Anda di halaman 1dari 18

F

:
*c

3362 LUPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOTTI


u

3. Kimia darah (ureum, kreatinin, fungsi hati, profil anti ds-DNA negatif tidak menyingkirkan adanya SLE-
lipid). Meskipun anti-Sm didapatkan pada 'l 5o/o-3Oo/o pasier
4. PT, aPTT pada sindrom antifosfolipid SLE, tes inijarang dijumpai pada penyakit lain atau oraqg
5. Serologi ANA$, anti-dsDNAn, komplemen '(C3,C4)) normal. Tes anti-Sm relatif spesifik untuk SLE, dan dapat
6. Foto polos toraks digunakan untuk diagnosis SLE. Titer anti-Sm yang tinggi
lebih spesifik untuk SLE. Seperti anti-dsDNA, anti-Sm yaqg
5
pemeriksaan hanya untuk awal diagnosis, tidak diperlukan
negatif tidak menylngkirkan diagnosis.
untuk monitoring.
* Setiap 3-6 bulan bila stabil
' Setiap 3-6 bulan pada pasien dengan penyakit ginjal
aktif. DIAGNOSIS BANDING

ANA, antinuklear antibodi; PT/PfT, protrombin time/ Beberapa penyakit atau kondisi di bawah ini seringkal
po rttal trom bopla stin time mengacaukan diagnosis akibat gambaran klinis yang mirir
Pemeriksaan tambahan lainnya tergantung dari atau beberapa tes laboratorium yang serupa, yaitu:10'26
manifestasi SLE. Waktu pemeriksaan untuk monitoring . Undifferentioted connective tissue diseose
dilakukan tergantung kondisi klinis pasien. . Sindrom Sjogren
. ' Sindrom antibodi antifosfolipid (APS)
. Fibromialgia (ANA positif)
PEMERIKSAAN SEROLOGI PADA SLE . Purpuratrombositopenikidiopatik
. Lupus imbas obat
Tes imunologik awal yang dipedukan untuk menegakkan . Artritis reumatoid dini
diagnosis SLE adalah tes ANA generik.(ANA lF dengan . Vaskulitis
Hep 2 Cell). Tes ANA dikerjakan/diperiksa hanya pada
pasien dengan tanda dan gejala mengarah pada SLE. Pada
penderita SLEditemukan tes ANA yang positif sebesar DERAJAT BERAT RINGANNYA PENYAKIT SLE
95-100o/o, akan tetapi hasil tes ANA dapat positif pada
beberapa penyakit lain yang mempunyai gambaran klinis Seringkali terjadi kebingungan dalam proses pengelolaan
menyerupai SLE misalnya infeksi kronis (tuberkulosis), SLE, terutama menyangkut obat yang akan diberikan
penyakit autoimun (misalnya Mixed connective tissue berapa dosis, lama pemberian dan pemantauan efek
diseose (MCTD), artritis rematoid, tiroiditis autoimun), samping obat yang diberikan pada pasien. Salah satu
keganasan atau pada orang normal.2s upaya yang dilakukan untuk memperkecil berbagai
Jika hasil tes ANA negatif, pengulangan segera kemungkinan kesalahan adalah dengan ditetapkannya
tes ANA tidak diperlukan, tetapi perjalanan penyakit gambaran tingkat keparahan SLE.
reumatik sistemik termasuk SLE seringkali dinamis dan Penyakit SLE dapat dikategorikan ringan atau berat
berubah, mungkin diperlukan pengulangan tes ANA sampai mengancam nyawa.
pada waktu yang akan datang terutama jika didapatkan
Kriteria untuk dikatakan SLE ringan adalah:10
gambaran klinis yang mencurigakan. Bila tes ANA dengan
menggunakan sel Hep-2 sebagai substrat, negatifdengan
1. Secara klinis tenang
gambaran klinis tidak sesuai SLE umumnya diagnosis SLE
2. Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam
nyawa
dapat disingkirkan.
Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes
3. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru,
jantung, gastrointestinal, susunan saraf pusat, sendi,
ANA positif adalah tes antibodi terhadap antigen nuklear
hematologi dan kulit.
spesifik, termasuk anti-dsDNA, Sm, nRNB Ro(SSA), La
(SSB), Scl-70 dan anti-Jo. Pemeriksaan ini dikenal sebagai Contoh SLE dengan manifestasi arthritis dan kulit.
profil ANA/ENA. Antibodi anti-dsDNA merupakan tes
Penyakit SLE dengan tingkat keparahan sedang manakala
spesifik untuk SLE, jarang didapatkan pada penyakit
ditemukan:
lain dan spesifitasnya hampir 100%. Titer anti-dsDNA
yang tinggi hampir pasti menunjukkan diagnosis SLE
1. Nefritis ringan sampai sedang (Lupus nefritis kelas
I dan ll)
dibandingkan dengan titer yang rendah. Jika titernya
sangat rendah mungkin dapat terjadi pada pasien yang
2. Trombositopenia (trombosit 20-50x103/mm3)

