TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan penyakit autoimun yang
kompleks ditandai oleh adanya autoantibodi terhadap inti sel dan melibatkan
banyak sistem organ dalam tubuh. Peristiwa imunologi yang memicu timbulnya
manifestasi klinis LES belum diketahui secara pasti, diduga melibatkan interaksi
yang kompleks antara factor genetic dan lingkungan.1,2
Penyakit LES memiliki karakteristik adanya produksi autoantibodi yang
bereaksi dengan antigen diri (self antigen) yang menimbulkan deposit kompleks
imun dan inflamasi sehingga terjadi kerusakan organ yang permanen. Penyakit ini
merupakan penyakit sistemik sehingga menimbulkan kelainan klinis dan
laboratorium yang sangat bervariasi.3,4
1.2 Epidemiologi
Penyakit LES sering terjadi pada perempuan dengan rasio perempuan
dibandingkan dengan laki-laki 15:1 hingga 22:1, terutama menyerang wanita usia
reproduksi dengan angka kematian yang cukup tinggi. Penyakit ini dapat ditemui
di semua usia, paling sering ditemui pada usia 21-30 tahun.1,2
The Lupus Fondation of America tahun 2012 memperkirakan sekitar 1,5
juta kasus terjadi di Amerika dan setidaknya lima juta kasus di dunia. Setiap tahun
diperkirakan terjadi sekitar 16 ribu kasus baru Lupus. Sebagian besar mereka
adalah perempuan umur produktif dan setiap tahun ditemukan lebih dari 100 ribu
penderita baru. Data prevalensi di setiap negara di dunia berbeda-beda. Prevalensi
SLE di Amerika Serikat adalah 15-50 per 100.000 populasi.5
Di Indonesia, jumlah penderita penyakit lupus secara tepat belum
diketahui. Data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) online, pada tahun 2016
terdapat 858 rumah sakit yang melaporkan datanya, diketahui terdapat 2.166
pasien rawat inap yang didiagnosis penyakit Lupus, dengan 550 pasien
diantaranya meninggal dunia. Penyakit lupus pada pasien rawat inap rumah sakit
meningkat sejak tahun 2014-2016. Jumlah kasus lupus tahun 2016 meningkat
hampir dua kali lipat sejak tahun 2014, yaitu sebanyak 1.169 kasus.6
1
1.3 Patogenesis
Penyakit LES bersifat multifaktorial meliputi faktor genetik, hormonal
serta lingkungan, terutama sinar UV. Tahap awal penyakit (fase preklinik) LES
sering kali menyerupai penyakit lain. Pembentukan dan deposisi kompleks imun
menimbulkan peningkatan aktivitas sel T dan sel B, sehingga terjadi peningkatan
auto antibody (DNA-anti DNA). Sebagian autoantibodi akan membentuk
komplek imun bersama nukleosom (DNA-histon), kromain, C1q, laminin, Ro
(S5-A), dan ribosom, yang kemudian akan membentuk deposit (endapan)
sehingga terjadi kerusakan jaringan. Tahap akhir perjalanan penyakit LES
umumnya diakibatkan komplikasi jangka panjang LES yang menyebabkan
kerusakan organ tubuh (Gambar 1).
2
didapatkan antigen pada permukaan sel. Nukleosom dan fosfolipid anionik adalah
contoh antigen yang ditemukan pada pasien LES, antigen tersebut berpotensi
memicu respons imun.
3
degradasi dan memfasilitasi endositosisnya serta stimulasi TLR-7/9 di
plasmasitoid sel dendritik.1,7
Peningkatan jumlah asam nukleat endogen yang berkaitan dengan
apoptosis menstimulasi produksi IFN dan autoimun dengan pemecahan self
tolerance melalui aktivasi dan maturasi sel dendritik konvensional (mieloid). Sel
dendritik imatur menyebabkan toleransi sedangkan sel dendritik matur yang
teraktivasi menyebabkan otoreaktif. Produksi autoantibodi oleh sel B pada LES
dikendalikan oleh availabilitas antigen endogen dan sangat bergantung terhadap
bantuan sel T yang diperantai oleh interaksi permukaan sel (CD40L/CD40) dan
sitokin (IL21).7
1.4 Diagnosis
Kriteria untuk klasifikasi penyakit dibuat oleh ACR (The American College
of Rheumatology). Kriteria klasifikasi LES menurut ACR 1997 adalah :8
Kriteria Batasan
Ruam malar Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada daerah
malar dan cenderung tidak melibatkan lipat nasolabial.
Ruam discoid Plak eritema menonjol dengan keratotik dan sumbatan
folikular. Pada LES lanjut dapat ditemukan parut atrofik
Fotosensitifitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar
matahari, baik dari anamnesis pasien atau yang dilihat oleh
dokter pemeriksa.
Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri dan dilihat
oleh dokter pemeriksa.
Artritis Artritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih sendi
perifer, ditandai oleh nyeri tekan, bengkak atau efusia.
Serositis
Pleuritis a. Riwayat nyeri pleuritik atau pleuritc friction rubyang
didengar oleh dokter pemeriksa atau terdapat bukti efusi
pleura. Atau,
Perikarditis b. Terbukti dengan rekaman EKG atau pericardial friction
rub atau terdapat bukti efusi perikardium.
Gangguan a. Proteinuria menetap >0.5 gram per hari atau >3+ bila
Renal tidak dilakukan pemeriksaan kuantitatif, atau
b. Silinder seluler : dapat berupa silinder eritrosit,
hemoglobin, granular, tubular atau campuran.
Gangguan a. Kejang yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau
Neurologi gangguan metabolic (misalnya uremia, ketoasidosis, atau
ketidak-seimbangan elektrolit).
4
Atau
b. Psikosis yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau
gangguan metabolic (misalnya uremia, ketoasidosis, atau
ketidak-seimbangan elektrolit).
Gangguan a. Anemia hemolitik dengan retikulosis, atau
hematologik b. Lekopenia <4.000/mm3 pada dua kali pemeriksaan/lebih,
atau
c. Limfopenia <1.500/mm3 pada dua kali pemeriksaan/lebih,
atau
d. Trombositopenia <100.000/mm3 tanpa disebabkan oleh
obat-obatan
Gangguan a. Anti DNA : antibodi terhadap native DNA dengan titer
Imunologik yang abnormal atau,
b. Anti-Sm : terdapatnya antibodi terhadap antigen nuklear
Sm atau,
c. Temuan positif terhadap antibodi antifosfolipid yang
didasarkan atas :
1. Kadar serum antibodi antikardiolipin abnormal, baik IgG
atau IgM
2. Tes Lupus Antikoagulan positif menggunakan metode
standar atau,
3. Hasil tes serologi positif palsu terhadap sifilis sekurang-
kurangnya selama 6 bulan dan dikonfirmasi dengan tes
imobilisasi Treponema palidum atau tes fluoresensi
absobsi antibodi treponema.
