Anda di halaman 1dari 37

N PERPUSTAKAAN

\N KEARSIP.{N
/TNSI JAWA TTMUR t

,.0.11223
SIG
p.4
PENGARU H KOROSI
PADA BETON BERTULANG

Jilid r

i:'. M. $igit *arn:awanr M,Ing"Se", ph"n"


ilrd\* {3*yuxji, $.tr., l\,}.tr., Phn.
iit:r &e h*r;ld l{usin, 5.T., M"tr.

s{ s,
d*'or!*rr
\t-' ,I L) lJ' -?SS
,' I ,
CK 0PNAt\nF
I TH 201r'
.tr-8 September 201.3
l

l
PENGARUH KOROSI PADA BETON BERTULANG
Jilid 1

Penulis : Ir. M. Sigit Darmawary M.Eng.Sc.,


Ridho Bayuaji, S.T., M.T., Ph.D
Nur Achmad Husio S.T., M.T.
Desain Sampul : ITS Press
@ 2013, ITS Press, Surabaya

Hak cipta dilindungi undang-undang


Diterbitkan pertama kali oleh
ITS PRESS, Surabaya 2013

rsBN 978-602-9 494-83-9

,ililt|JJlxll[xzuL|lll
Anggota IKAPI

Sanksi Pelanggaran Pasal 22


Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta:

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal49 ayat (1) dan
ayat (2) dipidana dengan pidalla penjara masing-masing paling singkat
1 (satu) bulan dan /atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan f atart
denda palingbanyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan


atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil
pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau
denda palingbanyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)'

Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian


atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

Dicetak oleh Percetakan ITS Press


Isi di luar tanggung jawab percetakan
DAFTAR TABET
Tabel 1-L Berbagai nilai kadar kritis chlorida (stewart and Faber,
2003)........ ................1.2
Tabel 2-L; Klasifikasi kecepatan korosi .....26
Tabel 2-2: Mn untuk umur beton s/d 50tahun.............................31

iv
ilt
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1: Keruntuhan akibat korosi pada The Saint Stefano Gambar 2.8: Mn untuk umur 0 s/d 50tahun. ..............31
Bridge in Sicily, ltaly (Proverbio and Ricciardi, 2000) ...3 Gambar 3.1: Retak akibat korosi........ ........34
Gambar l-.2: Keruntuhan akibat korosi pada Pedestrian Bridge at Gambar 3.2: Perkembangan retak akibat korosi .........35
Lowe's Motor Speedway in North Carolina (CNN, Gambar 3.3: Becak akibat korosi pada struktur dinding di tepi laut
2000). ......................3 (http I / co rrosion. ksc. nasa. gov/co rri n co n. htm ). ......... 37
:

Gambar L.3: Jembatan Wai Batu Gantong - Ambon, umur 41 Gambar 3.4: Becak akibat korosi pada struktur tangga ................38
tahun (Roberth, 20L11........ .......4 Gambar 3.5: Proses terjadinya retak akibat korosi .....38
Gambar 1.4 : Proses masuknya Chlorida pada beton bertulang Gambar 3.6: Proses terjadinya retak akibat korosi (Vu, 2003)......39
(FtP, 1996) ................5 Gambar 3.7: Waktu retak (T...-;) untuk berbagai kecepatan korosi
Gambar 1.5: Penurunan kapasitas penampang struktur beton dan tebal selimut beton. .........42
bertulang akibat korosi (Vu and Stewart, 2000)...........6 Gambar 3.8: Waktu inisiasi dan propagasi retak (Vu dkk, 2005)...43
Gambar L.6 : Hubungan antara kadar chlorida di permukaan beton Gambar 3.9: Waktu propagasi retak untuk lebar retak maksimum
Co dan jarak dari 1aut........... ........................9 0.5 mm ..................45
Gambar 1.7: Core-drill untuk pengambilan benda uji silinder. .....10 Gambar 3.10: Waktu propagasi retak untuk lebar retak maksimum
Gambar 1.8: Hasil uji kadar chlorida pada beton .......1L 1.0 mm ..................46
Gambar 1.9: Koefisien difusi D untuk berbagai mutu beton f.'.....15 Gambar 3.11: Waktu inisiasi korosi dan waktu retak untuk lebar
Gambar 1-.1-0: Alat uji ketebalan selimut beton (Covermeter)......16 retak makiimum 0.5 dan i-.0 mm .............51-
Gambar L.L1: Pengaruh tebal selimut beton terhadap waktu
inisiasi korosi (Ti)............ .........17
Gambar 2.1: Model Korosi Seragam (Uniform Corrosion). ...........2L
Gambar 2.2: Model Korosi Setempat (Pitting Corrosion). .............21
Gambar 2.3: Pengurangan diameter tulangan akibat korosi
seragam. ................22
Gambar 2.4: Pengukuran kecepatan korosi memakai alat (Millard).
23
Gambar 2.5: Pengaruh tebal cover dan w/c rasio pada kecepatan
korosi untuk suhu 30oC. ..........25
Gambar 2.6: Balok dan beban yang bekerja..................................26
Gambar 2.7: Detail penulangan balok. ......28
PENDAHUTUAN
Dengan berjalannya waktu semua bangunan beton akan
mengalami penurunan kekuatan (strength degradotion) akibat
adanya interaksi antara bangunan dengan lingkungan korosif yang
ada di sekitarnya. Penurunan kekuatan ini bila dibiarkan saja akan
dapat membahayakan integritas bangunan, yang selanjutnya
dapat membahayakan keselamatan pengguna bangunan.
Pengetahuan mengenai mekanisme dan penyebab kerusakan
bangunan perlu dipahami dengan baik agar pihak perancang
(konsultan perencana) dan kontraktor dapat mengantisipasi hal-
hal yang mungkin terjadi pada bangunan di masa-masa yang akan
datang sejak tahap perancangan dan pembangunan (misalnya
setelah bangunan berfungsi 10 s.d. 20 tahun).

lnformasi mengenai perkiraan kondisi bangunan sangat


bermanfaat bagi pemilik dan atau pengelola bangunan untuk
menentukan kebijakan yang perlu dilakukan terhadap bangunan
yang dibawah pengelolaannya. Sebagai contoh PT. Pelindo sebagai
pemilik dan pengelola dermaga dan bangunan pantai di berbagai
lokasi di lndonesia, memerlukan informasi yang tepat agar dapat
merencanakan anggaran untuk keperluan biaya perawatan dan
perbaikan bangunan yang dikelolanya. Perawatan bangunan di
lingkungan yang tidak bersahabat diperlukan agar bangunan dapat
berfungsi sesuai dengan umur rencananya, bahkan diharapkan
tetap dapat berfungsi melebihi batas umur rencananya.

Kerusakan Yang Terjadi Pada Bangunan Beton

Kerusakan bangunan beton pada umumnya disebabkan adanya


interaksi antara bangunan dengan zat-zat yang bersifat korosif
yang berasal dari iingkungan dimana bangunan berada. Bangunan
yang berada di pantai atau di laut pada umumnya tidak bisa
terhindar dari pengaruh korosi yang disebabkan adanya serangan
garam (Nacl) dari air laut. Korosi pada bangunan beton terjadi
akibat adanya reaksi kimia antara besi tulangan dengan unsur

vil
vll
Chlorida (Cl ) yang terdapat pada garam. Reaksi kimia tersebut
akan menyebabkan pengurangan luasan tulangan, yang rnemperkuat bangunan yang telah berumur cukup besar. Di
selanjutnya akan berakibat turunnya kekuatan bangunan negara-negara lndustri, biaya tahunan yang dikeluarkan akibat
tersebut. Demikian pula bangunan yang berada di lingkungan adanya korosi mencapai 3-4% dari Gross National Product
asam dan sulfat akan mengalami kondisi yang serupa dengan (Schmitt, 2009 ). Biaya perawatan dan perkuatan akan meningkat
bangunan yang berada di lingkungan air laut. dengan usia saat pekerjaan perawatan atau perkuatan dilakukan.
Oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala pada
Dengan berjalannya proses industrialisasi di lndonesia, maka bangunan untuk memastikan kondisi "kesehatan" dari bangunan.
lingkungan yang bersifat korosif dan agresif semakin bertambah
banyak. Adanya polusi udara akibat peningkatan jumlah Susunan Buku
kendaraan dan pabrik sering dibarengi dengan terjadinya hujan
yang bersifat asam. Hujan asam ini bersifat merusak bangunan Buku kecil ini disusun dengan urutan sebagai berikut:
seperti halnya garam merusak bangunan yang berada di t. Bab I menggambarkan proses inisiasi korosi pada bangunan
lingkungan air laut. Demikian pula adanya penggunaan air tanah beton di lingkungan air laut.
yang berlebihan akan menyebabkan intrusi air laut. lntrusi air laut 2. Bab ll menggambarkan proses propagasi korosi pada
dapat berpengaruh pada umur bangunan yang sebenarnya berada bangunan beton di lingkungan air laut.
jauh dari laut dan tidak direncanakan berada di lingkungan yang 3. Bab lll menerangkan proses retak yang terjadi pada bangunan
korosif dari sejak awal. Bila tidak dilakukan antisipasi (do-nothing), akibat adanya proses korosi.
kerusakan bangunan akan berjalan terus dan akan semakin
meningkat daya rusaknya bila dibiarkan saja. Agar buku ini mudah dipahami maka pada Bab 2 dan 3 diberikan
contoh perhitungan.
Korosi pada beton sulit untuk diketahui secara dini hingga
ditemukan adanya bercak-bercak kuning dan coklat (sfoin) dan
retak (crocking) pada permukaan beton. Sebenarnya bila pada
saat kerusakan awal terjadi segera dilakukan tindakan (intervensi)
oleh pemilik bangunan dengan mengadakan perawatan maka
biaya yang dibutuhkan tidak akan terlalu banyak. Namun karena
kurangnya pemahaman atas proses kerusakan yang terjadi maka
kerusakan awal pada umumnya kurang mendapat perhatian dan
cenderung diabaikan. Akibatnya kerusakan semakin bertambah
dan meluas sehingga pada saat dilakukan tindakan, biaya yang
dibutuhkan menjadi sangat besar.