I bukan SLE.2s
3. Serositis mayor

l
Kesimpulannya, pada kondisi klinik adanya anti- Penyakit SLE berat atau mengancam nyawa apabila
dsDNA positif menunjang diagnosis SLE sementara bila ditemukan keadaan sebagaimana tercantum di bawah
3364 LUPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID

Edukasi keluarga diarahkan untuk memangkas diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri, meng-
dampak stigmata psikologik akibat adanya keluarga hilangkan kekakuan atau spasme otot. Demikian pula
dengan SLE, memberikan informasi perlunya dukungan modalitas lainnya seperti TENS memberikan manfaat
keluarga yang tidak berlebihan. Hal ini dimaksudkan yang cukup besar pada pasien dengan nyeri atau
agar pasien dengan SLE dapat dimengerti oleh pihak kekakuan otot.
keluarganya dan mampu mandiri dalam kehidupan Secara garis besar, maka tujuan, indikasi dan
kesehariannya. teknis pelaksanaan program rehabilitasi yang melibat-
kan beberapa maksud di bawah ini, yaitu:
2. Programrehabilitasi
Terdapat berbagai modalitas yang dapat diberikan
- lstirahat
pada pasien dengan SLE tergantung maksud dan
- Terapi fisik

tujuan dari program ini. Salah satu hal penting adalah


- Terapi dengan modalitas

pemahaman akan turunnya masa otot hingga 30%


- Ortotik
apabila pasien dengan SLE dibiarkan dalam kondisi
- Lain-lain.

immobilitas selama lebih dari 2 minggu. Disamping 3. Terapimedikamentosa


itu penurunan kekuatan otot akan terjadi sekitar 1-5% Berikut ini adalah jenis, dosis obat yang dipakai pada
per hari dalam kondisi imobilitas. Berbagai latihan SLE serta pemantauannya, selanjutnya dapat dilihat
diperlukan untuk mempertahankan kestabilan sendi. pada tabel 3.
Modalitas fisik seperti pemberian panas atau dingin

Tabel 3. Jenis dan Dosis Obat yang Dapat Dipakai pada SLE

Jenis Obat Dosis Jenis toksisitas Evaluasi Awal Pemantauan

Klinis Laboratorik
Tergantung OAINS Perdarahan saluan Darah rutin, kreati- G ej a I a gastro- Darah rutin,
cerna, hepatotoksik, nin, urin rutin, AST/ intestinal kreatini, AST/ALT
sakit kepala, hipertensi, ALT setiap 6 bulan
aseptik meningitis,
nefrotoksik,

Kortikosteroid Tergantung derajat Cushingoid, hipertensi, Gula darah, profil Tekanan darah Glukosa
SLE dislipidemi, osteo- lipid, DXA, Tekanan
nekrosis. hiperglisemia, darah
katarak, oesteoporosis

Klorokuin 250 mg/hari (3,5- Retinopati, keluhan Evaluasi mata, Funduskopi dan
4 mglkg BB/hari) GlL rash, mialgia, sakit G6PD pada pasien lapangan pandang
Hidrok- 200-400 mglhari kepala, anemi hemolitik berisiko mata setiap 3-6
siklorokuin* pada pasien dengan bulan
defisiensi G6PD

Azatioprin 50-150 mg per hari, MieIosupresif, Darah tepi lengkap, Gejala mielosupresif Darah tepi lengkap
dosis terbagi 1-3, hepatotoksik, gangguan kreatinin, AST/ALT tiap 1-2 minggu
tergantung berat limfoproliferatif dan selanjutnya
badan. 1-3 bulan interval.
AST tiap tahun dan
pap smear secara
teratur.

Siklofosfamid Per oral: 50-150 mg MieIosupresif, Darah tepi lengkap, Gejala mielosupresif, Darah tepi lengkap
per hari. gangguan limfopro- hitungjenisleukosit, hematuria dan dan urin lengkap
lV: 500-750 mglm, liferatil
keganasan, urin lengkap, infertilitas. tiap bulan, sitologi
dalam Dextrose 250 imuno-supresi, sistitis urin dan pap smear
ml, infus selama 1 hemoragik, infertilitas tiap tahun seumur
I jam. sekunder hidup.
3368 LUPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOTIPID

PEMANTAUAN responsif terhadap pengobatan yang diberikan, adanya


kekambuhan pada pasien yang telah tenang (remisi)
Batasan operasional pemantauan adalah dilakukannya ataupun kasus SLE sedang berat dan keterlibatan organ s
observasi secara aktif menyangkut gejala dan tanda baru vital, guna pengelolaan spesialistik. x
terkait dengan perjalanan penyakit dan efek pengobatan/ Terdapat 4 (empat) tugas utama sebagai dokter b
efek sampingnya, baik yang dapat diperkirakan memerlukan umum di perifer atau pusat pelayanan kesehatan primer, h
pemantauan yang tepat. Proses ini dilakukan seumur hidup yaitu: 1o
t
pasien dengan SLE. Beberapa hal yang perlu diperhatikan 1. Waspada terhadap kemungkinan penyakit SLE ini di 5
adalah: antara pasien yang dirawatnya dan melakukan rujukan k
a. Anamnesis: diagnosis v
Demam, penurunan berat badan, kelelahan, rambut 2. Melakukan tatalaksana serta pemantauan penyakit
rontok meningkat, nyeri dada pleuritik, nyeri dan SLE ringan dan kondisinya stabil (pasien SLE €
bengkak sendi. Pemantauan ini dilakukan setiap kali tanpa keterlibatan organ vital dan atau terdapat t
pasien LES datang berobat. komorbiditas) 5
b. Fisik: 3. Mengetahui saat tepat untuk melakukan rujukan ke
Pembengkakan sendi, ruam, lesi diskoid, alopesia, ahli reumatik pada kasus SLE C

ulkus membran mukosa, lesi vaskulitis, fundus, dan 4. Melakukan kerjasama dalam pengobatan dan C

edema. Lakukanlah pemeriksaan fisik yang baik. pemantauan aktivitas penyakit pasien SLE derajat
'l
Bantuan pemeriksaan dari ahli lain seperti spesialis berat .
mata perlu dilakukan bila dicurigai adanya perburukan Gambar 2 ini memperlihatkan alur fungsi rujukan dari
fungsi mata atau jika klorokuin/ hidroksiklorokuin dokter umum di pusat pelayanan kesehatan primer sampai
diberikan. ke reumatologis
c. Penunjang:
Maksud rujukan dikelompokkan dalam:
Hematologi, analisis urin, serologi, kimia darah dan
radiologi tergantung kondisi klinis
a. Konfirmasidiagnosis
b. Kajian akan berat ringannya penyakit dan
aktivitasnya.
c. Panduan pengelolaan secara umum.
SISTEM RUJUKAN DAN FUNGSI KONSULTATIF
d. Bila aktivitas penyakit tidak dapat dikendalikan.
e. Semua kasus SLE dengan keterlibatan organ atau
Batasan operasional rujukan kasus SLE ditujukan bagi
membahayakan nyawa.
dokter umum, internis atau ahli lain yang memerlukan
f. Pencegahan/pengobatan efek samping obat.
kepastian diagnosis, pengelolaan pada kasus yang tidak
9. Pada SLE dengan kedaan tertentu seperti kehamilan.

rEs

. Penegakkan diagnosis
. Kajian aktivitas dan derajat penyakit.
o Perencanaan pengobatan.
o Pemanatauan aktivitas penyakit secara
LES dengan komplikasi/
aktivitas meningkat teratur / terprogram.

LES derajat sedang dan berat

LES refrakter/mengancam nyawa

Gambar 2. Sistem rujukan dan fungsi konsultatif SLE


3368 LUPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOTIPID

PEMANTAUAN responsif terhadap pengobatan yang diberikan, adanya


kekambuhan pada pasien yang telah tenang (remisi)
Batasan operasional pemantauan adalah dilakukannya ataupun kasus SLE sedang berat dan keterlibatan organ T
observasi secara aktif menyangkut gejala dan tanda baru vital, guna pengelolaan spesialistik. T
terkait dengan perjalanan penyakit dan efek pengobatan/ Terdapat 4 (empat) tugas utama sebagai dokter h
efek sampi ngnya, bai k yan g dapat di perkirakan memerlu kan umum di perifer atau pusat pelayanan kesehatan prime4 h
pemantauan yang tepat. Proses ini dilakukan seumur hidup yaitu: 10
F
pasien dengan SLE. Beberapa hal yang perlu diperhatikan 1. Waspada terhadap kemungkinan penyakit SLE ini di 5
adalah: antara pasien yang dirawatnya dan melakukan rujukan fr
a. Anamnesis: diagnosis y
Demam, penurunan berat badan, kelelahan, rambut 2. Melakukan tatalaksana serta pemantauan penyakit
rontok meningkat, nyeri dada pleuritik, nyeri dan SLE ringan dan kondisinya stabil (pasien SLE €
bengkak sendi. Pemantauan ini dilakukan setiap kali tanpa keterlibatan organ vital dan atau terdapat t
pasien LES datang berobat. komorbiditas)
b. Fisik: 3. Mengetahui saat tepat untuk melakukan rujukan ke
Pembengkakan sendi, ruam, lesi diskoid, alopesia, ahli reumatik pada kasus SLE
ulkus membran mukosa, lesi vaskulitis, fundus, dan 4. Melakukan kerjasama dalam pengobatan dan
edema. Lakukanlah pemeriksaan fisik yang baik. pemantauan aktivitas penyakit pasien SLE derajat
Bantuan pemeriksaan dari ahli lain seperti spesialis berat .
mata perlu dilakukan bila dicurigai adanya perburukan Gambar 2 ini memperlihatkan alur fungsi rujukan dari
fungsi mata atau jika klorokuin/ hidroksiklorokuin dokter umum di pusat pelayanan kesehatan primer sampai
diberikan. ke reumatologis
c. Penunjang:
Maksud rujukan dikelompokkan dalam:
Hematologi, analisis urin, serologi, kimia darah dan
radiologi tergantung kondisi klinis
a. Konfirmasidiagnosis
b. Kajian akan berat ringannya penyakit dan
aktivitasnya.