Antibodi Titer abnormal dari antibodi anti-nuklear berdasarkan
antinuklear pemeriksaan imunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat
(ANA) positif pada setiap kurun waktu perjalanan penyakit tanpa
keterlibatan obat yang diketahui berhubungan dengan
sindroma lupus yang diinduksi obat
5
Kriteria untuk klasifikasi LES menurut SLICC (Systemic Lupus
International Collaborating Clinics), diantaranya :9
Kriteria
1. Lupus kutaneus akut Meliputi ruam malar lupus (jangan dimasukkan bila
diskoid malar);lupus bula; varian nekrolisis epidermal
toksik dari SLE; ruam lupus makulopapular; ruam
lupus fotosensitif tanpa deramtomiositis; atau lupus
kutan subakut (nonindurated psoriaform dan/atau lesi
polisklik anular yang sembuh tanpa jaringan parut,
walaupun kadang-kadang disertai depigmentasi atau
telengiektasis postinflamasi).
2. Lupus kutaneus Meliputi ruam diskoid klasik; terlokalisir (di atas
kronik leher); generalisata (di atas dan di bawah leher); lupus
hipertrofik (verukous); lupus panniculitis (profundus);
lupus mukosa; lupus eritematous tumidus; lupus
chilblains; lupus discoid/overlap dari liken planus.
3. Ulkus Oral dan Ulkus di palatum, buccal, lidah, atau nasal
nasofaringeal disingkirkan penyebab lain seperti vaskulitis , behcet,
herpes, IBD, reaktif artritis, makanan asam.
4. Alopesia non Penipisan difus rambut, rambut gampang patah
scarring disingkirkan dulu alopesia areata, obat-obatan,
defisiensi besi, alopesia androgenik.
5. Sinovitis > 2 sendi Nyeri 2 sendi atau lebih disertai dengan edema atau
efusi disertai dengan kekakuan sendi pagi hari.
6. Serositis Pleuritis tipikal selama lebih dari 1 hari atau efusi
pleura atau pleural rub; nyeri perikardial tipikal (nyeri
yang diperberat dengan duduk membungkuk) selama
lebih dari 1 hari atau efusi perikard atau pericardial rub
atau perikarditis oleh gambaran elektrokardiografi
tanpa penyebab lain seperti infeksi, uremia.
Protein urin/ kreatinin atau protein urin 24 jam (500
7. Manifestasi ginjal mg atau lebih) atau ada cast eritrosit.
Kejang, psikosis, mononeuritis multiplex ( singkirkan
8. Manifestasi penyebab vaskulitis primer) myelitis, neuropati perifer
neurologi (disingkirkan penyebab lain seperti vaskulitis primer,
infeksi, diabetes mellitus), acute confusional state
(tanpa penyebab lain : metabolik , uremia, obat)
9. Anemia Hemolitik Leukopenia <4000mm3 (disingkirkan penyebab lain
10.Leukopenia / seperti : obat-obatan, dan hipertensi portal) Limfopenia
limfope <1000mm3 dengan disingkirkan penyebab lain.
11. Trombositopenia <100.000/ mm3
6
IMUNOLOGI
12. ANA Diatas nilai normal
13. Anti DS DNA Diatas nilai normal kecuali ELISA: dua kali diatas nilai
normal
14. Anti Sm
15. Antibodi anti Anti koagulan lupus anticoagulant, RPR false positif,
fosfolipid titer anticardiolipin (IgA, IgG or IgM) medium atau
tinggi dan beta 2-glycoprotein I (IgA, IgG or IgM)
16. Kadar komplemen Kadar C3, C4 or CH50 rendah
rendah
17. Direct Coomb tes Tanpa adanya gambaran anemia hemolitik
yang positif
7
penyakit sedang (skor 6-10), aktivitas penyakit berat (skor 11-19), dan aktivitas
penyakit sangat berat (skor >20).
SLEDAI juga dapat digunakan untuk menentukan luaran penyakit yaitu
kekambuhan (peningkatan skor >3), perbaikan (penurunan skor >3), persisten
aktif (perubahan skor 1-3), dan remisi (skor 0). Sementara MEX-SLEDAI lebih
mudah diterapkan pada layanan kesehatan yang tidak memiliki fasilitas
laboratorium canggih. Pengelompokan aktivitas penyakit menjadi remisi (skor 0-
1), ringan (skor 2-5), sedang (6-9), berat (10-13), dan sangat berat (≥14).1,4
Pengelolaan LES dilakukan dengan berpedoman pada derajat aktivitas
penyakit berdasarkan SLEDAI atau MEX-SLEDAI.1,4
8
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam menunjang diagnosis dan
monitoring LES yaitu : 1,2
1. Pemeriksaan darah tepi (hemoglobin, hitung jenis leukosit, laju endap darah)
2. Urin rutin dan mikroskopik, protein kuantitatif 24 jam
3. Kimia darah (ureum, kreatinin, fungsi hati, profil lipid)
4. PT/APTT
5. Serologi ANA, anti dsDNA, komplemen C3, C4
6. Foto polos thorak.
1.8 Penatalaksanaan
1. Edukasi/konseling . Dokter memberikan informasi yang benar dan dukungan
dari keluarga dan linkungan sekitarnya agar dapat hidup mandiri.
Menjelaskan tentang penyakit dan komplikasinya.
2. Program Rehabilitasi. Tujuan, indikasi, dan teknis pelaksanaan program
rehabilitasi berupa istirahat, terapi fisik, terapi dengan modalitas, ortotik, dan
lain-lain.
3. Terapi Medikamentosa. Pemberian terapi kortikosteroid merupakan
pengobatan lini pertama. Cara penggunaan, dosis, dan efek samping
pemberian kortikosteroid perlu diperhatikan dan dijelaskan kepada pasien.
Terapi pendamping dapat digunakan untuk memudahkan menurunkan dosis
kortikosteroid, mengontrol penyakit dasar, dan mengurangi efek samping KS
9
Nefritis lupus adalah komplikasi ginjal pada LES. Sebanyak 60% pasien
dewasa akan mengalami komplikasi ginjal, walaupun pada awal LES kelainan
ginjal hanya didapatkan pada 25%-50% kasus.