Dari berbagai data yang diperoleh dari literatur, biaya yang


ditanggung oleh pemilik bangunan untuk kebutuhan merawat dan
BAB" 1" PROSES INISIASI KOROSI BANGUNAN BETON
DI TINGKUNGAN AIR LAUT

S.}.. $}*xxs$ixlt$$xxxxx
Pada bab ini akan dijelaskan proses terjadinya korosi pada
bangunan beton di lingkungan air laut. Pemahaman yang
benar atas proses ini diperlukan agar para pemangku
kepentingan (stoke holder) seperti pemilik, perancang dan
pelaksana, mempunyai sikap yang benar dalam menentukan
kebijakan dan tindakan yang diperlukan. Adanya sikap
meremehkan dan tidak perduli (ignorance) atas proses
terjadinya kerusakan pada bangunan umumnya disebabkan
ketidak-pahaman atas proses yang dihadapinya. Hal ini
diperburuk lagi bila tidak ada komitmen moral pada para
pemangku kepentingan yang terlibat dalam proyek untuk
melaksanakan proyek sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang telah ditetapkan.

lndonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dan


mempunyai garis pantai terpanjang keempat di dunia. Oleh
sebab itu kemungkinan terjadinya kerusakan bangunan
beton di lndonesia akibat serangan air laut cukup besar,
khususnya untuk bangunan pantai dan bangunan laut.
Proses kerusakan bangunan beton pada umumnya ditandai
dengan urutan kejadian sebagai berikut :

a) Timbul bercak-bercak coklat dan kuning pada


permukaan beton (stoinning)
b) Terjadi retak (crocking) pada permukaan beton
c) Retak terus bertambah dalam jumlah dan pada saat
bersamaan retak yang telah ada akan bertambah
panjang dan semakin lebar (crack growth in length
ond width)
d) Retak yang berdekatan akan mengakibatkan
pengelupasan beton (spolling) dan delamination.
e) Dengan terkelupasnya beton, besi tulangan akan
terbuka dan tanpa pelindung dari zat-zat yang
bersifat korosif
f) Besi tulangan yang terkorosi selanjutnya akan
mengalami proses pengurangan luasan. Luas
tulangan yang berkurang akan mengakibatkan
penurunan kekuatan penampang beton. Lekatan
antara baja dan beton juga akan berkurang akibat
korosi. Bila proses ini dibiarkan, tidak menutup
kemungkinan akan mengakibatkan kegagalan
elemen struktur dalam memikul beban Gambar 1.1: Keruntuhan akibat korosi pada The Saint Stefano
Kegagalan beberapa elemen struktur selanjutnya Bridge in Sicily, ltaly (Proverbio and Ricciardi, 2000)
dapat mengakibatkan fungsi bangunan terganggu,
bahkan tidak berfungsi sama sekali (misal dermaga
tidak bisa dipakai untuk proses bongkar muat,
jembatan tidak bisa dilewati)
h) Pada kasus tertentu kegagalan satu atau beberapa
elemen dapat menjadi penyebab terjadinya
kegagalan struktur secara keseluruha n (total
collopse), seperti terjadi pada struktur jembatan
beton pratekan (lihat Gambar L.t dan Gambar 1".2.

Gambar 1.2; Keruntuhan akibat korosi pada Pedestrian Bridge at


Lowe's Motor Speedway in North Carolina (CNN, 2000).

Pada umumnya orang berpendapat bahwa terjadinya


bercak-bercak coklat pada permukaan beton merupakan
"tahap permulaan" proses kerusakan pada bangunan.
Padahal munculnya bercak ini merupakan tanda bahwa
proses korosi sudah berlangsung cukup lama. Bercak-bercak
yang timbul adalah akibat adanya karat (rust) yang keluar Proses korosi baja tulangan pada struktur beton dapat
dari dalam beton akibat proses korosi pada tulangan. dibedakan menjadi 2 (dua)tahapan, yaitu
Gambar 1.3 menunjukkan bercak-bercak coklat akibat
proses korosi pada struktur jembatan.
a) lnisiasi korosi (corrotion initiotion)
b) Propagasi korosi (corrotion propogotion)

Proses inisiasi korosi diawali dengan masuknya unsur


chlorida (Cl ) kedalam beton melalui berbagai mekanisme
(antara lain permeasi, difusi, absorpsi, isapan/aksi kapiler)
dan mencapai posisi dimana baja tulangan berada. Dengan
berjalannya waktu, konsentrasi chlorida pada baja tulangan
akan semakin bertambah, hingga mencapai nilai konsentrasi
kritis yang diperlukan untuk merusak lapisan pelindung pasif
pada permukaan baja tulangan. Bila tersedia oksigen (O2)
dan air (HzO) pada permukaan logam dalam jumlah yang
Gambar 1.3: Jembatan Wai Batu Gantong Ambon, umur 4l- tahun cukup maka akan terjadi proses korosi. Proses ini disajikan
(Roberth, 201.1.). pada Gambar 1,.4.

,lli .1tisi':i:.,r r',i.1.; .=i: l[:{i.i :.i ::l{lii:jr


c2 FhO

Selimut beton (concrete cover) berfungsi untuk memberikan


perlindungan pada baja tulangan terhadap bahaya korosi.
trt
Selimut beton dengan ketebalan yang cukup, kualitas yang q Flo
baik dan padat merupakan pelindung fisik tulangan (dinding o-- rc
G- bdm
/l
pembatas) terhadap serangan langsung garam. Sedangkan / o-o-\ l4esar pdirdrg p6l
kondisi beton yang bersifat alkalin tinggi (pH> 13.0) ,
merupakan pelindung yang bersifat kimiawi dari hraja
tulangan terhadap zat-zat yang korosif. Kondisi alkalin (basa) t€lcd€
- Ehi turqal
Arpck
akan menyebabkan terbentuknya lapisan pelindung pasif
l<ad.
pada permukaan baja tulangan. Korosi hanya akan terjadi
bila lapisan pelindung ini rusak dan tersedia air dan oksigen
Gambar 1.4: Proses masuknya Chlorida pada beton bertulang
dalam jumlah yang cukup pada permukaan logam. Lapisan (FtP, 1996).
ini akan rusak bila ada ion chlorida dalam jumlah yang cukup
banyak pada permukaan baja tulangan. Waktu yang diperlukan hingga terjadi permulaan proses
korosi pada besi tulangan disebut waktu inisiasi korosi.
Tahap selanjutnya dari proses korosi adalah proses
Meskipun anggapan-anggapan diatas agak kurang tepat,
pengurangan luas penampang tulangan akibat proses pendekatan memakai cara ini banyak dipilih karena mudah
korosi. Tahap ini disebut propagasi korosi. Pada tahap ini dalam pemakaiannya dan menghasilkan nilai yang paling
mulai terjadi penurunan kapasitas penampang struktur mendekati (best fit) dengan data di lapangan. Waktu inisiasi
beton bertulang. Secara skematis kedua tahap korosi dapat korosi (Ti) dapat diperkirakan dengan persamaan sebagai
diterangkan pada Gambar 1.5 sebagai berikut: berikut :

Peningkat n Kapasitas d.'


f"=f,(t) Ti (C.,,C,,,,D,d.) =
Kehilangan Luaaan Tulangan AA(t) ( 1-1)
Penurunan Lekatan Tulengan +o[*r
[,-::)]'
dimana

Co = kadar garam pada permukaan beton


C*, = kadar garam kritis pada permukaan besi tulangan yang
Waktu
diperlukan agar korosi terjadi
Gambar 1.5; Penurunan kapasitas penampang struktur beton D = koefisien difusl
bertulang akibat korosi (Vu and Stewart, 2000). d.= tebal selimut beton (concrete cover otou dekking)
erf = fungsi kesalahan (the error function).
1.3. Inisiasi Korosi
Mekanisme inisiasi korosi yang sesungguhnya cukup rumit Peneliti lainnya (Zhang and Lounis, 2006) membuat
dan tidak mudah untuk dirumuskan. Pada saat ini pendekatan yang lebih sederhana untuk menyelesaikan
pendekatan yang banyak dipakai oleh para ahli korosi untuk persamaan (1-1-) dengan memakai fungsi polinomial pangkat
menjelaskan mekanisme inisiasi korosi adalah pendekatan dua belas sebagai berikut :
empiris berdasarkan hukum Fick kedua. Hukum ini
menggunakan proses difusi sebagai dasar perumusannya
dan menggu nakan a nggapan-anggapan sebagai berikut:
r(c".c*,D.d.,:
a)
b)
Beton material yang seragam (homogen)
Beton dalam keadaan jenuh air
l;I^ [lf ) (1-2\

c) Permukaan dianggap semi-tak terhingga


d) Koefisien difusi dianggap tetap dimana Ai adalah koefisien polinomial fungsi pangkat dua
e) Pengaruh retak tidak diperhitungkan belas tersebut diatas dengan Ao=!.78, Ar=-7.59E+1,
Az=1.85E+3, At=-Z.4E+4, A+=1.95E+5, As=-1.04E+6,
Ao=3.87E+6, At=-9.9E+6, As=1.75E+7, Ag=-2.LLE+7, Hasil perhitungan C" (d) memakai persamaan (L-3/ disajikan
Aro=1.66E+7, Arr=-7 .45E+6, Arz=1.5 E+6. pada Gambar 1.6.

