Anda di halaman 1dari 20

1

MODUL PERKULIAHAN

W322100016 -
Teori Akuntansi
LIABILITAS

Abstrak Sub-CPMK

Dalam bab ini dibahas Agar mahasiswa dapat memahami


tentang pengertian liabilitas, pengertian liabilitas, pengakuan dan
pengakuan dan pengukuran pengukuran liabilitas, penyajian
liabilitas, penyajian liabilitas, liabilitas, liabilitas provisi and kontijensi
liabilitas provisi and kontijensi PSAK 57.
PSAK 57.

Fakultas Program Studi Tatap Muka Disusun Oleh

Shinta Melzatia, S.E., M.Ak


FEB S1.Akuntansi
06
Pengertian Kewajiban (Liabilities)
FASB mendefinisikan kewajiban dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut
(SFAC No.6, prg.35) :
Liabilities are probable future sacrifices of economic benefits arising from present
obligations of a particular entity to transfer assets or provide services to other
entities in the future as a result of past transactions or events.
(Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup
pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk
mentransfer asset atau menyediakan/ menyerahkan jasa kepada kesatuan lain
dimasa datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu)

Dengan makna yang sama, IASC mendefinisikan kewajiban sebagai berikut :


A liability is a present obligation of the enterprise arising from past events, the
settlement of which is expected to result in an outflow from the enterprise
resources embodying economic benefit.

Dalam Statement of Accounting Concepts No.4 Australian Accounting Standards


Board (AASB) mendefinisikan kewajiban sebagai berikut (prg.12)
Liabilities are the future sacrifices of service potential or future economic benefits
that the entity is presently obliged to make to other entities as a result of past
transaction or other pas events.

Definisi definisi di atas memisahkan antara makna atau pengertian dan


pengukuran serta pengakuan sehingga definisi tersebut lebih bersifat semantik daripada
structural. Definisi IASC dan AASB menanggalkan kata probable karena dianggap bahwa
tia merupakan kriteria pengakuan bukan sifat dan kewajiban. Kriteria ini dinyatakan AASB
sebagai berikut :
A liability shall be recognized in the statement of financial position when and only
when :
a) It is probable that the future sacrifice of service potential or future economic benerfit
will be required
b) The amount of the liability can be measured reliably

Seperti dalam mendefinisi aset, APB No. 4 mendefinisi kewajiban dengan


menggabungkan makna, pengukuran, dan pengakuan sebagai berikut (prg. 132):

2021 Teori Akuntansi Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU


2 Shinta Melzatia, SE, M.Ak. http://pbael.mercubuana.ac.id/
Liabilities-economic obligations of an enterprise that are recognized and measured
in conformity with generally accepted accounting principles. Liabilities also include certain
deferred credits that are not obligations but that are recognized and measured in
conformity with generally accepted accounting principles.

Sumber-sumber di atas dianggap cukup mewakili untuk membahas pengertian


kewajiban. Mathews dan Perera (1986, hlm. 167-169) membahas perkembangan
pendefinisian kewajiban dan mengutip pengertian kewajiban dari berbagai sumber. Kata-
kata kunci yang terkandung dalam tiap definisi antara lain:
 a debt owed
 money cost of discharging an enforceable obligation
 payable in money or goods and services
 existing legal (or equitable) duty to render service
 future outlay of money
 obligations to convey assets or perform services
 a negative present value of an anticipated actual or constructive cash flow

Definisi FASB digunakan sebagai basis pembahasan dalam bab ini karena definisi
tersebut cukup lengkap secara semantik. Artinya definisi tersebut telah mencakupi
berbagai gagasan atau kata kunci yang terkandung dalam beberapa definisi kewajiban
oleh sumber-sumber yang lain. Definisi IASC dan AASB secara substantif tidak berbeda
dengan definisi FASB.

APB No. 4 mendefinisi kewajiban dalam dua kata kunci yaitu economic obligations
yang dihubungkan dengan generally accepted accounting principles (GAAP). Ini berarti
bahwa APB menggabungkan pengertian kewajiban sekaligus menetapkan kriteria
pengakuan dan pengukuran. Dengan demikian, pengertian kewajiban menjadi tidak
lengkap tanpa memahami pengertian GAAP sehingga secara semantik definisi APB
kurang lengkap dan kurang bersifat umum. Jadi, definisi APB lebih bersifat struktural
daripada semantik. Hal ini berbeda dengan AASB yang memisahkan antara pengertian
(yang cukup luas dan lengkap) dan prosedur pengukuran dan pengakuan. Berbeda
dengan definisi-definisi yang lain, APB memasukkan pos-pos tertentu yang bukan
keharusan (not obligations) untuk mengorbankan sumber ekonomik sebagai bagian dari
kewajiban. Pos-pos ini secara umum disebut kredit tangguhan misalnya pos pendapatan
sewa takterhak (unearned rent revenues).

2021 Teori Akuntansi Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU


3 Shinta Melzatia, SE, M.Ak. http://pbael.mercubuana.ac.id/
Definisi-definisi kewajiban di atas sangat menekankan konsep kesatuan usaha
dengan dinyatakannya secara eksplisit ungkapan kesatuan usaha (entitas/entity atau
perusahaan/enterprise) di dalamnya untuk menunjukkan pihak yang mempunyai
keharusan untuk melakukan pengorbanan ekonomik. Selain definisi APB, definisi
kewajiban selalu memuat pula ungkapan manfaat ekonomik, sumber ekonomik, atau
potensi jasa. Ini berarti bahwa pengertian kewajiban tidak dapat dipisahkan dengan
pengertian aset. Aset dapat menimbulkan kewajiban dan sebaliknya timbulnya kewajiban
dapat dibarengi dengan pengakuan aset.

Dengan berbagai variasi di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa kewajiban
mempunyai tiga karakteristik utama yaitu: a)
a) pengorbanan manfaat ekonomik masa datang,
b) keharusan sekarang untuk mentrasfer aset, dan
c) timbul akibat transaksi masa lalu.

