Anda di halaman 1dari 13

TEORI AKUNTANSI

DOSEN PENGAMPU :

Dr. MUKHZARUDFA, S.E., M.Si

Kelompok II

Disusun oleh :

Rizki Komariah ERC1C012056

Ade Rahayu RRC1C015002

Wirdiya Tri Prasetia RRC1C015003

Susiyanti RRC1C015095

Vanessa Indahwati RRC1C015100

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JAMBI

2018/2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kewajiban merupakan elemen neraca yang akan membentuk informasi
semantik berupa posisi keuangan bila dihubungkan dengan elemen yang lain
yaitu aset dan ekuitas. Kewajiban merupakan sebagian sumber dana dari
aset badan usaha berupa potensi jasa (manfaat) fisik dan non fisik yang
memampukannya untuk menyediakan barang dan jasa. Kewajiban dapat
dipaksakan menurut hukum sebagai konsekuensi dari kontrak mengingat
atau peraturan perundangan. Tugas atau tanggung jawab untuk bertindak
atau melakukan sesuatu pengorbanan ekonomis yang harus dilakukan
perusahaan karena tindakan atau transaksi sebelumnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka


permasalahan dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah pengertian dari kewajiban?


2. Bagaimana pengakuan, pengukuran, dan penilaian dalam kewajiban?
3. Bagaimana pelunasan dalam kewajiban?
4. Bagaimana penyajian dalam kewajiban?

1.3 Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan penulisan makalah ini
adalah :

1. Untuk mengetahui pengertian dari kewajiban.


2. Untuk mengetahui pengakuan, pengukuran dan penilaian dalam
kewajiban.
3. Untuk mengetahui pelunasan dalam kewajiban.
4. Untuk mengetahui penyajian dalam kewajiban.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kewajiban


a. Menurut FASB
Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang
yang cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan
usaha untuk mentransfer aset atau menyediakan/menyerahkan jasa
kepada kesatuan lain dimasa dating senagai akibat transaksi atau kejadian
masa lalu.
b. Menurut IASC
A liability is a present obligation of the enterprise arising from past
events, the settlement of which is expected to result in an outflow from
the enterprise resources embodying economic benefit.
c. APB No. 4
APB No. 4 mendefinisikan kewajiban dalam dua kata kunci yaitu
economic obligations yang dihubungkan dengan generally accepted
accounting principles (GAAP). Ini berarti bahwa APB menggabungkan
pengertian kewajiaban sekaligus menetapkan kriteria pengakuan dan
pengukuran. Dengan demikian, pengertian kewajiban menjadi tidak
lengkap tanpa memahami pengertian GAAP sehingga secara semantic
definisi APB kurang lengkap dan kurang bersifat umum. Jadi definisi
APB lebih bersifat structural daripada semantik.

Definisi-definisi kewajiban di atas sangat menekankan konsep


kesatuan usaha dengan dinyatakannya secara eksplisit ungkapan kesatuan
usaha (entitas/entity atau perusahaan/enterprise) di dalamnya untuk
menunjukkan pihak yang mempunyai keharusan untuk melakukan
pengorbanan ekonomik. Selain definisi APB, definisi kewajiban selalu

3
memuat pula ungkapan manfaat ekonomik, sumber ekonomik, atau
potensi jasa. Ini berarti bahwa pengertian kewajiban tidak dapat
dipisahkan dengan pengertian aset. Aset dapat menimbulkan kewajiban
dan sebaliknya timbulnya kewajiban dapat dibarengi dengan pengakuan
aset.
Dengan berbagai variasi di atas, secara umum daapt dikatakan bahwa
kewajiban mempunyai tiga karakteristik utama, yaitu:
a. Pengorbanan manfaat ekonomik masa datang
b. Keharusan sekarang untuk mentrasfer aset
c. Timbul akibat transaksi masa lalu.

