Anda di halaman 1dari 45

UPAYA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM

BERDARAH DENGUE (DBD)

Literature Review

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Menyelesaikan Kepanitraan Klinik pada


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas

Disusun oleh:

Ariq Muhammad Gaffar N 111 21 106


Alif Tibia Zuhdi P. N 111 21 067

Pembimbing:

Dr. drg. Elli Yane Bangkele, M. Kes

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


DAN KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2022
UPAYA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM
BERDARAH DENGUE (DBD)

ABSTRAK

Latar Belakang: Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit infeksi virus
oleh DEN-V dengan vektor nyamuk Aedes aegypti. Manifestasi klinik umumya
penderita mengalami perdarahan hidung (epistaksis), perdarah gusi, dan hematuria
mikroskopis.
Tujuan: Untuk mengidentifikasi upaya-upaya dalam mencegah dan
mengendalikan penyakit demam berdarah dengue (DBD) berdasarkan Literature
Review
Metode: Studi literature review, dengan mencari, menggabungkan inti sari serta
menganalisis fakta dari beberapa sumber ilmiah yang akurat dan valid.
Hasil: Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan penyakit
demam berdarah dengue (DBD) antara lain: pemberantasan sarang nyamuk
(PSN), communication for behavioral impact (COMBI), pemantauan jentik
nyamuk, vaksin dengue, pengendalian biologi, dan pengendalian kimiawi
Kesimpulan: Kegiatan yang dapat dilakukan dilingkungan masyarakat untuk
mencegah dan mengendalikan penyakit demam berdarah dengue (DBD) seperti
pemantauan jentik nyamuk, pemberantasan sarang nyamuk, dan pengendalian
secara kimiawi menggunakan serbuk abate

Kata Kunci: Demam berdarah dengue, Pencegahan, Pengendalian, Nyamuk

ii
EFFORTS TO PREVENT AND CONTROL HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

ABSTRACT

Background: Dengue hemorrhagic fever is a viral infection disease by DEN-V


with the aedes aegypti mosquito vector. Clinical manifestations generally suffer
from nose bleeding (epistaxis), bleeding gums, and microscopic hematuria
Objective: To identify efforts to prevent and control dengue hemorrhagic fever
(DHF) based on the Literature Review.
Methods: Literature review study, by searching, combining the essence and
analyzing facts from several scientific sources that are accurate and valid.
Results: Efforts that can be made to prevent and control dengue hemorrhagic
fever (DHF) include: eradication of mosquito nests, communication for
behavioral impact (COMBI), monitoring of mosquito larvae, dengue vaccine,
biological control, and chemical control
Conclusion: Activities that can be carried out in the community to prevent and
control dengue hemorrhagic fever (DHF) such as monitoring mosquito larvae,
eradicating mosquito nests, and chemical control using abate powder

Keywords: Dengue hemorrhagic fever, Prevention, Control, Mosquito

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................4
D. Manfaat Penelitian........................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5
A. Demam Berdarah Dengue.............................................................................5
B. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.....................................................11
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................13
A. Rancangan Strategi pencarian Literature Review.......................................13
B. Kriteria Literature Review..........................................................................14
C. Tahapan Literature Review.........................................................................15
D. Alur Literature Review...............................................................................15
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................17
A. Hasil Literature Review..............................................................................17
B. Pembahasan.................................................................................................25
C. Keterbatasan................................................................................................31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................32
A. Kesimpulan.................................................................................................32
B. Saran............................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................v
LAMPIRAN.........................................................................................................vii

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Virus dengue (DENVs) membentuk kompleks dengue dalam genus


Flavivirus, famili Flaviviridae, dan terdiri dari empat serotipe DENV yang
terkait secara antigen tetapi berbeda (DENV-1, DENV-2, DENV-2, DENV-3,
dan DENV-2). DENV-4). DENV ini dapat menyebabkan spektrum penyakit
mulai dari: infeksi dengue asimtomatik hingga demam dengue (DD) hingga
demam berdarah dengue (DBD) hingga sindrom syok dengue (DSS).
Diperkirakan bahwa hampir 3,6 miliar berisiko dengan 390 juta infeksi di
antaranya 96 juta adalah gejala. Di antara 96 juta kasus bergejala, 2 juta
berakhir dalam bentuk infeksi yang parah, yaitu DBD dan DSS, dan sekitar
21.000 kasus fatal terjadi setiap tahun di seluruh dunia. Kebanyakan Infeksi ini
terjadi di negara berkembang dan terbelakang di mana jaringan surveilans
untuk penyakit menular tidak kuat yang berarti ada kemungkinan tidak
dilaporkannya DBD. (Murugesan, 2020)
Indonesia, sebuah negara kesatuan berdaulat lintas benua yang terletak di
Asia Tenggara, merupakan negara tropis di mana kedua spesies utama vektor
nyamuk DENV, Aedes aegypti dan Ae. albopictus, bersifat endemik hampir di
semua wilayah. Program pencegahan dan pengendalian DBD secara nasional
telah dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan RI melalui Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit Menular sejak tahun 1968. Program tersebut antara lain
pelaksanaan penyemprotan peri-fokal dewasa, larvasida massal, dan
penyuluhan pengendalian penyakit kepada masyarakat. Terlepas dari upaya
program pengendalian ini, demam berdarah telah berkembang baik dalam
insiden dan jangkauan geografis selama bertahun-tahun dan telah menjadi
hiperendemik dengan beberapa serotipe DENV yang bersirkulasi bersama,
secara nasional. Beberapa wabah demam berdarah besar telah dilaporkan di
negara ini. (Harapan, 2019)

1
Demam dengue atau penyakit seperti demam dengue pertama kali
dilaporkan pada tahun 1780 di Madras, India, sedangkan yang pertama terbukti
secara virologi epidemi demam dengue di India terjadi pada 1963-1964 di
Calcutta dan Pantai Timur India. Demam berdarah dengue (DBD), sindrom
parah dikembangkan dari pasien Demam dengue pertama kali dilaporkan di
Filipina pada tahun 1953,8 Demam berdarah dengue (DBD) diduga disebabkan
oleh beberapa infeksi DENV karena isolasi serotipe yang berbeda (DENV-2, 3
dan 4) pada pasien di Filipina pada tahun 1956. Beberapa infeksi DENV adalah
juga diisolasi dari pasien selama epidemi di Bangkok, Thailand pada tahun
1958.9 Setelah itu, DBD secara bertahap diidentifikasi di banyak negara seperti
Kamboja, Cina, India, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Singapura dan beberapa
Pulau Pasifik. Mekanisme dan patogenesis DBD adalah masih belum
sepenuhnya dipahami. Faktor risiko yang diusulkan saat ini berkorelasi dengan
DBD termasuk virulensi virus, kekebalan peningkatan, badai sitokin,
perubahan profil lipid respon autoimun, faktor genetik pejamu, bakteremia
yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dll. Terutama, peningkatan
kekebalan dijelaskan dari laporan percobaan vaksin demam berdarah tetravalen
rekombinan (CYD-TDV) di Asia dan Amerika Latin menunjukkan bahwa
memvaksinasi anak-anak tanpa infeksi sebelumnya (seronegatif) dapat meniru
infeksi awal selama langkah pertama dalam pengembangan peningkatan
tergantung antibodi (ADE). Selain itu, diagnosis yang akurat dan tepat untuk
infeksi DENV juga Deteksi dini potensi DBD sangat dibutuhkan secara klinis
(Wang, 2020)