Dari persamaan (1-1) atau (1-2) maka ada empat variabel


yang menentukan besarnya waktu korosi inisiasiT;, '/aitu

a) Kadar chlorida di permukaan beton (C.)


b) Kadar chlorida kritis pada tulangan (C16) 3.0

c) Koefisien difusi beton (D)


d) Tebal selimut beton (d.)
c" (kg/m3)
2.0

Perlu diketahui bahwa keempat variabel diatas tidak 1.5

tersedia dengan mudah dan bersifat setempat (site specific)


1.0
dan mempunyai variasi yang cukup besar. Hanya variabel
tebal selimut yang tersedia sejak tahap disain, meskipun 0.5
nilai sebenarnya tebal selimut di lapangan akan berbeda
dengan nilai pada tahap disain. Namun demikian sudah ada 0.0

beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk 0.50 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0

jarak dari laut (km)


mendapatkan nilai dari ketiga variabel diatas secara empiris.
Gambar 1.6: Hubungan antara kadar chlorida di permukaan beton
Co dan jarak dari laut.
t . :{. 1 .
c$*r *:l: ls l'i *llx r}} X}$i"'}}i s} i<*ix rx Ls*{*r m {{-,,,J
${.;r $

Gambar 1.6 menunjukkan bahwa makin dekat jarak


Selanjutnya, (Mc Gee, 1999) telah melakukan uji lapangan
bangunan dari pantai, makin tinggi nilai kadar chlorida di
terhadap 1158 jembatan di Tasmania Australia untuk
permukaan betonnya (C"). lni berarti untuk bangunan yang
mendapatkan perumusan kadar chlorida di permukaan
jaraknya dekat dengan pantai maka makin pendek waktu
beton (Co) sebagai fungsi jarak dari pantai (d dalam km)
inisiasi korosi dan sebaliknya untuk bangunan yang araknya
sebagai berikut:
jauh dari pantai maka makin panjang pula waktu inisiasi
C" (d) = 3.05 kg/m' d<0.1 km korosinya.

Kadar chlorida di permukaan dan di dalam beton dapat juga


C" (d) = 1.24-1.81log (d) 0.1km<d<2.84km (1-3) ditentukan dengan melakukan tes kimia pada benda uji
beton yang diambil di lapangan. Benda uji ini biasanya
C" (d) = O.42kg/m' d > 2.84 km
diambil dengan melakukan core-drill di lokasi yang ingin
8
diketahui kadar chloridanya, lihat Gambar 1.7. Benda uji rarik {,;rrriurrriaI Chror :lalanr Aato{r
yang berupa silinder kemudian diuji di Laboratorium untuk
mendapatkan kadar chlorida pada kedalaman yang
diinginkan. Contoh hasil pengujian kadar chlorida yang
dilakukan oleh Laboratorium Beton dan Bahan Bangunan ITS
disajikan pada Gambar 1.8

€ 01.1

I orz
8
-9
!
010

: ofre
F

0.06.
(l r)l
\_
i :..
0 0(r
I )2
kecialaman (cm)

r .l.r Pt , | ).P'.)
. lfl P4 l)w,i
rli) llt.i ' L rnear {CD Pl i
rCfl i, --l feir r(lfl F4r
_j
-rrr,.,.I,tt..jr tL,rD :,( t lnear (Oi) ili tl

Ganrbar i.8. Hasil uji kadar chlorida pada beton

(lil-i l,-"J-- -r"l^-iJ- 1.-t+i- /. \ -,. -l- i- - -'


rlllql r\dUur !.r I'U' ,Llu r\l rLrJ \Ltn/ provd v(.Jr r u,(tl,b\, JFJ'Jr

terjadi korosi dapat dilihat pada Tabel 1-1. Tar;el tr':rseLrut


merupakan hasil kajian dari beberapa peneiitian iSIero-,.ir r
and Faber, 2003), yang menunjukkan bahwa nilai C. ,,ang
Gambar l-.7: Core-drill untuk pengambilan benda uji silinder. diusulkan oleh peneliti pertama {Val and Stewart, 20011 dan
keempat (Faber ;rnd Rostam, 2001) mendekati s,,rtu dengan
yang lain. Perlu diperhatikan bahwa niiai {,, r:racla i,r0el
tersebut didapatkan dari penelitian di iuar;ndonesia vang
mempunyai kondisi yang berbeda dengan kondisr di
lndonesia. Dengan dernikian penggunaan nilai nrlai terserr:ut

10 1,1,
-l . .':...). i\i l{..' I } \ i i..' I t .1..r : : i,i :.\ i i..-il) :. i } I i I t-t J

untuk kondisi di lndonesia tidak bisa dilakukan secara Kecepatan masuknya zat-zat korosif tergantung pada nilai
langsung dan perlu diteliti lebih lanjut kesahihannya.
koefisien difusi beton (D). Makin baik kualitas beton maka
Tabel 1"-1 Berbagai nilai kadar kritis chlorida (Stewart and Faber, makin rendah nilai koefisien difusi betonnya dan makin kecil
2003) kecepatan masuknya zal-zat korosif dalam beton. Koefisien
ini dapat diperkirakan dengan memakai perumusan yang
COV diusulkan oleh (Papadakis et al., 1996) sebagai
.NilaiRata-
Distribution Sumber
rata(kglm3) (Koefisien
Variasi) l*p. *
C
D = 0.15 (L-4)
3.35 0.375 Normal" (Valand Stewart, 2001) l+p.*+P'
CP"
Uniform (Stewart and Rosowsky,
0.9 0.19
[0.6-1.2] 1se8)

(Thoft-Christensen et dimana
1..4 o.1.25 Normal
a|.,7997)

(Faber and Rostam, P. = kepadatan massa dari semen


3.6 0.33 Normal
2001) Pu = kepadatan massa dari agregat

3.4 0.59 Lognormal (Karlsson, 1995


w/c = water-cement rasio (dalam satuan berat)
)
a/c = aggregate-cement rasio (dalam satuan berat)
1.2 Deterministic (Mc Gee, 1999) Dcr,Hzo = koefisien difusi chlorida larutan tak hingga (1.6x10
t
0.83 Deterministic (Frangopol et al., 1997)) ^'/t).
(Middleton and Hogg,
2.4 Nilai w/c rasio dapat ditentukan dengan memakai rumus
1998)
Bolomey sebagai berikut :
"dipotong pada 0.35 kg/m3
w/c: * 27 (1-5)
f.r, + 13.5

I cyr : f ,' +7.5 (1-6)

13
12
dimana f .r1 adalah kuat tekan beton dalam MPa. Nilai a/c
rasio selanjutnya dapat ditentukan dari Hasil perhitungan koefisien difusi (cmz/s) dengan memakai
persamaan (1-10) untuk berbagai mutu beton disajikan pada
alc: slc + glc Gambar 1-.9. Gambar ini menunjukkan makin tinggi mutu
(1-7) beton makin rendah nilai koefisien difusinya.

1.2 1o't'
dimana

s/c:6.703(wlc)-0.984 (1-8) 1 lo-"


*-0
E

3 810''
=
o
c
.9 610"
o
iE
dan o
o
5 416'"
glc:6.364(w I c)-0.258 o
(1-e)
210"
dimana s/c.dan g/c adalah sand-cement ratio dan gravel-
cement rasio. Persamaan (l-7) s/d (1-9) diperoleh dari 0
penelitian yang dilakukan oleh (Stewart, 1996). 15 20 25 30 35 40 45 50
'(MPa)
fc'
Sebagai alternatif persamaan (1--4) dapat dipakai perumusan
lain yang jauh lebih sederhana (Stewart and Rosowsky,
Gambar 1.9: Koefisien difusi D untuk berbagai mutu beton f.'.
1998) untuk menghitung koefisien difusi beton (D) sebagai

D : 10 lo+(4.66w/c) (1-10)

dimana w/c dapat ditentukan dengan persamaan (1_-5).

1,4

15
:ill :li'lilll iia l
Tebal seiimut beton (d.) yang tercapai di lapangan pada
persamaan (2) dapat ditentukan dengan memakai alat E rso
F
covermeter seperti terlihat pada Gambar 1.10. F-
L

il r00

*rffip jso A
A

l0 30 40 s0 60 7l
Tebal Selimut Bcton (mm)

Gambar 1.11: Pengaruh tebal selimut beton terhadap waktu


inisiasi korosi (Tr).