Sebagai bayangan cermin aset, kewajiban juga harus diukur dan diakui pada saat
terjadinya. Kalau aset diukur atas dasar penghargaan sepakatan (biaya), demikian juga
kewajiban. Jadi, biaya sebagai pengukur tidak hanya diterapkan untuk aset pada saat
pemerolehan tetapi juga untuk kewajiban pada saat terjadinya. Sebagai ketentuan umum,
pengukuran kewajiban harus sejalan dengan pengukuran aset yang berkaitan.

Kalau aset yang direpresentasi oleh biaya mengalami tiga tahap perlakuan
(pemerolehan, pengolahan, dan penyerahan), kewajiban sebenarnya juga mengalami tiga
tahap perlakuan yaitu: penanggungan (pengakuan terjadinya), penelusuran, dan
pelunasan (penyelesaian). Dalam hal kewajiban, penelusuran berarti penentuan status
dan jumlah rupiah (biaya) kewajiban setiap saat. Penentuan biaya setiap saat (termasuk
pada tanggal neraca) dapat disebut dengan penilaian kewajiban. Begitu terjadi dan dicatat
atau diakui, kewajiban akan tetap menjadi kewajiban sampai kesatuan usaha
menyelesaikannya, atau sampai adanya transaksi atau kejadian yang membatalkannya
atau yang membebaskan kesatuan usaha dari keharusan untuk melunasinya.

2021 Teori Akuntansi Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU


4 Shinta Melzatia, SE, M.Ak. http://pbael.mercubuana.ac.id/
Pengakuan Kewajiban (Liabilities)
Pada prinsipnya, kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat akibat
trensaksi yang sebelumnya telah terjadi. Mengikatnya suatu keharusan harus dievaluasi
atas dasar kaidah pengakuan (recognition rules). Kam (1990, hlm. 109) membedakan
antara kaidah pengakuan dan kriteria pengakuan (recognition criteria). Kriteria pengakuan
lebih berkaitan dengan pedoman umum dalam rangka memenuhi karakteristik kualitatif
informasi sehingga elemen statemen keuangan hanya dapat diakui bila kriteria definisi,
keberpautan, keterandalan, dan keterukuran dipenuhi. Kriteria umum ini tidak operasional
sehingga diperlukan kaidah pengakuan sebagai penjabaran teknis kriteria pengakuan
umum.

Jadi, kaidah pengakuan merupakan prosedur aplikasi untuk menandai adanya


elemen dan saat dipenuhinya kriteria pengakuan umum. Dalam hal kewajiban, kaidah
pengakuan berkaitan dengan saat atau apa yang menandai bahwa kewajiban telah
mengikat sehingga suatu kewajiban dapat diakui (dibukukan). Kam mengajukan empat
kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu (hlm. 119-120):
1. Ketersediaan dasar hukum
2. Keterterapan konsep dasar konservatisma
3. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi
4. Keterukuran nilai kewajiban
Keempat kaidah tersebut secara teknis memicu pencatatan atau pengakuan
kewajiban. Dengan kata lain, meretia memberi petunjuk tentang adanya bukti teknis
(technical evidence) untuk mengakui kewajiban.

Ketersediaan dasar hukum


Kalau terdapat bukti yuridis yang kuat tentang adanya daya paksa untuk
memenuhi keharusan, jelas tidak dapat disangkal bahwa suatu kewajiban memang ada.
Kaidah ini terkait dengan kualitas keterandalan dan keberpautan informasi. Faktur
pembelian (invoice) dan tanda penerimaan barang (receiving report) merupakan dasar
hukum yang cukup meyakinkan untuk mengakui kewajiban. Telah disebutkan bahwa
ketersediaan dasar hukum yang menimbulkan daya paksa hanya merupakan karakteristik
pendukung definisi kewajiban. Jadi, kaidah ini tidak mutlak sehingga kewajiban juga dapat
diakui bila terdapat bukti substantif adanya keharusan konstruktif atau demi keadilan.

2021 Teori Akuntansi Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU


5 Shinta Melzatia, SE, M.Ak. http://pbael.mercubuana.ac.id/
Keterterapan konsep dasar konservatisma
Kaidah ini merupakan penjabaran teknis kriteria keterandalan. Keadaan keadaan
tertentu yang menjadikan konsep konservatisma terterapkan dapat memicu pengakuan
kewajiban. Implikasi dianutnya konsep konservatisma adalah rugi dapat segera diakui
tetapi tidak demikian dengan untung. Ini berarti kewajiban dapat diakui segera sedangkan
aset tidak. Gugatan perdata terhadap suatu perusahaan yang boleh jadi menimbulkan
rugi baginya dapat memicu pencatatan kewajiban (sebagai pasangan rugi yang
diantisipasi) atas dasar penerapan konsep konservatisma. Untuk dealer sepeda motor,
utang jaminan suku cadang (sebagai pengimbang biaya pemakaian suku cadang) dapat
diakui atas dasar konsep dasar konservatisma meskipun penggantian suku cadang belum
terjadi.

Ketertentuan substansi ekonomik transaksi


Substansi suatu transaksi dapat memicu pencatatan seluruh kewajiban yang
timbul ketika transaksi terjadi meskipun secara yuridis/kontraktual kewajiban baru akan
mengikat secara berkala pada saat keharusan sekarang timbul. Kaidah ini berkaitan
dengan masalah relevansi informasi. Utang sewaguna (lease obligations) dapat diakui
pada saat transaksi, meskipun tidak ada transfer hak milik dalam transaksi sewaguna
tersebut. Dalam hal ini, kewajiban dapat atau bahkan harus diakui kalau secara substantif
sewaguna tersebut sebenarnya adalah pembelian angsuran (yaitu memenuhi salah satu
kriteria kapitalisasi).

Keterukuran nilai kewajiban


Keterukuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai kualitas keterandalan
informasi. Definisi kewajiban mengandung kata cukup pasti (probable) yang mengacu
tidak hanya pada terjadinya pengorbanan sumber ekonomik masa datang tetapi juga
pada jumlah rupiahnya. Oleh karena itu, adanya kepastian mengenai jumlah rupiah dapat
memicu diakuinya suatu kewajiban. Kalau pengukuran suatu pos kewajiban bersifat
sangat subjektif dan arbitrer, pada umumnya pos tersebut tidak diakui.

