Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

Benign Prostatic Hyperplasia

Oleh:
Nita Nopiani, dr.

Dokter Pendamping:
Widiyana, dr

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


KABUPATEN INDRAMAYU
2017

1
Identitas pasien
Nama : Tn. D
Umur : 72 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal masuk : 29 April 2017
Alamat : Karangsong Indramayu
Anamnesis
Keluhan Utama : Sulit untuk mengeluarkan kencing
Riwayat Penyakit Sekarang
 Sejak 3 hari sebelum MRS, pasien mengeluh sulit mengeluarkan kencing
(masih mengejan untuk kencing), terasa nyeri dan panas saat kencing,
kencing tidak disertai dengan darah, dan keluar hanya menetes saja.
Sekarang pasien kesakitan di perut bagian bawah.
 Sejak 1 tahun yang lalu pasien sudah mulai ada keluhan nyeri saat kencing
yang tidak disertai dengan darah.
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat darah tinggi (-)
 Riwayat kencing manis (-)
 Riwayat asma atau alergi (-)
 Riwayat minum obat lama (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada kelurga pasien yang menderita seperti ini, maupun penyakit tumor dan
kanker
Riwayat Pengobatan :
Pasien pernah berobat 1 tahun lalu sebanyak 1 kali dan tidak pernah kontrol
kembali.
Riwayat kebiasaan : pasien memiliki kebiasaan merokok, namun 1 tahun ini
berhenti merokok.

Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : baik

2
2. Kesadaran : Komposmentis
3. Vital Sign :
TD : 140/70 mmHg Nadi : 80x/menit
S : 370c RR : 24x/menit
4. Kepala :
Conjunctiva anemis ( - / - ), sklera ikterik ( - / - ), katarak ( + / + imatur )
5. Leher :
lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-),
deviasi trakea (-), tortikolis (-)

6. Toraks :
bentuk normal, simetris, pernafasan thoracoabdominal, retraksi sela iga (-)
spidernevi (-), sela iga melebar (-), massa (-),kelainan kulit (-), nyeri (-)

Cor:
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : tidak ada pembesaran jantung
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, bising (-) Suara tambahan
jantung (-)
Pulmo :
Inspeksi : bentuk normal, simetris
Palpasi : vocal fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler
wheezing -/- ronki -/-

1. Abdomen :
Inspeksi : datar, venektasi (-), massa (-), bekas jahitan (-)

Palpasi : supel, nyeri suprapubic (+), blast penuh (+)


hepar dan lien tdk teraba, turgor baik, asites (-)

3
Perkusi : timpani, dul suprapubic (+)

Auskultasi : peristaltik (+) normal

2. Ekstremitas : palmar eritem (-), odem (-), akral dingin (-)

Pemeriksaan colok dubur : didapatkan tonus sfingter ani kuat, terdapat


benjolan pada arah jam 12 dengan pembesaran dari arah jam 1 dan jam
11 , uninoduler, konsistensi prostat kenyal padat, lobus kanan kiri simetris.

Diagonis
Retensio Urin ec Benign Prostatic Hyperplasia

Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
1. Asam mefenamat 3x500 mg
2. Cefadroxil 2x500 mg
2. Non Medikamentosa :
1. Pemasangan kateter urin
2. Rencana TURP (Kontrol poli Bedah)

PEMBAHASAN

1. Anatomi Kelenjar Prostat

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk

4
seperti pyramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang
mengelilingi uretra pars prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini
menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin
keluar dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria;
tebalnya ± 2 cm dan panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat 20
gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian
posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.5

Gambar 1. Anatomi Prostat

Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar


yang mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah.
Saluran ini bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar
ini terbenam dalam stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang
dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa
padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada
stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam
bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya
mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat
berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari
silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan
kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan
butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli
biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil.

5
Gambar 2. Anatomi Kelenjar Prostat Potongan Longitudinal

Batas-batas prostat 5
a. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica
urinaria, otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang
lain.
b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma
urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan
anterior.
c. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,
dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada
cavum retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan
dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica.
Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan
kondensasi vascia pelvis.
d. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan
permukaan anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum
retovesicalis (vascia Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin
oleh fusi dinding ujung bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang
semula menyebar ke bawah menuju corpus perinealis.
e. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m.
levator ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus
ejaculatorius menembus bagian atas permukaan prostat untuk bermuara
6
pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus
prostaticus.

Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus : 3


a. Lobus medius
b. Lobus lateralis (2 lobus)
c. Lobus anterior
d. Lobus posterior

5 zona pada kelenjar prostat: 3


a. Zona Anterior atau Ventral .
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar
prostat.Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal
karsinoma terbanyak.
c. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.

Gambar 3. Posisi Zona Perifer dan Transisional

d. Zona Transisional.

7
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai
kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang
lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior
menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH).
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.
Aliran darah prostat
Merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis
inferior dan arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam
kapsula dan stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang
baik dalam lamina propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan
bermuara ke pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke
vena iliaca interna. Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma dan
mengikuti pembuluh darah dan mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama
dicurahkan ke nodus iliaka interna dan nodus sakralis. Persarafan prostat
berasal dari pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus
prostatikus. Prostat mendapat persarafan terutama dari serabut saraf tidak
bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion otonom yang terletak di
kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama simpatis, tampak
mempersarafi sel- sel otot polos di stroma dan kapsula sama seperti dinding
pembuluh darah. 3

2. Fisiologi Kelenjar Prostat

Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama


sekret dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen.
Semen berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu
dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase
asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi
melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan
plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan

8
vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah
pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian
Stilbestrol.3

3. Definisi Hiperplasia Prostat Jinak


BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak yang
hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut.4

Gambar 4. Normal Prostat dan Prostat yang membesar

4. Etiologi hiperplasia Prostat Jinak


Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab
terjadinya hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis
yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah : (1)
Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-
testosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4)
Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5) Teori Stem sel.5

Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat
penting pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron
di dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim
NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA)
membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis
protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak
jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,
aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada

9
BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga
replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal. 5

Ketidakseimbangan antara estrogen –testosterone


Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan
kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen :
testosterone relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam
prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan
cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan hormon
androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah
kematian sel- sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini
adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan
testosterone menurun, tetapi sel – sel prostat yang telah ada mempunyai umur
yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. 5

Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu
mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel- sel stroma mendapatkan
stimulasi dari DHT dan estradiol, sel- sel stroma mensintesis suatu growth
factor yang selanjutnya mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri secara
intrakin dan autokrin, serta mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin.
Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel- sel epitel maupun
stroma. 5

5. Faktor Predisposisi Hiperplasia Prostat Jinak


Pada usia 40an, seorang pria mempunyai kemungkinan terkena BPH
sebesar 25%. Menginjak usia 60-70 tahun, kemungkinannya menjadi 50%.
Dan pada usia diatas 70 tahun, akan menjadi 90%.4

10
6. Patofisiologi Hiperplasia Prostat Jinak
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional,
sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
Pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di
dalam sel- sel kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif
dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5α reduktase.
Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-
sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu
pertumbuhan kelenjar prostat. 5
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika
dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi
lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini
menyebabkan perubahan anatomik buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor,
trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli- buli. Perubahan
struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala prostatimus. 5
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter
ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi
refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal
ginjal. 5

Hiperplasia Prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesika meningkat

Buli-buli: Ginjal dan ureter:
 Hipertrofi otot detrusor Refluks VU
 Trabekulasi Hidroureter
 Selula Hidronefrosis

11
 Divertikel buli-buli Gagal ginjal

Bagan1. Pengaruh Hiperplasia prostat Pada Saluran Kemih

Hidronefrosis

Hidroureter

Hipertofi otot detrusor


Gambar 5. Penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih
Benigna prostat hiperplasi

7. Gambaran klinis
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) 5
Obstruksi Iritasi
 Hesitansi  Frekuensi
 Pancaran miksi lemah  Nokturi
 Intermitensi  Urgensi
 Miksi tidak puas  Disuria
 Menetes setelah miksi
Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot
buli-buli untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli
mengalami kepayahan (fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase
dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.
Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh faktor pencetus
antara lain :
1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan
yang mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)
2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/
infeksi prostat)

12
3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi
otot detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic α)
Sistem skoring I-PSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi (LUTS) dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan
kualitas hidup pasien. Skor ringan (0-7), sedang (8-19), berat (≥ 20)

b. Gejala pada saluran kemih bagian atas5


Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara
lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/
urosepsis)

8. Pemeriksaan fisik5:
a. Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra
simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu
menetes yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.
b. Pada colok dubur yang harus diperhatikan
1) tonus sfingter ani/reflex bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan buli-
bulineurogenik
2) mukosa rectum
3) keadaan prostat antara lain :
Kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetris antar
lobus dan batas prostat. Pada colok dubur pembesaran prostat benigna
menunjukan konsistensi prostat kenyal, seperti meraba ujung hidung,
lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Volume yang
normal pada dewasa adalah 20-30 g. Pengukuran lebih tepat dapat
menggunakan transrektal ultrasonografi (TRUS). Raba apakah terdapat
fluktuansi (abses prostat)/ nyeri tekan (prostatitis). Konsistensi prostat
keras/teraba nodul dan mungkin diantara lobus prostat tidak simetris.

13
Gambar 6. Pemeriksaan Rektal Digital (DRE)

9. Diagnosa banding
Diagnosa banding BPH
Kondisi Gejala
 Diabetes mellitus Frekuansi, aliran dan volume urin normal
 Sistitis , kanker buli, batu buli Gejala iritasi
 Prostatitits Gejala iritasi dan obstruksi
 Divertikulum buli
 Kondisi neurologis (injuri
medulla spinalis, kelainan
medulla spinalis dsb)
 Riwayat minum obat
(antikolinergik, antidepresan,
dekongestan, tranquilezer)
 Kanker prostat Gejala obstruksi
 Striktur uretra
 Kontraktur/striktur buli

Tabel 2. Diagnosa Banding Benigna Prostat Hiperplasia

14
10. Pemeriksaan laboratorium 5:
a. Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada
saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein
atau glukosa.

b. Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan
c. Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih
bagian atas. Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk insufisiensi
ginjal kronis pada pasien yang memiliki postvoid residu (PVR) yang
tinggi.
d. Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)
e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Jika curiga adanya keganasan prostat
11. Pemeriksaan Patologi Anatomi
BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma
di prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir
murni, meskipun kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous
hyperplasia

Gambar 7. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia

15
12. Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia:
a. Foto polos5
Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli
yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda suatu retensi urine
b. Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS)5
Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke
dalam rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema pola
gelombang suara merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar
tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah yang abnormal tampak
memang tumor, digunakan probe dan gambar USG untuk memandu jarum
biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum mengumpulkan beberapa potong
jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy terutama
dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki keganasan prostat.
c. Sistoskopi 1
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui
pembukaan urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi
numbs bagian dalam penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut
sebuah “cystoscope” , berisi lensa dan sistem cahaya yang membantu
dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes ini
memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran kelenjar dan
mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.

Gambar 8. Gambaran Sistoskopi Benigna Prostat Hiperplasia

d. Ultrasonografi trans abdominal 1

16
 Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan
pembesaran bagian dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding
zona perifer. Zona transisi hipoekoik cenderung menekan zona central
dan perifer. Batas yang memisahkan hyperplasia dengan zona perifer
adalah “surgical capsule”.
 USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis
ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

13. Pemeriksaan lain5 :


Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara
mengukur:
 Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG
setelah miksi
 Pancaran urin/flow rate

14. Komplikasi 1
 Retensi urine akut – ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin, distensi
kandung kemih, nyeri suprapubik
 Retensi urine kronik –residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli teraba,
tidak nyeri
 Infeksi traktus urinaria
 Batu buli
 Hematuri
 Inkontinensia-urgensi
 Hidroureter
 Hidronefrosis - gangguan pada fungsi ginjal

15. Penatalaksanaan5

17
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik.
Namun adapula yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan
medik yang lain karena keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume
residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini
dapat dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan
endourologi yang kurang invasif.
Observasi Medikamentosa Operasi Invasive minimal
Watchful Penghambat Prostatektomi terbuka  TUMT
waiting adrenergi  TUBD
kα  Stent uretra
Penghambat Endourologi  TUNA
reduktese
α
Fisioterapi 1. TURP
Hormonal 2. TUIP
3. TULP
Elektovaporasi

Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna5

Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)

Indeks gejala Retensi urinaria+gejala yang


AUA berhubungan dg BPH
Hematuria persistent
Gejala ringan Gejala sedang Batu buli
(AUA≤7)/ Infeksi saluran urinaria
tdk ada berulang
Tes diagnostic Insufisiensi renal
Uroflow
Operasi
Residu urin postvoid

Pilihan terapi

18
Terapi non-invasif Terapi invasif

Tes diagnostic
Pressure flow
Watchful waiting Terapi medis Uretrosistoskopi
USG prostat