Gambar 1.10: Alat uji ketebalan selimut beton (Covermeter).

Untuk ketebalan selimut beton antara 10 s/d 70 mm, Co=3.5


kg/m', D=10-11 m2/detik (f,=22 MPa) dan C*, = 1.2 kg/m'
maka dengan memakai persamaan (1-2) drdapatkan waktu
inisiasi korosiT; seperti disajikan pada Gambar 1..1.L. Gambar
tersebut menunjukkan bahwa dengan ketebalan selimut
beton sekitar 40 mm akan didapatkan perlindungan dari
korosi sekitar 50 tahun. Sebaliknya bila ketebalan beton
hanya sebesar 20 mm, maka perlindungan korosi hanya
berkisar sekitar l-5 tahun.

17
t6

s
BAB. 2. PROPAGASI KOROSI BANGUNAN BETOI\ DI
LINGKUNGAN AIR TAUT

,i. { " $***ix}rt.x$rxixm


Pada bab ltelah diuraikan tahap pertama korosi, yaitu
inisiasi korosi. Setelah tahap inisiasi korosi, maka proses
korosi memasuki tahap kedua korosi, yaitu propagasi korosi.
Pada tahap ini mulai terjadi pengurangan luasan tulangan
akibat proses korosi. Pengurangan tulangan pada gilirannya
akan mengakibatkan penurunan kekuatan penampang balok
yang mengalami korosi. Pada bagian ini akan diuraikan
proses terjadinya pengurangan luasan dan efeknya pada
kekuatan penampang akibat lentur.

.i.i i'it,i)!{,t\:}r. :' :

Pada saat chlorida yang masuk dalam beton mencapai


tulangan dan dengan waktu chlorida bertambah banyak
hingga mencapai kadar batas kritis (C16) yang diperlukan
untuk merusak perlindungan pasif pada tulangan maka pada
kondisi ini korosi mulai terjadi. Korosi merupakan kombinasi
proses kimia dan listrik yang melibatkan aliran ion dan
elektron. Proses ini merupakan gabungan 2 (dua) proses
turunan yang seimbang, yaitu reaksi anodik dan katodik.
Kedua proses ini hanya bisa terjadi bila ada larutan
penghantar (elektrolit) yang berupa cairan pori. Pada bagian
yang mengalami reaksi anodik, logam akan mengalami
korosi dan melepaskan elektron dan elektron ini akan
ditangkap oleh logam yang mengalami reaksi katodik. Pada
tahap ini, kehilangan luasan tulangan sudah mulai terjadi
pada bagian anoda. Sebagai akibatnya kapasitas penampang
juga mulai mengalami penurunan kapasitas.

18
19
Reaksi kimia yang terjadi saat korosi dapat dijelaskan
sebagai berikut:

Anoda: 2Fe -- 2 Fe2' + 4e (2-L)


Gambar 2.1: Model Korosi Seragam (Uniform Corrosion).

Katoda: O: + HzO+ 4e----+ 4OH (2-2],

Ada 2 (dua) tipe korosi yang dijadikan dasar untuk


penentuan pengaruh korosi pada struktur beton yaitu
Gambar 2.2: Model Korosi Setempat (Pitting Corrosion).
a) Korosi seragam (uniform corrosion)
b) Korosi setempat (pitting corrosion) Bila korosi seragam yang dipakai, maka pengurangan
Perbedaan korosi seragam dan setempat dapat dilihat pada diameter tulangan AD, pengurangan luas penampang AA
Gambar 2.L dan Gambar 2.2. Pada korosi seragam kehilangan untuk kecepatan korosi i.o,... (pA/cm'1 dan lama korosi To
luasan permukaan tulangan dianggap terjadi secara merata, (tahun) dihitung setelah inisiasi korosi T; dapat ditentukan
sementara pada korosi setempat kehilangan luasan terpusat dari perumusan sbb:
pada satu titik tertentu. Model korosi setempat disajikan
pada Gambar 2.1(Val and Melchers, 1997). Meskipun pada AD(l) :0.0232' i"n*l (2-3)
umumnya korosi akibat serangan garam berupa korosi
setempat, untuk perhitungan penurunan kapasitas
penampang beton lebih banyak dipakai anggapan korosi
seragam. Hal ini disebabkan perhitungan korosi seragam A(T,, ) = (r., - 0.0232.i.,,,,T,, )'
x (2-4)
lebih mudah dilakukan dibanding korosi setempat dan juga
menghasilkan perkiraan kapasitas penampang yang lebih
aman (konservatif). dimana Do adalah diameter (mm) sebelum ada korosi, lihat
Gambar 2.3. Bila A(T") dapat ditentukan maka kapasitas
penampang terhadap lentur atau geser pada saat To dapat
dihitung. Kecepatan korosi sebesar 1. pA/cm2 adalah

21
20
kecepatan korosi yang menyebabkan kehilangan permukaan
logam sedalam 11.6 prm/tahun secara seragam. praktis, kecepatan korosi dapat diperkirakan dengan z
pendekatan, yaitu
AD(T")/2
a) Pengukuran di lapangan
b) Perumusan empiris
Pengukuran korosi di lapangan dilakukan dengan memakai
alat yang diproduksi oleh Geocisa Gecor (lihat Gambar 2.4).
Alat ini bekerja berdasarkan teknik polarisasi linier (Linear
Polarization Resitance Method/LPRM), dimana perubahan
kecil arus pada logam yang mengalami korosi di larutan ion
Gambar 2.3: Pengurangan diameter tulangan artbat korosi
seragam.
akan menyebabkan perubahan potensial dari logam
tersebut. Meskipun metoda LPRM sudah banyak dipakai,
Sebagai contoh kapasitas lentur (Mn) balok bertulangan metoda ini sebaiknya divalidasi dengan cara pengukuran
tunggal pada saat To dapat diperkirakan dengan perumusan kehilangan berat (Weight loss Method) tulangan dari
sederhana sbb: contoh tulangan yang diambil di area yang mengalami
korosi (ASTM-G1-90, 1999). Pengambilan tulangan untuk
M, (T") = A(T,) x f, x o'8 x h penentuan kecepatan korosi perlu dilakukan dengan hati-
(2-s)
hati agar tidak mengganggu integritas struktur secara
dimana berlebihan.
M"(To) = kapasitas lentur pada saat To yang dihitung setelah
inisiasi korosi
fy = tegangan leleh baja tulangan
[ = tinggi penampang

"3 ? *{*r*x*$ttr
.!!..!
&{sx**:*i
ti fi(....,:r \
l/.dr.;r'r

Dari persamaan (2-3) diperlukan nilai kecepatan korosi i.o,",


untuk menentukan besarnya pengurangan diameter
tulangan akibat korosi. Riset yang telah dilakukan oleh
ffi
beberapa peneliti (Broomfield, 19971 dan (A. Bentur et al.,
1997) menunjukkan bahwa tahanan listrik beton,
.m
'3-p
ketersedian oksigen di permukaan logam, faktor air-semen,
Gambar 2.4: Pengukuran kecepatan korosi memakai alat
tebal selimut beton, kadar garam dan temperatur (Millard).
berpengaruh pada kecepatan korosi. Untuk keperluan

22
23
Kecepatan korosi dapat ditentukan dengan memakai Hasil perhitungan korosi pada suhu 30oC untuk berbagai
perumusan empiris dari (Vu and Stewart, 2000) sebagai nilai faktor air-semen dan tebal selimut beton dengan
berikut: memakai persamaan (14) dan (15) disajikan pada Gambar
2.5. Gambar tersebut menunjukkan pentingnya spesifikasi
27.0(t- w /c) "-t w/c rasio maksimum dan tebal selimut beton minimum agar
prA/cml
dc (2-6) beton mempunyai ketahanan yang cukup terhadap korosi.
Nilai w/c rasio berhubungan dengan sifat kekedapan air
beton. Makin kecil w/c rasio maka beton makin kedap air
asalkan pemadatan beton juga dilakukan dengan baik.
dimana i.o,, adalah kecepatan korosi, w/c adalah faktor air-
semen dan d. adalah tebal selimut beton dalam mm.
Perumusan (2-G) diturunkan untuk kondisi lingkungan
dengan tingkat kelembaban sekitar B0% dan suhu 20oC.
Untuk lndonesia dengan suhu rata-rata mendekati 30oC,
penggunaan rumus diatas perlu penyesuaian agar
menghasilkan prediksi kecepatan korosi yang lebih tepat.
3.0
Seperti diketahui kecepatan korosi meningkat dengan l

bertambahnya suhu lingkungan dimana beton berada.


(DuraCrete, 2000) memberikan perumusan untuk 2.0

memperhitungkan pengaruh suhu dengan perumusan sbb:


1.0

i.n,, (t) : i"n,, zo l1 + 0.073(t 20)] 0.0


(2-7) 20 40 60 80 t00 120 140
cover (mm)
Gambar
2.5: Pengaruh tebal cover dan w/c rasio pada kecepatan korosi
untuk suhu 30nC.

dimana Tabel 2-1, menunjukkan klasifikasi kecepatan korosi


i.o,.,. (t) = kecepatan korosi pada suhu t > 20oC menurut tiga versi yang berbeda. Klasifikasi berdasarkan
icorr-2o = kecepatan korosi pada suhu 20oC peneliti kedua dan ketiga (BRITE/EURAM, 1995) dan
t = suhu dimana kecepatan korosi diperhitungkan ("C) (Middleton and Hogg, 1998) mempunyai kesamaan satu
dengan yang lainnya. Sedangkan klasifikasi korosi tinggi dari
Dengan memakai persamaan (2-7) diperoleh kecepatan peneliti pertama (Dhir et al., L994) sangat berbeda bila
korosi pada suhu 30oC sebesar L.73 kali kecepatan korosi dibandingkan dengan versi yang lainnya.
pada suhu 20oC (kecepatan korosi meningkat sebesar 73%).
Tabel 2-1: Klasifikasi kecepatan korosi

Klasifikasi Kecepatankorosi Kecepatan korosi Kecepatan korosi


Dhir dkk (1994) BRITE/EURAM Middleton dan Tebal selimut beton rencana 50 mm. Namun karena
( lees) kurangnya pengawasan di lapangan, selimut beton
Tidak < ().1 pA/cm terpasang hanya sebesar 30 mm. Balok terletak di tepi
berarti pantai dengan suhu rata-rata 30oC.
Rendah 0.1 pA/cm2 0.1 0.5 pA/cm2 0.1 0.2 pA/cm2
Sedang L0 pA/cm2 0.5 1.0 pA/cm2 0.2 1.0 pA/crn2
Tinegi l0 pA/cm2 > 1.0 pA/cm2 > 1.0 prA/cm2 Beban merata
qa (mati) = 2.0 t/m (belum termasuk berat sendiri balok); BJ
beton = 2.4 t/m3
q1 (hiduP) = 2.0 t/m

Untuk memahami penggunaan berbagai perumusan korosi Beban terpusat


pada bagian sebelumnya, maka pada bagian ini akan P (hidup) = 21

diberikan contoh perhitungan balok yang terkena pengaruh Ditanyakan :


korosi. Data balok dan pembebanannya dijelaskan dibawah a) Hitung penulangan lentur balok dengan cara (SNl-03-
ini. 2847, 2OO2) dan gambarkan penulangannya
b) Hitung kapasitas lentur (M.) balok pada saat belum
terkorosi
4 meter
c) Hitung koefisien difusi (D)
d) Hitung waktu inisiasi korosi (T;)
e) Hitung kecepatan korosi (i.o'",")
f) Hitung kapasitas lentur balok tersebut setelah 20 tahun,
30 tahun,40 tahun dan 50 tahun

Jawab:

a) Perhitungan kuat lentur ultimate (M,) dan kuat lentur


Gambar 2.6: Balok dan beban yang bekerja. perlu (Mn)

Dengan mengacu ketentuan menurut (SNl-03-2847,


Spesifikasi 2002) didapatkan M, = 57.65 ton-m dan Mn perlu =
f. = 20 MPa 72.06 ton-m. Gambar penulangan akibat lentur disajikan
fv = 400 MPa pada Gambar 2.7.

26
27
)1 27
W/C:-: =0.66
2D13 f.r, + 13.5 21 .5 +13.5
D = 10 l0+(466w/c)
- l0
10+(466+066)
: 1.17 xl 0 7cm2 /s
D=1.17x10 "m'ls

d) Perhitungan inisiasi korosi (Ti)

Ti (C,,,C,h, D,d (' ,: {'io lq.)


4Dueu '( C,, ,

C. (d)= 2.95 kg/m3 untuk d < 0.1 km (lokasi di tepi


pa nta i ).

Ctn =0.35 kg/m'(diambil dari Tabel 1.1- dan dipakai nilai


Gambar 2.7: Detail penulangan balok.
yang pa ling konservatif).

b) Perhitungan kapasitas lentur nominal Mn sebelum Ai adalah koefisien polinomial fungsi pangkat dua belas
terkorosi (T=0) tersebut diatas dengan Ao--1-.-/8, Ar=-7.59E+1,
Az=1.85E+3, At=-2.4E+4, A+=1.95E+5, As=-1.04E+6,
Dengan mengabaikan kontribusitulangan tekan pada Mn Ao=3.87E+6, Az=-9.9E+6, As=1.75E+7, Ag=-2.1LE+7,
Aro=1.66E+7, Arr=-7 .45E+6, Arz=1.5E+6.
A(0) = LZS'= 490mm2
4 Ti :11.09 tahun
6 = jumlah tulangan = 7
Hasil perhitungan T; menunjukkan bahwa korosi baru
M, (T.) : A(T.) x fu x 0.8 x h mulai menurunkan kapasitas lentur (Mn) setelah umur
struktur melebihi 11.09 tahun.
M,(0) = 7 x 490x 400 x 0.8x 800 : 878080000Nmm : 87.8lton - nr
e) Perhitungan kecepatan korosi (i.orr)

c) Perhitungan koefisien difusi (D)


.rr'r,tt _27.0(l-w/.) '''o_27.011-0.66) '"' <1A
- -r'-+
d( 30
f cyr : f,' +7.5:20+7.5:27.SMPa
vA/cm2

29
28
Faktor pengali kecepatan korosi untuk suhu 30oC
M"(8'91) :86oh(setelah 20 tahun kekuatan
6= [1 + 0.073(t - 20)] = [1+0.073(30-20)]=1.73 M,, (0) -75'26
87.81
lentur sudah berkurang L4% dibanding kuat lentur awal).
i"o. = 5.24 xl -73 = 9 '07 tt'A/cm2
Dengan cara perhitungan yang sama, akan didapatkan
Mn untuk umur 30, 40 dan 50 tahun. Hasil perhitungan
Perhitungan kapasitas lentur setelah umur 20 tahun disajikan pada Tabel 2.2 dan disajikan secara grafis pada
Gambar 2.8.
To = dihitung setelah waktu korosi inisiasi (Ti)
= 20 -11.09 = 8.91tahun Tabel 2-2: Mn untuk umur beton s/d 50 tahun
Umur (T) T,,:T-Ti Mn M.(T)/ M"(0)
Tahun Tahun Ton-m
Anggapan yang dipakai pada perhitungan disini adalah 0 s/d I 1.09 Belum 87.U 1 100%
ketujuh tulangan mengalami korosi dengan kecepatan terkorosi
yang sama. Pada kenyataannya masing-masing tulangan 20 8.9 r 15.27 86%
m.ungkin mengalami korosi dengan kecepatan yang 30 r 8.91 62.19 1t%
40 28.91 50.36 57o/n
berbeda. 45%
50 38.9 t 39.78
lnisiasi korosi Propagasi korosi
A(0) = Lz5' :490mmz (pada saat belum terkorosi)
4

A(\ )=
X@.
- 0.0232i",,.,1 )' = |lrt - 0.0232 x 9 .01 x 8.9 l)'z
Mn perlu = 72 ton-meter
A(1) = 420mnf
o ru
o
A(8.9D =421nr* E Mu = 57.65 ton-m
5oo
n = jumlah tulangan = 7 F

M,(\)=A(\)xfrxo'8xh =50
Mseruice= 41 .38 ton-m
M"(8.91) = 7 x 420x 400 x 0.8 x 800 : 752640000Nmm 40

M"(8.91) =75.26ton -m
30
0 10

Umur (T) Tahun


Gambar 2.8: M" untuk umur 0 s/d 50 tahun.
30
31
BAB. 3. RETAK AKIBAT KOROSI
Gambar 2.8 menunjukkan bentuk dan kecenderungan yang
sama dengan Gambar 1.5. Gambar tersebut menunjukkan t.t. ?*rz*u,*z*1*xrz
bahwa waktu korosi inisiasi korosi berlangsung selama Pada awalnya korosi hanya mengakibatkan perubahan pada
sekitar 11" tahun. Pada periode ini belum ada penurunan tampilan beton. Karat yang dihasilkan akan menyebabkan
kekuatan lentur balok M" (T). Namun seteJah periode ini permukaan beton berubah warna menjadi kuning
terlewati, maka balok mulai mengalami pengurangan luasan kecoklatan. Meskipun sesungguhnya pada tahap ini telah
tulangan dan kekuatan lentur balok M" (T). Setelah balok terjadi kehilangan luasan tulangan, pengaruhnya belum
mencapai umur sekitar 23 tahun, balok secara teoritis sudah mengakibatkan penurunan kekuatan penampang beton
dibawah kapasitas lentur yang ditetapkan dalam SNI 03- secara berlebihan. Dengan berjalannya waktu, karat akibat
umur ini balok masih belum runtuh'
2847-2OO2. Pada korosi berakumulasi pada permukaan tulangan dan mulai
Namun demikian angka keamanan balok akan terus mendesak kulit beton (concrete cover). Karat mempunyai
berkurang akibat proses korosi pada tulangan. Balok akan volume yang besarnya antara 4 s,d 6 kali volume awal besi
runtuh secara teoritis pada saat angka keamanannya tulangan. Penambahan volume akibat karat akan
dibawah 1.0. Kondisi ini terjadi pada saat balok mencapai menimbulkan terjadinya desakan dan tarikan di dalam
umur 50 tahun, yaitu ketika kapasitas momen balok M,,, (T) beton. Bila tegangan tarik yang terjadi sudah melebihi
sudah dibawah momen akibat beban yang kerja (service kekuatan tarik beton, maka akan terjadi retak (cracking).
tood). Yang dimaksud dengan beban kerja adalah beban
yang sesungguhnya bekerja pada struktur tanpa dikalikan Retak secara individu akan bertambah lebar dan bertambah
dengan faktor beban (load factor). panjang dan pada waktu yang bersamaan akan terbentuk
retak-retak baru. Bila terjadi retak yang berdekatan dalam
jumlah yang cukup banyak maka akan terjadi pengelupasan
beton (spalling) dan delomination, seperti digambarkan
pada Gambar 3.1 dan Gambar 3.2. Beton yang terkelupas
akan menyebabkan tulangan terbuka dan tidak terlindung
dari lingkungan yang korosif. Kondisi ini akan semakin
meningkatkan kecepatan korosi, yang pada gilirannya akan
men ingkatka n kecepatan pen u ru nan kekuatan penampang.