Yang menjadi masalah teknis adalah kapan keempat kaidah di atas dipenuhi, Hal
ini berkaitan dengan penentuan saat (timing) pengakuan kewajiban. Pada umumnya saat
pengakuan terjadi sangat jelas karena kebanyakan kewajiban timbul dari kontrak yang
menyebutkan secara tegas saat mengikatnya kontrak, jumlah rupiah pembayaran
kewajiban, dan saat pembayaran. Akan tetapi, untuk beberapa kasus, jumlah rupiah
(biaya) kewajiban bergantung pada kejadian di masa datang meskipun cukup pasti bahwa

2021 Teori Akuntansi Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU


6 Shinta Melzatia, SE, M.Ak. http://pbael.mercubuana.ac.id/
keharusan membayar di masa datang tidak dapat dihindari. Hendriksen dan van Breda
(1991, hlm. 675-676) menunjukkan saat-saat untuk mengakui kewajiban yaitu:
a. Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban telah
mengikat. Dalam hal kontrak eksekutori, pengakuan menunggu sampai salah satu
pihak memanfaatkan/menguasai manfaat yang diperjanjikan atau memenuhi
kewajibannya (to perform).
b. Bersamaan dengan pengakuan biaya bila barang dan jasa yang menjadi biaya belum
dicatat sebagai aset sebelumnya.
c. Bersamaan dengan pengakuan aset. Kewajiban timbul ketika hak untuk
menggunakan barang dan jasa diperoleh.
d. Pada akhir perioda karena penggunaan asas akrual melalui proses penyesuaian.
Pengakuan ini menimbulkan pos utang atau kewajiban akruan (accrued liabilities).

Keempat kaidah sebagai bukti teknis dan ketentuan saat pencatatan sebagaimana
diuraikan di atas pada umumnya mudah diidentifikasi dan diterapkan untuk keharusan
kontraktual, konstruktif, dan demi keadilan. Untuk ketiga keharusan tersebut,
pengorbanan sumber ekonomik masa datang pada umumnya dianggap cukup pasti
(probable) karena kesepakatan telah dicapai atau kebijakan telah diputuskan sehingga
sudah cukup jelas jumlah dan waktu pengorbanannya.

Pengukuran Kewajiban (Liabilities)


Pengakuan dilakukan setelah suatu kewajiban terukur dengan cukup pasti.
Penentuan biaya kewajiban pada saat terjadinya paralel dengan pengukuran aset.
Terjadinya kewajiban pada umumnya disertai dengan pemerolehan aset atau timbulnya
biaya. Pemerolehan aset dapat berupa penguasaan barang dagangan atau aset
nonmoneter lainnya yang terjadi dari transaksi pembelian. Pemerolehan aset dapat juga
berupa kas yang terjadi dari transaksi peminjaman (penerbitan obligasi) atau penerimaan
uang muka untuk barang atau jasa. Oleh karena itu, pengukur yang paling objektif untuk
menentukan biaya kewajiban pada saat terjadinya adalah penghargaan sepakatan
(measured considerations) dalam transaksi-transaksi tersebut dan bukan jumlah rupiah
pengorbanan ekonomik masa datang. Jadi, konsep dasar penghargaan berlaku baik
untuk aset maupun untuk kewajiban. Hal ini berlaku khususnya untuk kewajiban jangka
panjang.

2021 Teori Akuntansi Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU


7 Shinta Melzatia, SE, M.Ak. http://pbael.mercubuana.ac.id/
Untuk kewajiban jangka pendek, biaya penundaan dianggap tidak cukup material
sehingga jumlah rupiah kewajiban yang diakui akan sama dengan jumlah rupiah
pengorbanan sumber ekonomik (kas) masa datang. Dengan kata lain, untuk kewajiban
jangka pendek, biaya pendanaan (financing cost) atau biaya penundaan (bunga sebagai
nilai waktu uang) dianggap tidak material.

Penghargaan sepakatan suatu kewajiban merefleksi nilai setara tunai atau nilai
sekarang (current value) kewajiban yaitu jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik
seandainya kewajiban dilunasi pada saat terjadinya. Dengan demikian, basis pencatatan
kewajiban adalah nilai setara tunai bukan nilai nominal utang. Misalnya saja, kalau suatu
utang usaha diakui sebesar Rp1.000.000 padahal disepakati secara tegas dan diketahui
bersama bahwa utang tersebut dapat dilunasi setiap saat dalam waktu kurang dari
sepuluh hari dengan jumlah Rp970.000, maka dengan dasar nilai setara tunai utang
tersebut sebenarnya tidak melebihi Rp970.000. Kalau utang tersebut dicatat sebesar
Rp1.000.000 maka jelas utang tersebut akan tersaji lebih (overstated).

Pencatatan utang sebesar nilai pelunasan (Rp1.000.000) dapat didukung atas


dasar konsep konservatisma. Jumlah rupiah ini merupakan jumlah rupiah yang diperlukan
untuk melunasi utang dalam keadaan yang paling tidak menguntungkan yaitu melewatkan
kesempatan mendapatkan potongan. Sebaliknya, kalau ditinjau atas dasar konsep
pengelolaan perusahaan yang baik dan konsep kontinuitas usaha (going concern), maka
jelas akan merupakan praktik akuntansi yang lebih baik untuk melaporkan utang tersebut
pada jumlah rupiah tunainya yaitu Rp970.000. Utang tersebut akan tetap dicatat sebesar
Rp970.000 sampai hak untuk memperoleh potongan tersebut sudah habis dan tambahan
utang sebesar Rp30.000 timbul. Imbangannya adalah biaya berupa rugi Diskon
terlewatkan (loss on lapsed discount). Nilai setara tunai lebih tepat mengukur kewajiban
karena aset yang bersangkutan juga diukur dengan jumlah tersebut.

Kewajiban Dalam Pembelian Kredit


Dasar pengukuran aset yang paling objektif adalah biaya tunai (cash cost) atau
biaya tunai implisit (implied cash cost). Karena kewajiban merupakan bayangan cermin
aset, pengukurannya juga mengikuti pengukuran aset.