2.2 Pengakuan, Pengukuran, dan Penilaian


Sebagai bayangan cermin aset, kewajiban juga harus diukur dan
diakui pada saat terjadinya. Kalau aset diukur atas dasar penghargaan
sepakat (kos), demikian juga kewajiban. Jadi, kos sebagai pengukur tidak
hanya diterapkan untuk aset pada saat pemerolehan tetapi juga untuk
kewajiban pada saat terjadinya. Sebagai ketentuan umum, pengukuran
kewajiban harus sejalan dengan pengukuran aset yang berkaitan.
Kalau aset yang direpresentasi oleh kos mengalami tiga tahap perlakuan
(pemerolehan, pengolahan, dan penyerahan), kewajiban sebenarnya juga
mengalami tiga tahap perlakuan yaitu: penanggungan (pengakuan
terjadinya), penelusuran, dan pelunasan (penyelesaian). Dalam hal
kewajiban, penelusuran berarti penentuan status dan jumlah rupiah (kos)
kewajiban setiap saat. Penentuan kos setiap saat (termasuk pada tanggal
neraca) dapat disebut dengan penilaian kewajiban . Begitu terjadi dan
dicatat atau diakui, kewajiban akan tetap menjadi kewajiban sampai
kesatuan usaha menyelesaikannya, atau sampai adanya transaksi atau
kejadian yang membatalkannya atau yang membebaskan kesatuan usaha
dari keharusan untuk melunasinya.

4
2.2.1 Pengakuan
Pada prinsipnya, kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat
akibat transaksi yang sebelumnya telah terjadi. Mengikatnya suatu
keharusan harus di evaluasi atas dasar kaidah pengakuan (recognition
rules). Kam (1990, hlm. 109) membedakan antara kaidah pengakuan
dan kriteria pengakuan (recognition criteria). Kriteria pengakuan lebih
berkaitan dengan pedoman umum dalam rangka memenuhi
karakteristik kualitatif informasi sehingga elemen statemen keuangan
hanya dapat diakui bila kriteria definisi, keberpautan, keterandalan,
dan keterukuran dipenuhi. Kriteria umum ini tidak operasional
sehingga diperlukan kaidah pengakuan sebagai penjabaran teknis
kriteria pengakuan umum. Dalam hal kewajiban, kaidah pengakuan
berkaitan dengan saat atau apa yang menandai bahwa kewajiban telah
mengikat sehingga suatu kewajiban dapat diakui (dibukukan). Kam
mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan
kewajiban yaitu (hlm. 119-120):
a. Ketersediaan dasar hukum
b. Keterterapan konsep dasar konservatisma
c. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi
d. Keterukuran nilai kewajiban

2.2.2 Pengukuran
Pengakuan dilakukan setelah suatu kewajiban terukur dengan cukup
pasti. Penentuan kos kewajiban pada saat terjadinya parallel dengan
pengukuran aset. Terjadinya kewajiban pada umumnya disertai
dengan pemerolehan aset atau timbulnya biaya. Pemerolehan aset
dapat berupa penguasaan barang dagangan atau aset nonmoneter
lainnya yang terjadi dari transaksi peminjaman (penerbitan obligasi)
atau penerimaan uang muka untuk barang atau jasa. Oleh karena itu,
pengukur yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada
saat terjadinya adalah penghargaan sepakatan (measured

5
considerations) daalm transaksi-transaksi tersebut dan bukan jumlah
rupiah pengorbanan ekonomik masa datang. Jadi, konsep dasar
penghargaan berlaku baik untukn aset maupun untuk kewajiban. Hal
ini berlaku khususnya untuk kewajiban jangka panjang.
Untuk kewajiban jangka pendek, kos penundaan dianggap
tidak cukup material sehingga jumlah rupiah kewajiban yang diakui
akan sama dengan jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik (kas)
masa datang. Dengan kata lain, untuk kewajiban jangka pendek, kos
pendanaan (financing cost) atau kos penundaan (bunga sebagai nilai
waktu uang) dianggap tidak material.
Penghargaan sepakatan suatu kewajiban merefleksi nilai setara
tunai atau niali sekarang (current value) kewajiban yaitu jumlah
rupiah pengorbanan sumber ekonomik seandainya kewajiban dilunasi
pada saat terjadinya. Dengan demikian, basis pencatatan kewajiban
adalah nilai setara tunai bukan nilai nominal utang.