SISTEM RUJUKAN DAN FUNGSI KONSULTATIF


c. Panduan pengelolaan secara umum.
d. Bila aktivitas penyakit tidak dapat dikendalikan.

Batasan operasional rujukan kasus SLE ditujukan bagi


e. Semua kasus SLE dengan keterlibatan organ atau
membahayakan nyawa.
dokter umum, internis atau ahli lain yang memerlukan
kepastian diagnosis, pengelolaan pada kasus yang tidak
f. Pencegahan/pengobatan efek samping obat.
S. Pada SLE dengan kedaan tertentu seperti kehamilan.

LES

. Penegakkan diagnosis
LES derajat ringan . Kajian aktivitas dan derajat penyakit.
o Perencanaan pengobatan.
c Pemanatauan aktivitas penyakit secara
LES dengan komplikasi/
aktivitas meningkat teratur / terprogram.

LES derajat sedang dan berat

Gambar 2. Sistem rujukan dan fungsi konsultatif SLE


3370 LUPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPD ur
direkomendasikan, karena risi ko terhadap infeksi, sehingga Penatalaksanaan APS pada dasarnya ditujukan terhadap Ha!
pilihan hanya terbatas pada kondom. Depomedroxy kejadian trombosis yaitu43:
progesteron ocetate (DMPA) dapat merupakan suatu 1. Aspirin dosis kecil (80 mg/hari) dapat dipertimbangkan .Fne
pilihan, namun akhir-akhir ini dikhawatirkan adanya untuk diberikan kepada pasien SLE dengan APS disl
kemungkinan efek negatifnya pada masa tulang sebagai pencegahan primer terhadap trombosis dan
(menimbulkan osteoporosis). sehingga hanya diberikan keguguran dik
berdasarkan indikasi tiap-tiap individu, contohnya mereka 2. Faktor-faktor risiko lain terhadap trombosis perlu dis,
dengan kelainan perdarahan dan keterbelakangan mental, diperiksa misalnya protein C, protein S, homosistein me
DPMA merupakan pilihan yang terbaik.as 3. Obat-obat yang mengandung estrogen meningkatkan
Konsultasi dengan para ahli sangat penting untuk risiko trombosis, harus dihindari. sel
menentukan pilihan kontrasepsi bagi penderita lupus, 4. Pada pasien SLE yang tidak hamil dan menderita rnE
masing-masing harus didasarkan atas aktivitas penyakit, trombosis yang berhubungan dengan APS, pemberian 40
faktor risiko terhadap trombosis dan osteoporosis, gaya antikoagulan jangka panjang dengan antikoagulan de
hidup dan kepercayaan masing-masing individu.as oral efektif untuk pencegahan sekunder terhadap 9a
trombosis. Pemberian heparinisasi unfractionated Ca
SLE dengan APS dengan target aPTT pada hari 1 * 10 sebesar 1,5 -
Fe
Sindrom anti fosfolipid (APS) atau yang dikenal sebagai 2,5 kali normal. Selanjutnya dilakukan pemberian
Tir
sindrom Hughes merupakan suatu kondisi autoimun yang tumpang tindih warfarin mulai hari ke-tujuh sampai
patologik di mana terjadi akumulasi dari bekuan darah ke-sepuluh, kemudian heparin dihentikan. Target INR !a
32
oleh antibodi antifosfolipid. Penyakit ini merupakan suatu adalah 2- 3 kali nilai normal.
r.il
kelainan trombosis. abortus berulang atau keduanya 5. Pada pasien hamil yang menderita SLE dan APS,
(€
disertai peningkatan kadar antibodi antifosfolipid yang kombinasi heparin berat molekul rendah (LMW) atau
"]it
menetap yaitu antibodi antikardiolipin (ACA) atau lupus unfroctionated dan aspirin akan mengurangi risiko
anti koagulan (LA).as-s+ keguguran dan trombosis.
Diagnosis APS ditegakkan berdasarkan konsensus 'ln
internasional kriteria klasifikasi sindrom anti fosfolipid Neuropsikiatri Lupus (NPSLE)
ir
(Sapporo) yang disepakati tahun 2006, apabila terdapat M
Preva lensi N PSLE berva riasi a ntara 1 5%io-91o/o terga ntu ng
1 gejala klinis dan 1 kelainan laboratorium sebagaimana pada kriteria diagnosis dan seleksi penderita.s6-:t
t'i,
tertera di bawah ini:ss Manifestasi klinis NPSLE sangat beragam mulai dari
disfungsi saraf pusat sampai saraf tepi dan dari gejala
c
Kriteria klinis:
. kognitif ringan sampai kepada manifestasi neurologik
Trombosis vaskular:
dan psikiatrik yang berat seperti stroke dan psikosis.sT:'
:
- Penyakit tromboembolik vena (Trombosis vena g
Sulitnya mempelajari kasus NPSLE akibat tidak adanya
dalam, emboli pulmonal) c
kesepakatan dalam definisi penyakit, karena itu Americon
- Penyakit tromboemboli arteri.
College of Rheumotology (ACR) mengeluarkan suatu
- Trombosis pembuluh darah kecil
. Gangguan pada kehamilan:
- > 1 kematian fetus normal yang tak dapat
dijelaskan pada usia > 10 minggu kehamilan
atau Sistem saraf pusat Sistem saraf perifer
- > 1 kelahiran prematur neonatus normal pada usia Acute confusional state Poiineuropati '
kehamilan < 34 minggu atau Disfungsi kognitif Pleksopati
- > 3 abortus spontan berturut-turutyang tak dapat
Psikosis
Mononeuropati
dijelaskan pada usia kehamilan < 10 minggu (tunggal/ multipleks)
Gangguan mood Sindrom Guillain-Barre
Kriteria laboratorium: Gangguan cemas Gangguan otonom
. Positif lupus antikoagulan Nyeri kepala (termasuk migrain dan
Miastenia gravis
. Meningkatnya titer lgG atau lgM antibodi hipertensi intrakanial ringan)
Penyakit serebrovasku lar
antikardiolipin (sedang atau tinggi).
Mielopati
. Meningkatnya titer lgG atau lgM antibodi anti-beta2 Gangguan gerak
glikoprotein I (sedang atau tinggi). Sindrom demielinisasi
Kejang
Perbedaan waktu antara pemeriksaan yang satu
Meningitis aseptik
dengan yang berikutnya adalah 12 minggu Neuropati kranial
I
I