Misalnya suatu perusahaan menandatangani kontrak pembelian mesin.


Perusahaan menyepakati harga kontrak mesin Rp1.600.000 dan dibayar dalam delapan
kali angsuran tiap akhir triwulan sebesar Rp200.000 tanpa menyebutkan adanya bunga

2021 Teori Akuntansi Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU


8 Shinta Melzatia, SE, M.Ak. http://pbael.mercubuana.ac.id/
secara eksplisit. Dalam kasus ini sebenarnya harga nominal (kontrak) tersebut melebihi
biaya tunai implisit yaitu jumlah rupiah yang diperlukan seandainya pembelian dilakukan
secara tunai. Kalau mesin tersebut dapat diperoleh juga dari toko yang sama dengan
harga tunai Rp1.465.000 maka jumlah rupiah ini biaya tunai implisit sedangkan selisih
sebesar Rp135.000 adalah setara dengan bunga dan harus dibebankan terhadap
pendapatan selama jangka waktu kontrak. Bunga ini akhirnya akan menjadi biaya yang
sesungguhnya terjadi atau nyata dan bukan bunga hipotetis. Dengan demikian, secara
konseptual kewajiban harus diakui pada saat transaksi sebagai berikut:
Mesin …………………………………………… 1.465.000
Utang usaha ………………………….. 1.465.000

Secara teknis pembukun , dapat saja jumlah rupiah bunga dicatat untuk
kepentingan internal dan jumlah utang dicatat sebesar nominalnya sebagai berikut :
Mesin …………………………………………… 1.465.000
Bunga Tangguhan ……………………………. 135.000
Utang usaha ………………………….…… 1.600.000

Bila cara diatas dilakukan, pelaporan kewajiban harus tetap menunjukkan nilai
tunai implisitnya dengan cara mengurangkan bunga tangguhan terhadap hutang usaha.
Bunga tangguhan tidak dilaporkan sebagai asset. Pada umumnya, atas dasar
kepraktisan, perusahaan tidak berusaha untuk menentukan biaya tunai implisit baik
dengan cara menanyakan langsung ke toko penjual barang ataupun dengan cara
mendiskon nilai kontrak dengan tarif bunga yang berlaku. Kalau aset dan kewajiban
dicatat dan dilaporkan sebesar Rp1.600.000, jelas biaya aset dan kewajiban tercatat
terlalu tinggi. Walaupun demikian, kalau jangka waktu kontrak adalah pendek maka
jumlah kelebihan biaya adalah keçil dan dapat diabaikan atas dasar konsep materialitas.

Diskon dan Premium Utang Obligasi


Nilai nominal atau jatuh tempo utang obligasi sering dianggap sebagai jumlah
rupiah kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik bagi penerbit maupun kreditor.
Dasar pengukuran demikian sebenarnya tidak tepat. Untuk suatu kontrak utang dengan
ketentuan pembayaran bunga periodik dan pokok pinjaman pada akhir jangka kontrak,
pengukuran jumlah rupiah (biaya) utang dan aset untuk dasar pencatatan pertama kali
yang tepat adalah biaya tunai implisit.

2021 Teori Akuntansi Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU


9 Shinta Melzatia, SE, M.Ak. http://pbael.mercubuana.ac.id/
Dalam hal obligasi jangka panjang, jumlah rupiah uang yang diterima oleh penerbit
dan yang dibayarkan oleh kreditor pada saat penerbitan hanyalah merupakan bagian kecil
dari jumlah rupiah total yang terlibat dalam kontrak obligasi. Jumlah rupiah total ini adalah
seluruh jumlah rupiah pembayaran pembayaran masa datang (bunga periodik dan
nominal obligasi). Pembayaran masa datang ini sebenarnya terdiri atas dua unsur yaitu :
1) Nilai sekarang pembayaran bunga periodik dan nilai sekarang nominal obligasi
2) Bunga efektif yang terlibat dalam penentuan harga obligasi tersebut.
Sebagai contoh, seorang investor membayar Rp803.542 untuk obligasi yang
diterbitkan oleh suatu perusahaan. Nominal obligasi Rp1.000.000 berjangka lima tahun
dengan bunga nominal 10% per tahun dibayar setahun sekali. Tingkat bunga pasar
(efektif) pada saat diterbitkan adalah 16%. Investor akan mencatat biaya investasi
sebesar jumlah rupiah yang benar-benar dikeluarkan pada saat transaksi. Sebaliknya,
penerbit akan mencatat biaya utang efektifnya sebesar jumlah rupiah aset (kas) yang
diterima. Pengukuran semacam itu jelas menunjukkan kesepakatan yang benar-benar
disetujui bersama oleh dua pihak yang terlibat. Dalam transaksi tersebut tidak terkandung
unsur untung atau rugi; artinya penghargaan yang diberikan oleh satu pihak sama dengan
penghargaan yang diterima pihak yang lain. Jadi, jumlah Rp803.542 merupakan
penghargaan sepakatan dan menjadi harga efektif utang obligasi.

Makna Harga Efektif Obligasi


Segera setelah transaksi terjadi maka "kesepakatan" dalam hubungannya dengan
obligasi tersebut mulai menunjukkan makna yang sebenarnya. Dengan telah mulai
berjalannya kesepakatan dalam transaksi obligasi di atas, bunga Rp100.000 tiap tahun
mulai terhimpun dan dibayar secara periodik sampai jatuh tempo. Bersamaan dengan itu,
jumlah rupiah utang obligasi yang mula-mula tercatat akan berangsur-angsur berubah
(bertambah) menuju jumlah rupiah nilai jatuh tempo atau nominal. Kalau biaya utang dan
aset dicatat sebesar nominal pada saat terjadinya, jelas biaya tersebut tersaji lebih
(overstated). Dalam hal ini, selisih nominal dengan penghargaan sepakatan merupakan
Diskon obligasi. Bagi penerbit obligasi, perhitungan biaya bunga menjadi tidak lengkap
(tepat) apabila tidak memperhatikan kedua proses di atas (perhitungan bunga periodik
dan akumulasi Diskon). Jumlah rupiah utang obligasi tiap saat (keharusan saat itu)
sebelum jatuh tempo akan terlalu besar apabila dinyatakan sebesar nominalnya.

