Anda di halaman 1dari 29

TEORI AKUNTANSI

“KEWAJIBAN”

OLEH KELOMPOK 3:

1. Dita Ayu Dwi Octavianti 1221600125


2. Sigit Ady Pratama 1221600165

FAKULTAS EKONOMI

PRODI AKUNTANSI

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA


TAHUN AKADEMIK 2019/2020

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Makalah ini dususun guna memenuhi kewajiban tugas
kami dalam mata kuliah “Teori Akuntansi”.

Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 15 April 2019

Penyusun

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Akuntansi merupakan aktivitas jasa. Fungsinya adalah untuk menyediakan
informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan, tentang entitas (kesatuan) usaha
yang dipandang akan bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomi dalam
menetapkan pilihan yang tepat di antara berbagai alternatif tindakan. Semua badan
usaha, tanpa memandang besar dan sifat operasinya, memerlukan catatan-catatan yang
akurat untuk transaksi usaha. Perusahaan yang tidak menyelenggarakan catatan yang
akurat tidak akan dapat beroperasi seefisien dan semenguntungkan perusahaan yang
menyelenggarakan catatan yang akurat. Di samping itu, kebutuhan para pemakai
informasi akuntansi atas keakuratan data akuntansi menyebabkan perusahaan
menyelenggarakan pembukuan dan catatan yang akurat, yang secara wajar
mencerminkan aktivitas usaha perusahaannya.
Setiap transaksi yang dilakukan dalam perusahaan mempengaruhi posisi keuangan
yaitu posisi harta (aktiva), utang (kewajiban), dan modal (ekuitas) perusahaan. Aktiva
adalah manfaat ekonomi yang sangat mungkin diperoleh atau dikendalikan oleh entitas
tertentu pada masa mendatang sebagai hasil transaksi atau kejadian masa lalu. Kewajiban
adalah pengorbanan manfaat ekonomi yang sangat mungkin terjadi pada masa mendatang
yang timbul dari keharusan yang dihadapi entitas tertentu saat ini untuk mentransfer
aktiva atau memberikan jasa kepada entitas lain pada masa mendatang sebagai hasil
transaksi atau kejadian masa lalu. Ekuitas atau aktiva bersih merupakan hak residual atas
aktiva entitas atau perusahaan yang masih ada sesudah dikurangi dengan kewajiban-
kewajibannya.
Menurut FASB, Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang
yang cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk
mentransferk aset atau menyediakan / menyerahkan jasa kepada kesatuan lain dimasa
datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.
Definisi FASB digunakan sebagai basis pembahasan karena definisi tersebut
cukup lengkap secara semantic. Artinya definisi tersebut telah mencakupi berbagai
gagasan atau kata kunci yang terkandung dalam beberapa definisi kewajiban oleh sumber
– sumber lain.

4
Pengertian kewajiban merupakan bayangan cermin pengertian asset. Transaksi
atau kejadian masa lalu menimbulkan penguasaan sekarang pemerolehan manfaat
ekonomik masa datang untuk asset sedangkan untuk kewajiban hal tersebut menimbulkan
keharusan sekarang pengorbanan manfaat ekonomik masa datang.
Seperti asset, kewajiban merupakan elemen neraca yang akan membentuk
informasi semantic berupa posisi keuangan bila dihubungkan dengan elemen lain yaitu
asset dan ekuitas atau pos-pos rincinya. Kewajiban merepresentasikan sebagian sumber
dana dari asset badan usaha berupa potensi jasa (manfaat) fisis dan nonfisis yang
memampukannya untuk menyediakan barang dan jasa.
Untuk dapat disebut kewajiban, suatu objek harus memuat suatu tugas atau
tanggungjawab kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan untuk melunasi,
menunaikan, atau melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik yang
cukup pasti di masa datang.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian Kewajiban?


2. Bagaimana pengakuan, pengukuran, dan penilaian Kewajiban?
3. Bagaimana pelunasan terkait dengan Kewajiban?

C. TUJUAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan penjelasan guna mempelajari
dan memahami mengenai Kewajiban.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KEWAJIBAN
FASB mendefinisi kewajiban dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC
No. 6, prg. 35):

Liabilities are probable future sacrifices of economic benefits arising from present
obligations of a paticular entity to transfer assets or provide services to other entities in
the future as a result of past transactions or events.

Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti
yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer aset atau
menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain di masa datang sebagai akibat transaksi
atau kejadian masa lalu.

Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi kewajiban sebagai berikut:

A liability is a present obligation of the enterprise arising from past events, the settlement
of which is expected to result in a outflow from the enterprise resources embodying
economic benefit.

Dalam Statement of Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting Standars Board


(AASB) mendefinisi kewajiban sebagai berikut:

Liabilities are the future sacrifices of service potential of future economic benefits that
the entity is presently obliged to make to other entities as a result of past transaction or
other past events.

Definisi-definisi di atas memisahkan antara makna atau pengertian da pengukuran


serta pengakuan sehingga definisi tersebut lebih bersifat semantik daripada struktural.
Definisi IASC dan AASB menanggalkan kata probable karena dianggap bahwa dia
merupakan kriteria pengakuan bukan sifat dari kewajiban. Kriteria ini dinyatakan AASB
sebagai berikut (penebalan oleh penulis):

A liability shall be recognised in the statement of financial position when and only when:

6
a. It is probable that the future sacrifice of servise potential or future economic
benefits will be required; and
b. The amount of the liability can be measured reabily.

Seperti dalam definisi aset, APB No. 4 mendefinisi kewajiban dengan


menggabungkan makna, pengukuran, dan pengakuan sebagai berikut (prg. 132):

Liabilities-economic obligations of an enterprise that are recognized and measured in


conformity with generally accepted accounting principles. Liabilities also include certain
deferred credit that are not obligations but that are recognized and measured in
conformity with generally accepted accounting princilples.

Definisi FASB digunakan sebagai basis pembahasan karena definisi tersebut cukup
lengkap secara semantik. Artinya definisi tersebut telah mencakup berbagai gagasan atau kata
kunci yang terkandung dalam beberapa definisi kewajiban oleh sumber-sumber yang lain.
APB No. 4 mendefinisi kewajiban dalam dua kata kunci yaitu economic obligations
yang dihubungkan dengan generally accepted accounting principles (GAAP). Ini berarti
bahwa APB menggabungkan pengertian kewajiban sekaligus menetapkan kriteria pengakuan
dan pengukuran. Dengan demikian, pengertian kewajiban menjadi tidak lengkap tanpa
memahami pengertian GAAP sehingga secara semantik definisi APB kurang lengkap dan
kurang bersifat umum. Hal ini berbeda dengan AASB yang memisahkan antara pengertian
dan prosedur pengukuran dan pengakuan. Berbeda dengan definisi-definisi yang lain, APB
memasukkan pos-pos tertentu yang bukan keharusan untuk mengorbankan sumber ekonomik
sebagai bagian dari kewajiban.
Definisi-definisi kewajiban di atas sangat menekankan konsep kesatuan usaha dengan
dinyatakannya secara eksplisit ungkapan kesatuan usaha di dalamnya untuk menunjukkan
pihak yang mempunyai keharusan untuk melakukan pengorbanan ekonomik. Selain definisi
APB, definisi kewajiban selalu memuat pula ungkapan menfaat ekonomik, sumber
ekonomik, atau potensi jasa. Ini berarti bahwa pengetian kewajiban tidak dapat dipisahkan
dengan pengertian aset. Aset dapat menimbulkan kewajiban dan sebaliknya timbulnya
kewajiban dapat dibarengi dengan pengakuan aset.
Dengan berbagai variasi di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa kewajiban
mempunyai tiga karakteristik utama yaitu: (a) pengorbanan manfaat ekonomik masa datang,
(b) kaharusan sekarang untuk mentransfer aset, dan (c) timbul akibat transaksi masa lalu.

7
Pengorbanan Manfaat Ekonomik

Untuk dapat disebut sebagai kawajiban, suatu objek harus memuat suatu tugas (duty)
atau tanggungjawab (responsibility) kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan usaha
untuk melunasi, menunaikan, atau melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat
ekonomik yang cukup pasti di masa datang. Pengorbanan manfaat ekonomik diwujudkan
dalam bentuk transfer atau menggunaan aset kesatuan usaha.
Transfer manfaat ekonomik kepada pemilik (pemegang saham) tidak termasuk dalam
pengertian pengorbanan sumber ekonomik masa datang yang membentuk kewajiban karena
untuk menjadi kewajiban pengorbanan tersebut harus bersifat memaksa (nondiscretionary)
dan bukan atas dasar kebijakan atau keleluasaan menajemen untuk memutuskan
(discretionary) baik dalam hal jumlah rupiah maupun dalam saat transfer. Secara umum,
keharusan mengorbankan sumber ekonomik masa datang tidak dapat menjadi kewajiban
kalau kaharusan tersebut bersifat terbuka atau tidak pasti (open-ended). Kesatuan usaha tidak
mempunyai keharusan untuk mentransfer aset ke pemilik kecuali dalam hal kesatuan usaha
dilikuidasi.
Bahwa pengorbanan ekonomik harus dikaitkan dengan pihak lain berarti bahwa
kewajiban hanya dapat terjadi antarkesatuan usaha atau paling tidak melibatkan kesatuan
usaha yang lain. kewajiban tidak timbul dari kejadian internal suatu kesatuan usaha.

Keharusan Sekarang
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik masa datang
harus timbul akibat keharusan (obligation atau duties) sekarang. Pengertian “sekarang”
(present) dalam hal ini mengacu pada dua hal: waktu dan adanya. Waktu yang dimaksud
adalah tanggal pelaporan (neraca). Artinya, pada tanggal neraca kalau perlu atau kalau
dipaksakan pengorbanan sumber ekonomik harus dipenuhi karena keharusan untuk itu telah
ada. Tentu saja jumlah rupiah pengorbanan yang dipaksakan pada tanggal neraca tidak akan
sebesar jumlah rupiah yang akan dibayar di masa datang (setelah tanggal neraca). Perbedaan
ini terjadi akiat sifat yang melekat pada kewajiban yaitu bunga yang bermakna sebagai nilai
waktu uang atau harga penundaan (the time value of money or the price of delay).
Menurut Kam ( 1990. Hlm.111-112) pendefinisian kewajiban sebagai pengorbanan
sumber ekonomik masa datang tidak menunjuk pada sesuatu yang sekarang ada dan nyata
(real) tetapi menunjuk pada kejadian masa datang yang jelas belum terjadi. Dengan kata lain,
pengorbanan tersebut tidak nyata pada saat sekarang. Objek yang nyata (real-world-object)

8
sebenarnya adalah keharusan yang sekarang ada. Jadi, keharusan sekarang seharusnya
menjadi fokus atau kata kunci definisi. Kam mengusulkan pemfrasaan kembali definisi
kewajiban sebagai berikut:

Liabilities are obligations of a particular wntity which necessiatethe entity to transfer


assets or render service to other entities in the future, and are the result of past
transactions ao events.

Keharusan mengorbankan sumber ekonomik dapat timbul akibat pejanjian antara dua
kesatuan usaha, pengenaan/pemaksaan (imposition) pada entitas oleh pemerintah atau
pengadilan, atau kondisi lingkungan bisnis (soail, politik, dan ekonomik). Pengertian
kewajiban mencakupi keharusan kontraktual (contractual atau legally enforceable
obligations), keharusan konstruktif atau bentukan (constructive obligations), keharusan demi
keadilan (equitable obligations), dan keharusan bergantung atau bersyarat (contingent
obligations).

 Keharusan kontraktual adalah keharusan yang timbul akibat perjanjian atau


peraturan hukum yang di dalamnya kewajiban bagi suatu kesatuan ussaha dinyatakan
secara eksplisit atau implisit dan mengikat. Kewajiban ini muncul karena aspek
hukum sebagi lingkungan eksternal yang tidak dapat dihindari (unavoidalbe) dan
dapat memaksakan secara hukum untuk memenuhinya (legally unforceableI).
Penghindaran kewajiban dari keharusan kontraktual menimbulkan sanksi atau
hukuman. Pihak yang harus dilunasi pada umumnya sudah jelas dan bukti tentang
adanya keharusan ini biasanya didukung oleh dokumen tertulis sehingga
keterverifikasiannya tinggi.
 Keharusan konstruktif adalah keharusan yang timbul akibat kebijakan kesatuan
usaha dalam rangka menjalankan dan memajukan usahanya untuk memenuhi apa
yang disebut praktik usaha yang baik (best business practice) atau atika bisnis
(business ethics) dan bukan untuk memenuhi kewajiban yuridis. Kebijakan tersebut
menimbulkan kewajiban karena kesatuan usaha sengaja memberi, mengkonstruksi,
atau membentuk hak bagi pihal lain tanpa harus melalui perjanjian tertulis yang
disepakati kedua pihak.
 Keharusan demi keadilan adalah keharusan yang ada sekarang yang menimbulkan
kewajiban bagi perusahaan semata-mata karena panggilan etis atau moral dari pada
karena peraturan hukum atau praktik bisnis yang sehat. Keharusan ini muncul dari

9
tugas kepada pihak lain untuk melaksanakan sesuatu yang dipandang wajar, adil, dan
benar menurut hati nurani dan rasa keadilan. Tidak ada sanksi hukum untuk tidak
memnuhi keharusan ini tetapi kewajiban ini mengikat lantaran sanksi sosial atau
moral.
 Keharusan bergantung atau bersyarat adalah keharusan yang pemenuhannya
(jumlah rupiahnya atau jadi-tidaknya dipenuhi) tidak pasti karena bergantung pada
kejadian masa datang atau terpenuhinya syarat-syarat tertentu di masa datang.
Kebergantungan (contingency) adalah suatu kondisi, situasi, atau serangkaian keadaan
yang melibatkan ketidakpastian yang menyangkut laba atau rugi yang mungkin
terjadi. Munculan yang harus dikonfirmasi dengann kejadian atau syarat masa datang
untuk kedua kebergantungan tersebut adalah:
a) Yang berkaitan dengan kebergantungan laba: perolehan aset versus tidak atau
pengurangan suatu kewajiban atau tidak, atau
b) Yang berkaitan dengan kebergantungan rugi: hilangnya atau turunnya nilai
suatu aset versus tidak atau timbulnya suatu kewajiban versus tidak.

FASB menjelaskan bahwa bila terdapat kebergantungan rugi, kemungkinan


atau kebolehjadian bahwa suatu atau beberapa kejadian masa datang akan memastikan
munculan (b) di atas dapat berkisar dari cukup pasti sampai jauh dari pasti dengan
agak pasti di antara keduanya yang didefinisi sebagai berikut:

a. Cukup pasti. Suatu atau beberapa kejadian masa datang boleh jadi terjadi.
b. Agak pasti. Kemungkinan bahwa suatu atau beberapa kejadian masa datang
terjadi adalah lebih dari jauh dari pasti tetapi kurang dari cukup pasti.
c. Jauh dari pasti. Kemungkinan bahwa suatu atau beberapa kejadian masa datang
terjadi adalah kecil atau tipis.

Keempat keharusan di atas merupakan keharusan sekarang yang memenuhi kriteria


kewajiban. Untuk keharusan kontraktual, konstruktif, dan demi keadilan, pengorbanan
sumber ekonomik masa datang pada umumnya dianggap cukup pasti karena kesepakatan
telah dicapai atau kebijakan telah diputuskan sehingga sudah cukup jelas jumlah dan waktu
pengorbanannya. Untuk keharusan bergantung, pengorbanan sumber ekonomik masa datang
belum pasti jumlah rupiah maupun jadi tidaknya. Oleh karena itu, tidak semua kewajiban
yang timbul akibat keharusan sekarang tersebut dapat diakui sebagai kewajiban.

10
Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu
Transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi tetapi
bukan kriteria untuk pengakuan. Jadi, adanya pengorbanan manfaat ekonomik masa datang
tidak cukup untuk mengakui suatu objek ke dalam kewajiban kesatuan usaha untuk
dilaporkan via statemen keuangan. Transaksi masa lalu yang dimaksud adalah transaksi yang
menimbulkan keharusan sekarang telah terjadi. Untuk memnuhi definisi kewajiban,
keharusan sekarang harus di dahului transaksi atau kejadian masa lalu.
Kebanyakan kewajiban terjadi karena adanya transaksi pertukaran antara kesatuan
usaha dan kesatuan usaha lainnya. Anggaran pembelian suatu mesin yang telah disetujui
disertai jadwal pembelian dan pembayaran mempunyai implikasi pengorbanan sumber
ekonomik di masa datang. Akan tetapi, anggaran tidak menimbulkan kewajiban meskipun
persetujuan anggaran dipandang sebagai kejadian masa lalu. Alasannya adalah belum terjadi
transaksi atau kejadian yang memberi kesatuan usaha penguasaan atau pengendalian terhadap
manfaat ekonomik masa datang atau yang mengharuskan kesatuan usaha untuk mentransfer
aset atau menyediakan jasa kepada kesatuan usaha yang lain.

Hak-Kewajiban Takbersyarat

Konsep hak-kewajiban takbersyarat menyatakan “tidak ada hak tanpa kewajiban dan
sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak”. Secara teknis, konsep ini diartikan bahwa hak
atau kewajiban timbul bila salah satu pihak telah berbuat sesuatu. Kontrak-kontrak semacam
ini dikenal dengan nama konrak saling-mengimbangi takbersyarat (unconditionally offsetting
contracts) atau kontrak eksekutori (executory contracts).
Bila seorang pembeli menandatangani order pembelian, pada saat itu pembeli tidak
mempunyai kewajiban apapun sampai barang yang dipesan datang dan dikuasai pmebeli
walaupun jenis, kualitas, harga, waktu pengiriman barang sudah jelas. Dalam hal ini,
transaksi atau kejadian masa lalu bukanlah penandatanganan order pembelian tetapi
datangnya dan penerimaan barang.
Masalah timbul dalam hal kontrak pembelian yang tidak dapat dibatalkan. Ada dua
pendapat mengenai hal ini. Pendapat pertama tetap memperlakukan kontrak tersebut sebagai
eksekutori sehingga kewajiban tidak perlu diakui. Alasannya, aset atau menfaat ekonomi
masa datang belum dikuasai secara nyata. Pendapat kedua menganjurkan bahwa kewajiban
diakui pada saat penandatanganan kontrak bersamaan dengan aset yang terlibat. Alasannya,
pada saat itu, pada dasarnya ketiga kriteria kewajiban telah dipenuhi. Aset dapat diakui

11
meskipun belum diterima secara fisis karena dengan kontrak tersebut manfaat ekonomik
masa datang cukup pasti dapat dikuasai. Kontrak yang tak bisa dibatalkan menjadi bukti yang
kuat akan adanya pengorbanan sumber ekonomik di masa datang.
Transaksi atau kejadian yang dapat dijadikan dasar untuk menandai saat, titik, atau
tanggal pengakuan hak dan kewajiban dalam suatu kontrak memang sangat pelik. Dalam hal
kontrak, Most (1982 hlm. 352) menunjukkan bahwa titik atau saat tersebut dapat berupa:
1. Tanggal kontrak ditandatangani.
2. Tanggal objek kontrak telah diperoleh salah satu pihak.
3. Tanggal objek kontrak telah siap digunakan oleh salah satu pihak.
4. Tanggal objek kontrak telah dipisahkan untuk digunakan oleh pihak lain.
5. Tanggal objek kontrak telah diserahkan.
6. Tanggal telah diterima/dibayarnya uang muka, kalau ada.
7. Dalam kasus kontrak konstruksi jangka panjang:
a. Suatu titik selama kosntruksi berjalan.
b. Pada saat konstruksi dimulai.

Saat penentuan transaksi masa lampau perlu dipertimbangkan dengan seksama


dengan memperhatikan kondisi yang melingkupi suatu kontrak. Secara konseptual diperlukan
pedoman atau kriteria untuk memilih saat yang tepat. Most mengemukakan hal yang harus
dipertimbangkan untuk memilih saat yang tepat yaitu:
a. Pemenuhan definisi aset dan kewajiban.
b. Kekuatan mengikat yaitu seberapa kuat bahwa pelaksanaan kontrak tidak dapat
dibatalkan.
c. Kebermanfaatan bagi keputusan.

Karakteristik Pendukung

FASB mnyebutkan beberapa karakteristik pendukung yaitu membayar kas, identitas


terbayar jelas, dan terpaksakan secara atau berkekuatan hukum.
 Keharusan membayar kas. Keharusan membayar kas pada waktu dan jumlah rupiah
tertentu di masa datang merupakan petunjuk yang kuat atau jelas mengenai
kewajiban. Akan tetapi, untuk menjadi kewajiban, penyerahan aset (kas) bukan satu-
satunya kriteria tetapi lebih meliputi pula penyerahan jasa. Esensi kewajiban lebih
terletak pada pengorbananb manfaat ekonomik masa datang dari pada terjadinya
pengeluaran kas. Meski demikian adanya pengeluaran kas merupakan hal penting

12
untuk mengaplikasi definisi kewajiban karena dua hal yaitu: (1) sebagai bukti adanya
suatu kewajiban dan (2) sebagai pengukur atribut atau besarnya kewajiban yang
cukup objektif.
 Identitas terbayar jelas. Bila identitas terbayar sudah jelas, hal tersebut hanya
menguatkan bahwa kewajiban memang ada tetapi tidak untuk menjadi kewajiban
identitas terbayar tidak harus dapat ditentukan pada saat keharusan terjadi. Yang
penting adalah keharusan sekarang pengorbanan sumber ekonomik di masa datang
telah ada dan bukan siapa yang harus dilunasi atau dibayar. Akan tetapi, pada saat
pelunasan kewajiban, terbayar dengan sendirinya harus teridentifikasi.
 Berkekuatan hukum. Memang pada umumnya, keharusan suatu entitas untuk
mengorbankan manfaat ekonomik timbul akibat klaim yuridis yang mempunyai
kekuatan memaksa. Adanya daya paksa yuridis hanya menunjukan bahwa kewajiban
tersebut memang ada dan dapat dibuktikan secara yuridis material. Meskipun
demikian, daya paksa yang melekat pada klaim-klaim hukum bukan merupakan syarat
mutlak untuk mengakui adanya kewajiban. Keharusan melakukan pengorbanan
manfaat ekonomik masa datang tidak harus timbul dari desakan pihak eksternal tetapi
dari minat atau kebijakan internal manajemen. Itulan sebabnya kewajiban mencakupi
pengorbanan sumber ekonomik masa depan yagn timbul akibat keharusan konstruktif
dan demi keadilan.

Dari apa yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa definisi kewajiban
sebenarnya merupakan bayangan cermin dari definisi aset. Transaksi, kejadian, atau keadaan
dapat mempengaruhi aset dan kewajiban secara bersamaan karena konsep kesatuan usaha
yagn mendasari sistem berpasangan. Konsep hak-kewajiban takbersyarat sebernya juga
mengatakan bahwa dalam hal tertentu adanya aset harusa diimbangi dengan timbulnya
kewajiban atau sebaliknya timbulnya kewajiban harus diimbangi akses atau kendali terhadap
suatu aset. Walaupun demikian, perubahan aset tidak selalu disertai dengan perubahan
kewajiban.

B. PENGAKUAN, PENGUKURAN, DAN PENILAIAN


Sebagai bayangan cermin aset, kewajiban juga harus diukur dan diakui pada saat
terjadinya. Kalau aset diukur dengan dasar penghargaan sepakatan (kos), demikian juga
kewajiban. Jadi kos sebagai pengukur tidak hanya diterapkan untuk aset pemerolehan tetapi
juga untuk kewajiban pada saat terjadinya.

13
Kewajiban memiliki tiga tahap perlakuan yaitu penanggungan (pengakuan
terjadinya), penelusuran, dan pelunasan (penyelesaian). Penelusuran berarti penentuan status
dan jumlah rupiah (kos) kewajiban setiap saat. Penentuan kos setiap saat (termasuk pada saat
tanggal neraca) dapat disebut dengan penilaian kewajiban.
Kam (1990, hlm.109) membedakan antara kaidah pengakuan dan criteria pengakuan.
Criteria pengakuan lebih berkaitan dengan pedoman umum dalam rangka memenuhi
karakteristik kualitatif informasi sehingga elemen statemen keuangan hanya dapat diakui bila
criteria definisi, keberpautan, keterandalan, dan keterukuran dipenuhi. Kaidah pengakuan
merupakan prosedur aplikasi untuk menandai adanya elemen dan saat dipenuhinya criteria
pengakuan umum. Dalam hal kewajiban, kaidah pengakuan berkaitan dengan saat ata apa
yang menandai bahwa kewajiban telah mengikat sehingga suatu kewajiban dapat diakui
(dibukukan). Kam mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan
kewajiban yaitu (hlm.119-120):
1. Ketersediaan dasar hukum. Kalau terdapat bukti yuridis yang kuat tentang adanya
daya paksa untuk memenuhi keharusan, jelas tidak dapat disangkal bahwa suatu
kewajiban memang ada. Kaidah ini terkait dengan kualitas keterandalan dan
keberpautan informasi. Kaidah ini tidak mutlak sehingga kewajiban juga dapat diakui
bila terbukti substantive adanya keharusan konstruktif atau demi keadilan.
2. Keterterapan konsep dasar konservatisma. Kaidah ini merupakan penjabaran barang
teknis criteria keterandalan. Keadaan-keadaan tertentu yang menjadikan konsep
konservatisme terterapkan dapat memicu pengakuan kewajiban. Implikasi dianutnya
jinsep konservatisme adalah rugi dapat diakui segera tetapi tidak demikian dengan
untung. Ini berarti kewajiban dapat diakui segera sedangkan asset tidak.
3. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi. Substansi suatu transaksi dapat memicu
pencatatan seluruh kewajiban yang timbul ketika transaksi terjadi meskipun secara
yuridis/kontraktual kewajiban baru akan mengikat secara berkala pada saat keharusan
sekarang timbul. Kaidah ini berkaitab dengan masalah relevansi informasi.
4. Keterukuran nilai kewajiban. Keterukuran merupakan salah satu syarat untuk
mencapai kualitas keterandalan informasi. Adanya kepastian mengenai jumlah rupiah
dapat memicu diakuinya suatu kewajiban. Kalau pengukuran suatu pos kewajiban
bersifat sangat subjektif dan arbiter, pada umumnya pos tersebut tidak diakui.

Hendriksen dan Breda (1991, hlm. 675-676) menunjukkan saat-saat untuk mengakui
kewajiban yaitu:

14
a. Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban telah
mengikat.
b. Bersamaan dengan pengakuan biaya bila barang dan jasa yang menjadi biaya belum
dicatat sebagai asset sebelumnya.
c. Bersamaan dengan pengakuan asset. Kewajiban timbul ketika hak untuk
menggunakan barang dan jasa diperoleh.
d. Pada akhir perioda karena penggunaan asas akrual melalui proses penyesuaian.
Pengakuan ini menimbulkan pos hutang atau kewajiban akrual (accrual liabilities).

Pengakuan Kewajiban Bergantung


FASB memberikan contoh-contoh keadaan-keadaan kebergantungan rugi (loss
contingencies) yang berpotensi memicu pengakuan kewajiban sebagai berikut (SFAS No.5,
prg. 4):
a. Ketertaggihan piutang usaha
b. Keharusan berkaitan dengan jumlah jaminan produk dan kerusakan produk
c. Risiko rugi atau kerusajan properitas (fasilitas) kesatuan usaha akibat kebakaran,
ledakan, dan bahaya lainnya.
d. Ancaman pengambilalihan asset oleh pemerintah
e. Persengketaan yang memberatkan atau menunggu keputusan
f. Klaim atau pungutan yang telah diajukan/dikenakan atau yang mungkin terjadi
g. Risiko rugi akibat bencana yang ditanggung oleh perusahaan asuransi kerugian dan
kecelakaan dan perusahaan reasuransi
h. Jaminan terhadap utang pihak lain
i. Keharusan bank komersial dalam ikatan stanby letters of credit
j. Perjanjian untuk membeli kembali piutang atau asset yang terkait yang telah dijual

Rugi potensial yang dapat ditimbulkan oleh keadaan kebergantungan diatas dapat
diakui (dibebankan ke pendapatan) sebelum terlaksananya kejadian yang menjadi syarat
terjadinya rugi atau hanya diakui pada saat diperoleh kepastian tentang status kejadian yang
menjadi syarat. FASB menetapkan bahwa rugi taksiran yang dapat terjadi dari
kebergantungan rugi harus diakru dengan membebankannya ke pendapatan ( sebagai biaya
atau rugi ) bila kedua kondisi berikut dipenuhi (SFASNo.5, prg.8):

a. Informasi yang tersedia sebelum penerbitan statemen keuangan menunjukkan bahwa


suatu asset cukup pasti telah turun nilainya atau suatu kewajiban cukup pastu telah

15
terjadi pada tanggal statemen keuangan. Pada tanggal statemen keuangan harus sudah
dapat disimpulkan bahwa kejadian atau beberapa kejadian, yang menegaskan adanya
rugi, cukup pasti akan terjadi.
b. Jumlah rupiah rugi dapat diestimasi dengan cukup tinggi.

FASB berargumen bahwa makan kewajiban relevan untuk mengakui rugi bersyarat,
pertama, utang adalah keharusan sekarang sehingga kondisi (a) diatas dimaksudkan untuk
mewajibkan pengakuan rugi yang berkaitan dengan perioda-perioda masa dating, tetapi
memerlukan pengakruan rugi yang berkaitan dengan perioda sekarang karena rugi tersebut
sebenarnya berkaitan dengan transaksi atau kejadian masa lalu yang telah terjadi. Kedua,
keharusan sekarang kepada pihak lain berupa pengorbanan sumber ekonomik yang cukup
pasti jumlah dan saatnya. Dengan demikian, kondisi (b) konsisten dengan dan mendukung
konsep atau makna kewajiban.
Pengakuan rugi bergantung juga konsisten dengan konsep penandingan. Rugi
potensial harus dikaitkan dengan perioda terjadinya peristiwa yang menimbulkan rugi
tersebut. Rugi bergantung dapat diakui dengan landasan konsep dasar konservatisme tanpa
memperhatikan probabilitas terjadinya hal-hal yang menjadi syarat timbulnya rugi. Rugi
merupakan salah satu munculan dalam kondisi ketidakpastian sehingga pengakuan rugi
sebelum terjadi dapat dijustifikasi.
Jadi pengakuan rugi sebelum terjadi dapat dijustifikasi asal kondisi (a) dan (b)
dipenuhi. Pengakuan rugi bergantung tidak selalu disertai dengan timbulnya kewajiban.
Kondisi atau criteria pengakuan kewajiban bergantung parallel dengan kondisi rugi
bergantung.

Pengukuran

Pengukur yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada saat terjadinya
adalah penghargaan sepakatan dalam transaksi bukan jumlah rupiah pengorbanan ekonomik
masa datang. Penghargaan sepakatan suatu kewajiban merefleksi nilai setara tunai atau nilai
sekarang kewajiban yaitu jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik seandainya
kewajiban dilunasi pada saat terjadinya. Dengan demikian, basis pencatatan kewajiban adalah
niai setara tunai bukan nilai nominal utang nilai setara tunai lebih tepat mengukur kewajiban
karena asset tang bersangkutan juga diukur dengan jumlah tersebut

16
Kewajiban Dalam Pembelian Kredit.

Dasar pengukuran asset yang paling objektif adalah kos tunai atau kos tunai implicit.
Karena kewajiban cerminan dari asset, pengukurannya juga menggunakan pengukuran asset.
Bila kewajiban yang timbul dalam rangka pembelian barang dagangan, kos barang dagangan
akan lebih tepat kalau dicatat atas dasar net invoice method.

Diskun dan Premium Utang Obligasi

Nilai nominal atau jatuh tempo utang obligasi sering dianggap sebagai jumlah rupiah
kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik penerbit maupun kreditor. Dasar pengukuran
demikian sebenarnya tidak tepat. Untuk suatu kontrak utang dengan ketentuan pembayaran
bunga periodic dan pokok pinjaman pada akhir jangka kontrak, pengukuran jumlah rupiah
(kos) utang dan asset untuk dasar pencatatan pertama kali yang tepat adalah kos tunai
implicit.

Dalam hal obligasi jangka panjang, jumlah rupiah uang yang diterima oleh penerbit
dan yang dibayarkan oleh kredito pada saat penerbitan hanyalah merupakan bagian kecil dari
jumlah rupiah total yang terlibat dalam kontrak obligasi. Jumlah rupiah ini adalah seluruh
jumlah rupiah pembayaran pembayaran masa dating (bunga periodic dan nominal obligasi).
Pembayaran masa dating ini sebenarnya terdiri dari dua unsure yaitu (1) nilai sekarang
pembayaran bunga periodic dan nilai sekarang nominal obligasi dan (2) bunga efektif yang
terlibat dalam penentuan harga obligasi tersebut.

Makna Harga Efektif Obligasi

Bagi penerbit obligasi, perhitungan biaya bunga menjadi tidak lengkap (tepat) apabila
tidak memperhatikan kedua proses diatas (perhitungan bunga periodic dan akumulasi
diskun). Jumlah rupiah utang obligasu tiap saat (keharusan saat itu) sebelum jatuh tempo
akan terlalu besar apabila dinyatakan sebesar nominalnya.

Diskun Obligasi

Diskun obligasi yang belum diamortisasi bukan merupakan suatu kerugian karena
asset yang diperoleh sebelumnya tidak ada yang berkurang atau menguap. Dia juga bukan
asset karena tidak ada pengeluaran yang mengakibatkan bertambahnya asset fisis sebesar
jumlah rupiah diskun tersebut. Simpulan yang pasti adalah bahwa diskun utang obligasi pada
waktu penerbiitan adalah suatu jumlah rupuah debit yang menunjukkan biaya bunga yang

17
harus dibayar pada tanggal jatuh tempo. Diskun tersebut harus dilaporkan dalam neraca
sebagai pengurang nilai nominal (jatuh tempo) utang obligasi. Jadi akun diskun obligasi
merupakan akun penillaian terhadap akun utang obligasi yang memuat nominal utang. Juga
tidak tepat mengartikan diskun utang obligasi sebagai bungan dibayar dimuka karena
memang belum dibayar. Diskun obligasi sebenarnya merupakan bunga yang “belum
dibayar”, yaitu bagian bunga efektif total yang baru akan dibayar pada saat utang obligasu
jatuh tempo.

Premium Obligasi

Mengartikan premium obligasi sebagai “pendapatan tangguhan” jelas tidak tepat


karena secara konseptual pendapatan atau laba tidak timbul dari proses pemerolehan uutang.
Pendapatan hanya timbul dari kegiatan pembentukan pendapatan. Atas dasar konstinuitas
usaha, premium obligasi yang belum diamortisasi adalah benar-benar merupakan utang dan
jumlah amortisasi periodic adalah merupakan penyesuaian (pengurang) terhadap biaya bunga
dan bukannya merupakan elemen pendapatan. Tanpa penyesuaian ini biaya bunga periodic
akan menjadi tersaji lebih (overstated).

Kewajiban Moneter dan Nonmoneter

Kewajiban dapat bersifat moneter dan nonmoneter. Kewajiban moneter adalah


kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik masa datangnya berupa kas dengan jumlah
rupiah dan saat yang pasti (baik jumlah tanggal maupun berapa jumlah pembayarna berkala).
Secara konseptual, pada saat terjadinya, kewajiban moneter diukur atas dasar nilai diskunan
pembayaran kas masa datang. Hal ini berlaku khususnya untuk kewajiban jangka panjang.
Untuk kewajiban moneter jangka pendek, kewajiban dapat diukur atas dasar nilai nominal
berdasarkan konsep materialitas. Termasuk dalam pengertian kewajiban moneter adalah
penerimaan dimuka yang akan dikompensasikan dengan pembelian barang dan jasa dimasa
dating. Disebut kewajiban moneter karena kalau pembelian barang dan jasa batal, uang muka
tersebut harus dikembalikan.
Kewajiban nonmoneter adalah keharusan untuk menyediakan barang dan jasa dengan
jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul karena penerimaan pembayaran
dimuka untuk barang dan jasa tersebut. Bila pembayaran di muka penuh, kewajiban
nonmoneter diukur atas dasar pembayaran tersebut yang menunjukkan harga yang disepakati
untuk barang dan jasa. Pembayaran penuh dimuka tersebut sebenarnya merepresentasikan
jumlah untuk menutup kos barang dan jasa yang jasa yang akan diserahkan dan laba. Jumlah

18
yang digunakan untuk menutup kos itulah yang murni merupakan kewajiban sedangkan
jumlah untuk menutup laba merupakan laba tangguhan yang tidak dapat disebut kewajiban
karena tidak memenuhi definisi kewajiban.
Bila kos barang dan jasa merupakan unsure yang dominan, pembayaran di muka
dapat diiangaap seluruhnya menimbulkan kewajiban (sebagai kewajiban lancar). Akan tetapi,
kalau kos merupakan unsure yang kecil dari seluruh harga jual barang dan jasa, pembayaran
dimuka dapat dianggap seluruhnya menimbulkan kredit atau pendapatan tangguhan atau
pendapatan takterhak yang merupakan kewajiban nonkeharusan.

Penilaian

Penilaian mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang pada setiap saat antara
terjadinya kewajiban sampai dilunasinya kewajiban. Makin mendelati saat jatuh tempo, nilai
kewajiban akan makin mendekati nilai nominal kewajiban.
Jadi, penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah rupiah yang
harus dikorbankan seandainya pada saat tersebut kewajiban harus dilunasi. Dengan kata lain,
penilaian adalah penentuan nilai sekarang kewajiban. Dalam hal obligasi, nillai sekarang
tersebut disebut nilai bawaan atau nilai pelunasan sekarang. Nilai pelunasan sekarang pada
umumnya bergantung pada nilai pasar obligasi. Amortisasi diskun atau premium merupakan
proses dalam rangka penulusuran kewajiban untuk menentukan nilai pelunasan sekarang.
Untuk kewajiban moneter, nilai sekarangnya biasanya ditentujan atas dasar aliran kas keluar
masa dating diskunan dengan tingkat bunga pasar sebagai tarif diskun.

C. PELUNASAN
Begitu terjadi akibat transaksi, kejadian, atau keadaan yang memicu kesatuan usaha
ang mengikuti kewajiban, suatu kewajiban akan terus mengikat atau menjadi keharusan
sampai keharusan tersebut dipenuhi melalui transaksi, kejadian, atau keadaan yang
mempengaruhi kesatuan usaha. Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan
oleh kesatuan usaha untuk mempengaruhi (to satisfy) kewajiban pada saat dan dalam kondisi
normal usaha (in due course of business) sehingga dia bebas dar kewajiban tersebut.
Pelunasan biasanya merupakan pemenuhan secara langsung kepada pihak yang berpiutang.
Kebanyakan kewajiban dipenuhi secara langsung dengan pembayaran tunai. Beberapa
kewajiban dipenuhi dengan pentransferan atau penyediaan jasa oleh kesatuan usaha kepada
kesatuan usaha lainnya. Beberapa kewajiban menjadi batal atau kesatuan usaha menjadi
bebas dari kewajiban lantaran pengampunan sebagian/seluruhnya, kompromi,

19
penimbulan/pengakuan kewajiban baru/pengganti, pengambil-alihan kewajiban oleh pihak
lain, atau keadaan khusus misalnya dalam kasus restrukturisasi utang. Bila kewajiban
menjadi hapus lantaran berbagai transaksi atau kejadian tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa keharusan sekarang mengalami pembebasan atau pembatalan.

Gambar 7.3

Dasar atau Atribut Penilaian Kewajiban

Basis (Atribut) Penilaian Ketetanapan Contoh Yang Berpaut

Harga pasar sekarang Berbagai kewajiban yang melibat- Kewajiban penerbit obsi
(current market value) kan komoditas dan surat-surat (baik call maupun put
berharga (marketable commodi- options) sebelum jangka
ties and securities). opsi habis (expired) dan
beberapa kewajiban peda-
gang efek.

Nilai pelunasan neto (net Berbagai kewajiban yang melibat- Utang usaha, utang garan-
Settlement value) kan jumlah rupiah yang cukup si, dan utang wesel jangka
pasti tetapi waktu pelunasannya pendek.
tidak cukup pasti.

Nilai diskunan aliran kas Kewajiban moneter jangka pan- Utang obligasi, dan utang
Masa datang (Discounted jang jumlah rupiah maupun saat wesel jangka panjang.
value of tuture cash flows) pembayaran cukup pasti.

Pelunasan secara langsung disebut juga pelunasan secara yudiris karena kewajiban
kepada pihak yang berpiutang secara yudiris hapus melalui transaksi langsung yang benar-
benar terjadi (misalnya pembayaran tunai secara langsung).
Pada saat pembayaran, pengutang atau debitur secara yuditis bebas dari kewajiban dan secara
teknis/administratif dan tuntas dapat mendebit utangnya. Pelunasan secara tidak langsung
terjadi apabila kesatuan usaha melakukan tindakan yang mengarah kepelunasan misalnya

20
dengan pembentukan dana khusus untuk pelunasan baik dikelola sendiri atau melalui wali
amanat. Pembentukan atau penyisihan dana semacam ini menadikan kesatuan usaha secara
subtantif menempati keadaan yang disebut pembatalan atau pembebasan secara subtantif.
Masalah akuntansi yang berkaitan dengan pelunasan langsung maupun tidak langsung
adalah penentuan kapan kewajiban telah dapat dikatakan hapus atau lenyap sehingga jumlah
rupiahnya dapat diawaakui dari sistem pembukuan. Pada mulanya FASB menentukan
kriteria lenyapnya suatu kewajiban dalam SFAC No. 76 (prg. 3) sebagai berikut:
a. Debitor membayar/melunasi kreditor dan bebas dari semua keharusan yang berkaitan
dengan utang. Pelunasan ini meliputi pemerolehan kembali sekuritas utang yang
beredar di pasar modal, tanpa memperhatikan apakah sekuritas utang tersebut
dibatalkan atau ditahan sementara sebagai obligasi treasuri.
b. Debitor telah di bebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang
(obligor) utama baik oleh keputusab pengadilan maupun oleh kreditor dan dapat
dipastikan bahwa debitor tidak akan diharuskan untuk melakukan pembayaran dimasa
datang yang berkaitan dengan utang dengan penjaminan dalam bentuk apapun.
c. Debitor menaruh kas atau aset lainnya yang tidak dapat ditarik kembali dalam suatu
perwalian (trust) yang semata-mata digunakan untuk pelunasan pembayaran bunga
serta pokok suatu pinjaman tertentu dan sangat kecil kemungkinan bagi debitor untuk
diharuskan lagi melakukan pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan
pinjaman tersebut.

Ketentuan diatas telah diganti oleh ketentuan dalam SFAS No. 125 karena ketentuan
di atas didasarkan atas pendekatan bahwa dalam serangkaian transaksi,tiap aset atau
kewajiban merupakan komponen ang tidak dapat dipecah-pecah. Pendekatan ini menjadi
basis utama ketentuan diatas yang disebut pembebasan kewajiban secara subtantif atau
pembebasan subtantif. FASB berargumen pendekatan ini tidak tepat sebagai basis untuk
pengembangan standar yang berkaitan dengan pelenyapan dan pengawaakuan kewajiban.
FASB menerapkan pendekatan komponen keuangan (financial components approach).
Dengan pendekatn ini, berbagai transaksi yang berkaitan dengan suatu kewajiban tertentu
dapat dianggap terpisah dan independent sehingga berbagai aset atau kewajiban yang terlibat
harus diperlakukan sebagai komponen yang terpisah. Dengan pendekatan ini, FASB
mengganti ketentuan di atas dengan menghapus ketentuan c dan merevisi ketentuan b melalui
SFAS No. 125. Di dalamnya FASB menetapkan bahwa suatu kewajiban dapat dikatakan
lenyap kalau salah satu dari kondisi berikut dipenuhi (prg. 16):

21
a. Debitor membayar kreditor dan terbebaskan dari keharusan yang melekat pada
kewajiban. Membayar kreditor mencakupi penyerahan kas, aset finansial lain, barang,
atau jasa atau penebusan sekuritas utang oleh debitor untuk menghapus utang atau
untuk menahannya sebagai utang obligasi treasuri.
b. Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang
utama baik oleh keputusan pengadilan maupun oleh kreditor.

Atas dasar ketentuan b, jika kreditor membebaskan debitor dari kewajibannya karena
pihak ketiga mengambil alih/menanggung kewajiban tersebut dan debitor semula hanya
menjadi penanggung sekonder, pembebasan tersebut dengan sendirinya melenyapkan
kewajiban debitor semula.
Dengan ketentuan a, kewajiban dapat dikatakan lenyap bila debitor menyerahka atau
mentransfer kas atau aset finansial lain. Aset finansial merupakan salah satu jenis dari apa
yang di sebut instrumen finansial sebagai berikut (SFAS No. 107, prg. 3). Instrumen finansial
adalah kas, bukti pemilikan dalam suatu entitas atau suatu kontrak yang memuat dua
ketentuan berikut:
a. Mengenakan atas suatu entitas keharusan kontraktual untuk (1) menyerahkan kas atau
instrumen finansial lainnya kepada entitas kedua atau (2) menukar instrumen finansial
yang dipegang entitas kedua dengan dengan instrumen finansial lain atas keuntungan
entitas kedua.
b. Mengalihkan/memberi kepada entitas kedua di atas suatu hak kontraktual untuk (1)
menerima kas atau instrumen finansial lainnya dari entitas pertama atau (2)
menukarkan instrumen finansial yang di pegangnya dengan instrumen finansial lain
dari entitas pertama atas keuntungan entitas kedua.

Ketentuan a merupakan imbangan atau pasangan dari ketentuan b. Artinya, ketentuan a harus
disertai dengan ketentuan b atau sebaliknya. Ketentuan a memandang kontrak dari sudut
penerbit instrumen atau entitas pertama dan ketentuan b dari sudut pemegang instrumen atau
entitas kedua. Oleh karena itu, kas, bukti pemilikan, atau kontrak dari sudut pandang
pemegang instrumen disebut sebagai aset finansial sedangkan kontrak dari sudut pandang
penerbit instrumen disebut sebagai kewajiban finansial.

Transfer Aset Finansial


Untuk melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer aset finansial (termasuk
kas ) barang atau jasa. Pada umumnya, bila kewajiban telah dilunasi dengan mentransfer

22
secara penuh kas, barang atau jasa ke debitor, maka pada saat itu pelunasan dianggap tuntas.
Debitor tidak lagi terlibat dengan aset atau kreditor secara finansial. Pelunasan kewajiban
dengan aset finansial dapat juga bersifat tuntas bila penyerahan aset finansial bersifat tak
bersyarat dan dianggap sebagai penjualan. Artinya aset finansial dianggap dijual secara tunai
dan kas yang diterima seketika itu pula dianggap untuk melunasi kewajiban.
Lain halnya kalau pelunasan kewajiban dilakukan dengan transfer aset finansial yang
menimbulkan keterlibatanberlanjut pentransfer dengan aset transferan atau transfer. Dalam
hal ini kewajiban tidak lenyap secara tuntasatau ada kewajiban baru yang berkaitan dengan
aset transferan. Contoh keterlibatan berlanjut adalah adanya hak regres, janji untuk membeli
kembali, penerbitan opsi, san penjaminan dengan kolateral. Secara umum transfer aset
dianggap sebagai penjualan apabila pentransfer menyerahkan penguasaan atas aset finansial
tersebut dan menerima aset lain sebagai penghargaan atas aset finansial tersebut.

Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo


Bila kewajibn di lunasi sebelum jatuh tempo, nilai jatuh tempo (nominal) dengan
sendirinya merefleksi nilai sekarang (saat pelunasan) kewajiban sehingga tidak ada selisih
antara jumlah rupiah yang dibayar dan nilai nominal. Nilai jatuh tempo juga akan sama
dengan nilai buku atau nilai bawaan kewajiban karena proses amortisasi selisih antara
nominal dan nilai pasar pada saat penerbitan utang (misalnya obligasi). Selama beredar, nilai
sekarang atau nilai pasar kewajiban berfluktuasi mengikuti tingkat bunga yang berlaku tetapi
pada umumnya fluktuasi tersebut tidak diakui dapam pembukuan debitor. Oleh karena itu,
bila utag dilunasi sebelum jatuh tempo (APBO No. 26 menyebutkan sebagai early
extinguishment of debt), debitor harus menebus utang tersebut dengan harga pasarnya
sehingga dapat terjadi selisih antara nilai bawaan dan nilai penebusan. Yang menjadi masalah
adalah apakah selisih tersebut dapat diperlakukan sebagai untung/rugi (masuk statemen
laba/rugi) atau sebagai penyesuaian ekuitas pemegang saham. Bila masuk dalam stetemen
laba-rugi apakah selisih tersebut bersifat ordiner atau ekstaordiner.
Penarikan kembali obligasi yang beredar adalah suatu transaksi yang mempengaruhi
kontrak antara debitor dan kreditor tetapi transaksi ini sangat berbeda dengan transaksi aliran
kegiatan transaksi dan transaksi penggunaan aset. Dengan demikian terdapat pandangan
bahwa untung atau rugi yang berasal dari transaksi tersebut harus dilaporkan sebagai suatu
penyesuai modal. Jadi, dalam hal untung, dia dianggap sebagai jumlah rupiah kredit yang
menunjukkan semacam suatu sumbangan oleh suatu kelompok investor (kreditor) kepada
kelompok investor lainnya (pemegang saham). Dalam hal rugi, dia dianggap sebagai

23
berkurangnya hak atas laba ditahan. Kebertan terhadap pandangan ini adalah bahwa
pembedaa status pemegang obligasi dan pemegang saham adalah sangat penting sekali
ditinjau dari segi yuridid sehingga harus dibedakan secara tegas perlakuan dan pelaporan
keduanya. Karena transaksi penebusan obligasi tidak berkaitan dengan pemilik, tidak tepatlah
mencatat selisih sebagai penyesuaian ekuitas.
Selisih dalam penebusan memang akhirnya mempengaruhi ekuitas pemegang saham.
Ada perubahan yang nyata dalam jumlah rupiah total hak pemegang saham yang dapat diakui
tanpa harus diikuti dengan transaksi modal. Dengan dasar pikiran ini, perubahan hak
pemegang saham yang terjadi akibat selisih lebih tepat di perlakukan sebagai untung atau
rugi. Perlakuan seperti ini sejalan dengan APBO No. 4 yang menggariskan sebagai berikut
(prg. 20):

Selisih antara harga penarikan (pemerolehan) kembali dan nilai bawaan neto utang yang
dilunasi harus diakui pada perioda penarikan dan dilaporkan dalam statemen laba-rugi
sebagai untung atau rugi dan dipisahkan dengan pos untung atau rugi lainnya.... Untung
atau rugi tidak selayaknya diamortisasi untuk perioda-perioda masa datang.

Bergantung pada sifatnya, untungatau rugi dapat dilaporkan sebagai pos ordiner atau
pos ekstraordiner. Kriteria untuk menentukan hal ini adalah apakah pos tersebut merupakan
akibat dari transaksi atau kejadian yang mempunyai sifat sebagai berikut (APBO No. 9, prg.
21):
a. Sangat berbeda dengan kegiatan operaas rutin kesatuanusaha
b. Tidak diharapkan akan sering terjadi
c. Berpengaruh material terhadap operasi perusahaan secara keseluruhan

Ketentuan APB dan FSAB diatas berlaku baik untuk penarikan kembali utang dengan atau
tanpa pendanaan. APB berargumen bahwa sifat semua pelunasan utang sebelum jatuh tempo
pada dasarnya sama. Untuk pelunasan dengan pendanaan sebenarnya terdapat tiga perlakuan
alternatif untuk selisih yaitu:
a. Selisih diamortisasi selama sisa umur semula utang yang ditarik kembali
b. Selisih diamortisasi selama umur utang baru ang diterbitkan
c. Selisih diakui pada saat penarikan dan dilaporkan di statemen laba-rugi tahun
bersangkutan

24
Alternatif (a) dilandasi oleh pemikiran bahwa selisih tersebut merupakan penyesuaian
terhada kos peminjaman (kos bunga) lama selama sisa waktu pinjaman akibat diperolehnya
pinjaman baru. Dengan demikian, kos bunga selama sisa waktu pinjaman lama dipengaruhi
oleh selisih yang timbul akibat pelunasan lebih awal utang lama. Memang banyak alasan yang
melandasi pelunasan lebih awal. Alternatif ini beranggapan bahwa pada umumnya debitor
melakukan pelunasan lebih awal karena pembayaran bunga dimasa mendatang dapat
dikurangi sehingga lebih menguntungkan bagi debitor. Logisnya bahwa selisih tersebut
disebar selama sisa umur utang lama. Walaupun demikian, kalau utang baru jatuh tempo
sebelum jatuh temponya utang semula, sebagian selisih (proporsional dengan waktu)
diamortisasi selama umur utang yang baru dan sisanya diakui segera pada saat utang baru
jatuh tempo sebahai untung atau rugi.
Altrnatif (b)dilandasi oleh gagasan bahwa motivasi pendanaan kembali utang adalah
untuk mendapatkan tingkat bunga yang lebih menguntungkan selama umur utang baru
dibandingkan tingkat bunga selama sisa umur utang lama. Keuntungan tersebut dinikmati
dalam konteks umur utang baru sehingga logislah kalau selisih diamortisasi selama utang
baru. Perlakuan ini cukup beralasan bila pendanaan kembali utang dilakukan kaena lebih
rendahnya tingkat bunga selama sisa umur utang lama atau karena antisipasi akan lebih
besarnya tingkat bunga setelah utang lama jatuh tempo. Jadi, utang baru sekarang lebih murah
daripada utang yang dapat diperoleh setelah utang lama jatuh tempo.
Alternatif (c) didasarkan pada pemikiran bahwa pelunasan lebih awal dengan
pendanaan kembali yang sifatnya sama dengan pelunasan yang lain. Jadi pelunasan lebih awal
dianggap sebagai penarikan kembali utang dan utang baru dianggap sebagai transaksi yang
terpisah atau independen. Pandangan ini menyatakan bahwa nilai pasar utang berubah
sepanjang waktu karena perubahan tinggat bunga pasar dan penarikan embali merupakan
pilihan terbaik untuk melenyapkan utang.akan tetapi, selisih antara nilai pasar uang dan nilai
bawaan sepanjang waktu tidak pernah dicatat sehingga secara logis seluruh selisih diakui
ketika kontrak utang diakhiri karena selisih tersebut berkaitan dengan periode-periode masa
lalu selama berlakunya kontrak utang tersebut. Jadi selisih dan sisa diskun atau premium
berkaitan dengan kontrak utang lama dan bukan merupakan manfaat yang berasal dari kontrak
utang baru. Oleh karena itu, beralasanlah kalau selisih diakui segera pada saat penarikan utang
lama bukannya diamortisasi selama sisa utag lama atau selama umur utang baru.
Mereka yang menolak alternatif (c) berpendapat bahwa pengakuan selisih segera pada
saat penarikan sebagai untung atau rugi dapat mendorong manajemen membayar utang lama
yang murah dengan utang baru ang sebenarnya lebih mahal semata-mata hanya

25
memperhatikan untung dari selisih. Laba tahun ditariknya utang lama meningkat sebesar
untung tetapi perusahaan harus membayar utang baru dengan bunga efektif lebih tinggi. Hal
ini juga merupakan salah satu cara untuk melakukan manajemen laba. Sebaliknya, rugi cukup
besar yang dapt terjadi pada tahun penarikan utang lama dapat menghalangi manajemen untuk
melakukan pendanaan kembali utang meskipun hal tersebut menguntungkan (dengan
membayar bunga efektif lebih rendah selama umur utang baru). Untuk menjelaskan hal ini,
dimisalkan suatu perusahaan menerbitkan obligasi nominal Rp. 10 juta 10-tahun dengan
bunga nominal 8% pertahun pada saat tingkat bunga pasar juga 8% sehingga pasar pada saat
diterbitkan sama dengan nominal obligasi (tidak ada premium/diskun). Gambar 7.4
melukiskan hubungan antara nilai pasar, harga penarikan, untung/rugi karena selisih, dan
perubahan harga bunga pasar dalam konteks pendanaan kembali (refunding).
Pada umumnya perusahaan melakukan penarikan kembali utang obligasi pada saat
harga penarikan berada di bawah nilai pasar utang. Dalam kondisi tingkat bunga umum
menaik, harga pasar obligasi akan cendrung menurun. Pada titik A, ketika tingkat bunga pasar
lebih tinggi dari bunga nominal, perusahaan dapat melakukan penarikan kembali utang pada
karena harga penarikan (P1) berada dibawah nilai pasar atau nilai bawaan dengan
mengharapkan unrung sebesar AP1. Pendanaan kembali akan menimbulkan utang yang lebih
mahal karena bunga efektif yang lebih tinggi selama sisa umur utang lama. Jadi, untung
terkompensasi oleh bunga efektif utang baru yang lebih tinggi.
Pada titik B, ketika tingkat bunga pasar lebih rendah dari bunga nominal, manajemen
mungkin melewatkan kesempatan untuk melakukan penarikan kembali utang karena khawatir
perusahaan akan menderita rugi sebesar BP2 meskipun harga penarikan (P2) berada dibawah
nilai pasar. Dalam kondisi ini, sebenarnya pendanaan kembali akan menimbulkan utang yang
lebih murah karena bunga efektif yang lebih rendah sepanjang sisa umur utang lama. Jadi,
rugi akan terkompensasi oleh bunga efektif utang baru yang lebih rendah.
Dari argumen di atas dapat disimpulkan bahwa suatu perusahaan dapat melaporkan
laba yang lebih tinggi pada tahun pendanaan kembali utang dan bersamaan dengan itu bunga
efektif utang selama periode utang baru menjadi lebih tinggi. Sebaliknya perusahaan mungkin
akan menghindari rugi yang besar akibat pendanaan kembali utang meskipun hal tersebut
akan menurunkan bunga efektif selama periode utang baru. Karena alasan inilah alternatif (c)
tidak didukung secara teoritis. Yang lebih logis adalah mengkapitalisasi selisih dan
mengmortisasinya sepanjang umur utang baru. Argumen ini merupakan dukungan tambahan
dari alternatif (b).

26
Dari beberapa alternatif diatas, FASB menganut alternatif (c) dengan argumen bahwa
semua kewajiban mempunyai karakteristik yang sama. Oleh karena itu, pelunasan utang
sebelum jatuh tempo sama sifatnya dengan pelunasan pada saat jatuh tempo tanpa
memperhatikan cara untuk melaksanakan hal tersebut. Oleh karena itu, selisih antara harga
penarikan dan nilai bawaanharus diperlakukan sebagai untung atau rugi tahun terjadinya
penarikan kembali bukannya diamortisasi di masa datang. Untung atau rugi dapat dilaporkan
sebagai pos ordiner tau ekstraordiner bergantung pada penilaian terhadap kondisi yang
melingkupi transaksi.

27
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Menurut FASB, Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang
yang cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk
mentransferk aset atau menyediakan / menyerahkan jasa kepada kesatuan lain dimasa
datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.
Definisi FASB digunakan sebagai basis pembahasan karena definisi tersebut cukup
lengkap secara semantic. Artinya definisi tersebut telah mencakupi berbagai gagasan atau
kata kunci yang terkandung dalam beberapa definisi kewajiban oleh sumber – sumber lain.
Kewajiban mempunyai tiga karakteristik utama yaitu pengorbanan manfaat ekonomi masa
datang, menjadi keharusan sekarang dan timbul akibat transaksi ataukejadian masa
lampau$engertian kewajiban merupakan bayangan cermin pengertian aset. #ransaksi atau
kejadian masa lalu menimbulkan penguasaan sekarang perolehan manfaat ekonomik masa
datang untuk aset sedangkan untuk kewajiban hal tersebutmenimbulkan keharusan sekarang
pengorbanan manfaat ekonomik masa datang

28
DAFTAR PUSTAKA
Maryanti, Dwi. 2009. Pokok Bahasan Teori Akuntansi Kewajiban.

http://dwiermayanti.wordpress.com/pokok-bahasan-teori-akuntansi/kewajiban/.

(diakses pada tanggal 16 Maret 2016)

Puci. 2012. Tugas Teori Akuntansi Liabilitas.

http://mariberlajarbersama.blogspot.com/2012/11/tugas-teori-akuntansiliabilitas.html.

(diakses pada tanggal 16 Maret 2016)

Riahi, Ahmed. Teori Akuntansi 2, Ed 6. Salemba Empat.

Suwardjono. 2010. Teori akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. BPFE. Yogyakarta.

29

Anda mungkin juga menyukai