3372 TUPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID

Gambaran klinis
Kelas Pola Tempat deposit Sedimen Proteinuria Kreatinin Teka nan Anti-dsdna c3/c4
komplek imun (2ajam) serum Darah
I Normal Tidak ada Tidak ada < 200 mg Normal Normal Negatif Normal
ll Mesangial Mesangial saja Eritrosit,/ 200-500 mg Normal Normal Negatif Normal
tidak ada
lll Fokal dan Mesangial, sub- Eritrosit, 500-3500 Normal Normal Positif Menurun
Segmental endotelial, + lekosit mg sampat sampar
proliferatif subepitalial men ing kat meningkat
ringan sedikit
lV Difus pro- Mesangial, sub- eritrosit, 1000e3500 Normal Tinggi Positif 'sampai Menurun
liferative endotelial, + lekosit, mg sampai ter- titer tinggi
subepitalial silinder gantung
eritrosit saat dialisis
V Membra- Mesangial,sub- Tidakada >3000mg Normal Normal Negatif Normal
nous epitalial sampal sampai' ' ,l
meningkat Titer sedang
sedikit
Sumber: Appel GB, Silva FG, Pirani CL. 110
lni hanyalah panduan, parameter bervariasi, biopsi diperlukan untuk ketepatan diagnosis.

Kelas I Minimal mesangial lupus nefritis


Kelas ll Mesangial proliferative lupus nefritis
Kelas lll Fokal lupus nefritis
ilr(A): Lesi aktif: fokal proliferatif lupus nefritis
ilr (A/c): Lesi aktif dan kronis: fokal proliferatif dan sklerosing lupus nefritis
ilr (c): Lesi kronis tidak aktif dengan skar
Kelas lV Difuse lupus nefritis
rV-s(A): Lesi aktif: difus segmental proliferatif lupus nefritis
rV-G(A): Lesi aktif: difus global proliferatif lupus nefritis
IV-S (A/C): Lesi aktif dan kronis
tv-c (A/c): Lesi aktif dan kronis
rV-s (C): Lesi kronis tidak aktif dengan skar
rv-G (c): Lesi kronis tidak aktif dengan skar
Kelas V Membranous lupus nefritis"
Kelas Vl Advanced sklerotik lupus nefritis
'Kelas V dapat muncul bersama dengan kelas ll atau lV dimana keduanya akan didiagnosa

rutin terutama sedimen, kadar kreatinin, tekanan inhibitor lebih diutamakan terutama untuk pasien
darah, albumin serum, C3 komplemen, anti-ds DNA, dengan proteinuria menetap. Pemakaian ACE blocken
proteinuria dan bersihan kreatinin. Monitor tergantung saja atau dengan kombinasi ACE inhibitorjuga banyak
situasi klinis. Pada penyakit ropidly progressive dipakai. Diet rendah garam direkomendasikan pada
glomerulonephrifis diperlukan pemeriksaan kreatinin seluruh pasien hipertensi dengan lupus nefritis
serum harian, untuk parameter lain diperlukan waktu aktif. Bila diperlukan /oop diuretik dipakai untuk
1 sampai 2 minggu untuk berubah. mengurangi edema dan mengontr:ol hipertensi bila
Obati hipertensi seagresif mungkin. Target tekanan dengan monitor elektrolit.
darah pada pasien dengan riwayat glomerulonefritis 4. Hiperkolesterolemia harus dikontrol untuk menguranf
adalah < 120/80 mmHg. Beberapa obat antihipertensi risiko prematur aterosklerosis dan mencegah
banyak digunakan untuk pasien lupus, tetapi penurunan fungsi ginjal. Asupan lemak juga harus
pemilihan angiotensin-converting enzim (ACE) dikurangi bila terdapat hiperlipidemia atau pasien
3374 LUPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID

rt"
", ,t,' :'.: "t,, ,: :" 'lVlembraaogs' i: '!
Ringart'.' ,,.' 'Non nefrotikproteinuria-dan fungsi,'' - Dosis tinggi kortikosteroid saja atau Dosis rendah kortikosteroid saja
.....:.gi1rja}normat....::::.|l...'.....:.:k€rnbinasidenganAZA atau dengag.AZA
Sedangl ,'.Nefrotik pr.oteinuria:atau 'fungsi:ginjat .r,:' Pulsb CYC:per'Z bulan sefama { tahun ' I Dosls.rendah kcrtikosteroid
bergt . I abnorr,nal{peqingkatankreatinjfl:Ferunn . f pulse): ::: :,:,. r,AZA.', . : r":
lebih 30'/d
r,r,.: - :,.:-,::: r, i..'.CyclosporineA{3;5mg/kg/hari),selarna
: . MMF (1-2 gr/hari)
. ', , :' I :. :', ,, :: : : 1 tahun dan Selanjutnya diturunkan
,'' ", t"' I . :lrlTi::rgr/hari)setama6.lz,buran
"'
AZA, azathioprine; CYC, cyclophosphamide; LN, lupus nefritis; MMF, mycophenolate mofetil
Karakteristik pasien dengan faktor prognostik buruk adalah:
Ras hitam, azotemia, anemia, sindrom anti fosfolipid, gagal terhadap terapi imunosupresi awal, dan kekambuhan dengan
perburukan fungsi ginjal.

Protokol pulse siklofosfamid dapat mengacu pada bqsed medicine pada masalah ini hanya berlaku pada
ketentuan dari NIH atau Euro-lupus nephritis protocol.67,68 penggunaan anti inflamasi non-steroidal (OAINS) dan
Lihat lampiran 3 di bawah ini. methotrexate.Tl
Pada pemakaian OAINS dimana akan terjadi pengika-
tan terhadap COX1 secara permanen, dan dampak pada
VAKSINASI PENYAKIT LAIN PADA StE trombosit, maka obat-obatan ini harus dihentikan sebelum
tindakan operatif dengan lama 5 (lima) kali waktu paruh.
1. Pasien SLE memiliki risiko tinggi untuk terjadi infeksi Sebagai contoh ibuprofen dengan masa waktu paruh
2. Vaksinasi pada pasien SLE aman, kecuali vaksin 2,5 jam, maka t hari sebelum tindakan operatif tersebut
hidup harus dihentikan. Sedangkan naproxen perlu dihentikan
3. Efikasi vaksin lebih rendah pada pasien SLE 4 (empat) hari sebelum operasi karena masa waktu paruh
dibandingkan dengan orang sehat, tetapi proteksinya selama 15 jam. Kehati-hatian perlu dilakukan pada OAINS
cukup baik. dengan waktu paruh lebih panjang.T2
Penggunaan steroid masih mengundang banyak
Tidak ada panduan khusus pemberian vaksinasi pada
kontroversi. Pada pasien dengan dosis steroid yang telah
penderita Lupus, namun pada tahun 2002 British Society for
lama digunakan, dosis setara 5mg prednison per harimaka
Rheumatology menerbitkan panduan praktis penggunaan
obat tersebut dapat tetap diberikan dan ditambahkan
vaksin hidup bagi penderita dengan imunodepresi6s:
dosisnya pra operatif.T3
1. Vaksin hidup yang dilemahkan merupakan kontra-
Rekomendasi akan dosis steroid perioperatif ditentukan
indikasi untuk pasien dalam terapi imunosupresi
berdasarkan jenis operasi dan tingkat keparahan penyakit.
2. Setelah mendapat vaksinasi hidup yang dilemahkan,
Tabel dibawah ini dapat dipakai sebagai acuan pemberian
tunggu 4 minggu sebelum memulai terapi
steroid periop'eratif.
imunosupresi
Pemakaian diseose modifying onti-rheumotic drugs
3. Terapi steroid pada dosis minimal 20 mg/hari mem-
(DMARDs) belum banyak kesepakatan kecuali methotrexate.
punyai efek imunosupresif sampai sesudah 2 minggu.
Pemberian Methotrexate dapat dilanjutkan kecuali pada
Yang termasuk vaksin hidup yang dilemahkan adalah: usia lanjut, insufisiensi ginjal, DM dengan gula darah tidak
vaksin polio oral, varicella, vaksin influenza hidup yang terkontrol, penyakit hati atau paru kronik berat, pengguna
dilemahkan, vaksin tifoid oral, bocillus Calmette-Guerin alkohol, pemakaian steroid di atas 10mg/hari..Pada kondisi
(BCG), dan measles-mumps-rubello (MMR). demikian maka obat ini dihentikan 1 minggu sebelum dan
Vaksin influenza rekombinan, pneumokokus dan sesudah tindakan operatif. Leflunomide harus dihentikan
hepatitis B dilaporkan aman bagi penderita SLE.70 2 minggu sebelum operasi dan dilanjutkan kembali 3 hari
sesudahnya. Sulfasalazine dan azathioprine dihentikan
Pengelolaan Perioperatif pada Pasien dengan t hari sebelum tindakan dan dilanjutkan kembali 3
stE hari setelahnya. Klorokuin/ hidroksiklorokuine dapat
Banyak pertanyaan yang muncul apabila pasien dengan dilanjutkan tanpa harus dihentikan. Agen biologi seperti
SLE akan dilakukan tindakan operatif. Fokus perhatian etanercept, infliximab, anakinra, adalimumab dan rituximab
dilontarkan seputar penyembuhan luka, dan kekambuhan pada umumnya masih kurang dukungan data. Dianjurkan
serta menyangkut penggunaan berbagai obatyang secara untuk menghentikannya 1 minggu sebelum tindakan dan
rutin atau jangka panjang digunakan pasien. Evidence dilanjutkan lagi 1-2 minggu setelah tindakan.T6
p
F
9t.
f*
a