Diskon Obligasi
Diskon obligasi yang belum diamortisasi bukan merupakan suatu rugi karena aset,
yang diperoleh sebelumnya tidak ada yang berkurang atau menguap (dissipation). Tia

2021 Teori Akuntansi Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU


10 Shinta Melzatia, SE, M.Ak. http://pbael.mercubuana.ac.id/
juga bukan aset karena tidak ada pengeluaran yang mengakibatkan bertambahnya aset
fisis sebesar jumlah rupiah Diskon tersebut. Kalau demikian, simpulan yang pasti adalah
bahwa Diskon utang obligasi pada waktu penerbitan adalah suatu jumlah rupiah debit
yang menunjukkan biaya bunga yang harus dibayar pada tanggal jatuh tempo. Dengan
demikian, Diskon tersebut harus dilaporkan dalam neraca sebagai pengurang nilai
nominal (jatuh tempo) utang obligasi. Jadi, akun Diskon obligasi merupakan akun
penilaian (valuation account) terhadap akun utang obligasi yang memuat nominal utang.
Juga tidak tepat mengartikan Diskon utang obligasi sebagai “bunga dibayar di muka"
(prepaid interest) karena memang belum dibayar. Diskon obligasi sebenarnya merupakan
bunga yang "belum dibayar," yaitu bagian bunga efektif total yang baru akan dibayar pada
saat utang obligasi jatuh tempo.

Premium Obligasi
Sejalan dengan penalaran tentang makna Diskon obligasi yang dilandasi konsep
dasar penghargaan sepakatan, dapat disimpulkan bahwa premium yang dibayarkan
investor untuk obligasi merupakan unsur dari jumlah rupiah utang perusahaan.
Bersamaan dengan berjalannya waktu mendekati jatuh tempo, jumlah rupiah bagian
utang yang merupakan premium harus diamortisasi secara sistematik dengan cara
memisahkan dari penghargaan sepakatan bagian yang diperhitungkan sebagai
pembayaran "bunga" periodik."

Mengartikan premium obligasi sebagai "pendapatan tangguhan" (deferred income)


jelas tidak tepat karena secara konseptual pendapatan atau laba tidak timbul dari proses
pemerolehan utang. Pendapatan hanya timbul dari kegiatan pembentukan pendapatan
(earning process). Atas dasar konsep kontinuitas usaha, premium obligasi yang belum
diamortisasi adalah benar-benar merupakan utang dan jumlah amortisasi periodik adalah
merupakan penyesuai (pengurang) terhadap biaya bunga dan bukannya merupakan
elemen pendapatan. Tanpa penyesuaian ini biaya bunga periodik akan menjadi tersaji
lebih (overstated).

Penghargaan sepakatan sebagai pengukur keharusan sekarang pada saat


terjadinya kewajiban lebih didasarkan pada aspek substansi daripada yuridis. Dari segi
yuridis, utang memang harus diukur sebesar nilai nominalnya karena kalau terjadi
likuidasi hak menerima pelunasan yang melekat pada investor adalah sebesar nominal.
Untuk ini, telah ditegaskan sebelumnya bahwa pandangan akuntansi tidak harus sejalan
dengan pandangan yuridis karena tujuan pengukuran yang berbeda. Akuntansi

2021 Teori Akuntansi Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU


11 Shinta Melzatia, SE, M.Ak. http://pbael.mercubuana.ac.id/
mendasarkan diri pada anggapan bahwa perusahaan akan berlangsung terus (konsep
kontinuitas usaha) sehingga pengukuran tidak didasarkan pada keadaan perusahaan
dilikuidasi.

Pandangan yuridis yang tidak memperhatikan Diskon dilandasi konsep


pengukuran dengan asumsi perusahaan dilikuidasi. Dalam keadaan tidak normal seperti
likuidasi atau reorganisasi memang dapat dijustifikasi pengukuran dengan menggunakan
konsep yang berbeda dengan akuntansi. Akan tetapi, secara umum akuntansi tidak harus
mendasarkan diri pada konsep tersebut.

Kewajiban Moneter dan Nonmoneter


Kewajiban dapat bersifat moneter maupun nonmoneter. Kewajiban moneter
adalah kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik masa datangnya berupa kas
dengan jumlah rupiah dan saat yang pasti (baik jumlah tunggal maupun beberapa
pembayaran secara berkala). Secara konseptual, pada saat terjadinya, kewajiban
moneter diukur atas dasar nilai Diskonan pembayaran kas masa datang (discounted
future cash outflows). Hal ini berlaku khususnya untuk kewajiban moneter jangka panjang.
Untuk kewajiban moneter jangka pendek, kewajiban dapat diukur atas dasar nilai nominal
(face value) berdasarkan konsep dasar materialitas. Termasuk dalam pengertian
kewajiban moneter adalah penerimaan di muka (advances) yang akan dikompensasi
dengan pembelian barang dan jasa di masa datang. Disebut kewajiban moneter karena
kalau pembelian barang dan jasa batal, uang muka tersebut harus dikembalikan.

Kewajiban nonmoneter adalah keharusan untuk menyediakan barang dan jasa


dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul karena penerimaan
pembayaran di muka untuk barang dan jasa tersebut. Bila pembayaran di muka penuh,
kewajiban nonmoneter diukur atas dasar pembayaran tersebut yang menunjukkan harga
yang disepakati untuk barang dan jasa. Pembayaran penuh di muka tersebut sebenarnya
merepresentasi jumlah untuk menutup biaya barang dan jasa yang akan diserahkan dan
laba. Jumlah yang digunakan untuk menutup biaya itulah yang murni merupakan
kewajiban sedangkan jumlah untuk menutup laba merupakan laba tangguhan (deferred
income) yang tidak dapat disebut kewajiban karena tidak memenuhi definisi kewajiban.
Namun demikian, perlukah kedua komponen tersebut dipisahkan? Bila tidak, apakah
seluruh jumlah rupiah tersebut lebih tepat disebut kewajiban atau pendapatan tangguhan
(deferred revenue)? Lebih jauh lagi, kalau pembayaran dimuka tidak penuh, apakah perlu

2021 Teori Akuntansi Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU


12 Shinta Melzatia, SE, M.Ak. http://pbael.mercubuana.ac.id/
dipisahkan bagian yang merepresentasi kewajiban dan bagian yang merepresentasi
laba?