2
Penyakit DBD bukan merupakan hal baru di Indonesia. Sebagaimana dipa
parkan oleh Kepala Unit Penelitian Dengue di Eijkman Institute of Molecular
Biology, Dr. Tedjo Sasmono, kasus pertama DBD di Indonesia tercatat ditemu
kan pada 1968, yaitu di Jakarta dan Surabaya. Penyebab utamanya adalah infek
si virus dengue dari nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor atau perantara utama,
juga nyamuk Aedes albopictus yang sebelumnya dikenal sebagai vektor virus
cikungunya dan Zika. Ia menegaskan bahwa setelah setengah abad lebih berlal
u, kasus DBD di Indonesia belum dapat hilang sepenuhnya. Sejumlah faktor be
rpengaruh di dalamnya, seperti iklim, vektor nyamuk, populasi nyamuk, hingga
kekebalan komunal (masyarakat). Oleh sebab itu, ia menegaskan bahwa upaya
pencegahan DBD harus dilaksanakan secara multisektor dan dimulai sejak ling
kup terkecil, yakni rumah tangga. Hal paling sederhana, seperti 3M (Menguras,
Menutup, Menyingkirkan) plus cara lain, seperti menaburkan bubuk abate haru
s makin digencarkan. (Cakranegara, 2021)

3
Banyaknya perbedaan hasil pada setiap jurnal membuat peneliti tertarik un
tuk mengumpukan berbagai sumber artikel berupa jurnal-jurnal untuk mengeta
hui upaya apa saja yang termasuk dalam pencegahan dan pengendalian demam
berdarah dengue. Keterbaruan dalam penelitian ini adalah peneliti melakukan a
nalisa jurnal dengan menggunakan sumber yang relevan dengan fokus mencari
upaya pencegahan dan pengendalian demam berdaraah dengue, nantinya peneli
tian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui upaya yang
ditetapkan uoleh kementerian kesehatan. Maka berdasarkan uraian tersebut pen
ulis tertarik untuk mengambil penelitian dengan judul “Upaya pencegahan dan
pengendalian penyakit demam berdarah dengue”

B. Rumusan Masalah

Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah upaya pencegahan


dan pengendalian demam berdarah dengue?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi apa saja upaya untuk
mencegah dan mengendalikan demam berdarah dengue”

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti
Dapat mengetahui apa saja upaya untuk mencegah dan mengendalikan
demam berdarah dengue
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan literatur pada Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan
Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako tentang
apa saja upaya untuk mencegah dan mengendalikan demam berdarah
dengue
3. Bagi Institusi Pemerintahan
Sebagai tambahan informasi ilmiah kepada pemerintah setempat mengenai
upaya untuk mencegah dan mengendalikan demam berdarah dengue

4
5
6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Demam Berdarah Dengue


Keempat serotipe asli DENV memiliki sejarah alam yang serupa, termasuk
siklus enzootik yang melibatkan primata bukan manusia dan nyamuk yang tinggal
di kanopi di Asia, dan siklus perkotaan yang melibatkan manusia sebagai inang
vertebrata utama dan nyamuk Aedes dari subgenus Stegomyia sebagai vektor
nyamuk utama secara global dalam topik. Beberapa penulis berspekulasi asal
Afrika dan distribusi selanjutnya di seluruh dunia dengan perdagangan budak
(Ehrenkranz et al., 1971; Smith, 1956a). Juga telah diusulkan bahwa virus
mungkin berasal dalam siklus hutan yang melibatkan primata tingkat rendah dan
nyamuk yang hidup di kanopi di Semenanjung Malaya (Halstead, 1992; Smith,
1956a). Studi terbaru berdasarkan data urutan demam berdarah dan flavivirus
lainnya telah menyarankan asal Afrika dari nenek moyang flavivirus, yang pada
akhirnya bercabang menjadi tiga genera, Flavivirus, Pestivirus, dan Hepacivirus.
(Murugesan, 2020)
DENV termasuk dalam genus Flavivirus, yang bercabang menjadi empat
subkelompok: (1) virus khusus serangga yang baru diisolasi dari berbagai jenis
nyamuk; (2) virus vertebrata yang tidak memiliki vektor arthropoda yang
diketahui, dan yang telah diisolasi hanya dari hewan pengerat dan kelelawar; (3)
virus yang dibawa nyamuk; dan (4) tick-borne virus. Tampaknya masuk akal
bahwa nenek moyang flavivirus adalah virus nyamuk atau kutu yang menyimpang
dengan beradaptasi dengan berbagai inang vertebrata, termasuk hewan pengerat,
burung, kelelawar, dan primata bukan manusia. (Murugesan, 2020)
Asal usul DENV di Asia didukung oleh bukti ekologis dan filogenetik. Dengan
demikian keempat serotipe dengue telah didokumentasikan dalam siklus sylvatic
yang melibatkan primata bukan manusia dan nyamuk arboreal di Semenanjung
Malaya, sedangkan hanya DENV-2 yang telah didokumentasikan dalam siklus
serupa di Afrika. Data ini secara kolektif menunjukkan bahwa DENV
kemungkinan besar berevolusi sebagai virus nyamuk sebelum beradaptasi dengan

5
primata yang lebih rendah dan kemudian ke manusia, diperkirakan 1500 - 2000
tahun yang lalu. DENV sangat beradaptasi dengan inang nyamuk mereka,
dipertahankan oleh transmisi vertikal pada spesies nyamuk yang bertanggung
jawab untuk siklus sylvatic, dengan amplifikasi periodik pada primata yang lebih
rendah. (Murugesan, 2020)
Beberapa pasien dengan demam dengue terus berkembang hingga menjadi
demam berdarah dengue (DBD), penyakit parah dan kadang-kadang bentuk fatal
dari penyakit. Sekitar waktu demam mulai mereda (biasanya 3-7 hari setelah
timbulnya gejala), pasien dapat mengembangkan peringatan tanda-tanda penyakit
parah. Tanda-tanda peringatan termasuk parah sakit perut, muntah terus-menerus,
perubahan yang nyata dalam suhu (dari demam hingga hipotermia), manifestasi
hemoragik, atau perubahan mental status (iritabilitas, kebingungan, atau
obtundation). Itu pasien juga mungkin memiliki tanda-tanda awal syok, termasuk:
gelisah, kulit dingin lembab, nadi cepat lemah, dan penyempitan tekanan nadi
(darah sistolik) tekanan darah tekanan darah diastolik). Pasien dengan demam
berdarah harus disuruh kembali ke rumah sakit jika mereka mengembangkan
salah satu dari tanda-tanda ini. DBD saat ini didefinisikan oleh empat berikut:
Kriteria Organisasi Kesehatan Dunia (WHO): • Demam atau riwayat demam baru-
baru ini yang berlangsung 2-7 hari. • Setiap manifestasi hemoragik. •
Trombositopenia (jumlah trombosit dari <100.000/mm3). • Bukti peningkatan
permeabilitas vascular. (CDC, 2020)

1. Manifestasi Klinis

Manifestasi perdarahan yang paling umum ringan dan termasuk tes tourniquet
positif, skin perdarahan (petekie, hematoma), epistaksis, (pendarahan hidung),
pendarahan gingiva (pendarahan gusi), dan hematuria mikroskopis. Jenis yang
lebih serius Perdarahan meliputi perdarahan pervaginam, hematemesis, melena,
dan perdarahan intrakranial. Bukti kebocoran plasma karena peningkatan vaskular
permeabilitas terdiri dari setidaknya satu dari berikut ini: • Peningkatan
hematokrit 20% di atas populasi rata-rata hematokrit untuk usia dan jenis kelamin.
• Penurunan hematokrit setelah penggantian volume pengobatan 20% dari

6
hematokrit awal. • Adanya efusi pleura atau asites terdeteksi dengan radiografi
atau metode pencitraan lainnya. • Hipoproteinemia atau hipoalbuminemia sebagai
ditentukan dengan uji laboratorium.

WHO saat ini sedang mengevaluasi kembali kasus klinis Pengertian Demam
Berdarah Dengue dan DBD. Studi dari berbagai negara telah melaporkan
mengancam jiwa komplikasi dari dengue dengan tidak adanya satu atau lebih dari
kriteria DBD saat ini. Meskipun nama, fitur penting yang membedakan DBD dari
demam berdarah tidak berdarah, melainkan kebocoran plasma akibat peningkatan
vaskular permeabilitas. Sindrom syok dengue (DSS) didefinisikan sebagai kasus
yang memenuhi empat kriteria DBD dan memiliki bukti kegagalan sirkulasi yang
dimanifestasikan oleh (1) nadi cepat, lemah, dan tekanan nadi menyempit (≤20
mmHg [2,7 kPa]) atau (2) hipotensi untuk usia, gelisah, dan dingin, kulit lembab.
Pasien dengan dengue dapat dengan cepat berkembang menjadi DSS, yang jika
tidak diobati dengan benar, dapat menyebabkan komplikasi parah dan kematian.
Tingkat kematian di antara pasien dengan DSS bisa 10% atau lebih tinggi tetapi,
dengan pengenalan dan pengobatan dini, bisa kurang dari 1%. DBD dan DSS
dapat terjadi pada baik anak-anak maupun orang dewasa.(Ennaji, 2018)

7
2. Klasifikasi Demam Dengue

Seperti telah dipahami bahwa tanda dan gejala infeksi dengue tidak khas,
sehingga menyulitkan penegakan diagnosis. Menurut para pakar, “Dengue is
one disease entity with different clinical presentations and often with
unpredictable clinical evolution and outcome”.1 Untuk membantu para klinisi,
WHO tahun 1997 membuat panduan dalam buku berjudul “Dengue guidelines
for diagnosis, treatment, prevention, and control”. Panduan WHO 1997
merupakan panduan yang komprehensif dan sampai sekarang tetap
dipergunakan di semua negara endemis dengue, termasuk di Indonesia.2,3
Menggunakan panduan WHO 1997 tersebut, negara-negara di kawasan Asia
Tenggara telah dapat menurunkan angka kematian dari 1,18% pada tahun
1985 menjadi 0,79% di tahun 2009. Namun karena infeksi dengue telah
menyebar ke berbagai negara, semakin banyak pihak yang melaporkan
sulitnya penggunaan klasifikasi WHO 1997. Beberapa hal yang
dipermasalahkan adalah kesulitan memasukkan klasifikasi dengue berat ke
dalam spektrum klinis, kesulitan menentukan derajat penyakit karena tidak
semua kasus disertai perdarahan, dan keinginan untuk menjaring kasus dengue
di saat terjadi kejadian luar biasa (KLB). Untuk itu, WHO WSPRO dan
SEARO office telah membuat klasifikasi dengue WHO 2009. Namun
beberapa negara di Asia Tenggara tidak menyetujui klasifikasi WHO 2009
dan membuat revisi klasifikasi WHO 2011. (Ennaji,2018)
Dalam klasifikasi diagnosis WHO 1997, infeksi virus dengue dibagi dalam
tiga spektrum klinis yaitu undifferentiated febrile illness, demam dengue (DD)
dan demam berdarah dengue (DBD). Dalam perjalanan penyakit infeksi
dengue 17 Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak lXIII
ditegaskan bahwa DBD bukan lanjutan dari DD namun merupakan spektrum
klinis yang berbeda.Perbedaan antara DD dan DBD adalah terjadinya plasma
(plasma leakage) pada DBD, sedangkan pada DD tidak (Gambar 1).
Selanjutnya DBDdiklasifikasikan dalam empat derajat penyakit yaitu derajat I
dan II untuk DBD tanpa syok, dan derajat III dan IV untuk sindrom syok
dengue.Pembagian derajat penyakit tersebut diperlukan sebagai landasan

8
pedoman pengobatan.5 Namun, di lain pihak sejak beberapa tahun banyak
laporan dari negara - negara di kawasan Asia Tenggara, kepulauan di Pasifik,
India, dan Amerika Latin mengenai kesulitan dalam membuat klasifikasi
infeksi dengue. Kesulitan terjadi saat menentukan klasifikasi dengue berat
(severe dengue) karena tidak tercakup di dalam kriteria diagnosis WHO 1997.
Jadi, kriteria WHO yang telah dipergunakan selama tiga puluh tahun tersebut
perlu dinilai Kembali. (Ennaji,2018)
Latar belakang dan rasional pembuatan klasifikasi WHO 2009 telah
didukung dengan studi multisenter dalam Dengue Control study (DENCO
study) yang mencakup negara-negara endemis dengue di Asia Tenggara dan
Amerika Latin.

9
Konsensus telah dilaksanakan pada tangal 29 September sampai 1 Oktober
2008 yang dihadiri oleh 50 pakar dari 25 negara. Berdasarkan laporan klinis
DENCO study yang mempergunakan pemeriksaan klinis dan uji laboratorium
sederhana, klasifikasi infeksi dengue terbagi menjadi dua kelompok menurut
derajat penyakit, yaitu dengue dan severe dengue; dengue dibagi lebih lanjut
menjadi dengue dengan atau tanpa warning signs (dengue ± warning signs).
Konsensus para pakar tersebut telah diuji coba di negara masing-masing dan
dipublikasikan dalam jurnal ilmiah (Ennaji, 2018)
Setelah klasifikasi diagnosis dengue WHO 2009 disebarluaskan, maka
beberapa negara di Asia Tenggara mengadakan evaluasi kemungkinan
penggunaannya. Ternyata klasifikasi WHO 2009 belum dapat diterima
seluruhnya untuk menggantikan klasifikasi 1997, terutama untuk kasus
anak.Terdapat perbedaan mendasar pada kedua klasifikasi tersebut, yaitu
spektrum klinis infeksi dengue tidak dibedakan antara kelompok spektrum
dengan perembesan plasma (DBD, DSS) dan tanpa perembesan plasma (DD).
Kedua, batasan untuk dengue ± warning signs terlalu luas sehingga akan
menyebabkan ove-diagnosis. Namun, diakui bahwa perlu dibuat spektrum
klinis terpisah dari DBD, yaitu expanded dengue syndrome yang terdiri dari
isolated organopathy dan unusual manifestations. Berdasarkan hal tersebut,
klasifikasi diagnosis dengue WHO 2011 disusun hampir sama dengan
klasifikasi diagnosis WHO 1997, namun kelompok infeksi dengue simtomatik
dibagi menjadi undifferentiated fever, DD, DBD, dan expanded dengue
syndrome terdiri dari isolated organopathy dan unusual manifestation
(Gambar 3). Klasifikasi yang merupakan revisi edisi sebelumnya dimuat
dalam buku WHO “Comprehensive guidelines for prevention and control of
dengue and dengue haemorrhagic fever, revised and expanded edition” tahun

10
2011.

B. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Kasus demam berdarah terjadi karena perilaku hidup masyarakat yang


kurang memperhatikan kebersihan lingkungan. Demam Berdarah Dengue
(DBD) merupakan salah satu penyakit yang perlu diwaspadai karena dapat
menyebabkan kematian dan dapat terjadi karena lingkungan yang kurang
bersih. Berbagai upaya dilakukan untuk mencegah merebaknya wabah DBD.
Salah satu caranya adalah dengan melakukan PSN 3M Plus. (Kemenkes,
2018)

1. Menguras, merupakan kegiatan membersihkan/menguras tempat yang


sering menjadi penampungan air seperti bak mandi, kendi, toren air, drum

11
dan tempat penampungan air lainnya. Dinding bak maupun penampungan
air juga harus digosok untuk membersihkan dan membuang telur nyamuk
yang menempel erat pada dinding tersebut. Saat musim hujan maupun
pancaroba, kegiatan ini harus dilakukan setiap hari untuk memutus siklus
hidup nyamuk yang dapat bertahan di tempat kering selama 6 bulan.
2. Menutup, merupakan kegiatan menutup rapat tempat-tempat
penampungan air seperti bak mandi maupun drum. Menutup juga dapat
diartikan sebagai kegiatan mengubur barang bekas di dalam tanah agar
tidak membuat lingkungan semakin kotor dan dapat berpotensi menjadi
sarang nyamuk.
3. Memanfaatkan kembali limbah barang bekas yang bernilai ekonomis (daur
ulang), kita juga disarankan untuk memanfaatkan kembali atau mendaur
ulang barang-barang bekas yang berpotensi menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk demam berdarah.

Yang dimaksudkan Plus-nya adalah bentuk upaya pencegahan tambahan


seperti berikut:

 Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk


 Menggunakan obat anti nyamuk
 Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi
 Gotong Royong membersihkan lingkungan
 Periksa tempat-tempat penampungan air
 Meletakkan pakaian bekas pakai dalam wadah tertutup
 Memberikan larvasida pada penampungan air yang susah dikuras
 Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar
 Menanam tanaman pengusir nyamuk

Wabah DBD biasanya akan mulai meningkat saat pertengahan musim hujan, hal
ini disebabkan oleh semakin bertambahnya tempat-tempat perkembangbiakan
nyamuk karena meningkatnya curah hujan. Tidak heran jika hampir setiap
tahunnya, wabah DBD digolongkan dalam kejadian luar biasa (KLB). Masyarakat
diharapkan cukup berperan dalam hal ini. Oleh karena itu, langkah pencegahan
yang dapat dilakukan adalah upaya pencegahan DBD dengan 3M Plus.
(Kemenkes, 2021)

12
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Strategi pencarian Literature Review

1. Database
Informasi Literature review berasal dari beberapa macam
sumber seperti jurnal nasional maupun internasional yang
dilakukan seperti dengan menggunakan tiga database (Google
Scholar, Portal Garuda, dan PubMed) dan textbook atau
handbook yang bersangkutan mengenai hasil penelitian tentang
upaya pencegahan dan pengendalian demam berdarah dengue
(DBD).
2. Jumlah artikel
Jumlah artikel yang digunakan sebagai bahan literature
review berjumlah 8 jurnal (4 jurnal international dan 4 jurnal
nasional) dengan menggunakan jurnal 5 tahun terakhir,

Data Base Temuan Literature Terpilih


Google scholar 4.440 2
Pubmed 17.484 4
Portal Garuda 40 2

3. Kata Kunci
Pencarian artikel atau jurnal menggunakan keyword dan
boolean operator (AND, OR NOT or AND NOT) yang digunakan
untuk memperluas atau menspesifikasikan pencarian, sehingga
mempermudah peneliti dalam penentuan artikel atau jurnal yang

13
digunakan. Kata kunci yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu, “prevention” AND “disease control” AND “dengue
haemorrhagic fever”.

B. Kriteria Literature Review

Kriteria Inklusi Ekslusi


Population/ Jurnal international dan Jurnal international dan
problem nasional yang nasional yang tidak
berhubungan dengan dengan sebuah topik
sebuah topik penelitian penelitian yaitu upaya
yaitu upaya pencegahan pencegahan dan
dan pengendalian demam pengendalian demam
berdarah dengue (DBD). berdarah dengue (DBD).
Intervantion Melakukan review Tidak melakukan review
bagaimana upaya bagaimana upaya
pencegahan dan pencegahan dan
pengendalian demam pengendalian demam
berdarah dengue (DBD). berdarah dengue (DBD).

Comparation Tidak ada faktor Tidak ada faktor


pembanding pembanding

Outcome Terdapat upaya Terdapat upaya


pencegahan dan pencegahan dan
pengendalian demam pengendalian demam
berdarah dengue (DBD). berdarah dengue (DBD).
Study Case Control, Cross- Cohort study,
Design sectional, Descriptive , experimental study
Literature Review,
Kualitatif

14
Tahun Artikel dan jurnal yang Artikel dan jurnal yang
terbit terbit mulai Tahun 2017 terbit sebelum Tahun
2017
Bahasa Bahasa Inggris dan Selain Bahasa Inggris
Bahasa Indonesia dan Bahasa Indonesia

C. Tahapan Literature Review

Pencarian Literature
Hasil Pencarian (n= 1.740)
Basic Data : google scholar
(4.440), pubmed (17484), portal
garuda (40)

Hasil pencarian yang akan


Jurnal/artikel disaring atas dasar diproses Kembali (n=900)
judul, abstrak, kata kunci )
Hasil pencarian yang tidak
diproses Kembali (n=840)

Jurnal/artikel disaring kembali Hasil pencarian yang akan


atas dengan melihat keseluruhan diproses Kembali (n=20)
teks
Hasil pencarian yang tidak
diproses Kembali (n= 22)

Penyaringan daftar referensi dari


artikel/jurnal yang akan diproses Artikel atau jurnal yang relevan
5 tahun terakhir ( 2018-2022) dengan penelitian ini (n=7)

D. Alur Literature Review

Informasi Literature review berasal dari beberapa sumber yaitu


jurnal nasional dan jurnal internasional menggunakan tiga database
(Google Scholar, Portal Garuda, dan PubMed). Jumlah artikel yang

15
digunakan sebagai bahan literature review berjumlah 10 jurnal (5 jurnal
international dan 5 jurnal nasional) dengan menggunakan jurnal 5 tahun
terakhir. Pencarian artikel atau jurnal menggunakan keyword atau kata
kunci untuk memperluas atau menspesifikasikan pencarian, sehingga
mempermudah dalam penentuan artikel atau jurnal yang digunakan. Kata
kunci yang digunakan dalam Literature Review ini yaitu, “pencegahan”
AND “pengendalian” AND “demam berdara dengue”. Dari kata kunci
ini, ditemukan 370 jurnal maupun aritkel, Jurnal/artikel disaring kembali
atas dengan melihat keseluruhan teks yaitu 27 jurnal. Berdasarkan
Penyaringan daftar referensi dari artikel/jurnal yang akan diproses 5 tahun
terakhir ( 2017-2021) dan didapatkan 5 jurnal full text yang dijadikan
sebagai bahan literature review.

