasilkan tegangan tarik Broomfield, J. p. (1997). ,,Corrosion
of Steel in Concrete:
do = tebal zona pori di sekitar pertemuan besi tulangan Understanding, lnvestigation
and Repair,,, eaiN Spon,
dan beton = 12.5mm London.
cNN (2000). Engineer Finds signs
E. = modulus elastis beton (MPa) = 47OO\E at North Carolina USA.
of corrosion in Corapsed Bridge
55
54
,.:--
http :,//www. nachi "orgy'visua l-i nspection-concrete. htm (2006).
Corrosion typical of inadequate cover' Journol of lnfrastructure Systen,ASCE
Karlsson, M. a. P., E. (1995 ). "Design of Rebar Concrete Covers in Vol. 4 No. 4, 1,46_
15s.
Marine Concrete Structures-Probabilistic Approach, Thoft-Christensen, p., Jensen,
F. M., Middleton, C. R.,
Proceedings of the RILEM lnternational Workshop on Blackmore, A. (1gg7). Assessment
and
Chloride Penetration into Concrete," RILEM, Frartce. of the Reliability of
Concrete Slab Bridges. /n ,,Reliability
Mc Gee, R. W. (1999). "Modelling of Durability Performance of Structuralsystems,,(R. B. C.
and Optimization of
a. R. R. E. D. M. Frangopol,
Tasmanian Bridges, Application of Statistics and ed.), pp. 321,_329.. pergamon,
Probability," lCAP58. oxford.
Val, D. V., and Melchers,
n. e . (f ggZ)- Re-liability of
Middleton, C. R., and Hogg, V. (1998). "Review of Deterioration reinforced
deteriorating
r o u r n a t of St r u c t u r a t
Models Used to Predict Corrosion in Reinforced Concrete
Structures." Cambridge U niversity.
,, n,,
Val, D. V., and" Stewart,
;{;;ilf? :j,l?::
",,,;: M. G. (2001).
Reliability_Based
Papadakis, V. G., Roumeliotis, A. P., Fardis, M. N., and Vagenas, C' Cost Analysis of Reinforced
Life_Cycle
G. (1996). "Mathematical Modelling of Chloride Effect on
concrete structures in Marine
Environments. ,proceedings
/n
Concrete Durability and Protection Measures, Concrete of ICOSSAR,Of _iiglli;"'
lnternational Conference on
Repair, Rehabilitation and Protection," E & FN Spon. , itrr.trrul Safety and
Reliability,(CD_ROM),,. R.
B. Corotis, G. t. Schueit"r,
London. Shinozuka (Eds), A. A. Balkema, V.
Proverbio, E., and Ricciardi, G. (2000). Failure of a 40 Year old Rotterdam
vu' K' A' T' (2003). corrosion-induced
post-tensioned bridge near seaside. /n "Proc. lnt. Conf. cracking and spatiarTime-
Dependent Reliability Analysis
Eurocorr 2000", London of RC Structures, The
University of Newcastle, Newcastle,
Roberth, H. (2011). Studi pengaruh Korosi Terhadap Kekuatan Australia.
vu, K. A. T., and stewart, M.
G. (2000). structurar Reriabirity
Balok Beton Bertulang Dengan Menggunakan Teori Concrete Bridges lncluding of
lmproved Chloride_induced
Kemungkinan, lTS, SurabaYa' Corrosion Models. St r u ct ur ro
I S ofe ty 22,3 13_333.
Schmitt, G. (2009 ). "Global needs for knowledge dissemination, Vu, K. A. T., Stewart, M. G.,
anA vullarJl, r'. (roou).corrosion_
research, and development in materials deterioration and lnduced Cracking: Experimental
corrosion control," New York' Data and predictive
Models. ACI StructuraI JournaISeptember_October,
SNI-03-2847 (2002\. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk 726. 719_
Bangunan Gedung. Zhang, J., and Lounis, 2..(2006).sensitivity
Stewart, M. G. (1996). Serviceability Reliability Analysis of analysis of simplified
diffusion_based corrosion initiation
Reinforced Concrete Structures. Journol of Structural model of concrete
structures exposed to chlorides
. Journol of Cement
Engi neeri ng, ASCE Vol. L22,, 794-803. Co n c rete
ond
Reseo rc h 36, L31,2_1.323.
Stewart, M.G., and Faber, M. H. (2003). Probabilistic modelling of
deterioration mechanisms for concrete structures. /n "9th
lnternational Conference on Applications of Statistics and
Probability in Civil Engineering," San Francisco.
Stewart, M.G., and Rosowsky, D. V. (1993). Structural Safety and
Serviceability of Concrete Bridges Subject to Corrosion.
56
57
INDEKS
absorpsi,4
aksi kapiler, + kecepatan korosi, vi, vii,
alkalin, 4 viii, 20, 2L, 22, 23, 24,
anoda, 19 25,26,29,32, 40,42
anodik, 18 koefisien difusi, 7, .J.3, 1-4,
batas kritis, 1g 26,27
Bolomey, 13,46 korosi, 1
cairan pori, L8 KOROSI, 1.8,32
chlorida, iv, vi, vii, 4, g, g, korosi seragam, vii, L9, 20,
L1_, L2, 1,3,1,9, 4g 21,
concrete cover, A, larutan ion,22
core-drill,g lentur, Lg, 20, 21-, 26, 27,
corrotion initiation, 4 28,29,30
corrotion propagation, 4 Linear polarization
covermeter, L5 Resitance Method, 22
crack growth in length and LPRM,22
width, 1 mutu beton, vii, 1,4, L5,40,
cracking, L 42,44
delamination, 2 perlindungan pasif, 1g
difusi, 4 permeasi, 4
dinding pembatas, 4 pitting corrosion, L9
elektrolit, 1g proses kimia, 1g
elektron, 18 rust, 3
faktor air-semen, 2L,23,24 serangan garam, i, 1g
Geocisa Gecor,22 site specific, 8
hukum Fick, 6 spalling, 2
inisiasi korosi, iii, vii, viii, 4, stainning, 1
5, 6, 7, 9, L6, L7, 'J_9, 20, tegangan leleh, 21
21-,26,28,30, 44, 4s, 4g, total collapse, 2
49 uniform corrosion, 19
isapan, 4 water-cement rasio, 13
katodik, L8 Weight Loss Method, 22
58
59