Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peternakan tradisional di Indonesia sedang berkembang seperti halnya

peternakan besar, namun peternak tradisional biasanya kurang memperhatikan

kebersihan ternak dan kandang. Kotoran ternak pada kandang dapat mengundang

vektor penyakit seperti lalat yang dapat menimbulkan gangguan pada ternak. Lalat

dapat menjadi perantara bagi agen penyakit ternak (vektor penyakit). Surra dan

Jembara merupakan contoh penyakit ternak yang penyebarannya diperantai oleh

Tabanus (van Hennekeler et al. 2006). Selain masalah kesehatan, gangguan lalat

pada peternakan sapi potong adalah masalah ekonomi. Lalat dapat menganggu

pertambahan bobot badan sehingga tidak optimal.

Lalat merupakan ektoparasit yang termasuk ke dalam ordo Diptera.

Diptera adalah serangga yang memiliki dua pasangan sayap, namun sayap bagian

posterior telah berubah bentuk dan fungsinya mennjadi alat keseimbangan yang

disebut halter. Serangga yang termasuk dalam ordo Diptera mengalami

metamorphosis sempurna. Metamorphosis sempurna adalah metamorphosis yang

terdiri dari 4 tahapan, yaitu tahap telur, larva, pupa, dan yang terakhir adalah

tahap dewasa. Beberapa spesies lalat dianggap sebagai pengganggu pada ternak

atau vektor penyakit pada ternak. Lalat penghisap darah seperti Haematobia sp.,

Stomoxy calcitrans, Tabanus sp. dapat menyebabkan stress dan gangguan

kesehatan bagi ternak. Selain lalat penghisap darah, lalat pengganggu lain yang

1
sering ditemukan pada peternakan sapi adalah Musca domestica. Beberapa jenis

lalat juga dapat menyebabkan miasis pada ternak, yaitu Chrysomia sp.

B. Tujuan

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Aceh dapat mengetahui Lalat

daging (Genus sarcophaga) macro photography pada ternak.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Morfologi

Bentuk tubuh ektoparasit ini besar dan kokoh berukuran 6-25mm,

kepala berbentuk setengah lingkaran, serta mata yang dominan. Lalat jantan

memilki mata holoptik (kanan dan kiri berhimpitan) dan yang betina dikoptik

(kanan dan kiri terpisah). Antenanya pendek terdiri dari tiga ruas. Bagian mulut

terdiri dari probosis yang pendek dengan maksila yang bekerja seperti pisau untuk

merobek, serta labrum-epifarings dan hipofarings sebagai penusuk dan penghisap.

Telurnya diletakkan oleh lalat betina dalam tumpukan lapisan dan berjajar rapat

pada daun tanaman padi, eceng gondok dan tanaman lainya yang berada di atas

permukaan air. Telurnya silindri dengan ukuran 1-2 mm dan jumlahnya sekitar

100-500 butir.

Larva silindris dan langsing terdiri atas 12 ruas, ujung runcing dan terdiri

atas kepala yang kecil.

B. Perilaku dan Daur hidup

Lalat Tabanus mengalami metamorphosis sempurna. Telur

berbentuk lonjong diletakkan pada daun tanaman yang dekat dengan air. Setelah

satu minggu, telur akan menetas menjadi larva yang berbentuk silinder dan segera

masuk ke dalam tanah yang lembab atau lumpur, mereka hidup sebagai karnivora

akuatik. Stadium larva berlangsung selama 6 minggu-1 tahun tergantung jenis dan

kondisi cuaca. Stadium pupa berlangsung selama 1-3 minggu. Pupa menempel

pada daun tanaman pada atau lainnya. Hanya lalat betina dewasa yang menghisap

3
darah, sedangkan pejantan hidup dari cairan tumbuhan. Lalat ini merupakan

penerbang yang tangguh dan penggigit persisten yang aktif pada siang hari. Lalat

ini menyerang ternak, hewan liar dan manusia.

C. Peran penting

Lalat ini sebagai vektor penyakit Surra (Trypanosoma evansi),

Antraks (Bacillus anthracis), Tripanosomiasis (T. theileri, T. vivax, T.

brucei), Equine Infectious Anemia (Virus EIA) dan Anaplasmosis (Anaplasma

marginale)

D. Perbedaan Lalat daging (Genus sarcophaga) macro photography dan

Tabanus megalops

Lalat daging (Genus sarcophaga) macro photography berwarna coklat

tua dengan bentuk tubuh yang lebih besar dan callusnya berwarna lebih putih dan

bentuknya runcing, sedangkan pada Tabanus megalops berwarna coklat muda

dengan ukuran yang lebih kecil serta bentuk callus yang tidak meruncing pada

ujungnya.

E. Morfologi

Ukuran tubuh hampir sama dengan M. domestica dengan warna yang

lebih gelap. Lalat ini memiliki bercak-bercak hitam pada abdomen dan 4 ban

hitam longitudinal pada thoraks. Probosisnya panjang dan mencuat ke depan

kepala, dan adanya palpus maksilaris yang ukuran lebih pendek dibanadingkan

probosisnya, untuk menusuk kulit dan menghisap darah. Sayapnya jernih dengan

vena sayap M1+2 melengkung halus dan sel R5 terbuka di distal. Abdomennya

lebih pendek, tetapi lebih lebar jika dibandingkan dengan Musca sp. dan

4
ditemukan adanya tiga titik berwarna gelap pada segmen ke-2 dan ke-3 dan tepinya

berwarna gelap, keabu- abuan atau coklat. Arista berambut hanya pada sisi dorsal.

F. Perilaku dan Daur Hidup

Telur berbentuk lonjong berwarna putih, berjumlah 150-450 butir

dalam beberapa kelompok diletakkan pada bahan-bahan yang membusuk

bercampur tinja hewan atau manure sapi. Dalam waktu 2-5 hari telur menetas

menjadi larva yang akan menjadi pupa stelah 7-12 hari. Masa pupa dilalui selama

3-4 hari untuk mencapai tahap dewasa. Lalat jantan maupun betina menghisap

darah dan merupakan penerbang yang kuat dan berumur panjang. Lalat ini aktif

pada siang hari dan gigitannya menyakitkan (Levine 1990)

G. Peran penting

Lalat ini menjadi vektor penyakit Surra (Trypanosoma

evansi), Habronemiasis (H. microstoma, H. majus), Anthraks (Bacillus anthracis),

Brucellosis (Brucella abortus, B. millitensis), dan Cutaneus streptothrichoris

(Dematophillus congolensis).

H. Morfologi

Lalat ini berukuran besar sekitar 5-11 mm dan berwarna abu-abu

kehitaman. Bagian thoraksnya terdapat tiga ban hitam, dan abdomennya

mempunyai pola berbintik-bintik hitam seperti papan catur. Struktur mulutnya

bukan tipe penusuk, namun tipe penjilat dan penyerap seperti lalat rumah.

Aristanya hanya berambut pada setengah bagian frontal, sedangkan setengah

bagian distalnya tidak berambut.

5
I. Perilaku dan Daur Hidup

Waktu yang diperlukan lalat ini dari telur hingga dewasa adalah 14-18

hari tergantung suhu, kelembapan, dan jenisnya. Lalat betina bersifat lavipara

yang meletakkkan larvanya pada bangkai, daging segar atau yang telah dimasak,

kotoran hewan, bahkan luka terbuka. Larva mempunyai spirakel posterior yang

khas dan tinggal serta makan jaringan daging sampai dengan instar terakhir (IV)

selanjutnya akan meninggalkan tempat tersebut dan berubah menjadi pupa. Pupa

biasanya ditemukan di tanah atau pasir yang terlindung dari gangguan predator

atau lingkungan. Larva lalat ini memakan jaringan segar yang hidup dan juga

bangkai, karena itu disebut juga sebagai lalat penyebab miasis fakultatif.

6
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Maka dapat kita simpulkan bahwasanya mereka ovoviviparous, oportunis

penyetoran menetas atau belatung menetas pada telur bukan pada bangkai,

kotoran, bahan membusuk, atau luka mamalia.

Saya menemukan lalat ini saat saya sedang berada di kebun, langsung saja saya

mengabadikan dengan kamera Smartphone saya.

7
DAFTAR PUSTAKA

Borror, D.J, Triplehorn, C.A & Jhonson, N.F. (1996). Pengenalan Pelajaran
Serangga. Edisi Bahasa Indonesia.Yogyakarta : Gajah Mada University
Press.

Arifin, M. (2011). Pemanfaatan Musuh Alami dalam Pengendalian Hama Utama


Tanaman Teh, Kopi, dan Kelapa. [online] tersedia dalam
http://muhammadarifindrprof.blogspot.com/

Agresma, D. (2012). Identifikasi Parasitoid Pada Lalat Buah


Bactrocera cucurbitae Dalam Buah Pare Momordiae chantaria. UPI
Bandung.

Anda mungkin juga menyukai