Askep PTSD
Askep PTSD
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
2.1 Definisi
Bencana adalah sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor
alam dan/ atau faktor non- alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Ps 1). Bencana
menimbulkan trauma psikologis bagi semua orang yang mengalaminya.
Post traumatic stress disorder (PTSD) merupakan gangguan kecemasan yang dapat
terjadi setelah mengalami atau menyaksikan suatu peristiwa traumatis. PTSD dapat
terjadi secara akut (gejala berlangsung <3 bulan), kronis (gejala berlangsung> 3 bulan),
atau onset tertunda (selang 6 bulan dari acara untuk onset gejala).
Banyak korban menunjukkan gejala terjadinya PTSD segera sesudah terjadinya
bencana, sementara sebagian lainnya baru berkembang gejala PTSD beberapa bulan
ataupun beberapa tahun kemudian. Pada sebagian kecil orang, PTSD dapat menjadi suatu
gangguan kejiwaan yang kronis dan menetap beberapa puluh tahun bahkan seumur hidup.
2.2 Patofisiologi
2.2.1 Biologis
Beberapa penelitian menunjukan bahwa bagian otak amigdala adalah kunci
dari PTSD, ditunjukan bahwa pengalaman yang traumatik dapat merangsang bagian
tersebut untuk menimbulkan rasa takut yang dalam terhadap kondisi-kondisi yang
mungkin menyebabkan kembalinya pengalaman traumatic tersebut. Amigdala dan
berbagai struktur lainnya seperti hipotalamus, bagian abu-abu otak dan
nucleus,mengaktifkan neurotransmitter dan endokrin untuk menghasilkan hormone-
hormon yang berperan dari berbagai gejala PTSD. Bagian otak depan (frontal)
sebenarnya berfungsi untuk menghambat aktivasi rangkaian ini, walaupun begitu
pada penelitianterhadap orang-orang yang mengalami PTSD, bagian ini mengalami
kesulitan untuk menghambat aktivasi system amigdala.
2.2.2 Psikososial
Pengalaman hidup yang dialami seseorang sepanjang hidupnya juga
merupakan salah satu penyebab terjadinya PTSD. Pengalaman hidup ini mencakup
pengalaman yang dialami dari masa kecil sampai dengan dewasa. Selain itu
pengalaman hidup yang dialami, jumlah dan tingkat keparahan peristiwa traumatik
yang dialami oleh individu tersebut juga memberikan pengaruh. Smith dan Segal
menyebutkan peristiwa traumatik yang dapat mengarah kepada munculnya PTSD
termasuk bencana alam ( natural disaster ), kecelakaan mobil atau pesawat,
penyerangan fisik, prosedur medikal terutama pada anak – anak.
Biologis Psikososial
Koping defensif
c. Fase stressor
Fase dimana terjadi perubahan kepribadian yang berkepanjangan (dapat
berlangsung seumur hidup) akibat dari suatu bencana dimana terdapat dogma “semua
telah berubah”.
b. Gangguan kognitif :
1. Gangguan pikiran seperti disorientasi.
2. Mengingkari kenyataan.
3. Linglung.
4. Melamun berkepanjangan.
5. Lupa.
6. Terus menerus dibayangi ingatan yang tak diinginkan.
7. Tidak fokus dan tidak konsentrasi.
8. Tidak mampu menganalisa dan merencanakan hal-hal yang sederhana.
9. Tidak mampu mengambil keputusan.
c. Gangguan emosi :
1. Halusinasi dan depresi (suatu keadaan yang menekan, berbahaya, dan memerlukan
perawatan aktif yang dini).
2. Mimpi buruk.
3. Marah.
4. Merasa bersalah.
5. Malu.
6. Kesedihan yang berlarut-larut.
7. Kecemasan dan ketakutan.
d. Gangguan perilaku :
Menurunnya aktivitas fisik, seperti gerakan tubuh yang minimal. Contoh, duduk
berjam-jam dan perilaku repetitif (berulang-ulang).
e. Gangguan sosial:
1. Memisahkan diri dari lingkungan
2. Menyepi
b. Non- farmakologi
Psikoterapi yang dapat digunakan dan efektif untuk penanganan PTSD yaitu
dengan Anxiety Management diamana terapis akan mengajarkan beberapa
keterampilan untuk membantu mengatasi gejala PTSD dengan lebih baik melalui:
1. Relaxation training, yaitu belajar mengontrol ketakutan dan kecemasan secara
sistematis dan merelaksasikan nyaman, bahkan reaksi fisik yang tidak baik seperti
jantung berdebar dan sakit kepala.
