Anda di halaman 1dari 4

Mekanisme Keracunan Alkohol

Intoksikasi adalah masuknya sejumlah bahan yang berlebihan dan melebihi


batas toleransi individu yang mengakibatkan abnormalitas tingkah laku dan fisik.
Alkohol adalah derivat dari hidroksi yang mempunyai ikatan langsung maupun rantai
cabang dari alifatik hidrokarbon. Bentuk rantai alcohol yang sering ditemukan adalah
yang mengandung tiga gugus hidroksil dengan ikatan satu gugus hidroksi dalam
satu rantai karbon. Sedangkan jenis alcohol lainnya ialah alcohol yang mengandung
lebih dari satu gugus hidroksi dalam satu atom karbon. Jenis alkoholyang kedua
inilah yang bersifat toksik yaitu ethanol (ethyl alkohol), methanol (methyl alkohol) dan
isopropanol (isoprophyl alkohol) (Jusuf,2016).
Alkohol merangsang peningkatan aksis hypothalamic pituitary adrenocortical
(HPA). Aktivasi aksis HPA merupakan komponen utama dari respon stres.
Peningkatan aksis HPA dipengaruhi oleh sejumlah variabel termasuk genotipe, jenis
kelamin, dan parameter dosis. Berdasarkan studi klinis dan praklinis, disregulasi
fungsi aksis HPA berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas sistem stres
ekstrahipothalamik di otak, sehingga secara signifikan mempengaruhi motivasi untuk
perilaku alcohol self-administration.Pengaruh konsumsi alkohol terhadap individu
berbeda-beda. Akan tetapi terdapat hubungan antara konsentrasi alkohol di dalam
darah (Blood Alkohol Concentration- BAC) dan tingkatan efek yang ditimbulkannya.
Euphoria ringan dan stimulasi terhadap perilaku lebih aktif seiring dengan
meningkatnya konsentrasi alkohol di dalam darah. Orang yang aktif mengkonsumsi
alkohol beranggapan bahwa penampilan mereka menjadi lebih baik, sehingga
mereka mengabaikan efek buruknya. Gejala intoksikasi alkohol yang paling umum
adalah "mabuk" atau "teler", dimana kondisi ini sebenarnya adalah karakteristik
intoksikasi alkohol yang dapat menyebabkan cedera, kecacatan dan kematian
(Tritama, 2018).

A. Ethanol
Ethanol adalah molekul yang larut dalam air dan diserap dengan cepat pada
saluran pencernaan. Puncak konsentrasi etanol dalam darah dapat dicapai
dalam waktu 30 menit setelah ingesti etanol dalam keadaan lambung kosong
(Tritama, 2018).
Secara pasti mekanisme toksisitas ethanol belum banyak diketahui. Beberapa
hasil penelitian dilaporkan bahwa etanol berpengaruh langsung pada membrane
saraf neuron dan tidak pada sinapsisnya (persambungan saraf). Pada daerah
membran tersebut ethanol menganggu transport ion. Pada penelitian invitro
menunjukan bahwa ion Na+, K+ dihambat oleh ethanol. Pada konsentrasi 5-10%
ethanol memblok kemampuan neuron dalam impuls listrik, konsentrasi tersebut
jauh lebih tinggi daripada konsentrasi ethanol dalam system saraf pusat secara
invivo (Jusuf, 2016).
Pengaruh ethanol pada system saraf pusat berbanding langsung dengan
konsentrasi ethanol dalam darah. Daerah otak yang dihambat pertama kali ialah
system retikuler aktif. Hal tersebut menyebabkan terganggunya sistem motoric
dan kemampuan dalam berpikir. Disamping itu pengaruh hambatan pada daerah
serebral kortek mengakibatkan terjadinya kelainan tingkah laku. Gangguan
tingkah laku ini bergantung pada individu, tetapi pada umumnya penderita turun
daya ingatnya. Gangguan pada sistem saraf pusat ini sangat bervariasi biasanya
berurutan dari bagian kortek yang terganggu dan merambat kebagian medula
hingga menyebar ke berbagai sistem dan organ dalam tubuh manusia (Jusuf,
2016).
Karena sifat ethanol yang mudah larut dalam air dan lemak, penghantar listrik
yang lemah, ukuran molekul yang relatif kecil, maka ethanol mudah sekali masuk
melalui membrane sel dengan difusi. Alkohol mudah sekali diabsorpsi melalui
dinding gastrointestinal, terutama bila kondisi lambung yang kosong. Tetapi
lokasi yang efisien dalam penyerapan ethanol ialah didalam usus kecil dan
kurang efisien di dalam lambung dan usus besar. Sekitar 98% ethanol yang
diabsorbsi dalam tubuh akan mengalami oksidasi enzim. Biasanya sekitar 2-10%
dieksresikan tanpa mengalami perubahan, baik melalui paru maupun ginjal.
Sebagian kecil dikeluarkan melalui keringat, air mata, empedu, cairan lambung,
dan air ludah (Jusuf, 2016).