2.2.3 Penilaian
Kalau pengukuran mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang
(the value of current obligation) pada saat terjadinya, penilaian
mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang pada setiap saat
antara terjadinya kewajiban sampai dilunasinya kewajiban. Makin
mendekati saat jatuh tempo, nilai kewajiban akan makin mendekati
nilai nominal (face value) kewajiban.
Jadi, penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan
jumlah rupiah yang harus dikorbankan seandainya pada saat tersebut
kewajiban harus dilunasi. Dengan kata lain, penilaian adalah
penentuan nilai sekrang kewajiban. Dalam hal obligasi, nilai sekarang
tersebut disebut nilai bawaan (carrying value) atau nilai pelunasan
sekarang (current settlement value). Nilai perusahaan sekarang pada
umumnya bergantung pada nilai pasar obligasi. Amortisasi diskun
atau premium merupakan proses dalam rangka penelusuran kewajiban

6
untuk menentukan nilai pelunasan sekarang. Untuk kewajiban
moneter, nilai sekarang biasanya ditentukan atas dasar lairan kas
keluar masa datang dikunan dengan tingkat bunga pasar sebagai tarif
diskun.

2.3 Pelunasan
Begitu terjadi akibat transaksi, kejadian, atau keadaan yang memicu
kesatuan usaha mengakui kewajiban, suatu kewajiban akan terus mengikat
atau menjadi keharusan sampai keharusan tersebut terpenuhi (satisfied)
melalui transaksi, kejadian, atau keadaan yang mempengaruhi kesatuan
usaha. Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan oleh
kesatuan usaha untuk memenuhi (to satify) kewajiban pada saatnya dan
dalam kondisi normal usaha (in due course of business) sehingga tia bebas
dari kewajiban tersebut. Pelunasan biasanya merupakan pemenuhan secara
langsung kepada pihak yang berpiutang. Pelunasan menjadikan kewajiban
tersebut hapus, tiada, atau lenyap (extinguished) secara langsung (kewajiban
langsung didebit). Kebanyakan kewajiban dipenuhi secara langsung dengan
pembayaran tunai. Beberapa kewajiban dipenuihi dengan transferan aset
atau penyediaan jasa oleh kesatuan usaha kepada kesatuan usaha lainnya.
Beberapa kewajiban menjadi batal atau kesatuan usaha menjadi bebas dari
kewajiban lantaran pengampunan (forgiveness) sebagian/seluruhnya,
kompromi, penimbulan/ pengakuan kewajiban baru/pengganti,
pengambilalihan kewajiban oleh pihak lain, atau keadaan khusus misalnya
dalam kasus restrukturisasi utang. Bila kewajiban menjadi hapus lantaran
berbagai transaksi atau kejadian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
keharusan sekarang (present obligation) mengalami pembebasan atau
pembatalan (defeasance).
Pelunasan secara langsung disebut juga pelunasan secara yuridis
karena kewajiban kepada pihak yang berpiutang secara yuridis hapus
melalui transaksi langsung yang benar-benar terjadi (misalnya pembayaran
tunai secaa langsung). Pada saat pembayaran, pengutang atau debitor

7
(debtor) secara yuridis bebas dari kewajiban dan secara teknis/admunistratif
dan tuntas dapat mendebit utangnya. Pelunasan secara tidak langsung terjadi
apabila kesatuan usaha melakukan tindakan yang mengarah ke pelunasan
misalnya dengan pembentukan dana khusus untuk pelunasan (sinking fund)
baik dikelola sendiri atau melalui wali amanat (trust agency). Pembentukan
atau penyisihan dana semacam ini menjadikan kesatuan usaha secara
substantif menempati keadaan yang disebut pembatalan atau pembebasan
(kewajiban) secara substantif (in-substance defeasance)
Masalah akuntansi yang berkaitam dengan pelunasan langsung maupun
tidak langsung adalah penentuan kapan (timing) kewajiban telah dapat
dikatakan hapus atau lepas sehigga jumlah rupiahnya dapat diawakui
(derecognized) dari sistem pembukuan. FASB memberi pedoman tentang
saat pelenyapan (extinguishment) kewajiban. Debitor harus mengakui suatu
kewajiban hanya apabila tia telah lenyap. Pada umumnya FASB
menentukan kriteria lenyapnya suatu kewajiban dalam SFAC No. 76 (prg.3)
sebagai berikut:
a. Debitor membayar/melunasi kreditor dan bebas dari semua keharusan
yang berkaitan dengan utang. Pelunasa ini meliputi pemerolehan kembali
sekuritas utang yang beredar di pasar modal, tanpa memperhatikan
apakah sekuritas utang tersebut dibatalkan (canceled) atau ditahan
sementara sebagai obligasi treasuri (treasury bonds)
b. Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai
penanggung utang (obligor) utama baik oleh keputusan pengadilan
maupun oleh kreditor dan dapat dipastikan (probable) bahwa debitor
tidak akan diharuskan untuk melakuakan pembayaran dimasa datang
yang berkaitan dengan utang dan penjaminan dalam bentuk apapun (debt
under any guarantees)
c. Debitor menaruh kas atau aset lainnya yang tidap ditarik kembali dalm
suatu perwalian (trust) yang semata-mata digunakan untuk pelunasan
pembayaran bunga serta pokok suatu pinjaman tertentu dan sangat kecil
kemungkinan bagi debitor untuk diharuskan lagi melakukan pembayaran

8
diamsa datang yang berkaitan dengan pinjaman tersebut. Dalam keadaan
ini, utang dapat dinyatakan hapus/lenyap (extinguished) meskipun
debitor secara yuridis tidak bebas dari statusnya sebagai obligor utama
dalam perjanjian utang semula
Ketentuan di atas telah diganti (superseded) oleh ketentuan dalam
SFAS No. 125 karena ketentuan di atas didasarkan atas pendekatan
bahwa dalam serangkaian transaksi, tiap aset atau kewajiban merupakan
komponen yang tidak dapat dipecah-pecah (indivisible-component
approach). Pendekatan ini menjadi basis utama ketentuan c di atas yang
disebut pembebasan kewajiban secara substantif atau pembebasan
substantif (in-substance defeasance). FASB berargumen pendekatan ini
tidak tepat sebagai basis untuk pengembangan standar yang berkaitan
dengan pelenyapan dan pengakuan kewajiban. Dengan pendekatan ini,
transaksi-transaksi yang tidak cukup mempunyai substansi ekonomik
dapat membenarkan pengakuan kewajiban dan pengakuan untung yang
dipandang FASB tidak menyimbolkan secara tepat realitas kegiatan yang
ada (not representationally faithful). Oleh karena itu, FASB menerapkan
pendekatan komponen-keuangan (financial-components approach).
Dengan pendekatan ini, berbagai transaksi yang berkaitan dengan suatu
kewajiban tertentu dapat dianggap terpisah dan independen sehingga
berbagai aset atau kewajiban yang terlibat harus diperlakukan sebagai
komponen-komponen terpisah. Dengan pendekatan ini, FASB mengganti
ketentuan diatas dengan menghapus ketentuan c dan merevisi ketentuan b
melalui SFAS No. 125. Di dalamnya FASB menetapkan bahwa suatu
kewajiban dapat dikatakan lenyap kalau salah satu dari kondisi berikut
terpenuhi (prg. 16):
a. Debitor membayar kreditor dan terbebaskan dari keharusan yang
me;ekat pada kewajiban. Membayar kreditor mencakupi penyerahan
kas, aset finansial lain, barang, atau jasa atau penebusan sekuritas
utang oleh debitor untuk menghapus utang atau untuk menahannya
sebagai utang obligasi treasuri

9
b. Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai
penanggung utang (obligor) utama baik oleh keputusan pengadilan
maupun oleh kreditor.

2.4 Penyajian
Secara umum, kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan
kelancarannya sejalan dengan penyajian aset. PSAK No. 1 (pasal 39)
menggariskan bahwa aset lancer disajikan menurut uturan likuiditas
sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo. Ini berarti
bahwa kewajiban jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada kewajiban
jangka panjang. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pembaca untuk
mengevaluasi likuiditas perusahaan. Dari segi urutan perlindungan dan
jaminan (sequence of protection), utang yang dijamin pada umumnya
disajikan lebih dahulu untuk menunjukkan bahwa dalam hal terjadi likuidasi
utang ini harus dibayar lebih dahulu. Juga, dari sudut urutan perlindungan,
kewajiban disajikan lebih dahulu daripada ekuitas.
PSAK No.1 menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak
memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek harus diklasifikasi
sebagai kewajiban jangka panjang. Suatu kewajiban diklasifikasi sebagai
kewajiban jangka pendek bila (paragraph 44):
a. Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal
operasi perusahaan, atau
b. Jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.
Siklus operasi normal perusahaan sangat sulit untuk diidentifikasi
sehingga dalam implementasinya, waktu satu tahun dianggap sebagai silus
operasi normal perusahaan. Waktu satu tahun dianggap cukup praktis untuk
kepentingan akuntansi karena tidak terlalu singkat dan juga tidak terlalu
lama. Kriteria (a) sebenarnya digunakan untuk menjaga kemungkinan kalau
ada siklus operasi suatau perusahaan yang melebihi satu tahun. Waktusatu
tahun sudah menjadi konvensi akuntansi sehingga ktriteria (a) sebenarnya
tidak pernah diterapkan

10
Walaupun memenuhi kriteria (b) diatas, suatu kewajiban tetap dapat
diklasifikasi sebagai kewajiban jangka panjang bila kewajiban tersebut tidak
akan dilunasi tetapi didanai kembali atau diperbarui. Paragraf 47
menyebutkan bahwa kewajiban berbunga jangka panjang tetap diklasifikasi
sebagai kewajiban jangka panjang, walaupun kewajiban tersebut akan jatuh
tempo dalam jangka waktu dua belas bulan sejak tanggal neraca, apabila:
a. Kesepakatan awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari dua
belas bulan
b. Perusahaan bermaksud membiayai kembali kewajibannya dengan
pendanaan jangka panjang
c. Maksud tersebut pada huruf (b) didukung dengan perjanjian pembiayaan
kembali atau penjadwalan kembali pembayaran yang resmi disepakati
sebelum laporan keuangan disetujui
Penyajian utang jngka panjang yang jatuh tempo dalam kewajiban
lancer akan mempengaruhi likuiditas. Oleh karena itu, syarat diatas
diperlukan agar kewajiban jangka pendek tidak diklasifikasi sebagai utang
jangka panjang.
Standar akuntansi yang berkaitan dengan berbagai jenis kewajiban dan
kontrak biasanya menetapkan hal-hal yang harsu diungkapkan. Dalam hal
sewaguna misalnya, jumlah pembayaran minimum masa datang untuk sewa
guna operasi harus diungkapkan. Dalam SFAS No. 47 misalnya, FASB
memberi pedoman tentang pengungkapan untuk keharusan pembelian tak
bersyarat jangka panjang (lon-term unconditional purchase obligations) dan
pinjaman dan saham tertebus jangka panjang (long-term borrowings and
redeemable stocks).

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang


cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha
untuk mentransfer aset atau menyediakan/menyerahkan jasa kepada
kesatuan lain dimasa dating senagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.

Kewajiban mengalami tiga tahap perlakuan yaitu: penanggungan


(pengakuan terjadinya), penelusuran, dan pelunasan (penyelesaian).

Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan oleh


kesatuan usaha untuk memenuhi (to satify) kewajiban pada saatnya dan
dalam kondisi normal usaha (in due course of business) sehingga tia bebas
dari kewajiban tersebut.

Kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan kelancarannya


sejalan dengan penyajian aset. PSAK No. 1 (pasal 39) menggariskan bahwa
aset lancer disajikan menurut uturan likuiditas sedangkan kewajiban
disajikan menurut urutan jatuh tempo.

12
DAFTAR PUSTAKA

Suwardjono. 2013. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. BPFE:


Yogyakarata

13

Anda mungkin juga menyukai