Sebagai ilustrasi, dimisalkan suatu perusahaan menerima uang muka sebesar


Rp100.000 yang menggambarkan jumlah rupiah penuh harga barang yang dipesan
seorang pelanggan. Dimisalkan pula biaya produksi, pemasaran, dan penjualan ditaksir
dengan cukup pasti sebesar Rp80.000. Atas dasar permasalahan di atas, terdapat tiga
alternatif untuk mengakui kewajiban yaitu:
a) Kas ………………………………………… 100.000
Kewajiban Menyerahkan Barang …. 100.000

b) Kas ………………………………………… 100.000


Pendaptan Tangguhan …………….. 100.000

c) Kas ………………………………………… 100.000


Kewajiban Menyerahkan Barang …. 80.000
Laba Tangguhan ……………………. 20.000

Bila biaya barang dan jasa merupakan unsur yang dominan, pembayaran di muka
dapat dianggap seluruhnya menimbulkan kewajiban (sebagai kewajiban lancar). Akan
tetapi, kalau biaya merupakan unsur yang kecil dari seluruh harga jual barang dan jasa,
pembayaran di muka dapat dianggap seluruhnya menimbulkan kredit atau pendapatan
tangguhan atau pendapatan takterhak (unearned revenues) yang merupakan kewajiban
nonkeharusan. Keduanya masih memenuhi definisi kewajiban karena adanya keharusan
untuk menyerahkan barang dan jasa. Perlakuan ini secara konseptual lebih didukung
daripada pemisahan uang muka menjadi komponen biaya (merepresentasi kewajiban)
dan laba. Berikut argumen argumen yang mendukung:
a. Keharusan menyerahkan barang dan jasa merupakan bagian dari operasi
perusahaan secara keseluruhan sehingga barang dan jasa dinyatakan dalam harga
jual dari kaca mata kedua pihak yang bertransaksi. Dengan demikian, pembayaran di
muka merupakan pendapatan tangguhan yang menunggu penyerahan barang bukan
jumlah untuk menutup biaya barang dan jasa.
b. Sebagai bagian dari operasi perusahaan secara keseluruhan, penerimaan uang
muka lebih tepat bila diperlakukan seluruhnya sebagai kewajiban.
c. Laba secara automatis tercipta pada saat pendapatan telah diakui sehingga
pemisahan antara kewajiban dan laba tangguhan tidak ada manfaatnya karena

2021 Teori Akuntansi Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU


13 Shinta Melzatia, SE, M.Ak. http://pbael.mercubuana.ac.id/
keduanya sama-sama akan dilaporkan di sisi kredit dan bersifat kewajiban yang
keduanya terselesaikan pada saat barang atau jasa telah diserahkan.
d. Kas yang diterima tidak dapat dikaitkan dengan biaya penyediaan barang/ produk
dan jasa yang diberi uang muka karena beberapa komponen produk atau jasa pada
umumnya sudah diperoleh perusahaan (misalnya depresiasi) bahkan beberapa
komponen mungkin belum diperoleh perusahaan pada saat penerimaan uang muka.
Tidak ada basis untuk menghubungkan secara rasional uang muka dengan biaya
barang dan jasa yang harus diserahkan.
e. Penyerahan barang merupakan saat yang kritis untuk mengakui pendapatan
daripada saat penerimaan kas sehingga laba (baik sekarang atau tangguhan) tidak
dapat diakui pada saat penerimaan kas. Jadi, percuma saja untuk memisahkan uang
muka untuk merepresentasi biaya dan laba.

Penyajian Kewajiban (Liabilities)


Secara umum, kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan kelancarannya
sejalan dengan penyajian asset. PSAK No.1 (pasal 39) menggariskan bahwa asset lancar
disajikan menurut urutan likuiditas sedagkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh
tempo. Ini berarti kewajiban jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada kewajiban
jangka panjang. Hal ini dimaksud untuk memudahkan pembaca untuk mengevaluasi
likuiditas perusahaan. Dari segi urutan perlindungan dan jaminan (sequence of
protection), utang yang dijamin pada umumnya disajikan lebih dahulu untuk menunjukkan
bahwa dalam hal terjadi likuiditas utang ini harus dibayar lebih dahulu. Juga, dari sudut
urutan perlindungan, kewajiban disajikan lebih dahulu daripada ekuitas.

PSAK No.1 menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak memenuhi kriteria
sebagai kewajiban jangka pendek harus diklasifikasi sebagai kewajiban jangka pendek
bila :
a. Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi
perusahaan.
b. Jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca

Siklus operasi normal perusahaan sangat sulit untuk diidentifikasi sehingga dalam
implementasinya, waktu satu tahun dianggap sebagai siklus operasi normal. perusahaan.
Waktu satu tahun dianggap cukup praktis untuk kepentingan akuntansi karena tia tidak

2021 Teori Akuntansi Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU


14 Shinta Melzatia, SE, M.Ak. http://pbael.mercubuana.ac.id/
terlalu singkat dan juga tidak terlalu lama. Kriteria (a) sebenarnya digunakan untuk
menjaga kemungkinan kalau ada siklus operasi suatu perusahaan yang melebihi satu
tahun. Waktu satu tahun sudah menjadi konvensi akuntansi sehingga kriteria (a)
sebenarnya tidak pernah diterapkan.