B. Methanol
Alkohol jenis ini mempunyai struktur paling sederhana, tetapi paling toksisk
pada manusia dibanding dengan jenis alkohol lainnya. Keracunan metanol
adalah keracunan akibat mengkonsumsi metanol yang dapat mengakibatkan
gangguan pada papil saraf optik secara simetris, asidosis metabolik dan bahkan
kematian.1-2 Metanol merupakan alkohol yang paling sederhana dengan rumus
kimia CH3OH, berat molekul 32,04 g/mol dan titik didih 64,5° C (147° F). Zat ini
bersifat ringan, mudah menguap, tak berwarna, mudah terbakar, beracun dan
berbau khas (Triningrat, 2020).
Keracunan metanol disebabkan karena oksidasi metanololeh enzim
dehidrogenase alkohol menjadi formaldehid, dan selanjutnya dimetabolisme
menjadi asam format oleh dehidrogenase formaldehid. Asam format merupakan
metabolit toksik yang berperan pada terjadinya gangguan tajam penglihatan,
asidosis metabolik, kebutaan dan kematian pada penderita keracunan metanol
(Triningrat, 2020).
Methanol diabsorpsi dan didistribusikan kesuluruh tubuh seperti pada ethanol.
Methanol juga dimetabolisir oleh enzim yang sama seperti ethanol, tetapi laju
metabolismenya menyebabkan lambatnya pengaruh toksisitasnya. Metabolisme
methanol tidak bergantung pada konsentrasinya di dalam darah. Pada beberapa
penelitian menunjukan bahwa methanol dimetabolisme oleh enzim alcohol
dehydrogenase menjadi formaldehyde dan asam format. Dalam proses
metabolisme, methanol teroksidasi menjadi formaldehyd yang sangat toksik yaitu
33X lebih toksis daripada methanol. Formaldehyd sebagian akan bereaksi
dengan protein tubuh dan lainnya dioksidasi lebih lanjut. Tidak semua methanol
mengalami metabolism, tetapi sejumlah besar methanol mungkin dikeluarkan
(dieksresi) tanpa terjadi perubahan melalui paru dan ginjal. Tetapi, metabolism
adalah merupakan reaksi yang sangat penting (Jusuf, 2016).
Seperti halnya ethanol, methanol didistribusikan ke seluruh organ yang
proporsinya seimbang dengan air pada cairan jaringan. Hal inilah yang
menunjukan bahwa organ mata mengalami gangguan yang sangat besar
walaupun methanol yang masuk ke dalam tubuh relative kecil. (Jusuf, 2016).
1.  Mekanisme Absorpsi dan Distribusi Alkohol dalam Tubuh
Alkohol diabsorpsi dalam jumlah yang sedikit melalui mukosa mulut dan
lambung. Sebagaian besar (80%) diabsorpsi di usus halus dan sisanya
diabsorpsi di kolon. Kecepatan absorpsi tergantung pada takaran dan
konsentrasi alkohol dalam minuman yang diminum serta vaskularisasi dan
motalitas dan pengisisan lambung dan usus. Bila konsentrasi optimal alkohol
diminum dan dimasukkan ke dalam lambung kosong, kadar puncak dalam darah
30-90 menit sesudahnya. Alkohol mudah berdifusi dan distribusinya dalam
jaringan sesuai dengan kadar air jaringan tersebut. Semakin hidrofil jaringan
semakin tinggi kadarnya. Biasanya dalam 12 jam telah tercapai kesimbangan
kadar alkohol dalam darah, usus, dan jaringan lunak. Konsentrasi dalam otak,
sedikit lebih besar dari pada dalam darah (Katzung, 2012).