Gambaran klinis kerusakan glomerulus dihubungkan dengan lokasi
terbentuknya deposit kompleks imun. Deposit pada mesangium dan subendotel
letaknya proksimal terhadap membran basalis glomerulus sehingga mempunyai
akses dengan pembuluh darah. Deposit akan mengaktifkan komplemen yang
membentuk kemoatraktan C3a dan C5a yang menyebabkan terjadinya influx sel
netrofil dan mononuklear. Deposit pada mesangium dan subendotel secara
histopatologis memberikan gambaran mesangial, proliferatif fokal, dan
proliferative difus yang memberikan gambaran sedimen urin yang aktif
(ditemukan eritrosit, leukosit, silinder sel, granular), proteinuria, dan disertai
penurunan fungsi ginjal.1,9
Deposit pada subepitelial akan mengaktifkan komplemen, tapi tidak
terjadi influx sel inflamasi karena kemoatraktan dipisahkan oleh membrane
basalis glomerulus dari sirkulasi, sehingga jejas hanya terbatas pada sel epitel
glomerulus. Secara histopatologi memberikan gambaran nefropati membranosa,
dan secara klinis hanya didapatkan proteinuria.
Sebaiknya pengobatan diberikan setelah didapatkan hasil pemeriksaan
histopatologi dari biopsy ginjal. Prinsip dasar pengobatan adalah menekan reaksi
inflamasi lupus, memperbaiki fungsi ginjal agar tidak bertambah buruk, dan
menjadi perhatian efek samping obat yang timbul karena pengobatan nefritis
lupus yang lama.1,10
Klasifikasi nefritis lupus dari International Society of Nephrology/Renal
Pathology Society, diantaranya :
Kelas 1 : Nefritis lupus mesangial minimal
Kelas II : Nefritis lupus mesangial proliferatif
Kelas III : Nefritis lupus fokal
Kelas IV : Nefritis lupus difus
Kelas V : Nefritis lupus membranosa
Kelas VI : Nefritis lupus sklerotik lanjut
10
Bila pasien tidak bersedia di biopsy atau belum memungkinkan untuk
biopsy oleh karena keadaan umumnya, maka diperlukan penilaian dari gejala
klinis, diantaranya :1,10
1. Jumlah proteinuria
2. Adanya hematuria
3. Adanya hipertensi
4. Adanya sindrom nefrotik
5. Gangguan fungsi ginjal
Nefritis Proteinuria Hematuri Hipertensi Sindrom Gangguan
lupus a nefrotik fungsi ginjal
Klas I 1 gr/24 jam Tidak ada Tidak ada Tidak ada N
Klas II 1-3 gr/24 jam Tidak ada Tidak ada Tidak ada N
Klas III >3 gr/24 jam Ada Ada Ada ↑ kreatinin
pada 25%
pasien
Klas IV >3 gr/24 jam Sering Sering Sering ↑ kreatinin
Klas V >3 gr/24 jam Ya/tidak Ya/tidak Sering N atau ↓
Klas VI 1 gr/24 jam Ya/tidak Ya/tidak Ya/tidak ↓ lambat
1.10 Prognosis
Perjalanan penyakit LES ditandai dengan eksaserbasi dan remisi,
memerlukan pemantauan yang ketat akan penyakitnya. Evaluasi aktivitas penyakit
ini berguna sebagai panduan dalam pemberian terapi. Indeks untuk menilai
aktivitas penyakit seperti LESDAI, MEX-LESDAI, SLAM, BILAG score.
Namun, Perhimpunan Reumatologi Indonesia menganjurkan penggunaan MEX-
LESDAI karena skoring ini lebih mudah diterapkan pada pusat kesehatan primer
yang jauh tersedianya fasilitas laboratorium canggih. Selain itu, penelitian pada
tahun 2011 menunjukkan bahwa MEX-LESDAI memiliki validitas yang lebih
tinggi dibandingkan dengan BILAG dan SLAM.2
Pada nefritis lupus klas I dan II hamper tidak terjadi penurunan fungsi
ginjal yang bermakna sehingga secara nefrologis kelompok ini memiliki
prognosis yang baik. Nefritis lupus klas III dan IV hampir seluruhnya akan
menimbulkan penurunan fungsi ginjal. Pada nefritis lupus klas III yang
keterlibatan glomerulus <50% akan memberikan prognosis yang lebih baik
dibandingkan dengan kelompok keterlibatan glomerulus >50% dimana prognosis
11
kelompok ini menyerupai prognosis nefritis lupus klas IV yaitu buruk. Nefritis
lupus klas V memiliki prognosis yang cukup baik sama dengan nefropati
membranosa primer, Sebagian kecil akan menimbulkan sindrom nefrotik yang
berat.1
12
BAB 2
ILUSTRASI KASUS
13
Nyeri kepala tidak ada
Rambut rontok tidak ada
Berkurangnya atau hilangnya penciuman tidak ada.
Suara serak tidak ada. Nyeri tenggorokan tidak ada.
Sulit menelan tidak ada.
Sariawan tidak ada
Riwayat gusi berdarah, mimisan, muntah darah tidak ada.
Sembab pada wajah, leher, dan lengan tidak ada
Nyeri dada tidak ada
Benjolan di ketiak dan lipat paha tidak ada.
Mual tidak ada, muntah tidak ada, muntah darah tidak ada
Penurunan nafsu makan tidak ada
Penurunan berat badan tidak ada
Nyeri sendi dan tulang tidak ada
Riwayat kejang tidak ada
Riwayat kebingungan atau adanya halusinasi tidak ada
Kelemahan anggota gerak tidak ada
Buang air besar biasa, konsistensi padat, warna kuning kecoklatan, frekuensi
1-2 kali/hari, tidak disertai darah. Buang air besar hitam tidak ada.
Riwayat haid teratur, lamanya 5-7 hari, ganti pembalut 2-3 kali/hari, pertama
kali haid usia 13 tahun. Nyeri hebat saat haid tidak ada.
Riwayat bepergian keluar kota tidak ada
Riwayat kontak dengan pasien terkonfirmasi Covid-19 tidak ada.
Pasien sebelumnya pernah dirawat di RSUD Padang Panjang selama 1
minggu dan mendapatkan transfusi darah 3 kali dalam 2 bulan terakhir.
Pasien mendapatkan methylprednisolon 4 mg, asam folat 1 mg, paracetamol
500 mg, dan ranitidin 150 mg dari dokter spesialis penyakit dalam karena
dicurigai penyakit autoimun. Pasien dirujuk ke RSUP M. Djamil untuk
diagnosis dan penatalaksanaan lebih lanjut.
