Anda di halaman 1dari 8

Pengertian Toksistas Alkohol, Glikol, dan Aldehid

Alkohol (etanol) adalah cairan transparan, tidak berwarna, cairan yang mudah bergerak,
mudah menguap, C2H5OH, dapat bercampur dengan air, eter, dan kloroform, diperoleh melalui
fermentasi karbohidrat dari ragi. Juga disebut etil alkohol. Dalam tubuh manusia ada batas
toleransi tertentu terhadap alkohol, sehingga bila seseorang terlalu banyak mengkonsumsi alkohol,
bisa mengakibatkan bahaya keracunan (toksisitas), dan ini berefek buruk terhadap kesehatan
antara lain Alcoholic liver disease, sirosis hepatis, polyneuritis, optik atrofi, daya ingat menurun,
tremor, pancreatitis, alcoholic cardiomyopathy, heart disease, faringitis kronis, defisiensi androgen
dan ethanol withdrawal syndrome yang meliputi akut alkoholik mania, abstinensia, rasa takut
terkontrol, sulit tidur dan suka berhalusinasi. Alkohol sendiri bisa berperan sebagai sumber kalori
bagi manusia, tetapi jika konsentrasi alkohol dalam darah mencapai 100 mg/100 ml, akan timbul
bahaya dan gejala-gejala intoksikasi. Konsumsi alkohol yang kronis bisa mengakibatkan sirhosis
karena kerusakan hati.
Keracunan metanol adalah keracunan akibat mengkonsumsi metanol yang dapat
mengakibatkan gangguan pada papil saraf optik secara simetris, asidosis metabolik dan bahkan
kematian. Metanol merupakan alkohol yang paling sederhana dengan rumus kimia CH3OH, berat
molekul 32,04 g/mol dan titik didih 64,5° C (147° F). Zat ini bersifat ringan, mudah menguap, tak
berwarna, mudah terbakar, beracun dan berbau khas.1-2 Metanol digunakan secara luas pada
industri mobil sebagai larutan pembersih kaca mobil, bahan anti beku, dan bahan campuran untuk
bahan bakar.
Keracunan metanol disebabkan karena oksidasi metanol oleh enzim dehidrogenase alkohol
menjadi formaldehid, dan selanjutnya dimetabolisme menjadi asam format oleh dehidrogenase
formaldehid. Asam format merupakan metabolit toksik yang berperan pada terjadinya gangguan
tajam penglihatan, asidosis metabolik, kebutaan dan kematian pada penderita keracunan metanol.
Gejala awal keracunan metanol adalah gangguan pada tajam penglihatan. Gangguan tajam
penglihatan umumnya terjadi dalam 18 sampai 24 jam setelah minum/ terpapar metanol. Dampak
keracunan metanol pada setiap orang sangat bervariasi, dengan minimum lethal dose antara 300
sampai 1000 mg/kgbb. Dosis minimum yang mengakibatkan kebutaanbelum diketahui, namun
pernah dilaporkan kebutaan terjadi setelah minum metanol sedikitnya 4 ml.
Penatalaksanaan keracunan metanol antara lain dengan hemodialisis dan metilprednisolon
1000 mg/hr selama 3 hari berturut-turut dan dilanjutkan dengan prednison 1 mg/kgbb/ hari selama
11 hari selanjutnya dosis diturunkan sesuai kondisi klinis.7 Tujuan hemodialisis adalah
menghilangkan kadar metanol dari tubuh penderita dan untuk mengeliminasi asam format.4-5
Hemodialisis dilakukan bila kadar metanol dalam darah lebih dari 50 mg/dL atau bila pH darah
kurang dari 7,35. Pemberian metilprednisolon dan prednison bertujuan untuk mengurangi edema
papil saraf optik yang terjadi pada fase akut sehingga diharapkan mencegah terjadinya kebutaan.
Etilen glikol (EG) merupakan salah satu bahan kimia yang dapat mencemari
lingkungan. Senyawa ini merupakan produk yang sering digunakan sebagai
bahan antibeku pada mobil yang dapat menyebabkan keracunan bahkan kematian
pada hewan dan manusia
Etilen glikol (EG) merupakan salah satu jenis krioprotektan yang banyak digunakan
untuk pembekuan embrio sapi, kambing, tikus
dan oosit tikus. Etilen glikol mempunyai efek toksik
yang rendah dibandingkan jenis krioprotektan yang lain.