16
17
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Hasil Literature Review

Metode
No. Author Tahun Negara Judul (Desain, Sampel, Variable, Hasil Penelitian Database Link
Instrumen, Analisis)
1. Kurniawati, 2020 Indonesia Analisis 3m Plus D : Cross sectional Berdasarkan hasil penelitian Google DOI :
R.D. and (Bandung Sebagai Upaya S : Keluarga Desa terdapat Scholar https://doi.or
Ekawati, E. ) Pencegahan Margaasih hubungan antara kegiatan g/10.22435/
Penularan Kecamatan Margaasih menguras penampungan vk.v12i1.18
Demam Berdarah Kabupaten Bandung. air, kegiatan menutup 13
Dengue Di I : Lembar Checklist penampungan air, mendaur
Wilayah Observasi, dan wawancara ulang barang-barang bekas
Puskesmas V : 3M Plus, Pencegahan yang dapat menampung
Margaasih Penularan Demam air dan kebiasaan
Kabupaten Berdarah Dengue, menggantung baju dengan
Bandung Pemberantasan sarang kejadian DBD, akan tetapi
nyamuk, Riwayat tidak ada hubungan
Frekuensi Penyakit Infeksi, antara variabel pemasangan

17
Keluarga, Pengurasan Bak kawat dan pemakaian
Air kelambu saat tidur dengan
A : Analisis Chi-Square kejadian DBD.
2. Wulandhani, S., 2018 Indonesia Upaya D : Deskriptif Dari hasil penelitian yang Google DOI :
Purnamasari, Pencegahan dan S : Penderita DBD yang telah dilakukan maka dapat Scholar https://
A.B. and Pengendalian ditemukan di tiap disimpulkan bahwa doi.org/
Pratomo, R.H.S. Demam Berdarah puskesmas di Kecamatan pemetaan dapat 10.35580/
Dengue dalam Rappocini Makassar. memudahkan untuk bionature.v1
Bentuk Peta V : Penderita DBD, mengetahui sebaran penyakit 9i2.9724
Tematik di Frekuensi penyakit infeksi, DBD sehingga dapat
Kecamatan observasi puskesmas membantu dalam proses
Rappocini I : Lembar Observasi analisa dan pengambilan
A : Analisis Kualitatif keputusan terkait penyakit
berdasarkan wilayah
penyebarannya dan upaya
yang dapat dilakukan untuk
pencegahan dan
pengendalian. Diharapkan
adanya peningkatan

18
penyuluhan terkait dengan
penyakit DBD kepada
masyarakat agar dapat
mengurangi angka kejadian
DBD setiap tahunnya.
3. Haryanti, N., 2020 Indonesia Analisis D : Cross sectional Hasil penelitian didapat ada Portal DOI :
Fajar, N.A. and (Palemba Pengendalian S: semua keluarga yang hubungan yang bermakna Garuda https://doi.or
Windusari, Y. ng) Lingkungan mempunyai balita usia 0- antara kebiasaan keluarga g.10.35316/
Sebagai Upaya 59 bulan yang tinggal di menguras dan membersihkan oxitocin.v61
Pencegahan kota Palembang. tempat penampungan air/bak l.431
Demam Berdarah V : Pencegahan Penularan mandi, menghindari gigitan
Dengue Pada Demam Berdarah Dengue, nyamuk dan menghindari
Balita Di Kota Pemberantasan sarang menggantung pakaian dalam
Palembang nyamuk, Riwayat rumah dengan kejadian
Frekuensi Penyakit Infeksi, demam berdarah denguepada
Keluarga, Balita balita di Kota Palembang.
I : Kuesioner dan
wawancara
A : Analisis Chi-Square

19
4. Cakranegara, J, 2021 Indonesia Upaya D : Deskriptif Hasil penelitian Portal DOI :
J, S. Pencegahan Dan S : Sampe primer dan menunjukkan bahwa status Garuda https://
Pengendalian sekunder DBD yang telah ditetapkan doi.org/
Penyakit Demam V : Pencegahan Penularan sebagai Kejadian Luar Biasa 10.36424/
Berdarah Dengue Demam Berdarah Dengue, (KLB) pada 2004 jpsb.v7i2.27
Di Indonesia Pemberantasan sarang menyebabkan perhatian 4
(2004-2019) nyamuk, Riwayat pemerintah atas DBD makin
Frekuensi Penyakit Infeksi, besar. Pemerintah
Keluarga, Angka Bebas menetapkan kebijakan
Jentik kesehatan yang meliputi
I : Riset dan wawancara upaya pencegahan dan
A : Analisis deskriptif pengendalian dengan
melibatkan kolaborasi lintas
sektor. Meskipun demikian,
dampak atas upaya ini adalah
jumlah kasus DBD bergerak
secara fluktuatif selama lima
belas tahun, bahkan
meningkat tajam pada 2019.

20
5. Knerer G, 2020 Thailand The economic D : Literature Review Model pada penelitian Pubmed DOI :
Currie CSM, impact and cost- S : Strategi Vaksinasi menunjukkan bahwa 10.1371/
Brailsford SC effectiveness of Demam Dengue intervensi individu dapat journal.pntd.
combined vector- V : Efektivitas kontrol hemat biaya, tetapi 0008805
control and vektol terkombinasi, pengurangan epidemiologis
dengue strategi vaksinasi demam yang penting dan dampak
vaccination dengue ekonomi ditunjukkan ketika
strategies in I : Simulasi dengan intervensi digabungkan
Thailand: Results perhitungan. sebagai bagian dari
from a dynamic A : Analisis Deskriptif pendekatan terpadu untuk
transmission memerangi demam berdarah.
model Analisis skenario eksplorasi
menunjukkan potensi
dampak epidemiologis dan
hemat biaya dari Wolbachia
ketika digunakan dalam
skala nasional.
6. Jayawickreme,. 2021 Sri Lanka A study on D : Cross Sectional Kesadaran masyarakat Pubmed DOI :
et al. knowledge, S : Pasien Demam Dengue terhadap pencegahan DBD https://

21
attitudes V : pengetahuan, sikap dan relatif lebih baik 10.1186/
and practices praktik terhadap demam dibandingkan dengan s13104-019-
regarding dengue, pencegahan dan kesadaran terhadap DBD 4229-9.
dengue fever, its pengendalian pasie di kematian dan manajemen
prevention and rumah sakit tingkat 3 dengue. Yang diidentifikasi
management I : Kuesioner lemah intinya adalah
among dengue A : Analisis Deskriptif kesadaran pasien tentang
patients peran pasien dalam
presenting to a manajemen demam berdarah,
tertiary care dan mengidentifikasi tanda-
hospital tanda peringatan yang
in Sri Lanka membutuhkan rawat inap
segera yang menyebabkan
keterlambatan dalam
perawatan, yang merupakan
penyebab utama
meningkatnya angka
kematian. Terdapat pula was
korelasi antara mereka yang

22
memiliki pengetahuan yang
baik tentang beban demam
berdarah dan mereka yang
sadar akan kondisi pasien
berperan dalam penanganan
DBD. Ada pun juga
peningkatan tren kesadaran
di semua kategori, terutama
di kalangan orang dengan
tingkat pendidikan yang
lebih tinggi, dan kedewasaan
dengan usia, menunjukkan
bahwa pendidikan dan
kedewasaan itu penting
faktor untuk meningkatkan
kesadaran. Rencana tindakan
harus dilaksanakan dengan
penargetan meningkatkan
kesadaran masyarakat

23
tentang peran masyarakat
dan pasien dalam
pengelolaan DBD untuk
meningkatkan hasil
7. AhbiRami, R., 2020 Malaysia School-based D : Cross-Sectional Penelitian menjelaskan Pubmed DOI :
& Zuharah, W. health education S : Anak sekolah daerah upaya untuk meningkatkan 10.1371/
F. for dengue yang sering banjir dan perilaku mencuci tangan journal.pntd.
control in daerah yang tidak untuk ibu dan anak dengan 0008075
Kelantan, tergenang fokus pada akses ke air
Malaysia: Impact V : Edukasi Kesehatan, bersih. Banyaknya anak
on pengendalian penyakit, bertubuh pendek ditinjau
knowledge, dampak terhadap berdasarkan usianya maka
attitude and pengetahuan , sikap dan, intervensi lanjutan perlu
practice praktek upaya untuk meningkatkan
I : Kuisioner, Lembar Pre- gizi dan perilaku WASH
Post, Skala Likert (Water, Sanitation, and
A : Analisis univariat dan Hygiene) yang efektif
Bivariat dilakukan sejak dini.

24
B. Pembahasan

Berdasarkan tabel diatas menjelaskan bahwa menurut (Kurniawati


dan Ekawati, 2020) terdapat hubungan antara kebiasaan masyarakat seperti
menguras penampungan air, menutup penampungan air, mendaur ulang
barang-barang bekas yang dapat menampung air, dan kebiasan untuk tidak
menggantung baju terhadap kejadian demam berdarah dengue. Hasil
penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Haryati et al, 2020) yang memiliki hasil yaitu hubungan bermakna antara
kebiasaan keluarga menguras dan membersihkan bak atau penampungan
air, menghindari gigitan nyamuk, dan menghindari kegiatan menggantung
baju terhadap kejadian demam berdarah dengue. Oleh karena itu
persamaan dari kedua penelitian tersebut adalah meneliti variabel
kebiasaan-kebiasaan keluarga yang dapat menghindari gigitan nyamuk
seperti membersihkan dan menguras penampungan air, mendaur ulang
barang-barang yang dapat menampung air, dan menghindari kegiatan
menggantung baju.

Penelitian yang dilakukan oleh (Wulandhani et al, 2018)


menjelaskan bahwa pemetaan dapat memudahkan untuk mengetahui
sebaran penyakit DBD sehingga dapat membantu dalam proses analisa dan
pengambilan keputusan terkait penyakit berdasarkan wilayah
penyebarannya dan upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan dan
pengendalian. Diharapkan adanya peningkatan penyuluhan terkait dengan
penyakit DBD kepada masyarakat agar dapat mengurangi angka kejadian
DBD setiap tahunnya. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh (Cakranegara,
2021) menjelaskan bahwa pemetaan dan pendistribusian dari sebaran
kejadian demam berdarah dengue memiliki hubungan dengan tingkat
angka kejadian peristiwa tersebut oleh karena itu jika pemetaan dan
pendistribusian kejadian demam berdarah dengue diketahui maka fasilitas
kesehatan dan aparat daerah tersebut dapat melakukan upaya pencegahan

25
dan pengendalian demam berdarah dengue dengan cara melakukan
fogging, penyebaran serbuk abate, dan melakukan pembersihan

25
dan pengurasan pada tempat penampungan air. Persamaan dari kedua
penelitian ini adalah selain usaha dari masyarakat dalam mencegah
kejadian demam berdarah dengue fasilitas kesehatan dan instansi
kesehatan lain dapat melakukan pemetaan dari pendistribusian kejadian
demam berdarah dengue sehingga memudahkan untuk melakukan
tindakan pencegahan seperti melakukan fogging dan penyebaran serbuk
abate setelah melakukan tindakan tersebut dapat ditambahkan dengan
pemberian penyuluhan mengenai upaya pencegahan demam berdarah
dengue.

Penelitian yang dilakukan oleh (Jayawickreme et al, 2021)


menjelaskan bahwa tingkat kepedulian dan kesadaran masyarakat akan
kejadian demam berdarah dengue merupakan suatu faktor penting
terhadap peningkatan kejadian demam berdarah dengue, tingkat
kepedulian dan kesadaran yang rendah terhadap kejadian demam berdarah
dengue menyebabkan ketidaktahuan mengenai demam berdarah dengue
dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan
mengendalikan kejadian demam berdarah dengue.

Perbedaan dari setiap penelitian yang dibahas adalah topik yang


diangkat sebagai upaya dan pencegahan kejadian demam berdarah dengue
yaitu dari kebiasaan dan kegiatan yang dapat dilakukan di masyarakat,
peran-peran fasilitas kesehatan dan instansi kesehatan dalam mencegah
kejadian demam berdarah dengue, dan tingkat kesadaran masyarakat
terhadap kejadian demam berdarah dengue dan upaya-upaya untuk
mencegah dan mengendalikan kejadia demam berdarah dengue.

Berdasarkan hasil yang dipapatkan ada beberapa upaya pencegahan


dan pengendalian demam berdarah dengue (DBD) antara lain:
1. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
Salah satu program di dalam P2DBD (Pengendalian penyakit demam
berdarah dengue adalah PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk). Untuk

26
mendukung program tersebut, pemerintah telah memperkenalkan sebuah
metode komunikasi atau penyampaian informasi yang menitikberatkan

26
perubahan perilaku berlandaskan kearifan sosial budaya setempat, yaitu
metode Communication for Behavioral Impact (COMBI) atau Komunikasi
Perubahan Perilaku (KPP). Metode ini telah diperkenalkan oleh WHO
pada 2004 dan diterapkan di sejumlah kota di Indonesia, seperti Jakarta,
Padang, Yogyakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya. Hal demikian
merupakan salah satu kegiatan yang diprioritaskan dalam kerangka
program P2DBD di Indonesia. (Cakranegara, 2021)
Menurut hasil penelitian oleh Pradana pada tahun 2017 menyatakan bahwa
Program PSN cukup efektif dalam upaya pencegahan DBD. Angka
kematian (mortalitas) DBD mengalami penurunan. Untuk pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, dan nilai-nilai dimasyarakat tentang
program PSN sudah cukup baik, walaupun ada beberapa masyarakat yang
masih bersikap kurang baik. Sarana dan prasarana kesehatan sudah cukup
memadai untuk mendorong pelaksanaan Program PSN. Sikap dan perilaku
tokoh agama dan tokoh masyarakat maupun petugas kesehatan sudah
cukup bagus. Kebijakan Pemkab Klaten dalam mendorong Program PSN
yaitu dengan menerbitkan Perda Nomor 3 Tahun 2010 dan Perbup Nomor
5 Tahun 2013 akan tetapi dalam pelaksanaannya masih belum optimal.
(Pradana, 2017)
2. Communication for behavioral impact (COMBI)
Metode ini didefinisikan sebagai proses penggerakan dan pemberdayaan
dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat melalui komunikasi
sesuaisituasi sosial budaya setempat yang mampu memengaruhi
lingkungan. Peserta yang terlibat adalah petugas dinas kesehatan (dinkes)
di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Mereka diberikan pembekalan
tentang peran serta masyarakat yang menjadi kunci dari pengendalian
bahaya nyamuk, di samping berbagai upaya pengendalian vektor nyamuk.
Pada dasarnya, metode ini merupakan pendidikan dan pelatihan dengan
tujuan menciptakan perubahan perilaku masyarakat. Para peserta
sosialisasi diharapkan mampu mengadvokasi masyarakat untuk turut serta
dalam merumuskan dan mencari pemecahan masalah serta

27
melaksanakannya sehingga pemberdayaan PSN di tengah masyarakat
dapat tercapai secara optimal. (Wulandhani, 2018)
3. Pemantauan Jentik Nyamuk
Berdasarkan jurnal oleh Cakranegara pada tahun 2021 mengantakan
bahwa, selain melalui metode COMBI, upaya lain untuk menguatkan
gerakan PSN adalah kaderisasi Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Di Kota
Denpasar, misalnya, hal ini didorong melalui program “Gema Petik”
(Gerakan Mandiri Pemantau Jentik). Melalui gerakan ini, setiap tempat
tinggal atau lingkungan memiliki jumantik mandiri sebagai kader
penggerak PSN. Gerakan ini serupa dengan G1R1J (Gerakan Satu Rumah
Satu Jumantik) yang digencarkan secara nasional. (Nasifah, 2021)
4. Vaksin Dengue
Dengan tingginya jumlah kasus demam berdarah di seluruh dunia,
pengembangan vaksin memiliki potensi besar dalam pengendalian
penyakit, khususnya dalam melindungi anak dari infeksi. Dengue memiliki
4 serotipe yang berbeda; setelah sembuh dari satu serotipe individu yang
terinfeksi memiliki kekebalan jangka panjang terhadap infeksi berikutnya
dengan serotipe DENV yang serupa. Namun, infeksi DENV berikutnya
dengan serotipe yang berbeda terkait dengan antibodi-dependen
peningkatan (ADE) yang merupakan faktor yang berkontribusi terhadap
DBD manifestasi.84,85 Oleh karena itu, pengembangan vaksin harus
menginduksi kekebalan dan perlindungan jangka panjang terhadap
keempat serotipe DENV secara bersamaan. Vaksin yang ideal untuk
demam berdarah harus diberikan sebagai: dosis tunggal, memberikan
perlindungan untuk melawan keempat rotipe DENV, menampilkan
perlindungan jangka panjang dan tidak memiliki sisi effects.86e88 Saat
ini, hanya ada satu vaksin disetujui untuk pencegahan demam berdarah
yang digunakan di endemik populasi. Vaksin ini adalah tetravalen
rekombinan, vaksin virus dengue demam kuning yang dilemahkan secara
hidup dikenal sebagai Dengvaxia (CYD-TDV) yang dikembangkan oleh
Sanofi Pasteur.87,89e91 CYD-TDV terdiri dari serotipe virus vaksin CYD

28
yang dilemahkan yang mengekspresikan gen struktural yang mengkode
protein membran dan protein envelope masing-masing dari empat serotipe
dengue dan demam kuning yang dilemahkan (YF) strain virus 17D genetik
backbone.91e94 Strain yang digunakan dalam CYD-TDV secara genetik
dan secara fenotip stabil, non-hepatotropik dan kurang neurovirulen
dibandingkan galur yang digunakan dalam YFV 17D. Vaksin hidup yang
dilemahkan seperti CYD-TDV memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan vaksin dengue prospektif lainnya: vaksin hidup yang
dilemahkan bertindak sebagai agen replikasi RNA, menginduksi respon
imun humoral dan seluler; rejimen vaksinasi dosis tunggal dapat
menginduksi respon imun; dan vaksin dapat diproduksi dengan biaya yang
relatif rendah.95 In Selain itu, CYD-TDV telah terbukti menginduksi
stimulasi sel dendritik manusia dan sistem kekebalan lainnya tanggapan.92
Namun, tingkat efisiensi bervariasi menurut usia, dan serotipe, dan anti-
sera dua kali lebih tinggi dalam anak-anak yang memiliki paparan dengue
sebelumnya pada saat vaksinasi dibandingkan dengan mereka yang tidak
memiliki paparan sebelumnya. (Knerer, 2020)
5. Pengendalian secara biologis
Pengendalian jentik secara biologi yaitu dengan pemeliharaan ikan
pemakan jentik ataupun tanaman. Pemanfaatan ikan sebagai predator
alami larva nyamuk adalah salah satu cara pengendalian secara biologi
yang mudah untuk dilakukan oleh masyarakat. Ikan pemakan jentik dapat
diterapkan di tempat penampungan air warga tanpa dilakukan pengurasan.
Pengendalian biologi dengan pemanfaatan ikan pemakan jentik di tempat
penampungan air relatif aman, karena tidak mengandung bahan kimia
yang berbahaya bagi kesehatan sehingga dapat dijadikan salah satu pilihan
alternatif dalam pemberantasan vektor penyakit DBD. Ikan Guppy
(Poecilia reticulata), Ikan Cupang (Betta splendens), Ikan Cere (Gambusia
affnis), Ikan Nila (Oreochromis niloticus), dan Ikan Mas (Cyprinus carpio)
merupakan ikan yang dapat memakan jentik nyamuk. (Kemenkes, 2021)

29
Berdasarkan penelitian oleh Marcelly pada tahun 2021 menyatakan bahwa
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
efektivitas antara 2 kelompok penelitian tersebut. Intervensi yang paling
efektif dalam menurunkan jumlah jentik nyamuk adalah pemberian ikan
cupang (Betta splendens) dengan nilai mean untuk kelompok eksperimen
menunjukan rata-rata sebesar 0,00 (92,89%) dan kelompok kontrol
menunjukan rata-rata sebesar 83,65 (8,6%), hal ini menandakan bahwa
penurunan jumlah jentik nyamuk lebih banyak setelah diberi eksperimen
ikan cupang (Betta splendens) dengan nilai significancy sebesar 0,000 (ɑ).
(Pangesti, 2021)
6. Pengendalian Kimiawi
Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara yang paling utama
untuk memberantas penyakit DBD, hal ini dilakukan karena vaksin untuk
mencegah dan obat untuk membasmi virus DBD belum tersedia.
Pemberantasan ini dilakukan dengan memberantas nyamuk dewasa
ataupun jentiknya. Pengendalian yang paling sering dilakukan saat ini
adalah pengendalian secara kimiawi, karena dianggap bekerja lebih efektif
dan hasilnya cepat terlihat dibandingkan pengendalian secara biologis.
Pengendalian yang dilakukan adalah dengan membunuh larva dari vektor
untuk memutus rantai penularannya dengan menggunakan abate
(temephos). Abate (temephos) merupakan salah satu golongan dari
pestisida yang digunakan untuk membunuh serangga pada stadium larva.
Abate (temephos) yang digunakan biasanya berbentuk butiran pasir (sand
granules) yang kemudian ditaburkan di tempat penampungan air dengan
dosis 1 ppm atau 1 gram untuk 10 liter air. Penggunaan abate (temephos)
di Indonesia sudah sejak tahun 1976. Empat tahun kemudian yakni tahun
1980, abate (temephos) ditetapkan sebagai bagian dari program
pemberantasan massal Aedes aegypti di Indonesia. Bisa dikatakan abate
(temephos) sudah digunakan lebih dari 30 tahun. Selain itu salah satu hal
penting yang harus dicermati adalah munculnya resistensi dari berbagai
macam spesies nyamuk yang menjadi vektor penyakit. Bukan tidak

30
mungkin, penggunaan abate (temephos) yang bisa dikatakan lebih dari 30
tahun di Indonesia menimbulkan resistensi. Laporan resistensi larva Aedes
aegypti terhadap abate (temephos) sudah ditemukan di beberapa negara
seperti Brazil, Bolivia, Argentina, Kuba, Karibia, dan Thailand (Felix,
2008). Selain itu juga telah dilaporkan resistensi larva Aedes aegypti
terhadap abate (temephos) di Surabaya. (Nasifah 2021)

C. Keterbatasan

Keterbatasan dari literature review ini hanya dapat


menggambarkan upaya pencegahan dan pengendalian demam berdarah
dengue dengan menggunakan data sekunder saja, artikel yang didapatkan
hanya menggunakan Bahasa Indonesia dan Inggris, database pencarian
yang digunakan hanya Google Scholar, Portal Garuda, dan Pubmed.
Kelebihan dari review ini diantaranya belum banyak ditemukan literature
review mengenai upaya pencegahan dan pengendalian demam berdarah
dengue khususnya Indonesia.

31
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil literature review dari 7 jurnal penelitian dapat disimpulkan bahwa


upaya pencegahan dan mengendalikan demam berdarah dengue adalah
Pemberantasan sarang nyamuk (PSN), Communication for behavioral impact
(COMBI), Pemantauan jentik nyamuk, Vaksin Dengue, Pengendalian secara
biologis, dan Pengendalian secara Kimiawi.

B. Saran

1. Bagi Pelayanan Kesehatan


Berdasarkan pembahasan diatas bahwa Pemberantasan sarang nyamuk
dengan cara pengurasan air, pemantauan jentik nyamuk masih kurang
dalam kesadaran masyarakat maka perlu sosialisasi lebih mengenai topik
tersebut
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan hasil dari literature review ini dapat menjadi sumber data dan
referensi dalam mengarahkan eksplorasi upaya pencegahan dan
pengendalian demam berdarah dengue.

32
DAFTAR PUSTAKA

AhbiRami, R., & Zuharah, W. F. (2020). School-based health education for


dengue control in Kelantan, Malaysia: Impact on knowledge, attitude and
practice. PLoS neglected tropical diseases, 14(3), e0008075.
https://doi.org/10.1371/journal.pntd.0008075
Cakranegara JJS. Upaya Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Demam
Berdarah Dengue Di Indonesia (2004-2019). J Penelit Sej Dan Budaya
[Internet]. 2021;(Vol 7, No 2 (2021)):281–311. Available from:
http://jurnalbpnbsumbar.kemdikbud.go.id/index.php/penelitian/article/view/
274/pdf
Ennaji, M.M. ed., 2019. Emerging and Reemerging Viral Pathogens: Volume 2: Applied
Virology Approaches Related to Human, Animal and Environmental Pathogens.
Academic Press. w

Harapan H, Michie A, Mudatsir M, Sasmono RT, Imrie A. Epidemiology of


dengue hemorrhagic fever in Indonesia: analysis of five decades data from the
National Disease Surveillance. BMC Res Notes [Internet]. 2019;12(1):350.
Available from: https://doi.org/10.1186/s13104-019-4379-9

Haryanti, N., Fajar, N.A. and Windusari, Y., 2020. Analisis Pengendalian
Lingkungan Sebagai Upaya Pencegahan Demam Berdarah Dengue Pada
Balita di Kota Palembang. Jurnal'Aisyiyah Medika, 5(2).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2021. Modul Pengendalian Demam
Berdarah Dengue. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018.. InfoDatin Demam Berdarah
di Indonesia Tahun 2017. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta
Kurniawati, R.D. and Ekawati, E., 2020. Analisis 3M Plus Sebagai Upaya
Pencegahan Penularan Demam Berdarah Dengue Di Wilayah Puskesmas
Margaasih Kabupaten Bandung. Vektora: Jurnal Vektor Dan Reservoir
Penyakit, 12(1), pp.1-10.
Jayawickreme, K. P., Jayaweera, D. K., Weerasinghe, S., Warapitiya, D., &
Subasinghe, S. (2021). A study on knowledge, attitudes and practices
regarding dengue fever, its prevention and management among dengue
patients presenting to a tertiary care hospital in Sri Lanka. BMC infectious
diseases, 21(1), 981. https://doi.org/10.1186/s12879-021-06685-5

v
Murugesan A, Manoharan M. Chapter 16 - Dengue Virus. In: Ennaji MMBT-E
and RVP, editor. Academic Press; 2020. p. 281–359. Available from:
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B9780128194003000168
Nasifah, S.L. and Sukendra, D.M., 2021. Kondisi Lingkungan dan Perilaku
dengan Kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu.
Indonesian Journal of Public Health and Nutrition, 1(1), pp.62-72.
Pangesti, D. M., 2021. Efektifitas Pemberian Ikan Cupang (Betta Splendens)
Dalam Menurunkan Jumlah Jentik Sebagai Upaya Pencegahan Dbd Di Desa
Talok Kecamatan Turen. Health Care Media, 5(2), pp.77-87.
Pradana, R.C., 2017. Efektivitas Program Pemberantasan Sarang Nyamuk, Peran Faktor
Predisposisi, Pemungkin Dan Penguat Serta Juru Pemantau Jentik Dalam
Pengendalian Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Kabupaten
Klaten (Doctoral dissertation, UNS (Sebelas Maret University)).

Wang W-H, Urbina AN, Chang MR, Assavalapsakul W, Lu P-L, Chen Y-H, et al.
Dengue hemorrhagic fever – A systemic literature review of current
perspectives on pathogenesis, prevention and control. J Microbiol Immunol
Infect [Internet]. 2020;53(6):963–78. Available from:
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1684118220300670
Wulandhani, S., Purnamasari, A.B. and Pratomo, R.H.S., 2018. Upaya
Pencegahan dan Pengendalian Demam Berdarah Dengue dalam Bentuk Peta
Tematik di Kecamatan Rappocini. bionature, 19(2).

vi
LAMPIRAN

Google Scholar

PubMed

vii
Portal Garuda

viii

Anda mungkin juga menyukai