14
Riwayat alergi obat dan makanan tidak ada
Riwayat penyakit keganasan tidak ada
Riwayat hipertensi tidak ada
Riwayat diabetes melitus tidak ada
Riwayat Tuberkulosis tidak ada
Riwayat asma tidak ada
Riwayat sakit kuning tidak ada
Riwayat Penyakit ginjal sebelumnya tidak ada
Riwayat pengobatan
Riwayat transfusi darah sebelumnya ada yakni 3 kali dalam 2 bulan
terakhir di RSUD Padang Panjang
Riwayat mendapatkan methylprednisolon 4 mg, asam folat 1 mg,
paracetamol 500 mg, dan ranitidin 150 mg dari dokter spesialis penyakit
dalam di RSUD Padang Panjang.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu kandung pasien telah dikenal menderita penyakit lupus eritematosus
sistemik sejak tahun 2020 dan kontrol rutin di RSUD Jambi.
Riwayat alergi di keluarga tidak ada
Riwayat hipertensi di keluarga tidak ada
Riwayat diabetes mellitus di keluarga tidak ada
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi dan Status Perkawinan
Pasien adalah seorang mahasiswa dan belum menikah. Pasien tergolong
keluarga dengan sosial ekonomi menengah.
Pasien tinggal seorang diri di rumah kosan, dengan kondisi ventilasi
pencahayaan cukup dan kebersihan ruangan yang cukup baik.
Kebiasaan merokok tidak ada
Kebiasaan minum alkohol tidak ada
Riwayat penggunaan jarum suntik tidak ada
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
15
Kesadaran : Compos mentis cooperative
Tekanan Darah : 120/70mmHg
Nadi : 114 x/ menit, denyut teratur, pengisian cukup
Nafas : 24 x/ menit
Suhu : 37,5 C
Saturasi : 99%
VAS : 2-3
Tinggi Badan : 170 cm
Berat Badan : 60 kg
BMI : 20,76 kg/m2 (normoweight)
Edema : (-)
Sianosis : (-)
Anemis : (+)
Ikterus : (+)
16
Palpasi paru kanan normal.
Perkusi : Perkusi paru kiri redup setinggi RIC V kiri kebawah.
Perkusi paru kanan sonor.
Auskultasi : Suara nafas paru kiri menurun setinggi RIC V kiri
kebawah.
Suara napas paru kanan bronkhovesikuler, rhonki -/-, wh -/-
Paru belakang:
Inspeksi : Simetris kiri = kanan, statis dan dinamis
Palpasi : Palpasi paru kiri fremitus menurun setinggi RIC V kiri
kebawah.
Palpasi paru kanan normal.
Perkusi : Perkusi paru kiri redup setinggi RIC V kiri kebawah.
Perkusi paru kanan sonor.
Batas peranjakan paru 2 jari.
Auskultasi : Suara nafas paru kiri menurun setinggi RIC V kebawah.
Suara nafas paru kanan bronkhovesikuler rhonki -/-,
wheezing -/-.
Jantung:
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V, luas 1 ibu
jari, tidak kuat angkat, thrill (-)
Perkusi : Batas kanan LSD, batas atas RIC II,batas kiri 1 jari medial
RIC V, pinggang jantung (+)
Auskultasi : Bunyi jantung murni,irama
teratur,bising(-),M1>M2,P2<A2, pericardial friction rub (-)
Abdomen:
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : Supel, hepar tidak teraba, lien teraba S2.
17
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Punggung : Nyeri tekan dan nyeri ketok pada sudut CVA (-/-)
Alat Kelamin : Tidak ditemukan kelainan.
Anus : Tidak ditemukan kelainan.
Anggota gerak : Akral teraba hangat, CRT < 2 detik, reflek fisiologis (+/+),
reflek patologis (-/-), edema -/-.
Pemeriksaan Sendi
Sendi Inspeksi Palpasi ROM
Shoulder Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (-) Bebas
joint bilateral kaku (-), deformitas (-)
Elbow Bengkak (-) kemerahan (-), nyeri tekan (-) Bebas
joint bilateral kaku (-), deformitas (-)
Wrist joint bilateral Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (-) Bebas
kaku (-), deformitas (-)
MCP bilateral Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (-) Bebas
kaku (-), deformitas (-),
ulnar deviation (-)
PIP bilateral Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (-) Bebas
kaku (-), deformitas (-),
swan neck (-)
MTP II-V Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (-) Bebas
kaku (-), deformitas (-)
IP I Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (-) Bebas
kaku (-), deformitas (-),
boutuniere deformity (-)
Genue bilateral Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (-) Bebas
kaku (-), deformitas (-)
Ankle joint bilateral Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (-) Bebas
kaku (-), deformitas (-)
Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin
Hemoglobin 9,4 g/dL
Hematokrit 27 %
Leukosit 6090 /mm3
Trombosit 143.000 /mm3
LED 93 mm
Hitung jenis 0/1/84/9/6
Kesan: Anemia Trombositopenia, Limfopenia
18
Ringan,
Gambaran Darah
Tepi
Eritrosit Anisositosis normokrom
Leukosit Jumlah cukup
Trombosit Jumlah cukup, morfologi normal
Kesan Anemia normositik normokrom, limfopenia
Urinalisa
Makroskopis Mikroskopis Kimia
Warna Kuning Leukosit 2-3/LPB Protein +1
Kekeruhan Positif Eritrosit 0-1/LPB Glukosa Negatif
BJ 1,010 Silinder Negatif Bilirubin Negatif
pH 7,0 Kristal Negatif Urobilinogen Positif
Epitel Positif
Kesan : Proteinuria (+1)
Feses rutin
Makroskopis Mikroskopis
Warna Coklat Leukosit 0-1/LPB
Konsistensi Keras Eritrosit 0-1/LPB
Darah Negatif Amuba Negatif
Lendir Negatif Ascaris L Negatif
Protein - Ancylostoma Negatif
D
Lemak - Oxyuris V Negatif
Karbohidrat - Trichiuris T Negatif
Kesimpulan : Hasil dalam batas normal
EKG
19
Kriteria diagnosis SLE menurut ACR/EULAR 2019
Kriteria dan domain klinis Pasien Bobot nilai
Konstitutional
Demam + 2
Hematologis
Leukopenia - 0
Trombositopenia - 0
Hemolisis autoimun + 4
Neuropsikitri
Delirium - 0
Psikosis - 0
Kejang - 0
Mukokutan
Alopecia tanpa parut - 0
Ulkus mulut - 0
Lupus kutaneus subakut atau lupus discoid - 0
Lupus kutaneus akut - 0
Serosal
Efusi pleura atau pericardial + 5
Perikarditis akut - 0
Muskuloskeletal
Keterlibatan sendi - 0
Ginjal
Proteinuria >0,5 gram/24 jam - 0
Nefritis lupus kelas II atau kelas V - 0
Nefritis lupus kelas III atau kelas IV - 0
Kriteria dan domain imunologis Belum
diperiksa
Total skor 11
Kesan : Lupus Eritematosus Sistemik
Daftar Masalah
Malar rash
Lemah letih
Anemia ringan
Demam
Efusi pleura sinistra
Splenomegali
20
Proteinuria
Limfopeni
Susp covid-19
Diagnosis Kerja :
Primer : Lupus Eritematosus Sistemik
Sekunder :
Anemia ringan normositik normokrom ec anemia hemolitik autoimun
Efusi pleura sinistra ec serositis
Nefritis lupus
Susp Covid-19
Diagnosis Banding :
Anemia ringan normositik normokrom ec anemia hemolitik non autoimun
Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronis
Efusi pleura sinistra ec tuberkulosis
Pemeriksaan anjuran
Darah perifer lengkap: (MCV, MCH, MCHC, Retikulosit)
Faal ginjal: (Ureum, Kreatinin)
Faal hepar: (SGOT, SGPT, Albumin, Globulin)
Elektrolit: (Natrium, Kalium, Klorida)
Faal hemostasis: (PT, APTT, D-Dimer)
Hepatitis marker (HbSAg , Anti HCV)
ANA Profile
Expertise chest X-ray
USG Abdomen
USG Ginjal
Swab Covid-19
Terapi :
Istirahat/Diet MB Tinggi Kalori Rendah Protein 1800 kkal (1260 kkal
karbohidrat, 180 kkal protein, dan 360 kkal lemak)
IVFD NaCl 0,9% 8 jam/kolf
21
Paracetamol 3x500 mg k/p (po)
Vitamin C 2 x 500 mg (po)
Zink 1x20 mg (po)
Methylprednisolon 2 x 16 mg (po)
FOLLOW UP
Tanggal 17 Februari 2021
S/ Ruam kemerahan di wajah (+), Lemah letih (+), Nyeri perut kiri atas
berkurang, demam (-), sesak napas (-).
O/
KU Kesadaran TD Nadi Napas Temp VAS
Sedang Compos mentis 105/76 114 x/menit 20 x/menit 37 oC 1
cooperative mmHg
22
Konsul Konsultan Alergi Imunologi
Kesan :
Lupus Eritematosus Sistemik
Advis:
Cek ANA profile
Metylprednisolon 3x16 mg (po)
Konsul Konsultan Rematologi
Kesan :
Lupus Eritematosus Sistemik
Advis :
Cek ANA profile
Metylprednisolon 3x16 mg (po)
Konsul Konsultan Hematologi dan Onkologi Medik
Kesan :
Anemia sedang normositik normokrom ec anemia hemolitik autoimun
Hypercoagulable state
Advis:
Comb Test
Benzidin test
Cek hepatitis marker (HbsAg, Anti HCV)
Cek malaria
Konsul Konsultan Gastroenterohepatologi
Kesan :
Gangguan faal hepar ec hepatitis autoimun DD Gangguan faal hepar ec
infeksi virus hepatitis
Advis:
Istirahat/Diet MB DH II
Rencana USG abdomen Ketika sudah di green zone
Konsul Konsultan Pulmonologi
Kesan :
23
Efusi pleura sinistra ec serositis DD Tuberkulosis paru
Susp covid 19
Advis:
Zinc 1x20 mg (po)
Vitamin C 2x500 mg (po)
Rencana swab
USG Thoraks ketika sudah di greenzone
Cek TCM tuberkulosis
Konsul Konsultan Ginjal Hipertensi
Kesan :
Nefritis lupus
Advis:
Rencana USG Ginjal Ketika sudah di greenzone
Ramipril 1 x 2,5 mg (po)
A/
Lupus Eritematosus Sistemik dengan nefritis lupus
Anemia sedang normositik normokrom ec anemia hemolitik autoimun
Hypercoagulable state
Gangguan faal hepar ec hepatitis autoimun DD Gangguan faal hepar ec
infeksi virus hepatitis
Susp covid 19
Efusi pleura sinistra ec serositis DD tuberkulosis paru
P/
Istirahat/Diet MB DH II
IVFD NaCl 0,9% 8 jam/kolf
Paracetamol 3x500 mg k/p (po)
Methylprednisolon 2 x 16 mg (po)
Ramipril 1 x 2,5 mg (po)
Zinc 1x20 mg (po)
Vitamin C 2x500 mg (po)
Rencana swab
24
Cek malaria
Benzidin test
Cek hepatitis marker (HbsAg, Anti HCV)
Coombs Test
Rencana USG abdomen ketika sudah di greenzone
Rencana USG Thorax ketika sudah di greenzone
Rencana USG Ginjal Ketika sudah di greenzone
Cek ANA profile
25
Donor Ne Ne + + + Ne 1+
II g g g
Donor Ne Ne + + + Ne 1+
III g g g
Keterangan : Golongan darah pasien O rhesus positif. Hasil crossmatching
darah pasien incompatibilitas pada mayor. Auto control dan DCT. Darah tidak
dapat diberikan, pasien tidak disarankan untuk transfusi.
26
Occult bleeding ec susp Ulkus peptikum
Advis:
Istirahat/ Diet ML DH II
Lansoprazol 2x30 mg (po)
Sucralfat syr 3x cth II (po)
Rencana Esofagoduodenoskopi
A/
Lupus Eritematosus Sistemik dengan nefritis lupus
Anemia ringan normositik normokrom ec anemia hemolitik autoimun
Efusi pleura sinistra ec serositis
Hypercoagulable state
Inkompatibilitas mayor
Gangguan faal hepar ec hepatitis autoimun
Occult bleeding ec susp Ulkus peptikum
P/
Istirahat/ Diet ML DH II
IVFD NaCl 0,9% 8 jam/kolf
Paracetamol 3x500 mg k/p (po)
Transfusi PRC pre dexametason 2 amp
Lansoprazol 2x30 mg (po)
Sucralfat syr 3x cth II (po)
Methylprednisolon 2 x 16 mg (po)
Ramipril 1x2,5 mg (po)
Cek labor darah rutin post transfusi
Rencana USG Thoraks
Rencana USG Ginjal
Rencana USG abdomen
Rencana Esofagoduodenoskopi
Acc green zone
27
S/ Ruam kemerahan di wajah (+), Nyeri perut kiri atas berkurang, Sesak napas (-),
Demam (-)
O/
KU Kesadaran TD Nadi Napas Temp
Sedang Compos mentis 110/70 92 x/menit 18 x/menit 37 oC
cooperative mmHg
28
Keluar hasil esofagoduodenoskopi
Skop masuk sepanjang 90 cm
ESOFAGUS
Hiperemis (-), mucosal break (-), ulkus (-), erosi (-), massa (-), varises (-)
GASTER
Cardia : hiperemis (+), erosi (+), ulkus (-), polip (-), massa (-), varises (-)
Fundus : hiperemis (-), erosi (-), ulkus (-), polip (-), massa (-), varises (-)
Corpus : hiperemis (-), erosi (-), ulkus (-), polip (-), massa (-), varises (-)
Antrum : hiperemis (+), erosi (-), ulkus (-), polip (-), massa (-), varises (-)
Hipersekresi (+), cairan empedu (-), sisa makanan (-), sisa perdarahan (-), snake
skin (-)
DUODENUM
D1 : hiperemis (-), erosi (-), ulkus (-),massa (-)
D2 : hiperemis (-), erosi (-), ulkus (-),massa (-)
Kesimpulan : Gastritis Erosi Sedang
29
Systemic lupus international collaborating clinics (SLICC)
Kriteria Pasien
Acute cutaneus lupus -
Chronic cutaneous lupus +
Oral ulcers -
Non scaring alopecia -
Synovitis involving ≥ 2 joints -
Serositis +
Renal manifestations +
Neurological manifestation -
Hemolytic anemia +
Leucopenia -
Thrombocytopenia -
ANA +
Anti-dsDNA -
Anti-Sm +
Anti phospholipid antibody -
Low complement -
Direct coombs test +
Kesan : dijumpai 7 dari 17 kriteria
30
Artritis 2 -
Gangguan mukokutaneus 2 -
Serositis 2 +
Demam / Fatigue 1 +
Lekopenia 1 +
Limfopenia
Kesan : MEX SLEDAI didapatkan skor 4 aktifitas penyakit ringan
31
Efusi pleura sinistra ec serosistis
Advis:
Rencana pemeriksaan USG thorax
Rencana pemeriksaan cairan pleura
A/
Lupus Eritematosus Sistemik dengan nefritis lupus
Anemia sedang normositik normokrom ec anemia hemolitik autoimun
Efusi pleura sinistra ec serositis
Hypercoagulable state
Inkompatibilitas mayor
Gangguan faal hepar ec hepatitis autoimun
Multiple cyst Limpa
Gastritis erosi sedang
P/
Istirahat / Diet ML DH II
IVFD NaCl 0,9% 8 jam/kolf
Paracetamol 3x500 mg k/p (po)
Methylprednisolon 2x16 mg (po)
Azatrioprin 2 x50 mg (po)
Hidroxykloroquin 1x200 mg (po)
Ramipril 1 x 2,5 mg (po)
Lansoprazol 2x30 mg (po)
Sucralfat syrup 3xcth 2 (po)
Asam folat 1x1 mg (po)
Osteocal 1x1000 mg (po)
Rencana pemeriksaan USG thorax
Rencana pemeriksaan cairan pleura
32
O/
KU Kesadaran TD Nadi Napas Temp
Sedang Compos mentis 120/80 92 x/menit 20 x/menit 36,7 oC
cooperative mmHg
33
Kesan : Radang Kronik Eksaserbasi Akut
Tak tampak sel tumor ganas dalam sediaan ini
34
Tanggal 25 Februari 2021
S/ Ruam kemerahan di wajah (+), Nyeri perut kiri atas berkurang
O/
KU Kesadaran TD Nadi Napas Temp
Sedang Compos mentis 117/78 90 x/menit 20 x/menit 36,8 oC
cooperative mmHg
35
Advis:
Terapi lanjut
A/
Lupus Eritematosus Sistemik dengan nefritis lupus
Anemia ringan normositik normokrom ec anemia hemolitik autoimun
Efusi pleura sinistra ec serositis
Hypercoagulable state
Inkompatibilitas mayor
Gangguan faal hepar ec hepatitis autoimun
Multiple cyst Limpa
Gastritis erosi sedang
P/
Istirahat / Diet ML DH II
IVFD NaCl 0,9% 8 jam/kolf
Paracetamol 3x500 mg k/p (po)
Methylprednisolon 2x16 mg (po)
Azatrioprin 2 x50 mg (po)
Hidroxykloroquin 1x200 mg (po)
Ramipril 1x2,5 mg (po)
Lansoprazol 2x30 mg (po)
Sucralfat syrup 3xcth 2 (po)
Asam folat 1x1 mg (po)
Osteocal 1x1000 mg (po)
36
Kesan :
Gangguan faal hepar ec hepatitis autoimun
Gastritis Erosi Sedang
Multiple cyst Limpa
Advis :
Rawat jalan
Terapi lanjut
Rencana CT Scan abdomen dengan kontras
Konsul Konsultan reumatologi
Kesan :
Lupus Eritematosus Sistemik
Advis:
Rawat jalan
Terapi lanjut
Konsul Konsultan Alergi dan imunologi
Kesan :
Lupus Eritematosus Sistemik
Advis:
Rawat jalan
Terapi lanjut
A/
Lupus Eritematosus Sistemik dengan nefritis lupus
Anemia ringan normositik normokrom ec anemia hemolitik autoimun
Hypercoagulable state
Inkompatibilitas mayor
Gangguan faal hepar ec hepatitis autoimun
Multiple cyst Limfe
Gastritis Erosi Sedang
Efusi pleura sinistra ec serosis
P/ Rawat jalan
Methylprednisolon 2x16 mg (po)
37
Lansoprazol 2x30 mg (po)
Sucralfat syrup 3x10cc (po)
Azatrioprin 2 x50 mg (po)
Hidroxykloroquin 1x200 mg (po)
Ramipril 1 x 2,5 mg (po)
Asam folat 1x1 mg (po)
Osteocal 1x1000 mg (po)
Rencana CT Scan abdomen dengan kontras
BAB 3
DISKUSI
38
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya ruam kemerahan di sekitaran
hidung yang meluas di kedua pipi dan terasa nyeri namun tidak gatal, konjunctiva
anemis, sklera ikterik, takikardi, fremitus dan suara nafas paru kiri menurun
setinggi RIC V kiri kebawah dan perkusi paru kiri redup setinggi RIC V kiri
kebawah, serta lien teraba S2 dan terdapat nyeri tekan di perut kiri atas.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium ditemukan anemia sedang
normositik normokrom, limfopenia, proteinuria, hasil rontgen dada dengan kesan
efusi pleura sinistra, hasil comb test positif, benzidine test positif, multiple cyst
limpa positif, hasil patologi anatomi cairan pleura dengan radang kronik
eksaserbasi akut, hasil esofagoduodenoskopi dengan gastritis erosi sedang dan
hasil ANA profil positif pada antibodi anti-RNP, anti-SM, dan anti Ro-52
recombinant.
Menurut American College of Rheumatology (ARA) tahun 1979, diagnosis
lupus eritematosus sistemik bisa ditegakkan apabila dijumpai minimal 4 dari 11
kriteria, yaitu ruam malar, ruam diskoid, fotosensitivitas, ulkus mulut, artritis,
serositis, pleuritis, perikarditis, gangguan renal, gangguan neurologi, gangguan
hematologi, dan gangguan imunologik. Pada pasien ini terdapat 5 dari 11 kriteria
yang terpenuhi yaitu ruam malar, fotosensitivitas, serositis, gangguan renal dan
gangguan hematologi. Menurut Perhimpunan Reumatologi Indonesia, bila
dijumpai 4 atau lebih kriteria tersebut, diagnosis LES memiliki sensitivitas 85%
dan spesifisitas 95%.
Berdasarkan ARA tahun 2019, diagnosis lupus eritematosus sistemik bisa
ditegakkan apabila total skor ≥10. Pada pasien ini terdapat total skor 11. 1,2,10 Selain
itu, terdapat kriteria klinis dan imunologis yang ditetapkan oleh Systemic Lupus
International Collaborating Clinics (SLICC) untuk mendiagnosis Sistemik Lupus
Eritematosus. Lupus eritematosus sistemik ditegakkan bila didapatkan 4 dari 16
kriteria tersebut. Bila terdapat 3 poin dari 16 maka kecurigaan tinggi Lupus
eritematosus sistemik ditegakkan, bila didapat 2 poin mungkin Lupus
eritematosus sistemik, dan dapat ditegakkan bukan Lupus eritematosus sistemik
bila hanya didapat 1 poin. Pada pasien ini terdapat 7 poin dari 16 kriteria SLICC
yang terpenuhi, yaitu chronic cutaneus lupus, serositis, renal manifestations,
anemia hemolitik, ANA positif, Anti-SM positif, dan direct coombs test positif.
39
Menurut Perhimpunan Reumatologi Indonesia, bila dijumpai 4 atau lebih kriteria
tersebut, diagnosis LES memiliki sensitivitas 85% dan spesifisitas 95%.2,14
Pasien merupakan seorang perempuan berusia 23 tahun. Berdasarkan
perhimpunan reumatologi Indonesia dan buku ajar ilmu penyakit dalam
mengatakan bahwa penyakit Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan
penyakit autoimun yang kompleks ditandai oleh adanya autoantibodi terhadap inti
sel dan melibatkan banyak sistem organ dalam tubuh. Penyakit LES sering terjadi
pada perempuan dengan rasio perempuan dibandingkan dengan laki-laki 15:1
hingga 22:1, terutama menyerang wanita usia reproduksi, paling sering ditemui
pada usia 21-30 tahun.1,2
Sistem skor yang paling sering digunakan untuk menilai aktivitas
penyakit LES adalah SLEDAI. MEX-SLEDAI merupakan modifikasi dari
SLEDAI yang dikembangkan untuk mengurangi biaya uji laboratorium yang
termasuk dalam SLEDAI tanpa mengurangi kualitas informasi yang didapatkan,
sehingga lebih mudah diterapkan pada pusat kesehatan primer yang jauh dari
tersedianya fasilitas laboratorium canggih dan lebih murah 30% daripada
SLEDAI. Pengelompokan aktivitas penyakit menjadi remisi (skor 0-1), ringan
(skor 2-5), sedang (6-9), berat (10-13), dan sangat berat (≥14).. Pada pasien ini
didapatkan skor MEX SLEDAI sebesar 4 poin, yang menunjukkan aktivitas
penyakit ringan.1,4
Pada pasien ini juga didiagnosis nefritis lupus. Berdasarkan perhimpunan
reumatologi Indonesia, nefritis lupus ditandai dengan adanya hematuria,
proteinuria, atau sedimen urin yang patologik pada pemeriksaan urinalisa. Nefritis
lupus ditegakkan bila proteinuria >500mg/24 jam dengan atau tanpa adanya
hematuria (>8 eritrosit/LPB) dengan atau tanpa penurunan fungsi ginjal. 2,11 Pada
pasien ini hanya ditemukan proteinuria (+1) yang setara dengan proteinuria 30
mg/24 jam atau <0,5 g/24 jam. Pada pasien juga tidak ditemukan eritrosit ataupun
sedimen pada hasil pemeriksaan urinalisa. Gambaran USG ginjal juga ditemukan
normal. Namun diagnosis nefritis lupus ini belum bisa disingkirkan karena Gold
Standard untuk pemeriksaan nefritis lupus adalah biopsi ginjal, tetapi belum
dilakukan pada pasien ini.
40
Prinsip pengobatan nefritis lupus adalah menekan reaksi inflamasi lupus,
memperbaiki fungsi ginjal dan mempertahankan fungsi ginjal agar tidak semakin
menurun. Pada pasien ini tidak diberikan methyl pulse dose karena berdasarkan
kriteria penilaian aktivitas SLE, yaitu kriteria MEX-SLEDEI, didapatkan skor 4
(aktivitas penyakit ringan), sehingga pasien diberikan terapi methylprednisolone
2x16 mg (po) dan ramipril 1x2,5 mg.
Pada pemeriksaan rontgen dan USG thorax ditemukan efusi pleura sinistra.
Berdasarkan pemeriksaan tersebut, pasien didiagnosa efusi pleura ec serositis.
Normalnya pada kavum visceral mengandung cairan yang berfungsi sebagai
pelumas. Pada kavum pleura jumlahnya < 10 cc. Dalam pembentukan cairan
serosa tersebut berperan 3 faktor penting, yaitu: tekanan hidrostatik, tekanan
osmotik koloid, dan permeabilitas vaskuler. Efusi pleura pada pasien LES cukup
umum ditemukan, dengan angka kejadian sekitar 63%. Efusi pleura merupakan
salah satu bentuk serositis mayor pada pasien LES. Serositis adalah peradangan
yang melibatkan membran serous pada jaringan perikardium, pleura dan
peritoneum sebagai akibat aktivasi komplemen. Serositis terjadi sebagai akibat
bocornya protein. Penyebab bocornya protein dikarenakan peningkatan
permeabilitas sirkulasi mikrovaskuler oleh inflamasi.10
Pada pasien didapatkan hasil pemeriksaan SGOT/ SGPT meningkat namun
HbSAg dan anti-HCV keduanya non reaktif. Berdasarkan pemeriksaan tersebut,
pasien didiagnosa sebagai gangguan faal hepar ec hepatitis autoimun, meskipun
penyebab hepatitis viral lainnya masih belum dapat disingkirkan karena belum
dilakukan pemeriksaan hepatitis marker lainnya. Pada hasil pemeriksaan ANA
profile didapatkan positif pada antibody Ro-52 recombinant yang ditemukan pada
hepatitis autoimun. Pada pasien juga didapatkan negatif pada antibody anti-
ribosomal P yang mengarah kepada hepatitis autoimun. Berdasarkan review
article dari American Journal of the Medical Sciences tahun 2017 tentang Lupus
Hepatitis and Autoimmune Hepatitis (Lupoid Hepatitis) mengatakan bahwa
antibody anti-ribosomal P ditemukan positif pada hepatitis lupus dan negatif pada
hepatitis autoimun.12
Pada pasien didapatkan hasil pemeriksaan hemoglobin yang menurun,
gambaran darah tepi menunjukkan anemia normositik normokrom dan coomb test
41
positif. Berdasarkan pemeriksaan tersebut, pasien didiagnosa sebagai anemia
normositik normokrom ec anemia hemolitik autoimun. Sebagian besar pasien LES
menderita anemia pada suatu waktu di sepanjang perjalanan penyakitnya.
Prevalensinya cukup tinggi sekitar 51-98% pasien pernah menunjukkan kadar
hemoglobin kurang dari 12 g/dl. Pada umumnya yang terjadi adalah anemia
derajat sedang. Anemia hemolitik autoimunmerupakan penyebab anemia pada 5-
19% pasien LES, akibatnya sel darah merah lebih cepat dirusak sehingga
jumlahnya berkurang di sirkulasi.13
Gangguan hiperkoagulasi ditegakkan berdasarkan pemeriksaan faal
hemostasis dan didapatkan hasil D-dimmer yang meningkat. Pasien dengan LES
sering diikuti dengan hiperkoagulasi yang dapat meningkatkan risiko untuk
terjadinya trombosis, baik arteri ataupun vena dengan prevalensi >10%.13,15
Manifestasi kulit pada pasien LES paling umum terjadi, insiden kejadiannya
berkisar 80-90% dari kasus LES. Jika diperhatikan 4 dari 11 kriteria ARC adalah
kelainan pada kulit yaitu fotosensitivitas, ruam malar, ruam diskoid dan ulkus
mulut. Pada pasien ini didapatkan 2 dari 4 kategori tersebut, yaitu fotosensitivitas
dan ulkus mulut.1,2
Pasien dianjurkan kontrol teratur untuk pemantauan perjalanan penyakit dan
efek samping dari obat yang dikonsumsi. Kortikosteroid harus dilakukan tapering
off secara hati-hati. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah setiap 3 bulan dan
pemeriksaan anti dsDNA setiap 3-6 bulan sekali untuk memantau perjalanan
penyakit dan efek samping dari pengobatan yang diberikan karena waktu terapi
yang relatif lama.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Suarjana, I Nyoman. Imunopatogenesis lupus eritematosus sistemik. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2014. Jakarta: 3331 – 45.
2. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Rekomendasi diagnosis dan
pengelolaan lupus eritematosus sistemik. 2019.
3. Akib AAP, Soepriadi M, Setiabudiawan B. Lupus eritematosus sistemik.
Dalam: Akib AAP, Munasir Z, Kurniati N, penyunting. Buku ajar alergi-
imunologi anak. Edisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2008. h. 346-73.
4. Lam GKW, Petri M. Assessment of systemic lupus erythematosus. Clin Exp
Rheumatol. 2005;23 (Suppl.39):120-32.
5. Lupus Foundation of America. What Causes Lupus America: Lupus
Foundation of America; 2012 [cited 2021 April 5]. Available from:
https://resources.lupus.org/entry/facts-and-statistics .
6. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. Infodatin Situasi Lupus di Indonesia.
Jakarta: Pusdatin; 2017.
7. Tanzilia MF, Tambunan BA, Dewi DN. Tinjauan Pustaka : Patogenesis dan
Diagnosis Sistemik Lupus Eritematosus. Syifa’ MEDIKA, Vol.11 (No. 2),
Maret 2021, 139-164
8. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Lurniawan J, Tahapary DL. Penatalaksanaan di
Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Panduan Praktek Klinis. 2019
43
9. Najirman. Patogenesis dan Tatalaksana Lupus Eritematosus Sistemik dalam
Proceeding Pertemuan Ilmiah Berkala Ilmu Penyakit Dalam ke-19. Padang :
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universtas Andalas, 2019.
10. Kasjmit, Yoga I, Kuswori Handono et all. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus
Eritematosus Sistemik pada Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Edisi VI. Jakarta
Pusat : Internapublishing, 2014.
11. Dharmeizar, Bawazier LA.Diagnosis dan Penatalaksanaan Nefritis Lupus
pada Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. Jakarta Pusat :
Internapublishing, 2014.
12. Adiga A, Nugent K. Lupus Hepatitis and Autoimmune Hepatitis (Lupoid
hepatitis): Why do we need to Differentiate Between these two types of
Hepatitis?. The American Journal of the Medical Sciences.2017. Am J Med
Sci 2017;353(4):329–335.
13. Djoerban Z.Kelainan Hematologi pada Lupus Eritematosus Sistemik pada
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. Jakarta Pusat : Internapublishing,
2014.
14. Lahita RG. The clinical presentation of systemic lupus erythematosus.
In:Lahita RG, Tsokos G, Buyon J, Koike T. Editors. Systemic Lupus
erythematosus, 5th ed. San Diego. Elsevier; 2011: 525-540.
15. Tutuncu ZN, Kalunian KC. The Definition and clasification of systemic lupus
erythematosus. In: Wallace DJ, Hahn BH, editors. Duboi’s lupus
erythematosus. 7th ed. Philadelphia. Lippincott William & Wilkins; 2007:16-
19
44