Walaupun memenuhi kriteria (b) di atas, suatu kewajiban tetap dapat diklasifikasi
sebagai kewajiban jangka panjang bila kewajiban tersebut tidak akan dilunasi tetapi
didanai kembali atau diperbarui. Paragraf 47 menyebutkan bahwa kewajiban berbunga
jangka panjang tetap diklasifikasi sebagai kewajiban jangka panjang, walaupun kewajiban
tersebut akan jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan sejak tanggal neraca,
apabila:
a) Kesepakatan awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari dua belas bulan;
b) Perusahaan bermaksud membiayai kembali kewajibannya dengan pendanaan jangka
panjang;
c) Maksud tersebut pada huruf (b) didukung dengan perjanjian pembiayaan kembali
atau penjadwalan kembali pembayaran yang resmi disepakati sebelum laporan
keuangan disetujui.

Penyajian utang jangka panjang yang jatuh tempo dalam kewajiban lancar akan
mempengaruhi likuiditas. Oleh karena itu, syarat di atas diperlukan agar kewajiban jangka
pendek tidak diklasifikasi sebagai utang jangka panjang. Standar akuntansi yang
berkaitan dengan berbagai jenis kewajiban dan kontrak biasanya menetapkan hal-hal
yang harus diungkapkan.

Dalam hal sewaguna misalnya, jumlah pembayaran minimum masa datang untuk
sewaguna operasi harus diungkapkan. Dalam SFAS No. 47 misalnya, FASB memberi
pedoman tentang pengungkapan untuk keharusan pembelian tak bersyarat jangka
panjang (long-term unconditional purchase obligations) dan pinjaman dan saham tertebus
jangka panjang (long-term borrowings and redeemable stock).

2021 Teori Akuntansi Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU


15 Shinta Melzatia, SE, M.Ak. http://pbael.mercubuana.ac.id/
PSAK 57
PSAK 57 (IAS 37) ini bertujuan untuk mengatur pengakuan dan pengukuran
provisi, kewajiban kontijensi dan asset kontijensi serta untuk memastikan informasi
memadi telah diungkapkan dalam CaLK. Agar para pengguna dapat memahami sifat,
waktu, dan jumlah yang terkait dengan informasi tersebut.

Kontrak eksekutori adalah kontrak yang kedua belah pihak terkaitnya belum
melaksanakan kewajiban kontrak atau telah melaksanakan sebagian kewajiban mereka
dengan proporsi yang sama. Provisi adalah liabilitas yang waktu dan jumlahnya belum
pasti Liabilitas adalah kewajiban kini entitas yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
penyelesaiannya dapat mengakibatkan arus keluar sumber daya entitas yang
mengandung manfaat ekonomi. Provisi diakui jika:
a) Entitas memiliki kewajiban kini (baik bersifat hukum maupun bersifat konstruktif)
sebagai akibat peristiwa masa lalu;
b) Kemungkinan besar penyelesaian kewajiban tersebut mengakibatkan arus keluar
sumber mengandung probable outflow daya yang manfaat ekonomi; dan
c) Estimasi yang andal mengenai jumlah kewajiban ter sebut dapat dibuat. Terpenuhi
reliable estimate
Jika kondisi di atas tidak terpenuhi, maka kewajiban diestimasi tidak diakui.

Dalam kasus kewajiban kini tidak dapat ditentukan secara jelas setelah
mempertimbangkan semua bukti tersedia, terdapat kemungkinan lebih besar terjadi
daripada tidak terjadi bahwa kewajiban kini telah ada,pada akhir periode pelaporan.
Pertimbangan bukti-bukti yang tersedia:
a. Besar kemungkinannya bahwa kewajiban kini telah ada pada akhir periode
pelaporan, entitas mengakui provisi (jika kriteria pengakuan terpenuhi)
b. Jika besar kemungkinan bahwa kewajiban kini belum ada pada akhir periode
pelaporan, entitas mengungkapkan kewajiban kontinjensi.
c. Pengungkapan tidak diperlukan jika kemungkinan arus keluar sumber daya kecil.

Kewajiban hukum timbul dari:


a) Suatu kontrak (secara eksplisit atau implisit);
b) Peraturan perundang-undangan; atau
c) Pelaksanaan produk hukum lainnya.

2021 Teori Akuntansi Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU


16 Shinta Melzatia, SE, M.Ak. http://pbael.mercubuana.ac.id/
Kewajiban konstruktif:
a) Berdasarkan praktik baku masa lalu, dan
b) Menimbulkan ekspektasi kuat bahwa entitas akan melaksanakan tanggung jawab
tersebut.

Provisi diakui hanya bagi kewajiban yang timbul dari peristiwa masa lalu, yang
terpisah dari tindakan entitas pada masa datang (yaitu penyelenggaraan entitas pada
masa datang). Contoh:
 Denda atau biaya pemulihan pencemaran lingkungan, yang mengakibatkan arus
keluar sumber daya untuk menyelesaikan kewajiban itu tanpa memandang tindakan
entitas pada masa datang.
 Biaya kegiatan purna-operasi (decommissioning) instalasi minyak atau instalasi nuklir
sebatas jumlah yang harus ditanggung entitas untuk memperbaiki kerusakan yang
telah ditimbulkan.
 Ketika terjadi kerusakan lingkungan, entitas tidak terikat untuk menanggulanginya.
Akan tetapi, perbuatan yang mengakibatkan kerusakan tersebut akan menjadi
peristiwa yang mengikat pada saat terbit peraturan perundang-undangan baru yang
mengharuskan kerusakan itu untuk ditanggulangi atau pada saat entitas
mengumumkan secara terbuka untuk menanggulangi kerusakan tersebut sehingga
menimbulkan kewajiban konstruktif.
 Jika terdapat sejumlah kewajiban serupa (misalnya garansi atau jaminan produk,
atau kontrak-kontrak serupa)
 Kemungkinan arus keluar sumber daya untuk menyelesaikan kewajiban tersebut
ditentukan dengan mempertimbangkan keseluruhannya sebagai suatu kelompok
kewajiban.

Liabilitas kontijensi yang tidak memenuhi kriteria sebagai provisi diklasifikasikan


sebagai liablitas kontijensi. Liabilitas kontijensi tidak diakui dalam laporan keuangan dan
hanya diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Keberasaan liablitas kontijensi
harus dievaluasi apakah berubah :menjadi provisi karena menjadi probable dan dapat
diukur dengan andal; atau Menjadi kemungkinan kecil sehingga tidak perlu diungkapkan.