33

32
lr9rfss spetl!t
{into pe{gu* roncrcl!)
Cracting and spaliing

lt
f{ {t-
conctclg 60ver
A
A-
Bulkt uP ol vdumtnous

tryU

Cflrodng rdrtorsn0 ltota


-aonoClooptoducts

Co,roslvG ap€*lc* rlrfiy


*lr'ady !e pf!*[nl ln confr0lG
Ptaau$ conct*ln ,r9lr!"{olllailipslcd" |Itlx lngrcdl+nl$

Gambar 3.1: Retak akibat korosi (http://www.corrosion-


club.com/concretecorrosion.htm, 2001)

Pengelupasan kulit beton akibat korosi akan mengakibatkan


luas penampang beton berkurang secara drastis dan secara
F'-t
otomatis kekakuan (momen inersia) penampang juga akan ,'*+'
berkurang. Kondisi ini akan mengakibatkan peningkatan
lendutan (deflection). Lendutan yang berlebihan akan
menimbulkan kerusakan pada bagian bangunan yang
berada diatas, dibawah atau didekat balok yang mengalami
korosi (misalnya dinding retak, plafond melendut dll). Bila
korosi ini dibiarkan saja maka tidak tertutup kemungkinan
elemen struktur yang terkena korosi akan mengalami
kegagalan dalam memikul beban yang bekerja. Bila elemen
struktur yang gagal merupakan elemen struktur utama atau
Gambar 3.2: Perkembangan retak akibat korosi (http://www.cmc-
jumlah elemen struktur yang gagal sernakin bertarnbah
co ncrete.co m / steel%2Ocorrosio n. ht m, 2007 )
banyak, maka kegagalan struktur secara keseluruhan
mungkin terjadi (total collapse).
Berdasarkan uraian diatas, maka pengaruh korosi pada
bangunan dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian,
yaitu

34
35
T. Penampilan (Appearoncel
o Bercak-bercak pada permukaan beton Bangunan yang terkena korosi akan mengalami perubahan
lstoinning)
warna pada permukaan betonnya. Untuk bangunan
2. Pelayanan (Se rvice obi lity) arsitektural yang memakai beton exposed, perubahan
o Retak (Crocking) warna tidak diharapkan terjadi selama masa pelayanannya
o Pengelupasan (spallingl karena akan mengurangi aspek keindahannya. Pada Gambar
cDelominotion
3.3 dan Gambar 3.4 menunjukkan perubahan warna
permukaan beton akibat korosi.
o Peningkatan lendutan (Deflection\
3. Kekuatan (strength\
o Kegagalan elemen struktur
o Kegagalan struktur secara total (Collopse)

Gambar 3.3: Bercak akibat korosi pada struktur dinding di tepi


laut (http://corrosion.ksc.nasa.gov/corrincon.htm)

36
5t
Korosi akan menghasilkan karat dalam beton dan dengan
berjalannya waktu karat akan bertambah banyak. pada
awalnya karat ini akan mengisi ruang-ruang kosong (pori-
pori) yang ada di sekitar permukaan pertemuan beton dan
tulangan. Ketika jumlah karat masih belum banyak maka
tidak akan terjadi retak (free expansion). Akan tetapi ketika
karat semakin banyak dan pori-pori beton sudah terisi
penuh, maka di dalam beton terjadi desakan dan tarikan
(stress initiated). Ketika tegangan tarik akibat desakan karat
melampaui kekuatan tarik beton, maka akan terjadi retak
pada beton (concrete crocking).
Gambar 3.4: Bercak akibat korosi pada struktur
ta n gga ( htt p ://www. n a c h i. o rg/vi s u a I- in s pecti o n -co n c rete. ht m,
Concrete Steel Concrete/steel interfacial
Corrosion products
2006). porous zon€

. i.l l

Retak akibat korosi (crack induced corrosion) terjadi ketil<a


tegangan tarik akibat akumulasi karat dalam beton telah
melebihi kekuatan tarik beton. Dengan berjalannya waktu,
retak akan bertambah lebar dan bertambah panjang dan a. Corrosion initiated
,,.*
pada saat yang bersamaan retak-retak baru akan terbentuk. lds
b. Free Expansion

Proses terjadinya retak dapat ditunjukkan pada Gambar 3.5.

*o.-
I

W,,.>W >W,
( http ://www.f rpd istri butors.com/gf rp-vs-steel/gf rp-vs-ga lvi n ized- c. Stress initiateri d. Concrete cracking

steel)
Gambar 3.6: Proses terjadinya retak akibat korosi (Vu, 2003)
Secara skematis proses terjadinya retak akibat korosi dapat
dimodelkan seperti pada Gambar 3.6(Vu, 2003).

39
Liu dan Weyers mengusulkan perumusan untuk
(1998)
memperkirakan jumlah karat yang diperlukan untuk Waktu yang diperlukan sampai terjadi retak pertama kali
terjadinya retak perta ma sekali (W.,.it) sebagai berikut: (T."i) disebut juga sebagai waktu inisiasi retak (crack
initiation). Lebar retak pada periode ini sekitar 0.05 mm dan
pada umumnya hanya bisa dilihat dengan memakai kaca
(3-1)
pembesar. Waktu inisiasi retak (T.,_i) dihitung dengan
perumusan yang diusulkan Liu dan Weyers (1998) sbb:

( l"t. .a'+b' + ,) T= bdl


_;; u. )* r"]
crl
0""'InLu., (g 2ko (3-3)

W.rir :, (3-2)
1000(l * o) /-r t
ku :0.0981 a lnDi c'lrrr
(3-4)
\o/
dimana
dimana
Wcrit =jumlah berat karat yang diperlukan untuk terjadinya
retak (kg/m)
or = koefsien yang tergantung tipe karat yang terjadi,
p.u.t = berat jenis karat (kg/m') =3605 kg/m'
nilainya diantara 0.523 s/d0.622
c = tebal selimut beton (mm) D = diameter tulangan (mm)
ft = kuat tarik beton (MPa) i.or," = kecepatan korosi rata-rata tahunan (mR/cm2)
J. = rasio Poisson = 0.2
D = diameter tulangan (mm) Gambar 3.7 menunjukkan perhitungah T.,_i memakai
d, = tebal lapisan karat yang diperlukan untuk persamaan (3-1) s/d (3-4) untuk kecepatan korosi dan tebal
menghasilkan tegangan tarik selimut beton yang bervariasi antara 30 mm s/d 60 mm
do = tebal zona pori di sekitar pertemuan besi tulangan serta mutu beton f.'30 MPa. Gambar tersebut menunjukkan
dan beton = 12.5mm (lihat Gambar 3.6) bahwa untuk kecepatan korosi sebesar L mA/cmz (x
a = 0.5(D+2d") L1-.6mm/tahun) waktu terjadinya retak berubah dari z
b - c+a =c + 0.5(D+2d") tahun menjadi 7 tahun dengan merubah tebal selimut beton
E' dari 30 mm menjadi60 mm.
E"r = modulus elastis beton efektif (MPa) ' = .I +tp.,
Ec = modulus elastis beton (MPa) = 4700fi
Q., = koefisien rangkak beton =2.0

40
4L
Tebal cover (mm)

Crael Pr0pagation

4
tr
J
-c
G

F
2 Time Since
Corrosion tnitiation

0
Gambar 3.8: Waktu inisiasi dan propagasi retak (Vu dkk, 2005)
0123456
Kecepatan Korosi (rA/cm2) Waktu propagasi retak (T.,.-p) dapat dihitung dengan
Gambar 3.7: Waktu retak (T.,-;) untuk berbagai kecepatan korosi perumusan usulan (Vu et al., 2006) sbb:
dan tebal selimut beton.
.r p _t. wri. -o.o5f o.ol l4)
"' "o rrr.*n l,t-*-,
- (3-s)
Setelah retak terjadi maka dengan berjalannya waktu, retak
akan semakin bertambah lebar dan panjang. Periode ini
disebut dengan propogasi retak (crock propogation). Retak
akan bertambah lebar hingga mencapai lebar retak yang L.u.k = 0.000& '7'|,*
(3-6)
diijinkan. Lebar retak yang diijinkan tergantung pada
lingkungan dimana beton berada. Model pertumbuhan
retak akibat korosi dapat digambarkan sebagai berikut : c
Vcn:* (3-7)