{,
ts

3376 TUPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID

REFERENSI 23. Calvo-AlenJ, Bastian HId, Straaton KV, Burgard SL, Mikhail
I9 Alarcon GS. Identification of patients subsets among those
1. Wallace DJ, Hahn BFI, editors. Dubof s lupus erythematosus. presumptively diagnosed with, referred, and/or followed
5th ed. Baltimore: William & Wilkns.1997: up for systemic lupus erythematosus at a large tertiary care
2. Lahita RG, ed. Systemic Lupus erythematosus, 3rd ed. San centre. Arthritis Rheum 1995;38:L475-84
Diego: Academic Press. 1.998: 24. GuzmanJ, Cardiel MH, Arce-salinas, et al. Measurement of
3. Schur P, ed. The clinical management of systemic lupus disease activity in systemic lupus erythematosus. Prospective
erythematosus, 2nd ed. Philadelphia: Lippincott. 1.996:
validation of 3 clinical indices. J Rheumatol 1992;19:1551.-
4. Koopman WJ,. Arthritis and Allied conditions. 13th ed. 1558
Baltimore: William & Wilkns.1997: Hoes ]N, Jacobs JWG, Boers M, Boumpas D, Buttgereit F,
5. Klippel JH, Dieppe PA, editors. Rheumatology. London: Caeyers N, et all. EULAR evidence based recommendations
Mosby. 1998: on the management of systemic glucocorticoid therapy in
6. Klippel JH, ed. Primer on the rheumatic diseases. 12th ed. rheumatic diseases. Ann Meum Dis, 2007; 66: 1560-1567
Atlanta: Arthritis Found atton. 200'L:329-334 26. ButtgereitF, DaSilvaJAP, Boers M, BurmesterG-& Cutolo lvl,
7. Tan EM, Cohen AS, Fries JF, Masi AT, McShane Dj, Jacobs J et all. Standardised nomenclature for glucocorticoid
Rothfield NF, et al. The 1982 revised criteria for the dosages and glucocorticoid treatment regimens: current
classification of systemic lupus erythematosus. Arthritis questions and tentative answers in rheumatology. Ann
Rheum198Z25:127'L-7 Rheum Dis 200261:718-22
8. Kelley \AIN, Harris ED, Ruddyg Sledge CB, editors. Textbook 27. Jacobs f.W.G, Bijlsma J.W.J. Glucocorticoid therapy. Kelly's
of rheumatology. 5th ed. Philadelphia: IAIB Saunders. 1997 Textbook of Rheumatology.Saunders Philadelphia; 2009:
9. Hochberg Mc. Updating the American College of 863-81
Rheumatology revised criteria for the classification of n. Kirwan JR. Systemic glucocorticoids in rheumatology. ln
systemic lupus erythematosus [letter]. Arthrituis Rheum Practical Rheumatology. Third Edition. Mosby Elsevier Ltd.
1997;40:1725 2004;\2L-5
10. American College of Rheumatology Ad Hoc Committee on 29. NiemanlK Kovacs W, Pharmacologic use of glucocorticoid.
systemic lupus erythematosus guidelines. Arthritis Rheum UpToDate 2010
1999;42(9):1785-96 30. Steinberg AD, Steinberg SC. Long term preservation of renal
L1. function in patients with lupus nephritis receiving treatment
Jacobsen S, Petersen J, Ullman S, funker P, Voss A, Rasmussen
that includes cyclophosphamide versus those treated with
JlvI, et al. Mortality and causes of death of 513 Danish patients
with systemic lupus erythematosus. Scand j Rheumatol. prednisone only. Arthritis Rheum 1991;34:945-50
1999;28(2):75-80. 31. Gourley MF, Austin HA III, Scott D, Yarboro CH, Vaughan
12. Paton NI, Cheong I, Kong NC, Segasothy M. Mortality ElvI, Muir J, et al. Methylprednisolone and cyclophosphamide
in Malaysians with systemic lupus erythematosus. Med I alone or in combinatiory in patients with lupus nephritis: a
Malaysia. 199 6 ;5L (4) :437 44L. randomized, controlled trial. Ann brtem Med 1996;125:549-
13. Mok CC, Lee KW, Ho CT, Lau C9 Wong RW. A prospective 57.