Aset kontinjensi adalah aset potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan
keberadaannya menjadi pasti dengan terjadi atau tidak terjadinya satu peristiwa atau lebih
pada masa depan yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas.

2021 Teori Akuntansi Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU


17 Shinta Melzatia, SE, M.Ak. http://pbael.mercubuana.ac.id/
1. Estimasi terbaik, Jumlah yang diakui sebagai provisi adalah hasil estimasi terbaik
pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban kini pada akhir periode
pelaporan. (par 36)
2. Risiko dan Ketidakpastian, Jumlah yang diakui sebagai provisi adalah hasil estimasi
terbaik pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban kini pada akhir
periode pelaporan. (par 42)
3. Nilai Kini, Jika dampak nilai waktu uang cukup material, maka jumlah provisi adalah
nilai kini dari perkiraan pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban.
(par 45)
4. Peristiwa Masa Depan, Peristiwa masa depan yang dapat mempengaruhi jumlah
yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu kewajiban harus tercermin dalam jumlah
provisi jika ada bukti obyektif bahwa peristiwa itu akan terjadi. (PSAK 57 par 48)
5. Rencana Pelepasan Aset, Keuntungan sehubungan dengan rencana pelepasan aset
tidak boleh dipertimbangkan dalam menghitung suatu provisi (PSAK 57 par 51)

Jika sebagian atau seluruh pengeluaran untuk menyelesaikan provisi diganti oleh
pihak ketiga, maka: penggantian itu diakui hanya pada saat timbul keyakinan bahwa
penggantian pasti diterima pada saat entitas menyelesaikan kewajibannya. Penggantian
tersebut diakui sebagai aset yang terpisah. Jumlah yang diakui sebagai penggantian tidak
boleh melebihi nilai provisi. Dalam laporan laba rugi komprehensif, beban yang berkaitan
dengan provisi dapat disajikan secara neto setelah dikurangi jumlah yang diakui sebagai
penggantiannya.

Provisi ditelaah pada setiap akhir periode pelaporan estimasi terbaik yang paling
kini. Jika arus keluar sumber daya kemungkinan besar tidak terjadi, maka provisi tersebut
dibatalkan. (PSAK 57 par 59). Jika kewajiban diestimasi didiskonto, maka nilai tercatatnya
akan meningkat pada setiap periode untuk mencerminkan berlalunya waktu. Peningkatan
ini diakui sebagai biaya pinjaman (PSAK 57 par 60). Provisi hanya dapat digunakan untuk
pengeluaran yang berhubungan langsung dengan tujuan pembentukan provisi tersebut.
(PSAK 57 par 61).

Kontrak memberatkan adalah kontrak yang biaya tidak terhindarkan untuk


memenuhi kewajiban kontraknya melebihi manfaat ekonomis yang akan diterima dari
kontrak tersebut. Jika entitas terikat dalam suatu kontrak memberatkan, maka kewajiban
kini menurut kontrak tersebut diukur dan diakui sebagai provisi. (PSAK 57 par 66).

2021 Teori Akuntansi Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU


18 Shinta Melzatia, SE, M.Ak. http://pbael.mercubuana.ac.id/
Restrukturisasi adalah program yang direncanakan dan dikendalikan oleh
manajemen dan secara material mengubah:
a) Lingkup kegiatan usaha suatu entitas; atau
b) Cara mengelola usaha tersebut.

Contoh:
1. Penjualan atau penghentian suatu lini usaha;
2. Penutupan lokasi usaha dalam suatu negara atau kawasan ke negara atau kawasan
lain;
3. Perubahan dalam struktur manajemen, misalnya menghilangkan satu lapis
manajemen; dan
4. Reorganisasi mendasar yang memiliki dampak signifi kan pada karakteristik dan
fokus operasi entitas.

Untuk setiap jenis provisi, entitas harus mengungkapkan:


1. Nilai tercatat pada awal dan akhir periode;
2. Provisi tambahan yang dibuat dalam periode bersangkutan, termasuk peningkatan
jumlah pada provisi yang ada;
3. Jumlah yang digunakan, yaitu jumlah yang terjadi dan dibebankan pada provisi
selama periode bersangkutan;
4. Jumlah yang belum digunakan yang dibatalkan selama periode bersangkutan; dan
5. Peningkatan, selama periode yang bersangkutan, dalam nilai kini yang timbul karena
berlalunya waktu dan dampak dari setiap perubahan tingkat diskonto.

Entitas juga harus mengungkapkan pula:


1. Uraian singkat mengenai karakteristik kewajiban dan perkiraan saat arus keluar
sumber daya terjadi.
2. Indikasi mengenai ketidakpastian saat atau jumlah arus keluar tersebut jika
diperlukan dalam rangka menyediakan informasi yang memadai, entitas harus
mengungkap kan asumsi utama yang mendasari prakiraan peristiwa masa depan
3. Jumlah estimasi penggantian yang akan diterima dengan menyebutkan jumlah aset
yang telah diakui untuk estimasi penggantian tersebut.

2021 Teori Akuntansi Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU


19 Shinta Melzatia, SE, M.Ak. http://pbael.mercubuana.ac.id/
Daftar Pustaka

1 Schooeder, R.G., M.W. Clark, Jack M. Cathay. (2016). Financial Accounting


Theory and Analysis. 12th edition.
2 Scott, William R. (2019). Financial Accounting Theory. 8th edition.
3 Godfrey, J., A. Hodgson, A. Tarca. (2010). Accounting Theory. 7th edition. John
Wiley.
4 Belkaoui, Ahmed Riahi. (2011). Accounting Theory. 6th edition. Salemba Empat.
Jakarta
5 Soewardjono. (2016). Teori Akuntansi. Edisi 3. YKPN.
6 Standar Akuntansi Keuangan. 2019. Ikatan Akuntan Indonesia

2021 Teori Akuntansi Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU


20 Shinta Melzatia, SE, M.Ak. http://pbael.mercubuana.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai