Anda di halaman 1dari 34

Dr Bambang S.

N Sp PD
Spesialis Penyakit Dalam
FK Universitas Tanjungpura.
Interaksi faktor :
1.genetik
2.lingkungan
3.hormonal
Menyebabkan respon
imun yang abnormal
tidak bisa membedakan
self dan non-self.
Faktor genetik:
Gen MHC (HLA) berperan
penting :
1.penurunan fungsi sel T
supressor
2.gangguan penyajian antigen
HLA
Berperan dalam memicu lupus.
Faktor Non Genetik
Lingkungan :
1.Pemaparan sinar UV (pada 70% pasien),
2.Stres yang berlebihan,
3.Infeksi virus dan bakteri.
Hormonal :
1.Hormon androgen menghambat
ekspresia autoimun
2.Hormon estrogen memicu ekspresia
autoimun.
Faktor Non Genetik
Obat:
1.antibiotik (golongan
sulfa dan pennicilin)
2.Hidralazin, Prokainamid,
Beta-bloker, INH, dll.
3.senyawa kimia
(hidralazin dan amin
Tahapannya sebagai berikut :
makrofag
1. Antigen
(APC) - apoptosis,
- aktivasi atau
kematian sel tubuh.
2. Beberapa antigen di tubuh (Self
Antigen) contoh nucleosomes, U1RP
dan Ro/SS-A, tidak dikenal. Antigen
tersebut akan diproses seperti
umumnya antigen lain oleh APC dan
sel B. Peptida ini akan menstimulasi
3. Antibodi yang dibentuk oleh peptida ini dan
antibodi yang dibentuk oleh antigen eksternal
akan merusak organ target (glomerulus, sel
endotel dan thrombosit).
4. Di sisi lain antibodi juga dapat berikatan
dengan antigennya untuk membentuk
komplek imun (IC) yang dapat merusak
berbagai organ tubuh bila terjadi endapan.
5. Perubahan abnormal di dalam sistem imun
tersebut dapat mempresentasikan protein
RNA, DNA dan phospholipid ke dalam sistem
imun tubuh.
7. Beberapa autoantibodi dapat meliputi trombosit dan
eritrosit karena antibodi tersebut dapat berikatan
dengan glycoprotein II dan III di dinding trombosit dan
eritrosit. Antibodi juga dapat bereaksi dengan antigen
sitoplasmik trombosit dan eritrosit yang akhirnya akan
menyebabkan proses APOPTOSIS pada penderita LES
dan keadaan ini sering menimbulkan kerusakan
jaringan bila terjadi pengendapan.
8. Komplek imun tersebut dapat juga berkaitan dengan
komplemen yang akhirnya berikatan dengan reseptor
C3b di sel darah merah yang akan menimbulkan
hemolisis. Bila komplek imun melalui hepar maka akan
dieliminasi dengan cara mengikat C3bR dan bila melalui
limpa akan diikat oleh FcR. IgG. Ketidakmampuan kedua
organ tersebut akan menimbulkan manifestasi klinik
berupa hemolisis.
9. Berbagai keadaan sitokin yang terjadi pada LES ialah :
penurunan jumlah IL-1 dan peningkatan IL-6, IL-4 dan
IL-6.
Diagnosis SLE, dapat ditegakkan
berdasarkan gambaran klinik dan
laboratorium.
American College of Rheumatology
(ACR) dan American Rheumatism
Association (ARA) mengajukan 11
kriteria untuk klasifikasi SLE, di mana
bila didapatkan 4 kriteria, maka
diagnosis tersebut dapat ditegakkan.
No. Kriteria Keterangan
1. Ruam di Ruam kemerahan di sekitar
daerah malar pipi dan hidung
(malar rash) menyerupai bentuk kupu-
kupu.
2. Lesi discoid Penebalan kulit, biasanya
(discoid rash) pada bagian kulit yang
terkena sinar matahari
langsung
3. Fotosensitivita Terjadi ruam kemerahan
s akibat reaksi abnormal
terhadap sinar matahari
langsung.
4. Ulserasi mulut Bersifat kambuhan dan
(oral ulcer) tidak nyeri, terjadi di
daerah mulut atau
nasofaring.
No. Kriteria Keterangan
7. Kelainan Proteinuria selalu lebih dari 0,5g/dL.
ginjal Ditemukan sedimen selular abnormal
dari urine (mikroskopis).

8. Kelainan Kejang/seizure yang bukan disebabkan


neurologis obat, timbul secara spontan dan
terjadinya psikisosis.

9. Kelainan Anemia hemolitik dengan


hematolog retikulositosis Leukopenia, leukosit<
ik 4000/mm3 (min.2 kali periksa)
Limfopenia, limfosit< 1500 /mm3
(min.2 kali periksa)Trombositopenia,
trombosit< 100.000 /mm3 tanpa obat
yang mungkin menyebabkannya.

10. Kelainan Terdapat sel LE, atau Anti-DNA (anti-


imunologi dsDNA) dengan titer abnormal, atau
1. CBC (Complete Blood Count)
2. ANA (anti nuclear antibodi)
3. Sel LE
4. Tes sifilis
5. ESR (Erythrocyte Sedimentation
Rate)
6. CRP (C-Reactive Protein)
7. Urinalisis
8. Skrining hati dan ginjal (biopsi)
9. Studi imunologi spesifik melalui
tesENA (Extractable Nuclear
Antibody)
Penderita dengan
manifestasi klinis SLE yang
meliputi dua atau lebih
Tes ANA
Tes organ
ANA Titer
Titer< 1 :<
40 1:
Titer 1 : 40
atau lebih 40
Evaluasi total SLE lebih lanjut Argumen kuat untuk
meliputi: menyangkal SLE. Harus
1. Kriteria diagnosis ACR ditemukan penjelasan
2. Tes laboratorium : CBC, yang tepat untuk
urinalisis, kratinin, antibodi manifestasi yang
antifosfolipid, anti dsDNA dan
0-3 4 atau lebih terjadi pada
Penjela sistem
Penjelasan
anti Sm.
kriteria kriteria ACR organ tersebut
tidak
san
ACR terpenuhi diperoleh
diperol
terpenuhi
Tidak eh
Dipastik Mengacu pada
terjadi SLE SLE an ahli
atau SLE bukan rematologi
inkomplit
SLE jika
diperkirakan
1. Gejala Konstitusional
Perasaan lelah
Penurunan berat badan
Demam tanpa disertai menggigil
Sakit kepala, migrain, seizure, stroke,
depresi, cemas
2. Kelainan di Kulit dan Mukosa
Contoh kelainan pada kulit :
Lesi seperti kupu-kupu di area malar dan
nasal dengan sedikit edema, eritema,
sisik, dan atropi
Fotosensitif di daerah yang tidak
tertutup pakaian
Contoh kelainan
pada mukosa :
Timbul stomatitis,
keratokonjungtivitis,
erosi, serta ulserasi
pada mukosa mulut,
mata, dan vagina
3. Kelainan Pada
Organ Dalam
Kelainan ginjal
Kelainan paru-paru
Kolitis ulserativa
Hepatosplenomegali
Kelainan jantung
4. Kelainan di Darah, Sendi, Tulang, Otot,
Kelenjar Getah Bening, dan Sistem Saraf
Anemia hemolitik
Gangguan saraf seperti sakit kepala dan
konvulsi
Kelainan psikiatrik seperti psikosis atau
sindrom organik otak
Arthralgia (keluhan utama pada SLE)
Arthritis
Neuritis perifer
Ensefalitis
No Gejala Kejadia
1 Arthralgia n
2 Demam > 100 F (38 95 %
3 C) 90 %
4 Arthritis 90 %
5 Kelelahan ekstrim 81 %
6 Ruam pada kulit 74 %
7 Anemia 71 %
8 Kelainan ginjal 50 %
9 Nyeri dada atau sukar 45 %
bernafas 42 %
No Gejala Kejadian
10 Fotosensitivitas 30 %
11 Rambut rontok 27 %
12 Abnormalitas 20 %
13 pembekuan darah 17 %
Fenomena Raynaud
(jari-jari memutih
ataumembiru saat
kedinginan) 15 %
12 %
Seizure
Tujuan Terapi
Penanganan gejala penyakit yang muncul dan
induksi pemulihan penyakit dengan cara:
mengurangi inflamasi jaringan
menekan abnormalitas sistem imun
Mencegah kekambuhan penyakit selama mungkin
dan mengantisipasi jika kekambuhan muncul.
Meminimalisasi terjadinya komplikasi
Pemilihan obat bergantung pada:
Tipe dan keakutan gejala lupus
Respon pasien terhadap pengobatan
Risiko efek samping obat
Obat anti-inflamasi (NSAID, Corticosteroid)
Kortikosteroid ( Glucocorticoid)
Anti-malaria
Obat sitotoksik/imunosupresan
Obat yang sedang dalam pengembangan
Modifikasi hormon
Obat imunosupresan yang lebih selektif
Agen biologi yang menghalangi
pembentukan autoantibodi secara
selektif
Obat yang paling umum digunakan
untuk mengurangi gejala lupus
seperti demam, arthritis, pleuritis
dengan mengurangi inflamasi dan
nyeri. Anti inflamatori dibagi menjadi
dua kategori, yaitu:
Non-steroidal anti-inflammatory
drugs (NSAIDs)
Kortikosteroid
NSAIDs digunakan untuk mengurangi:
gejala musculoskeletal, seperti arthritis,
artralgia, nyeri sendi
demam dan nyeri dada karena pleuritis
perikarditis
Efek samping paling umum adalah iritasi
lambung yang menyebabkan nyeri
abdominal dapat mengakibatkan tukak
dengan perdarahan. Penggunaan NSAIDs
kelas baru yang disebut inhibitor Cox-2 dapat
mengurangi komplikasi gastrointestinal.
Merupakan obat anti inflamasi yang
sangat potent.
Dalam dosis tinggi dapat menekan fungsi
sistem imun.
Diberikan pada pasien yang tidak
merespon NSAIDs, pasien yang menderita
gejala lupus akut, seperti kerusakan
ginjal, seizure, anemia, trombositopenia.
Dosis yang diberikan harus diturunkan
secara bertahap.
Glukokortikoid menekan cell-mediated
immunity. Glukokortikoid bekerja dengan
menghalangi gen yang mengkode IL-1,
IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-8, dan TNF-.
Semakin kecil produksi sitokin, proliferasi
sel T semakin berkurang.
Glukokortikoid juga menekan imunitas
humoral, menyebabkan sel B
mengekspresikan lebih sedikit IL-2 dan
reseptor IL-2 mengurangi ekspansi
klon sel B dan sintesis Ab.
Glukokortikoid menginduksi sintesis lipocortin-1
(annexin-1), dengan berikatan dengan membran sel
mencegah fosfolipase A2 kontak dengan substrat
asam arakidonat menghentikan produksi
eikosanoid. Ekspresi siklooksigenase (baik COX-1
maupun COX-2) juga ditekan.
Glukokortikoid juga menstimulasi lipocortin-1 keluar
dari ekstraselular berikatan dengan reseptor
leukosit pada membran dan mencegah aktivitas
inflamasi seperti adhesi epitel, emigrasi, kemotaksis,
fagositosis, respiratory burst, dan pelepasan
mediator inflamatori (enzim lisosomal, sitokin,
aktivator plasminogen jaringan, chemokines, dll.)
dari neutrofil, makrofag, dan mastosit.
Bekerja menghalangi sinar UV dari perusakan
kulit, memiliki efek anti inflamasi, mengurangi
kadar kolesterol, mencegah pembekuan darah,
menghalangi sitokin yang berperan dalam
proses inflamasi, dan yang paling penting
adalah mengatur asam-basa sel yang
membatasi kemampuan untuk memproses
antigen. (Jika antigen diproses, akan terbentuk
antibodi yang tidak diperlukan.) Antimalaria
tidak menurunkan jumlah darah dalam tubuh
dan tidak membuat tubuh lebih rentan
terhadap infeksi.
Digunakan untuk menekan sistem imun.
Digunakan pada pasien lupus dengan
manifestasi klinis serius, seperti nefritis,
komplikasi neurologik akut, dan pada
pasien yang tidak merespon
kortikosteroid.
Tubuh mudah terserang infeksi,
terutama Herpes zoster.
Harus dilakukan tes darah secara
berkala.
Sitotoksik menginhibisi pembelahan sel. Dalam
imunoterapi, digunakan dalam dosis rendah
dibandingkan dengan dalam penyakit malignan.
Mempengaruhi proliferasi sel T dan sel B.
Sitotoksik dibagi menjadi 3 kategori:
Alkylating agent yang paling sering
digunakan adalah siklofosfamid (paling
potent).
Anti metabolit mengganggu sintesis asam
nukleat. Yang termasuk anti metabolit, yaitu
analog asam folat (mis. methotrexate), analog
purin (mis. azathioprine dan mercaptopurine),
analog pirimidin, dan inhibitor sintesis protein.
Antibiotik sitotoksik
Methotrexate
Merupakan analog asam folat.
Berikatan dengan dihidrofolat reduktase dan
mencegah sintesis tetrahidrofolat.
Digunakan untuk mengatasi rheumatoid artritis.
Azathioprine dan Mercaptopurine
Azathioprine : senyawa sitotoksik imunosupresan
utama.
Secara nonenzimatik dipecah menjadi
mercaptopurin.
Merupakan analog purin dan menginhibisi sintesis
DNA. Dengan mencegah ekspansi klonal dari limfosit
dalamfase induksi respon imun, akan mempengaruhi
imunitas humoral dan sel yang terlibat.
Digunakan pula untuk mengontrol reaksi penolakan
pada transplantasi organ.
Menjaga keseimbangan antara melakukan
aktivitas dan beristirahat
Memakan makanan dengan nutrisi
seimbang
Menghindari perubahan cuaca
(mempengaruhi proses inflamasi)
Menghindari stress dan trauma fisik
Menghindari paparan sinar matahari
secara langsung
Menghindarkan pemakaian obat-obat
tertentu yang dapat menginduksi LES
Menghindari terjadinya infeksi
Berolahraga secara teratur

Anda mungkin juga menyukai