Terapi minimal invasif Operasi

Bagan 2. Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia14

Penatalaksanaan Nilai indeks gejala Efek samping


BPH
Wactfull waiting Gejala hilang/timbul Risiko kecil , dapat terjadi
retensi urinaria
Penatalaksanaan medis
Alpha-blockers Sedang 6-8 Gaster/usus halus-11%
Hidung berair-11%
Sakit kepala-12%
Menggigil-15%
5 alpha-reductase Ringan 3-4 Masalah ereksi-8%
inhibitors Kehilangan hasrat sex-5%
Berkurangnya semen-4%
Terapi kombinasi Sedang 6-7 Kombinasi
Terapi invasi minimal
Transuretral microwave Sedang-berat 9-11 Urgensi/frekuensi-28-74%
heat Infeksi-9%
Prosedur kedua dibutuhkan-
10-16%
TUNA Sedang 9 Urgensi/frekuensi-31%
Infeksi-17%
Prosedur kedua dibutuhkan-
23%
Operasi
TURP, laser & operasi Berat 14-20 Retensi urinaria-1-21%
sejenis Urgensi&frekuensi-6-99%
Gangguan ereksi-3-13%
Operasi terbuka Berat Inkontinensia 6%

19
Tabel 4. Penatalaksaan Berdasarkan Nilai Indeks Gejala Benigna Prostat
Hiperplasia5

a. Watchful waiting 5
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7,
yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien
tidak mendapat etrapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu
hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan
mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2) kurangi
konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli
(kopi/cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang
mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedasadan asin, dan
(5) jangan menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya
apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku),
disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau
uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya,
mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.

b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi
resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi
infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa
blocker dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan cara
menurunkan kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui
penghambat 5α-reduktase.
 Penghambat reseptor adrenergik α
 Penghambat 5 α reduktase
 Fitofarmaka
1) Penghambat reseptor adrenergik α. 5,11

20
mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu
untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di
BPH.
Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan.
Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax),
alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin
(Hytrin) atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan
pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu
dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat.

Gambar 13. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinari

Gambar 14. Lokasi Reseptor a1-Adrenergik (a1-ARs)


2) Penghambat 5 α reduktase 5

21
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron
(DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 α reduktase di dalam
sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan
replikasi sel-sel prostat menurun. Pembesaran prostat di BPH secara
langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan
pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan.

Gambar 15. Model Aksi Penghambat 5 α reduktase

Contoh obat penghambat 5 α reduktase berdasarkan tipenya :


 Avodart (dutasteride) - pada tipe 1 dan 2 5ARI
 Proscar(finasteride) - hanya pada tipe 2 5ARI
3) Fitofarmaka5
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk
memperbaiki gejala akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik
tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat
fisioterapi sampai sata ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan
fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen, antiandrogen, menurunkan
kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast
growth factos (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan
metabolism prostaglandin, efek anti inflamasi, menuruknan outflow

22
resistance dan memperkecil volume prostat. Diantara fitofarmaka yang
banyak dipasarkan adalah: Pyegeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis
rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.
c. Terapi Invasif Minimal
Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap
pembedahan
1) Microwave transurethral. Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat
yang menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan
menghancurkan jaringan prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang
disebut microwave thermotherapy transurethral (TUMT), perangkat
mengirim gelombang mikro melalui kateter untuk memanaskan bagian
prostat dipilih untuk setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah sistem
pendingin melindungi saluran kemih selama prosedur.
Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan
secara rawat jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan
menyebabkan disfungsi ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi
microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi
kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi.

Gambar 16. Microwave Transurethral

2) Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui


transurethral jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk
pengobatan BPH. Sistem TUNA memberikan energy radiofrekuensi
tingkat rendah melalui jarum kembar untuk region prostat yang membesar.
Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat panas. Sistem TUNA

23
meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping
yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi transurethral dari
prostat (TURP).

Gambar 17. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal

3) Thermotherapy dengan air. Terapi ini menggunakan air panas untuk


menghancurkan jaringan kelebihan dalam prostat. Sebuah kateter
mengandung beberapa lubang diposisikan dalam uretra sehingga balon
pengobatan terletak di tengah prostat. Sebuah komputer mengontrol suhu
air, yang mengalir ke balon dan memanaskan jaringan prostat sekitarnya.
Sistem ini memfokuskan panas di wilayah yang tepat prostat. Sekitar
jaringan dalam uretra dan kandung kemih dilindungi. Jaringan yang
hancur keluar melalui urin

Gambar 18. Thermotherapy dengan Air

24
4) Intra-Prostatic Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi
obstruksi karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara
leher buli-buli dan di sebelah proksimal verumontanum sehingga urine
dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent temporer dipasang
selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak
mengadakan reaksi jaringan. Stent yang permanen terbuat dari anyaman
dari bahan logam super alloy, nikel atau titanium. Sayangnya setelah
pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan keluhan miksi berupa
gejala iritatif, perdarahan uretra atau rasa tidak enak di daerah penis.

Gambar 19. Intra-Prostatic Stent

d. Bedah
1) Operasi transurethral5
Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah memberikan
anestesi, ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen
melalui uretra.
Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP) digunakan
untuk 90 persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk BPH. Dengan
TURP, alat yang disebut resectoscope dimasukkan melalui penis. The
resectoscope, yaitu panjang sekitar 12 inci dan diameter 1 / 2 inci, berisi
lampu, katup untuk mengendalikan cairan irigasi, dan loop listrik yang
memotong jaringan dan segel pembuluh darah.
Cairan irigan yang dipakai adalah aquades . kerugian dari aquades adalah
sifatnya yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik

25
dan menyebabkan hipotermia relative atau gejala intoksikasi air yang
dikenal dengan sindrom TURP. Ditandai dengan pasien yang mulai
gelisah, somnolen dan tekanan darah meningkat dan terdapat bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak dan jatuh ke
dalam koma. Untuk mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP
operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1
jam dan haru smemasang sistostomi terlebih dauhlu sebelum reseksi
diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke sistemik.
Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat
resectoscope untuk menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada
suatu waktu. Potongan-potongan jaringan dibawa oleh cairan ke kandung
kemih dan kemudian dibuang keluar pada akhir operasi. Prosedur
transurethral kurang traumatis daripada bentuk operasi terbuka dan
memerlukan waktu pemulihan lebih pendek. Salah satu efek samping yang
mungkin TURP adalah ejakulasi retrograde, atau ke belakang. Dalam
kondisi ini, semen mengalir mundur ke dalam kandung kemih selama
klimaks bukannya keluar uretra.
Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah lanjut
Perdarahan Perdarahan Inkontinensi
Sindrom TURP Infeksi lokal/sistemik Dinsfungsi ereksi
Perforasi Ejakulasi retrograde
Striktur uretra

Tabel 4. Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan

26
(a)

(b)

(c)
Gambar 20. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca
TURP
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP),
prosedur ini melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di
leher kandung kemih, di mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini
digunakan pada hiperplasi prostat yang tidak tartalu besar, tanpa ada
pembesaran lobus medius dan pada pasen yang umurnya masih muda.

Gambar 21. Prosedur Trans Uretral Incision Prostat (TUIP)

2) Open surgery5
Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat
digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat
digunakan. Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat
membesar (>100 gram), ketika ada komplikasi, atau ketika kandung kemih
telah rusak dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui
pendekatan suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal
(Millin). Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia uirn (3%),

27
impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher
buli-buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85-100%.

5
3) Operasi laser
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan
pada suhu yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser
menimbulkan lebih sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan
terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat
diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG
coagulation), sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat
berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah
operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser
melalui uretra ke dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian
memberikan beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60
detik. Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan
penyusutan.

Gambar 22. Operasi Laser pada Prostat


a) Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain,
koagulasi laser interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke
jaringan prostat untuk menghancurkannya.

28
Gambar 23. Interstitial laser coagulation

b) Potoselectif vaporisasi prostat (PVP).


PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara
sama dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang
spesifik dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu
membuat vaporasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman tidak
menimbulkan perdarahan pada saat operasi. Namun teknik ini hanya
diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan
membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

Gambar 24. Potoselectif vaporisasi prostat


e. Kontrol berkala 5

 Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui
apakah terdapat perbaikan klinis
 Pengobatan penghambat 5α-reduktase
Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6
 Pengobatan penghambat 5α-adrenegik
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan
melakukan pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi
 Terapi invasive minimal
Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan
penilaian skor miksi, juga diperiksa kultur urin
 Pembedahan

29
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui
kemungkinan penyulit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat, Jong WD.1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisis 4. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Fawzy A, Pool JL. 2010. Benign Prostatic Hypertrophy and the Role of
Alpha Adrenergic Blockade. http://www.medscape.com/viewprogram/2010
3. Gardjito W.Retensi Urin : Permasalahan dan Penatalaksanaan. JURI 1994;
4: 18-26
4. Wang D, Foo KT. 2010. Staging of Benign Prostate Hyperplasia is helpful in
patients with LUTS suggestive of Benign Prostate Hyperplasia. Ann, Acad.
Med. Singapore ; 39
5. Purnomo,B. 2011. Dasar-dasar Urologi : Hiperplasia Prostat Beigna. Edisi
3. Jakarta: Sagung Seto

30
31

Anda mungkin juga menyukai