2. Breathing retraining, belajar bernafas dengan perut secara perlahan, santai.
Menghindari bernafas tergesa-gesa yang merasakan tidak nyaman.
3. Positive thinking dan self-talk, yaitu belajar untuk menghilangkan pikiran negatif
dan mengganti dengan pikiran positif ketika menghadapi hal– hal yang membuat
stress (stresor).
4. Assertiveness training, yaitu belajar bagaimana mengekspresikan harapan, opini
dan emosi tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain.
5. Thought stopping, yaitu belajar bagaimana mengalihkan pikiran ketika kita sedang
memikirkan hal-hal yang membuat kita stress.
6. Cognitive therapy, terapis membantu untuk merubah kepercayaan yang tidak
rasional yang mengganggu emosi dan mengganggu kegiatan. Tujuan kognitif terapi
adalah mengidentifikasi pikiran- pikiran yang tidak rasional, mengumpulkan bukti
bahwa pikiran tersebut tidak rasional untuk melawan pikiran tersebut yang
3.1 Pengkajian
Pengkajian untuk klien dengan PTSD meliputi empat aspek yang akan bereaksi
terhadap stress akibat pengalaman traumatis, yaitu :
a. Pengkajian Perilaku ( Behavioral Assessment )
Yang dikaji adalah :
1. Dalam keadaan yang bagaimana klien mengalami perilaku agresif yang berlebihan.
2. Dalam keadan yang seperti apa klien mengalami kembali trauma yang dirasakan.
3. Bagaimana cara klien untuk menghindari situasi atau aktifitas yang akan
mengingatkan klien terhadap trauma.
4. Seberapa sering klien terlibat aktivitas sosial.
5. Apakah klien mengalami kesulitan dalam masalah pekerjaan semenjak kejadian
traumatis.
3.3 Tujuan
1. Sindrom pasca trauma berhubungan dengan respon maladaptif berulang terhadap
peristiwa traumatik yang penuh tekanan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu merespon adaptif terhadap
peristiwa trauma yang ia alami.
NOC :
1. Pemulihan dari trauma.
2. Pengendalian impuls: kemampuan untuk menahan diri dari perilaku impulsive.
4. Ansietas berhubungan dengan perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien diharapkan cemas dan stress yang
dialami klien menurun atau menghilang.
NOC : Kontrol cemas
1. Intensitas kecemasan berkurang atau hilang.
2. Tidak ditemukan tanda – tanda kecemasa.
3. Menunjukkan relaksasi.
4. Menunjukkan pemecahan masalah dan menggunakan sumber-sumber secara
efektif.
6. Koping Keluarga tidak efektif berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua pada
usia dini.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien diharapkan koping keluarga efektif,
dengan kriteria hasil sebagai berikut:
NOC : Koping Keluarga
1. Menyadarkan kebutuhan unit keluarga
2. Menyadari kebutuhan pasien
3. Mulai menunjukan keterampilan interpersonal secara efektif
4. Menunjukan kemampuan untuk menyelesaikan konflik tanpa kekerasan
5. Mengungkapkan perasaan yang tidak terselesaikan
6. Mengidentifikasi gaya koping yang bertentangan
7. Berpartisipasi dalam penyelesaian masalah yang efektif
8. Berpartisipasi dalam perencanaan perawatan
4. Ansietas berhubungan dengan perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya.
NIC : Penurunan kecemasan
1. Tenangkan klien
2. Berusaha memahami keadan klien
3. Temani pasien untuk mendukung keamanan dan menurunkn rasa takut
4. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang menciptakan cemas
5. Dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri dengan cara yang tepat
6. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan.
7. Gunakan pendekatan dan sentuhan, verbalissi untuk meyakinkan pasien tidak
sendiri dan mengajukan pertanyaaan.
8. Sediakan aktivitas untuk menurunkan ketegangan.
9. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi.
6. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua pada
usia dini.