Dewasa ini pemakaian dan penggunaan EG semakin meluas. Selain digunakan sebagai
bahan antibeku, EG juga digunakan pada alat pendingin dan
pemanas, kondensor listrik, bahan pelarut cat, industri plastik, serabut sintesis, tinta
printer, tinta pulpen, industri lilin sintesis, dan lain-lain. Pemakaian EG yang semakin
meluas ini dapat mengakibatkan semakin meluasnya pencemaran lingkungan oleh
EG. Hal ini semakin memperbesar risiko yang kurang menguntungkan terhadap
hewan dan manusia seperti keracunan bahkan kematian. Johnson dan Pon
menemukan bahwa pada pemeriksaan histopatologis pada ayam yang mati akibat
keracunan EG memperlihatkan adanya pengendapan kristal oksalat pada organorgan tubuh
seperti ginjal, duodenum, dan otak. Selain itu, hasil penelitian Calabrese
menemukan bahwa pada pemeriksaan histopatologis pada ayam yang mati akibat
keracunan EG memperlihatkan adanya pengendapan kristal oksalat pada organorgan tubuh
seperti ginjal, duodenum, dan
otak. Selain itu, hasil penelitian Calabresedan Kenyon (1990) pada tikus jantan
menunjukkan bahwa setelah pemberian EG terjadi peningkatan BUN, kreatinin, jumlah
netrofil, volume urin serta menurunnya jumlah eritrosit, hematokrit, hemoglobin,
dan adanya gangguan fertilitas pada tikus jantan tersebut.
Mekanisme Toksisitas Alkohol, Glikol, dan Aldehid
1. Mekanisme Toksisitas Alkohol.
Alkohol mengganggu keseimbangan antara eksitantasi dan inhibisi di otak, ini terjadi
karena penghambatan atau penekanan saraf perangsangan.Sejak lama diduga efek depresi alcohol
pada SSP berdasarkan melarutnya lewat membran iipid.Efek alcohol terhadap berbagai saraf
berbeda karena perbedaan distribusi fosfoliid dan kolesterol di membran tidak seragam.Data
eksperimental menyokong dugaan mekanisme kerja alcohol di SSP serupa barbiturate.
Etanol adalah bahan cairan yang telah lama digunakan sebagai obat dan merupakan bentuk
alkohol yang terdapat dalam minuman keras seperti bir, anggur, wiskey maupun minuman
lainnya.Etanol merupakan cairan yang jernih tidak berwarna, terasa membakar pada mulut maupun
tenggorokan bila ditelan.Etanol mudah sekali larut dalam air dan sangat potensial untuk
menghambat sistem saraf pusat terutama dalam aktifitas sistem retikular.Aktifitas dari etanol
sangat kuat dan setara dengan bahan anastetik umum.Tetapi toksisitas etanol relatif lebih rendah
daripada metanol ataupun isopropanol. Secara pasti mekanisme toksisitas etanol belum banyak
diketahui.Beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa etanol berpengaruh langsung pada membran
saraf neuron dan tidak pada sinapsisnya (persambungan saraf). Pada daerah membran tersebut
etanol mengganggu transport ion. Pada penelitian invitro menunjukkan bahwa ion Na+, K+, ATP
ase dihambat oleh etanol. Pada konsentrasi 5 – 10% etanol memblok kemampuan neuron dalam
impuls listrik, konsentrasi tersebut jauh lebih tinggi daripada konsentrasi etanol dalam sistem saraf
pusat secara invivo.
Pengaruh etanol pada sistem saraf pusat berbanding langsung dengan konsentrasi etanol dalam
darah.Daerah otak yang dihambat pertama kali ialah sistem retikuler aktif.Hal tersebut
menyebabkan terganggunya sistem motorik dan kemampuan dalam berpikir.Disamping itu
pengaruh hambatan pada daerah serebral kortek mengakibatkan terjadinya kelainan tingkah
laku.Gangguan kelainan tingkah laku ini bergantung pada individu, tetapi pada umumnya
penderita turun daya ingatnya.Gangguan pada sistem saraf pusat ini sangat bervariasi biasanya
berurutan dari bagian kortek yang terganggu dan merambat ke bagian medula
Etanol bekerja melalui beberapa mekanisme. Etanol berikatan secara langsung dengan
reseptor asam gammaaminobutirat (GABA) pada susunan saraf pusat dan menyebabkan efek
sedative sama seperti benzodiazepine, dimana mereka berikatan dengan reseptor GABA yang
sama. Etanol juga merupakan antagonis glutamate N-metil-D-aspartat (NMDA) pada susunan
saraf pusat. Etanol mempunyai efek langsung pada otot jantuing, jaringan tiroid dan jaringan hati.
Mekanisme toksisitasnya yaitu:
a. Depresi sistem saraf pusat adalah efek utama dari intoksikasi etanol akut. Etanol memiliki
efek tambahan dengan penggunaan obat depresi sisten saraf pusat lainnya seperti barbiturate,
benzodiazepine, antidepresan, dan antipsikotik.
b. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh gangguan glukoneogenesis pada pasien dengan
cadangan glikogen kosong(terutama pada anak-anak dan orang dengan malnutrisi berat).
c. Intoksikasi etanol dan alkoholik kronik merupakan prediposisi pasien mendapatkan trauma,
exposure-induced hypothermia, dan sejumlah gangguan metabolik lain.
2. Mekanisme Toksisitas Aldehid
Formaldehid dapat terbentuk dari hasil metabolisme metanol oleh alkohol dehidrogenase.
Selanjutnya oleh aldehid dehidrogenase menjadi formic acid (formate). Formate dapat
menyebabkan kerusakan pada optic disk, dan asidosis metabolik secara langsung berhubungan
dengan konsentrasi formate dalam darah.
3. Toksisitas Glikol
Etilen glikol dimetabolisme oleh alkohol dehidrogenase menjadi glikol aldehid, yang
kemudian dimetabolosme menjadi glikolik, glioksilik, dan asam oksalat. Asam tersebut
berhubungan dengan penumpukan asam ;aktat dan bertanggunggung jawab untuk anion gap
asidosis metabolik. Oksalat diendapkan dengan kalsium untuk membentuk kristal kalsium oksalat
yang tidak larut. Kerusakan jaringan disebabkan oleh diposisi luas dari kristal oksalat dan efek
toksik dari glikol dan asam glioksilik.
Asidosis metabolik dan disfungsi organ sebagai akibat utama pembentukan glikolik dan
asam oksalat dari metabolisme etilen glikol. Akumulasi dari asam glikolik merupakan penyebab
utama asidosis metabolik, tetapi glikolat juga mengganggu respirasi sel dan efek ini dapat
mempermudah terjadinya asidosis laktat pada beberapa pasien. Gagal ginjal akut, disfungsi
miokard, fungsi neurologis dan disfungsi pulmonal sebagai akibat deposisi aksalat dan kalsium
pada jantung, ginjal, otak, dan paru-par. Deposisi dari kalsium oksalat pada jaringan juga dapat
menyebabkan hipokalsemia yang akan mendepresi fungsi jantungdan tekanan darah.
Toksikokinetik dari Alkohol, Glikol, dan Aldehid
1. Alkohol
Di balik kenikmatan sesaat setelah konsumsi minuman beralkohol, tubuh akan mengalami
serangkaian perubahan. Hal ini karena alkohol yang masuk ke dalam tubuh akan langsung diserap
dan menyebar melewati organ-organ tubuh melalui aliran darah, dan sisanya masuk ke saluran
pencernaan, mulai dari kerongkongan, lambung, sampai ke usus untuk dialirkan ke seluruh tubuh
melalui peredaran darah. Jantung akan memompa darah bercampur alkohol ini ke seluruh bagian
tubuh, sampai ke otak. Baru terakhir, hati (liver) akan membakar atau menghancurkan alkohol
dibantu dengan enzim khusus untuk dikeluarkan melalui air seni dan keringat.
Alkohol diabsorpsi dalam jumlah yang sedikit melalui mukosa mulut dan lambung.
Sebagaian besar (80%) diabsorpsi di usus halus dan sisanya diabsorpsi di kolon.Kecepatan
absorpsi tergantung pada takaran dan konsentrasi alkohol dalam minuman yang diminum serta
vaskularisasi dan motalitas dan pengisisan lambung dan usus. Bila konsentrasi optimal alkohol
diminum dan dimasukkan ke dalam lambung kosong, kadar puncak dalam darah 30-90 menit
sesudahnya. Alkohol mudah berdifusi dan distribusinya dalam jaringan sesuai dengan kadar air
jaringan tersebut. Semakin hidrofil jaringan semakin tinggi kadarnya. Biasanya dalam 12 jam telah
tercapai kesimbangan kadar alkohol dalam darah, usus, dan jaringan lunak. Konsentrasi dalam
otak, sedikit lebih besar dari pada dalam darah.
Alkohol yang dikonsumsi 90% akan dimetabolisme oleh tubuh terutama dalam hati oleh
enzim alkoholdehidrogenase (ADH) dan koenzim nikotinamid-adenin-dinukleotida (NAD)
menjadi asetaldehid dan kemudian oleh enzim aldehida dehidrogenase (ALDH) diubah menjadi
asam asetat. Asam asetat dioksidasi menjadi CO2 dan H2O. Piruvat, levulosa (fruktosa),
gliseraldehida (metabolit dari levulosa) dan alanina akan mempercepat metabolisme alkohol.
Sebenarnya di dalam tubuh ditemukan juga mekanisme pemecahan alkohol yang lain, yaitu
hydrogen peroksida katalase dan sistem oksidasi etanol mikrosomal, namun kurang berperan.
Kadar alkohol darah kemudian akan menurun dengan kecepatan yang sangat bervariasi (12-20
mg% per jam), biasanya penurunan kadar tersebut dianggap rata-rata 15 mg% atau 14 mg% setiap
jam. Pada alkohol kronik, yang telah dipercepat metabolismenya, eliminasi alkohol dapat
mencapai 40 mg% per jam.
Hepatosit memiliki tiga jalur metabolisme alkohol, yang masing-masing terletak pada
bagian yang berlainan. Jalur yang pertama adalah jalur alkohol dehidrogenase (ADH) yang terletak
pada sitosol atau bagian cair dari sel. Dalam keadaan fisiologik, ADH memetabolisir alkohol yang
berasal dari fermentasi dalam saluran cerna dan juga untuk proses dehidrogenase steroid dan
omega oksidasi asam lemak. ADH memecah alkohol menjadi hidrogen dan asetaldehida, yang
selanjutnya akan diuraikan menjadi asetat. Asetat akan terurai lebih lanjut menjadi H2O dan
CO2.Jalur kedua ialah melalui Microsomal Ethanol Oxydizing System (MEOS) yang terletak
dalam retikulum endoplasma.Dengan pertolongan tiga komponen mikrosom yaitu sitokrom P-450,
reduktase, dan lesitin, alkohol diuraikan menjadi asetaldehida. Jalur ketiga melalui enzim katalase
yang terdapat dalam peroksisom (peroxysome).Hidrogen yang dihasilkan dari metabolisme
alkohol dapat mengubah keadaan redoks, yang pada pemakaian alkohol yang lama dapat
mengecil.Perubahan ini dapat menimbulkan perubahan metabolisme lemak dan karbohidrat,
mungkin menyebabkan bertambahnya jaringan kolagen dan dalam keadaan tertentu dapat
menghambat sintesa protein.Perubahan redoks menimbulkan perubahan dari piruvat ke laktat yang
menyebabkan terjadinya hiperlaktasidemia. Bila sebelumnya sudah terdapat kadar laktat yang
tinggi karena sebab lain, bisa terjadi hiperurikemia. Serangan kejang pada delirium tremens juga
meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Pada pasien gout, alkohol dapat meningkatkan
produksi asam urat sehingga kadarnya dalam darah makin meningkat. Meningkatnya rasio
NADH/NAD akan meningkatkan pula konsentrasi alfa gliserofosfat yang akan meningkatkan
akumulasi trigliserida dengan menangkap asam lemak dalam hepar. (NAD= Nicotinamide
Adenine Dinucleotide; NADH = reduced NAD.) lemak dalam hepar berasal dari tiga sumber: dari
makanan, dari jaringan lemak yang diangkut ke hepar sebagai Free Fatty Acid (FFA), dan dari
hasil sintesis oleh hepar sendiri. Oksidasi alkohol dalam hepar menyebabkan berkurangnya
oksidasi lemak dan meningkatnya lipogenesis dalam hepar.
Alkohol yang dikonsumsi 10% akan dikeluarkan dalam bentuk utuh melalui urin, keringat
dan udara napas. Dari jumlah ini sebagian besar dikeluarkan melalui urin (90%).

Karakteristik Toksisitas Alkohol, Glikol, dan Aldehid


1. Alkohol
- intoksikasi ringan-sedang: inkoordinasi ringan ataksia, nistagmus, gangguan dalam mengambil
keputusan dan gerak reflex. Berkurangnya inhibisi social, menimbulkan keributan atau kelakuan
agresif. Dapat terjadi hipoglikemia.
- intoksikasi dalam: koma, depresi pernapasan dan aspirasi pneumonia dapt terjadi. Pupil biasanya
kecildan sering terjadi penurunan dari temperature, tekanan darah dan nadi. Rabdomiolisis dapa
terjadi akibat dari imobilisai yang lama pada alas yang keras.
2. Aldehid
- gangguan penglihatan seperti berkurangnya ketajaman fisual, fotofobia dan pandangan kabur
merupakan gejala yang paling sering dijumpai intoksikasi alkohol. Pemeriksaan fundoskopi
menunjukan hiperemis disk optic, venous engorgement, atau papilledema.
- Nyeri abdomen
- Abnormalitus neurolmagis: bingung, stupor dan koma. Disfungsi neurolgisberat ditemukan pada
pasien dengan asidosis metabolik berat.
- Nekrosis putaminal, ditandai dengan adanya rigiditas, tremor, masked face, dan monotonus
speech. Hal ini berhubungan berkurangnya aliran ke otak dan/atau akumulasi formicacidpada
putamen.
- Asidemia (terutama pH ≤ 7,2) menunjukan gejala pernafasan kussmaul, gangguan fungsi jantung
dan hipotensi.
3. Glikol
- Tanda dan gejala etilen glikol terdiri dari 3 tahap : abnormalitas neurologis (tahap SSP) yang terjadi
30 menit-12 jam setelah meminum etilen glikol, tahap kardiopulmonal yang terjadi 12-24 jam,
tahap ketiga terjadi 24-72 jam setelah meminum.
- Tanda dan gejala metabolic asidosis: pernafasan kussmaul, presdiposisi menjadi penyakit jantung
kongestif atau hipotensi sering ditemukan pada semua tahap dan biasanya terlihat pada pasien
dengan pH darah < 7,1-7,2.
- Dalam 3-4 jam pertama setelah terminum, pasien terlihat intoksikasi sama seperti etanol. Osmolar
gap meningkat tetapi tidak dijumpai asidosis. Gastritis dengan muntah dapat terjadi.

Manajemen Terapi Toksisitas Alkohol, Glikol, dan Aldehid


1. Alkohol
Hal terpenting pada pengobatan intoksikasi akut alkohol ialah mencegah terjadinya
depresi pernapasan yang berat dan teraspirasinya muntahan. Bahkan dengan kadar alkohol darah
yang sangat tinggi, pasien masih mungkin hidup asalkan sistem pernapasan dan kardiovaskuler
dapat di tunjang. Kadar rata-rata alkohol darah pada kasus yang fatal ialah di atas 400mg.
Hipoglikemik dan ketosis diatasi dengan pemberian glukosa. Pasien alkoholik yang mengalami
dehidrasi dan muntah-muntah harus diberikan larutan elektrolit.Bila muntah-muntah berat,
sejumlah besar kalsium mungkin dibutuhkan asal fungsi ginjal normal. Perlu diperhatikan adanya
penurunan kadar fosfat, yang dapat diperburuk dengan pemberian glukosa. Rendahnya persediaan
fosfat dapat memperburuk penyembuhan luka, kelainan neurologik dan meningkatnya risiko
infeksi. Penanganan ketergantungan alkohol biasanya dilakukan dengan terapi psikososial,
ditambah dengan pemberian obat sebagai penunjang keberhasilan terapi.Obat yang digunakan
ialah disulfiram dan naltrekson.
2. Glikol
a. Penatalaksanaan Emergensi dan Suportif
- Pertahankan jalan nafas dengan bantuan ventilasi apabila dibutuhkan. Berikan oksigen yang cukup.
- Atasi koma, kejang, aritmia jantung, dan asidosis metabolic apabila terjadi. Observasi pasien
beberapa jam untuk memonitor berkembangnya menjadi asidosis metabolik, terutama bila
simtomatis atau diketahui meminum bersamaan dengan etanol.
b. Obat spesifik dan antidotum
- Pemberian etanol. Untuk mensaturasi enzim alcohol dehydrogenase dan mencegah metabolism dari
etilen glikol menjadi metabolit toksik. Indikasi untuk terapi etanol adalah : kadar etilen glikol >
20 mg/dL, riwayat terminum etilen glikol yang disertai dengan osmolal gap > 5 mOsm/L, tidak
ada laporan oleh etanol atau produk alkohol lainnya.
Penatalaksanaan keracunan metanol antara lain dengan hemodialisis dan metilprednisolon
1000 mg/hr selama 3 hari berturut-turut dan dilanjutkan dengan prednison 1 mg/kgbb/ hari selama
11 hari selanjutnya dosis diturunkan sesuai kondisi klinis. Tujuan hemodialisis adalah
menghilangkan kadar metanol dari tubuh penderita dan untuk mengeliminasi asam format.
Hemodialisis dilakukan bila kadar metanol dalam darah lebih dari 50 mg/dL atau bila pH darah
kurang dari 7,35. Pemberian metilprednisolon dan prednison bertujuan untuk mengurangi edema
papil saraf optik yang terjadi pada fase akut sehingga diharapkan mencegah terjadinya kebutaan.

Anda mungkin juga menyukai