September 2021
DISUSUN OLEH:
NAMA : AMNAH ATHIRAH BASIR
STAMBUK : N101 18 127
KELOMPOK : 6 (Enam)
1
LEARNING OBJECTIVE SKENARIO 1: REGULASI NAPZA
Menyebabkan ketergantungan.
Hilang ingatan sementara.
Distorsi waktu dan ruang.
Dehidrasi.
Euforia / amat menyenangkan.
Daya menilai menjadi kehilangan kendali dan keseimbangan
2
Perubahan emosi/perasaan (tertawa terbahak-bahak, kemudian
mendadak berubah menjadi ketakutan. Hal ini karena efek THC di
otak.
Dengan dosis tinggi, perasaan tidak tenang, ketakutan dan
halusinasi.
Apatis, depresi.
Kecemasan yang berlebihan, rasa panic.
Keseimbangan dan koordinasi tubuh yang buruk.
Heroin
Ketergantungan
Badan kurus, pucat, kurang gizi
Impotensi
Infertilitas pada wanita
Pemakaian dengan alat suntik dapat menyebabkan HIV/AIDS,
hepatitis B dan C.
Sakaw terjadi bila si pecandu putus menggunakan putaw.
3
Kokain
Shabu
4
Perilaku menjurus pada kekerasan.
Berat badan menyusut, impoten, halusinasi (seolah-olah mendengar
atau melihat sesuatu), paranoid (curiga berlebihan).
Kerusakan pembuluh darah otak yang dapat berlanjut menjadi
stroke (pecahnya pembuluh darah otak).
Ecstasy
Inhalants
5
INHALANSIA adalah zat yang mudah menguap/solvent.
Contoh : lem aica aibon, soulvent.
Pengaruh Jangka Pendek:
Lebih berani, rasa malu berkurang.
Pusing, mengantuk, gembira.
Sakit kepala, diare, gejala seperti flu.
Hidung berdarah, perih sekitar mulut dan hidung.
Perilaku tidak tenang.
Pengaruh Jangka Panjang :
Kerusakan otak dan organ penting lainnya.
Morfin
6
Sumber:
7
2,18 persen, pada tahun 2017 pada angka 1,77 persen dan pada tahun 2019
pada angka 1,80 persen. Disamping itu, menurut Data Angka Prevalensi
Nasional tahun 2019 terhadap orang yang pernah memakai narkotika menjadi
berhenti menggunakan dan tidak mengkonsumsi narkotika kembali, terjadi
penurunan sekitar 0,6 persen dari jumlah 4,53 juta jiwa (2,40 persen) menjadi
3,41 juta jiwa (1,80 persen), sehingga hampir sekitar satu juta jiwa penduduk
Indonesia berhasil diselamatkan dari pengaruh narkotika.
Interpretasi dari beberapa penjabaran data secara global maupun
nasional tersebut dapat dilihat bahwasanya penyalahgunaan narkoba ini
adalah masalah yang mengalami peningkatan yang cukup siginifikan bahkan
hingga menyebabkan kematian. Terlebih lagi, ditinjau menurut kelompok
usia pecandunya tidak hanya terfokus pada satu kelompok usia saja.
Melainkan dari usia anak hingga lansia dapat menjadi pecandunya. Hal ini
juga berbanding lurus dengan pengkategorian berdasarkan pekerjaan, bahwa
pecandu juga berasal dari kategori pekerja, pelajar hingga kategori lainnya
yang terdapat di dalam populasi. Serta kasus tertinggi berdasarkan jenis
kelamin didominasi oleh laki-laki. Namun demikian, di Provinsi Kalimantan
Timur pada tahun 2020 mengalami penurunan kasus yang ditandai dengan
menurunnya peringkat kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Pada
2018 peringkat kasus penyalahgunaan narkoba Provinsi Kalimantan Timur
menduduki posisi empat besar. Tetapi dapat menurun secara signifikan ke
posisi 23 dari 34 provinsi pada tahun 2020 (Humas Pemprov Kaltim, 2020).
Provinsi dengan angka prevalensi terbesar keempat, berdasarkan
Survei Penyalahgunaan Narkoba tahun 2019 ini, ditempati oleh Sulawesi
Tengah, dengan angka prevalensi pernah memakai narkoba sekitar 3,30%
atau setara dengan jumlah penduduk sebanyak 61.857 jiwa. Sementara itu,
angka prevalensi penyalahgunaan narkoba dalam satu tahun terakhir di
Provinsi Sulawesi Tengah ini mencapai 2,8%, atau setara dengan jumlah
penduduk sekitar 52.341 jiwa. Dengan demikian, jumlah penduduk Sulawesi
Tengah yang pernah memakai narkoba namun tidak lagi memakainya dalam
satu tahun terakhir hanya berkurang sekitar 15% saja. Berdasarkan angka
8
prevalensi, baik pernah pakai maupun mereka yang memakai dalam satu
tahun terakhir, kontribusinya pada pembentukan angka prevalensi pernah
pakai secara nasional sebesar 0,64%, dan kontribusi prevalensi pemakaian
narkoba dalam satu tahun terakhir secara nasional mencapai 0,53%.
Angka prevalensi itu signifikan dengan tingkat peredaran narkoba di
Sulawesi Tengah, seiring dengan banyaknya kasus yang diungkap, termasuk
banyaknya jumlah pengedar di wilayah itu. Berdasarkan data BNNP Sulawesi
Tengah, sepanjang tahun 2018, kasus penyalahgunaan narkoba yang berhasil
diungkap mencapai 37 kasus dengan jumlah tersangka sebanyak 67 orang
orang, dan barang bukti yang disita sebanyak 1.162,36532 gram shabu, dan
2.639,7865 gram ganja. Pada tahun 2019 sampai dengan bulan Juli, BNNP
Sulawesi Tengah dan jajarannya telah berhasil mengungkap kasus narkoba
sebanyak 27 kasus yang melibatkan 43 orang tersangka (37 orang pria dan 6
orang wanita). Salah satu wilayah yang ditengarai menjadi pusat peredaran
narkoba di Sulawesi Tengah yaitu Kecamatan Tatanga di Kota Palu. Hal itu
didasarkan berbagai pengungkapan kasus yang berhasil dilakukan oleh BNNP
Sulawesi Tengah.
Sumber:
Azmiardi, A. 2021. Standar Pelayanan Minimal Rehabilitasi Napza di
Indonesia Minimum Service Standard of Drugs Rehabilitation in
Indonesia. Jurnal ilmu kesehatan masyarakat berkala. Vol 3(1).
Diakses pada 22 September 2021. Diakses dari
<http://journal.univetbantara.ac.id>
9
3. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan apa yang dapat dilakukan
dokter sebagai dasar penegakan diagnosis.
Jawab:
Pemeriksaan Fisik :
- Adanya bekas suntikan sepanjang vena di lengan, kaki bahkan pada
tempat-tempat tersembunyi misalnya dorsum penis.
- Pemeriksaan fisik terutama ditujukan untuk menemukan gejala
intoksikasi/ioverdosis/putus zat dan komplikasi medik seperti Hepatitis,
Endokarditis, Bronkoneumonia, HIV/AIDS dan lain-lain.
- Perhatikan terutama : penurunan kesadaran, pernafasan, tensi, nadi,
pupil, cara jalan, sklera ikterik, conjunctiva anemis, perforasi septum
nasi, caries gigi, aritmia jantung, edema paru, pembesaran hepar dan
lain-lain.
- Penyalahguna narkotika umumnya mempunyai kebersihan mulut yang
jelek, ditandai dengan adanya serostomia, karies rampan (meth mouth),
erosi pada permukaan email, bruxism, dan sering mengalami trismus.
Pemeriksaan Psikiatrik :
- Derajat kesadaran
10
- Daya nilai realitas
- Gangguan emosional (cemas, gelisah, marah, emosi labil, sedih, depresi,
euforia)
- Gangguan pada proses pikir (waham, curiga, paranoid, halusinasi)
- Gangguan pada psikomotor (hipperaktif/ hipoaktif, agresif gangguan
pola tidur, sikap manipulatif dan lain-lain).
Pemeriksaan Penunjang :
- Analisis Urin
- Analisis Darah
- Analisis Rambut
- Analisis Kuku
- EKG
- Foto Thoraks
- Pemeriksaan lain (HbsAg, HIV, SGPO/SGOT, Evaluasi Psikologik)
Adapun ciri-ciri yang mudah diketahui pada pecandu narkoba adalah sebagai
berikut:
a. Pecandu daun ganja Pecandu ganja memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
cenderung lesu, mata merah, kelopak mata mengantuk terus, doyan makan
karena perut terasa lapar terus dan suka tertawa jika terlibat pembicaraan
lucu.
b. Pecandu Putauw Pecandu Putaw memiliki ciri-ciri sebagai berikut: sering
menyendiri ditempat gelap sambil mendengarkan musik, malas mandi
karena kondisi badan kedinginan, badan kurus, layu serta selalu apatis
terhadap lawan jenis.
c. Pecandu inex atau ekstasi Pecandu inex atau ekstasi memiliki ciri-ciri
sebagai berikut: suka keluar rumah, selalu riang jika mendengar musik
house, wajah terlihat lelah, bibir suka pecah-pecah dan badan suka
keringatan, sering minder setelah pengaruh inex hilang.
11
d. Pecandu sabu-sabu Pecandu sabu-sabu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
gampang gelisah dan serba salah melakukan apa saja, jarang mau menatap
mata jika diajak bicara, mata sering jelalatan, karaktrernya dominan curiga,
apalagi pada orang yang baru dikenal, badan berkeringat meski berada
diruang ber-AC, suka marah dan sensitif.
Sumber:
Auliasari, K., Bastian., Fardani, B., Zulkifli., Ifandi. 2017. Ekstraksi Ciri
Tekstur Wajah Pengguna Narkotika Menggunakan Metode Gray Level
Co-Occurance Matrix. Teknomatika. Vol. 10(1). Diakses pada 22
September 2021. Diakses dari <http://eprints.itn.ac.id>
Sandi, A., and Abrori. 2016. Narkoba Dari Tapal Batas Negara. Bandung :
Mujahidin Press Bandung
12
keadaan dirinya dan melewati masa krisis (sakaw) dengan waktu 4-7 hari
sampai keadaan pecandu dinilai sudah dapat mengikuti program.
Detoksifikasi dilakukan sesuai dengan hasil pemeriksaan zat narkoba
yang ditemukan pada pecandu.
Intoksikasi opioida
Beri naloxone HC 10,4 mg IV, IM, atau SC dapat pula diulang setelah 2-
3 menit sampai 2-3 kali.
Intoksikasi kanabis (ganja)
Ajak bicara untuk menenangkan pasien, bila perlu beri diazepam 10-30
mg oral atau parenteral.
Intoksikasi kokan dan amfetamin
Beri diazepam 10-30 mg oral atau parenteral/ kloridazepoksid 10-25 mg
oral/ clobazam 3x1 10 mg. Dapat diulang setelah 30 menit – 60 menit.
Untuk mengatasi palpitasi beri propanolol 3x1 10-40 mg oral
Intoksikasi alkohol
Mandi air dingin bergantian air hangat, minum kopi kental, aktivitas fisik
(sit up dan push up), bila belum lama diminum bisa disuruh muntahkan.
Intoksikasi sedatif-hipnotif
Melonggarkan pakaian, membersihkan lendir pada saluran nafas, beri
oksigen dan infus garam fisiologis.
Setelah proses detoksifikasi berhasil dilakukan maka program
rehabilitasi dapat dilaksanakan sesuai dengan program instalasi rehabilitasi
NAPZA di masing-masing rumah sakit yang pada umumnya terdiri dari:
terapi psikologi, terapi religi, terapi sosial, dan terapi keluarga yang
dilaksanakan selama 6 bulan.
Sumber:
Azhari. 2018. Pendekatan-Pendekatan Terapi dalam Penanganan Residen
NAPZA. Jurnal Medis Sunan Kalijaga. Vol. 3(2). Diakses pada 22
September 2021. Diakses dari <http://jurnal.fk.sunankalijagayogya
karta.ac.id>
13