NIC : Dukungan Keluarga
1. Tingkatkan harapan yang realistis
2. Dengarkan keluhan, perasaan , dan pertanyaan keluarga
3. Fasilitasi pengkomunikasian keluhan/persaan antra pasien dan keluarga atau antar
anggota keluarga
3.5 Evaluasi
Skala :
1. Tidak pernah dilakukan/menunjukan.
2. Jarang dilakukan/menunjukan.
3. Kadang dilakukan/menunjukan.
4. Sering dilakukan/menunjukan.
5. Selalu dilkukan/menunjukan
DP 1 :
Sindrom pasca trauma berhubungan dengan respon maladaptif berulang terhadap
peristiwa traumatik yang penuh tekanan.
NOC :
1. Pemulihan dari trauma.
2. Pengendalian impuls: kemampuan untuk menahan diri dari perilaku impulsive.
DP 3 :
Ketakutan berhubungan dengan perubahan fisik.
NOC : Ketakutan dapat di kontrol
1. Klien mampu mencari informasi untuk menurunkan ketakutan
2. Klien mampu menghindari sumber ketakutan bila mungkin
3. Kilin mamapu mengendalikan respon ketakutan
4. Klien mamapu mempertahankan penampilan peran dan hubungan social
DP 4 :
Ansietas berhubungan dengan perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya.
NOC : Kecemasan dapat di kontrol
1. Intensitas kecemasan berkurang atau hilang.
2. Tidak ditemukan tanda – tanda kecemasa.
3. Menunjukkan relaksasi.
4. Menunjukkan pemecahan masalah dan menggunakan sumber-sumber secara efektif.
DP 5 :
Koping defensif berhubungan dengan harapan diri yang tidak realistik.
NOC: Koping
1. Koping efektif.
2. Harga diri positif.
3. Keterampilan interaksi sosial positif.
4. Menyadari masalah atau konflik spesifik yang mempengaruhi interaksi atau hubungan
sosial.
DP 6 :
Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua pada
usia dini.
NOC : Koping Keluarga
1. Menyadarkan kebutuhan unit keluarga
2. Menyadari kebutuhan pasien
3. Mulai menunjukan keterampilan interpersonal secara efektif
4. Menunjukan kemampuan untuk menyelesaikan konflik tanpa kekerasan
5. Mengungkapkan perasaan yang tidak terselesaikan
6. Mengidentifikasi gaya koping yang bertentangan
7. Berpartisipasi dalam penyelesaian masalah yang efektif
8. Berpartisipasi dalam perencanaan perawatan
4.1 Kesimpulan
Bencana merupakan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam dan/ atau faktor non- alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. Bencana menimbulkan trauma psikologis bagi semua orang yang
mengalaminya.
Anak-anak merupakan salah satu kelompok yang rentan terjadinya trauma akibat
bencana alam. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu keberadaan anak-anak
masih dibawah risiko dan ancaman yang membahayakan kelangsungan hidupnya, tingkat
ketergantungan hidup yang masih tinggi terhadap orang dewasa, belum memiliki banyak
pengalaman hidup, kemampuan untuk melindungi diri sendiri masih terbatas, dan mereka
tidak dalam posisi yang dapat mengambil keputusan atas dirinya sendiri
Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat berguna
untuk memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar keperawatan dan
kode etik dalam menangani pasien dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca
bencana alam.
Dan diharapkan kepada pembaca dan penulis bisa lebih memahami materi
mengenai penyakit dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca bencana alam
dilihat dari perbandingan data di lahan dan konsep teori yang sesungguhnya.
4.2 Saran
Kita sebagai perawat hendaklah menerapkan atau mengaplikasikan asuhan
keperawatan anak dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca bencana alam
dengan efektif, sehingga dalam memberikan pelayanan bisa dilakukan secara optimal.
Lubis M. (2012). Perlindungan Anak dalam Situasi Bencana. Maret 2012. www.ccde.or.id.
NANDA Internasional. 2013. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012 – 2014.
Jakarta : EGC
http://littleners.blogspot.com/2012/10/post-trauma-syndrom-disorder-ptsd.html. Diakses
tanggal 5 Mei 2013.
http://oknurse.wordpress.com/2009/10/09/stress-dissorder-post-trauma-bencana/. Diakses
tanggal 5 Mei 2013.
Pratiwi, Anggi. 2010. PTSD (Post Traumatic Stress Disolder). Diakses di www. Scribd.
Com/doc/41221173/askep-PTSD. Pada tanggal 5Mei 2011