43
42
k-=oes["*[-Tffi)
ff;.,,] (3-8)
karat yang diperlukan untuk terjadinya propagasi retak lebih
sedikit pada beton mutu tinggi dibandingkan pada beton
mutu rendah, Akibatnya waktu propagasi retak pada beton
mutu tinggijuga lebih cepat.

dimana
Lebar retak maksimum 0.5 mm, D = 22 mm
I
c = tebal selimut beton (mm)
D = diameter tulangan (mm)
ft = kuat tarik beton (MPa)
icorr(exp) = kecepatan korosi saat percobaan dilakukan = 100
mA/cmz
icorr(reat)= kecepatan korosi yang terjadi
wrim = lebar retak yang diijinkan Gh

Fcrack = kecepatan pertumbuhan retak = mm/h


F
k.= faktor kekangan dari tulangan

serta

0.[ < v,,, :+ < 1.0, 0.15 <kR< 1.0' kc >1.0


Df, 35 40 45 50 55

Tebal cover (mm)


Hasil perhitungan waktu propagasi retak (T.,.-o) untuk tebal
cover 30 s/d 50 mm, mutu beton 30 s/d 60 MPa, diameter Gambar 3.9: Waktu propagasi retak untuk lebar retak maksimum
tulangan 22 mm dan lebar retak maksimum 0.5 mm dan 1.0 0.5 mm
mm serta kecepatan korosi sebesar 1.0 mAfcmz dapat
dilihat di Gambar 3.9 dan Gambar 3.L0. Kedua gambar
tersebut menunjukkan bahwa semakin tebal cover beton
maka waktu propagasi retak akan meningkat. Selain itu
makin tinggi mutu beton maka waktu propagasi retak makin
cepat. Hal ini disebabkan pada mutu beton tinggi jumlah
pori-pori jauh lebih sedikit dibandingkan pada beton mutu
rendah sehingga jumlah I

44 t.
.;.
45

r-.#
B
S.S. &p$$kxs$ S*nh$t*xmgsm N*tsk xk$&:xt ${*r*s$
Lebar retak maksimum 1 mm, D = 22 mm Untuk memahami penggunaah berbagai perumusan retak
20
pada bagian sebelumnya, maka pada bagian ini akan
diberikan contoh perhitungan waktu terjadinya inisiasi dan
18
propagasi retak. Balok yang akan dihitung adalah balok yang
16
dipakai pada bagian 2.4.

Spesifikasi
tr 14

lg
Bila dipakai mutu beton f. 20 MPa, tebal cover 30 mm dan
12
F
diameter tulangan 25 mm
'10

I Ditanyakan :

tl g) Hitung waktu terjadinya inisiasi korosi


25 30 35 40 45 50 55
h) Hitung waktu terjadinya inisiasi retak T.,_;
Tebal cover (mm) i) Hitung waktu terjadinya propagasi retak T.,_; bila lebar
retak maksimum yang diijinkan 0.5 mm
Gambar 3.10: Waktu propagasi retak untuk lebar retak j) Hitung waktu terjadinya propagasi retak T.,_; bila lebar
maksimum 1.0 mm retak maksimum yang diijinkan 1.0 mm

Jawab:

a) Waktu inisiasi korosi sudah dihitung sebelumnya pada


bagian 2.4

Ti = 11.09 tahun

b) Perhitungan T.,-;

( lrf. a2+b2
'_i, + u. I )
o-* nL , ) + a"_] n.J
[ ;.: ;,
W".i, =
1000(1- cr)

47
46
Prust
= berat jenis karat (kg/m') = 3605 kg/m' Nilai w/c rasio dapat ditentukan dengan memakai rumus
Bolomey sebagai
c = tebal selimut beton = 40 mm
t, f cyr = f,' +7.5=20+7.5:27.5
ft = kuat tarik beton =
0'4{l =
0'4'l20 = l-.79 MPa

Jc = rdsio Poisson = 0.2


w lc: ^, ". - = 27 -27 :0.675
D = diameter tulangan = 25 mm
f", +13.5 27.5+13.5 40

do = tebal zona pori di sekitar pertemuan besi tulangan dan . _27.0(l-w/c) '"0
!
beton l-2.5mm (lihat Gambar 3.6) corr
d,,

a = 0.5(D+2d") = 0.5(zS +2x12.5x1O


u)
= 12'5 ,, d. = tebal cover
b- c+a =c + 0.5(D+2do) = 40 + L2.5 = 52'5 mm
. 27.0(l-w/.) 'oo _ 27(t*0.675)tn1
corr
d. 30
Ec = modulus elastis beton (MPa) = 4700\E =470OJ20
E. = 21019 MPa

!2.0
k. = 0.0e8[*).r,-* =o ,rr(#)*,rrx 5.6e :76.87
Q.'= koefisien rangkak beton

E'
= modulus elastis beton efektif (Uea1 = 7oo6 l+)'
r.cr I, : fud
Eer =
1* e.,
2k, - 2x76.97
(q.
= o.54 tahun
MPa

cr = koefsien yang tergantung tipe karat yang terjadi, c) Perhitungan Tcr-p untuk Wtim = 0.5 mm
nilainya diantara 0.523 sldO.622
c30
u untuk keperluan perhitungan diambil nilai rata-rata D[ 25x1.79
sebesar 0.57.
7**
r.,".k = 0.000&-1 : 0.00& t'7x067 -0.000256
W.,rt :9.l4kg/m
icorr(exp) = l-00 1lA/cm2

icorr(reat) = 5.69 1tA/cm2


48
49

A
1, : T..-, * T.,, = 0.54 + 2.ll : 2.65tahun
k. = 1'0
Hasil perhitungan selanjutnya disajikan pada Gambar 3.1.1,.
Gambar tersebut menunjukkan bahwa waktu yang
^^-t (
ko =0.951 expl -l
0.3i.,,,,"*r,f- i.un,.*', .0.3l=0.2g
2500i'o"'
diperlukan terjadinya retak dihitung mulai dari awal
reorr(rcal) ,
L \ '"ol' -l berfungsinya bangunan sekitar 13.74 tahun, yang terdiri
atas waktu inisiasi korosi selama i_1.09 tahun dan waktu

r'cr P=k^^ wr--o'oslgqlEl=r.o


k.f.,,.k lt"t /
tahun retak selama 2.65 tahun. Gambar ini menunjukkan bahwa
waktu retak jauh lebih singkat bila dibandingkan dengan
f "ut'
waktu yang diperlukan oleh chlorida untuk mencapai
tulangan dan berakumulasi dengan waktu hingga mencapai
d) Perhitungan Tcr-p untuk wlim = L'0 mm kadar kritisnya agar korosi mulai terjadi. Dengan demikian
hanya diperlukan waktu yang sangat singkat untuk terjadi
c 30 :0.67 retak segera setelah proses inisiasi korosi selesai.
Vcp = =
Df, 25 xL.79

0.000&
l Tvcp
= 0'00&-'7"067
:0'000256
f",,.k =
A
icorr(exp) = 100 PA/cm2 Waktu retak = 2.65 tahun

A Y
icorr(rear) = 5.69 PA/cm2 10
c
f
E
G
kc = 1'0 F

T = 11.09 tahun

t f
G

0.3i.,,,,.^o, =
esle-rl- *0.3 I=0.2g
l-__i:T,.'p,
5
kn =0
ffi: J-Jroq;,,.,,, ]

Tlt' P =k,.=L
**
- -k.t
.
w,,* - o qf qqry)
=2.ntahun oY
0 0.2 0.4 0.6 0.8
ro., f ir"*'*'" )
1

Lebar retak (mm)

Untuk wrim = 0'5 mm Gambar 3.11: Waktu inisiasi korosi dan waktu retak untuk lebar
retak maksimum 0.5 dan 1.0 mm
T", = T.,, *\. p =0-54* I = l'54tahun

Untuk wlm = 1'0 mm

51

50
DAFTAR NOTAST

Bab 1
a/c = aggregate-cement rasio (dalam satuan berat)
Co = kadar garam pada permukaan beton
Co (d) = kadar garam pada permukaan beton pada jarak
d
km dari tepi pantai
Ctn = kadar garam kritis pada permukaan besi tulangan
yang diperlukan agar korosi terjadi
D = koefisien difusi beton
d. = tebal selimut beton (concrete cover otou dekking)
erf = fungsi kesalahan (the error function).
Dcr,nzo = koefisien difusi chrorida rarutan
tak hingga (1.6x10 e
, m2/s)
f,.r, = kuat tekan beton rencana
f. = kuat tekan beton (Mpa)
w/c = water-cement rasio (dalam satuan berat)
p" = kepadatan massa dari agregat
P" = kepadatan massa dari semen

Bab 2
d. = tebal selimut beton dalam mm
fv = tegangan leleh baja tulangan
h - tinggi penampang
i.o,, = kecepatan korosi (prA/cm2)
i.or,. (t) = kecepatan korosi pada suhu >
t 20oC
icorr-2o = kecepatan korosi pada suhu 20oC
M"(To) = kapasitas lentur pada saat To yang dihitung
seterah
inisiasi korosi
To = waktu dihitung setelah inisiasi korosi T;(tahun)
t = suhu dimana kecepatan korosi diperhitungkan ("C)
w/c = faktor air-semen
AA = pengurangan luas penampang untuk kecepatan
korosi
52