study of survival and prognostic indicators of systemic 32. Wallace Df, Hahn BFf Klippel|Fl. Lupus nephritis In.:Wallace
lupus erythematosus in a southern Chinese population. DJ, hahn BH. Editors. Duboi-s lupus erythematosus,5th ed.
Rheumatolo gy (Oxf ord). 2000;39 (4) :399 4O6. Philadelphia: Williams & Wilkins. 1997 :1053-1065.
14. Kasitanon N Louthrenoo W, Sukitawut W Vichainun R. JJ. Boumpas DT, Fessler BJ, Austin HA III, Balow fE, Klippel
Causes of death and prognostic factors in Thai patients with JH, Lockshin MD. Systemic lupus erythematosus: emerging
systemic lupus erythematosus. AsianPac j Allergy Immunol. concepts. Parl 2. Dermatologic and joint disease, the
2002;20(2):85-9'1,. antiphospholipid antibody syndrome, pregnancy and
15. BlancoFJ,G6mez-ReinofJ, delaMataJ, CorralesA" Rodriguez- hormonal therapy, morbidity and mortality, and pathogenesis.
Valverde V Rosas JC, et al. Survival analysis of 306 European Ann Intem Me d 1995 ;123 :42-53.
Spanish patients with systemic lupus erythematosus. Lupus. 34. Hahn BH, Kantor OS, Osterland CK. Azathiprine plus
1998;7(3):159-1.63. prednisone versus prednisone alone in the treatment of
16. Abu-Shakra M, Urowitz MB, Gladman DD, Gough systemic lupus erythematosus: a report of a prospective,
J.
Mortality studies in systemic lupus erythematosus. Results controlled trial tn24 patients. Ann Intem Med 1975;85:597-
from a single center. L Causes of death. J Rheumatol. 605.
1995;22(7):12s9-1264. 35. Ntali I Tzabakakis IvI, Bertsias G, Boumpas DT. What's new
17. Abu-Shakra M, Urowitz MB, Gladman DD, Gough in clinical trials in lupus. Int J Clin Rheum. 2009;4(4):477
J.
Mortality studies in systemic lupus erythematosus. Results 485.
from a single center. IL Predictor variables for mortality. J Van Vollenhoven RF, Engleman EG, McGuire |L.
Rheumatol. 1995;22(7) :1265-64. Dehydroepiandrosterone in systemic lupus erythematosus:
18. Urowitz MB, Bookman AAM, Koehler BE, Gordon DA, results of a double blind, placebo-controlled, randomized
Smythe HA, Ogryzlo MA. The bimodal mortality pattem of clinical trial. Arthritis Rheum 1995;38 :182611.
systemic lupus erythematosus. Am J Med1976;60:221-5 Karpouzas GA, Kitridou RC. The mother in systemic lupus
19. Feng PH, Tan TH. Tuberculosis in patients with systemic erythematosus, In: Wallace DJ, Hahn BH. Editors. Dubois'
lupus erythematosus. Ann Rheum Dis L98141,(1):114 lupus erythematosus. Philadelphia. Lippincott Williams and
20. Shyam C, Malaviya AN. Infection-related morbidity in Wilkins. 2007 :992-1038.

systemic lupus erythematosus: a clinico epidemiological 38. Huong D Le I Wechsler B, Vauthier-Brouzes D, Beaulils H,
study from northem India. Rheumatol Int 1996;16(1):1-3 Lefebvre G, Piette ]C. Pregnancy in past or present lupus
21. Kumar A. Indian guidelines on the management of SLE. I nephritis: a study of 32 pregnancies from a single centre. Ann
Indian Rheumatol Assoc 2002;10:80-96 Rheum Dis 200'L ;50:599 -604
39. Ruiz-Irastorza G. Khamashta MA. Lupus and pregnancy: ten
22. Kavanaugh A, Tomar R, Reveille ], Solomon DH, Homburger
HA. Guideline for clinical use of the antinuclear antibody test questions and some .rnswers. Lupus 2008; 17;416-420
and test for specific autoantibody to nuclear antigen. Arch 40. Bertsias GK Ioannidis JPA, Boletis J, Bombardieri I
Cervera &
pathol lab med. 2000 ;!24:7 1.-8L Dostal C, et al. EUlARrecommendationsfor the management

Anda mungkin juga menyukai