2.  Mekanisme Metabolisme Alkohol di dalam Tubuh


Alkohol yang dikonsumsi 90% akan dimetabolisme oleh tubuh terutama
dalam hati oleh enzim alkoholdehidrogenase (ADH) dan koenzim nikotinamid-
adenin-dinukleotida (NAD) menjadi asetaldehid dan kemudian oleh enzim
aldehida dehidrogenase (ALDH) diubah menjadi asam asetat. Asam asetat
dioksidasi menjadi CO2 dan H2O. Piruvat, levulosa (fruktosa), gliseraldehida
(metabolit dari levulosa) dan alanina akan mempercepat metabolisme alkohol.
Sebenarnya di dalam tubuh ditemukan juga mekanisme pemecahan alkohol yang
lain, yaitu hydrogen peroksida katalase dan sistem oksidasi etanol mikrosomal,
namun kurang berperan. Kadar alkohol darah kemudian akan menurun dengan
kecepatan yang sangat bervariasi (12-20 mg% per jam), biasanya penurunan
kadar tersebut dianggap rata-rata 15 mg% atau 14 mg% setiap jam. Pada
alkohol kronik, yang telah dipercepat metabolismenya, eliminasi alkohol dapat
mencapai 40 mg% per jam (Katzung, 2012).

Hepatosit memiliki tiga jalur metabolisme alkohol, yang masing-masing


terletak pada bagian yang berlainan, diantaranya yaitu :

a.   Jalur Alkohol Dehidrogenase (ADH)


Jalur yang terletak pada sitosol atau bagian cair dari sel. Dalam keadaan
fisiologik, ADH memetabolisir alkohol yang berasal dari fermentasi dalam saluran
cerna dan juga untuk proses dehidrogenase steroid dan omega oksidasi asam
lemak. ADH memecah alkohol menjadi hidrogen dan asetaldehida, yang
selanjutnya akan diuraikan menjadi asetat. Asetat akan terurai lebih lanjut
menjadi H2O dan CO2 (Katzung, 2012).

b.  Jalur Microsomal Ethanol Oxydizing System (MEOS)


Jalur yang terletak dalam retikulum endoplasma. Dengan pertolongan tiga
komponen mikrosom yaitu sitokrom P-450, reduktase, dan lesitin, alkohol
diuraikan menjadi asetaldehida (Katzung, 2012).

c.  Jalur Enzim Katalase


Jalur yang terdapat dalam peroksisom (peroxysome). Hidrogen yang
dihasilkan dari metabolisme alkohol dapat mengubah keadaan redoks, yang pada
pemakaian alkohol yang lama dapat mengecil. Perubahan ini dapat menimbulkan
perubahan metabolisme lemak dan karbohidrat, mungkin menyebabkan
bertambahnya jaringan kolagen dan dalam keadaan tertentu dapat menghambat
sintesa protein. Perubahan redoks menimbulkan perubahan dari piruvat ke laktat
yang menyebabkan terjadinya hiperlaktasidemia. Bila sebelumnya sudah terdapat
kadar laktat yang tinggi karena sebab lain, bisa terjadi hiperurikemia. Serangan
kejang pada delirium tremens juga meningkatkan kadar asam urat dalam darah.
Pada pasien gout, alkohol dapat meningkatkan produksi asam urat sehingga
kadarnya dalam darah makin meningkat. Meningkatnya rasio NADH/NAD akan
meningkatkan pula konsentrasi alfa gliserofosfat yang akan meningkatkan
akumulasi trigliserida dengan menangkap asam lemak dalam hepar. (NAD=
Nicotinamide Adenine Dinucleotide; NADH = reduced NAD.) lemak dalam hepar
berasal dari tiga sumber: dari makanan, dari jaringan lemak yang diangkut ke
hepar sebagai Free Fatty Acid (FFA), dan dari hasil sintesis oleh hepar sendiri.
Oksidasi alkohol dalam hepar menyebabkan berkurangnya oksidasi lemak dan
meningkatnya lipogenesis dalam hepar (Katzung, 2012)

DAFTAR PUSTAKA

Jusuf, M.I. 2016. Intoksikasi Metanol. Jurnal Entropi. Vol.5(2). Diakses pada 29 April
2021. Dari https://researchgate.net

Katzung B.G. 2012. Basic & Clinical Pharmacology 14 th Edition. New York: McGraw-
Hill Education

Triningrat, M.P., Rahayu, M.K., Manuaba, P. 2020. Visual Acuity of Methanol


Intoxicated Patients Before and After Hemodialysis, Methylprednisolone, and
Prednisone Therapy. Jurna Oftalmologi Indonesia. Vol. 7(4). Diakses pada 29 April
2021. Dari www.media-neliti.com

Tritama, T.K. 2018. Konsumsi Alkohol dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan.


Majority. Vol. 4(8). Diakses pada 29 April 2021. Dari https://ncbi.org

Anda mungkin juga menyukai