53
AD = pengurangan diameter tulangan DAFTAR PUSTAKA
Bab 3
A. Bentur, Diamorid, S., and Berke,
a = 0.5(D+2do) N. S. (1997). ,,steelCorrosion
in Concrete,,' E&FN SPON, UK.
b = c+a =c + 0.5(D+2d") ASTM-G1-90 (1999). Standard practice
c = tebal selimut beton (mm) for preparing, Cleaning,
and Evaluating Corrosion Test
Specimens.
D = diameter tulangan (mm) BRrrE/EURAM (1995). "The Residuar
service Life of Reinforced
d, = tebal lapisan karat yang diperlukan untuk Concrete Structures.,,
menghasilkan tegangan tarik Broomfield, J. p. (1997). ,,Corrosion
of Steel in Concrete:
do = tebal zona pori di sekitar pertemuan besi tulangan Understanding, lnvestigation
and Repair,,, eaiN Spon,
dan beton = 12.5mm London.
cNN (2000). Engineer Finds signs
E. = modulus elastis beton (MPa) = 47OO\E at North Carolina USA.
of corrosion in Corapsed Bridge

Dhir, R. K., Jones, M. R., and


McCarthy, M. J. (1994). pFA
Eer = modulus elastis beton efektif (MPa) l"
' = ,l+tp., Concrete: Chloride_lnduced Reinforcement
Corrosion.
Mogazine of Concrete Research
f, = kuat tarik beton (MPa) _
DuraCrete (2ooo). "probabiristic performance
46, 269_277.
i.o,.,. = kecepatan korosi rata-rata tahunan (mA/cm2) Design of Concrete Structures.',
based Durabirity
icor(e*p) = kecepatan korosi saat percobaan dilaku(66 = 100 Faber, M. H., and Rostam
,l\A. (2001,). Durability and Service Life of
mA/cm2 Concrete Structures _ The owner,s perspectire,
Srfety,
kecepatan korosi yang terjadi
icorr(reat)= Risk, Reliability _ Trends in
Engineeri ng. iABSE,pp.369_
J. = rasio Poisson = 0.2 374.
k. = faktor kekangan dari tulangan FIP (1996). "Corrosion protection
of prestressing Steel_ Flp
t'crack = kecepatan pertumbuhan retak = mm/h Recommendations, Federation
lnternationale de la
precontrainte,',
Tcr-i = waktu yang diperlukan sampai terjadi retak pertama Thomas Telford, Ltd., London.
Frangopol, D. M., Lin, K., and
kali Estes, n. C. OggZt. Reliability
Reinforced Concrete Girders
of
Tcr-p = waktu propagasi retak Under Corrosion Attack.
ASCEJournal of Structural Engineering
Wcrit = jumlah berat karat yang diperlukan untuk pp.286_297.
Vol. 123, No. 3,
terjadinya retak (kg/m) http:l/co rrr:sion. ksc. nasa.gov lco rr!! con. htm Co rrosion
in
wlim = lebar retak yang diijinkan Concrete.
CT = koefsien yang tergantung tipe karat yang terjadi, htm (2007).
nilainya diantara 0.523 s/d0.622
(P". = koefisien rangkak beton =2.0

Prust = berat jenis karat (ke/rn') =3605 kg/m'

55
54

,.:--
http :,//www. nachi "orgy'visua l-i nspection-concrete. htm (2006).
Corrosion typical of inadequate cover' Journol of lnfrastructure Systen,ASCE
Karlsson, M. a. P., E. (1995 ). "Design of Rebar Concrete Covers in Vol. 4 No. 4, 1,46_
15s.
Marine Concrete Structures-Probabilistic Approach, Thoft-Christensen, p., Jensen,
F. M., Middleton, C. R.,
Proceedings of the RILEM lnternational Workshop on Blackmore, A. (1gg7). Assessment
and
Chloride Penetration into Concrete," RILEM, Frartce. of the Reliability of
Concrete Slab Bridges. /n ,,Reliability
Mc Gee, R. W. (1999). "Modelling of Durability Performance of Structuralsystems,,(R. B. C.
and Optimization of
a. R. R. E. D. M. Frangopol,
Tasmanian Bridges, Application of Statistics and ed.), pp. 321,_329.. pergamon,
Probability," lCAP58. oxford.
Val, D. V., and Melchers,
n. e . (f ggZ)- Re-liability of
Middleton, C. R., and Hogg, V. (1998). "Review of Deterioration reinforced
deteriorating
r o u r n a t of St r u c t u r a t
Models Used to Predict Corrosion in Reinforced Concrete
Structures." Cambridge U niversity.
,, n,,
Val, D. V., and" Stewart,
;{;;ilf? :j,l?::
",,,;: M. G. (2001).
Reliability_Based
Papadakis, V. G., Roumeliotis, A. P., Fardis, M. N., and Vagenas, C' Cost Analysis of Reinforced
Life_Cycle
G. (1996). "Mathematical Modelling of Chloride Effect on
concrete structures in Marine
Environments. ,proceedings
/n
Concrete Durability and Protection Measures, Concrete of ICOSSAR,Of _iiglli;"'
lnternational Conference on
Repair, Rehabilitation and Protection," E & FN Spon. , itrr.trrul Safety and
Reliability,(CD_ROM),,. R.
B. Corotis, G. t. Schueit"r,
London. Shinozuka (Eds), A. A. Balkema, V.
Proverbio, E., and Ricciardi, G. (2000). Failure of a 40 Year old Rotterdam
vu' K' A' T' (2003). corrosion-induced
post-tensioned bridge near seaside. /n "Proc. lnt. Conf. cracking and spatiarTime-
Dependent Reliability Analysis
Eurocorr 2000", London of RC Structures, The
University of Newcastle, Newcastle,
Roberth, H. (2011). Studi pengaruh Korosi Terhadap Kekuatan Australia.
vu, K. A. T., and stewart, M.
G. (2000). structurar Reriabirity
Balok Beton Bertulang Dengan Menggunakan Teori Concrete Bridges lncluding of
lmproved Chloride_induced
Kemungkinan, lTS, SurabaYa' Corrosion Models. St r u ct ur ro
I S ofe ty 22,3 13_333.
Schmitt, G. (2009 ). "Global needs for knowledge dissemination, Vu, K. A. T., Stewart, M. G.,
anA vullarJl, r'. (roou).corrosion_
research, and development in materials deterioration and lnduced Cracking: Experimental
corrosion control," New York' Data and predictive
Models. ACI StructuraI JournaISeptember_October,
SNI-03-2847 (2002\. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk 726. 719_
Bangunan Gedung. Zhang, J., and Lounis, 2..(2006).sensitivity
Stewart, M. G. (1996). Serviceability Reliability Analysis of analysis of simplified
diffusion_based corrosion initiation
Reinforced Concrete Structures. Journol of Structural model of concrete
structures exposed to chlorides
. Journol of Cement
Engi neeri ng, ASCE Vol. L22,, 794-803. Co n c rete
ond
Reseo rc h 36, L31,2_1.323.
Stewart, M.G., and Faber, M. H. (2003). Probabilistic modelling of
deterioration mechanisms for concrete structures. /n "9th
lnternational Conference on Applications of Statistics and
Probability in Civil Engineering," San Francisco.
Stewart, M.G., and Rosowsky, D. V. (1993). Structural Safety and
Serviceability of Concrete Bridges Subject to Corrosion.

56

57
INDEKS

absorpsi,4
aksi kapiler, + kecepatan korosi, vi, vii,
alkalin, 4 viii, 20, 2L, 22, 23, 24,
anoda, 19 25,26,29,32, 40,42
anodik, 18 koefisien difusi, 7, .J.3, 1-4,
batas kritis, 1g 26,27
Bolomey, 13,46 korosi, 1
cairan pori, L8 KOROSI, 1.8,32
chlorida, iv, vi, vii, 4, g, g, korosi seragam, vii, L9, 20,
L1_, L2, 1,3,1,9, 4g 21,
concrete cover, A, larutan ion,22
core-drill,g lentur, Lg, 20, 21-, 26, 27,
corrotion initiation, 4 28,29,30
corrotion propagation, 4 Linear polarization
covermeter, L5 Resitance Method, 22
crack growth in length and LPRM,22
width, 1 mutu beton, vii, 1,4, L5,40,
cracking, L 42,44
delamination, 2 perlindungan pasif, 1g
difusi, 4 permeasi, 4
dinding pembatas, 4 pitting corrosion, L9
elektrolit, 1g proses kimia, 1g
elektron, 18 rust, 3
faktor air-semen, 2L,23,24 serangan garam, i, 1g
Geocisa Gecor,22 site specific, 8
hukum Fick, 6 spalling, 2
inisiasi korosi, iii, vii, viii, 4, stainning, 1
5, 6, 7, 9, L6, L7, 'J_9, 20, tegangan leleh, 21
21-,26,28,30, 44, 4s, 4g, total collapse, 2
49 uniform corrosion, 19
isapan, 4 water-cement rasio, 13
katodik, L8 Weight Loss Method, 22

58
59

Anda mungkin juga menyukai