Anda di halaman 1dari 3

Prinsip Analisis FTIR

Sebelum menganalisa dengan FTIR, terlebih dahulu sampel yang akan dianalisa harus
dijadikan pellet. Pellet yang dibuat harus bening agar dapat menerima interaksi dengan sinar
infrared yang ditembakkan melalui pellet. Pembuatan pellet sampel menggunakan KBr dengan
perbandingan 1 : 9, yaitu dengan mencampurkan 10 mg sampel dengan 90 mg KBr sehingga
pellet yang dihasilkan tidak terlalu gelap / tebal dan sulit ditembus infrared. Oleh karena sampel
yang digunakan berupa senyawa kompleks yang memiliki warna tertentu maka penggunaannya
sangat sedikit. Penggunaan sampel yang sedikit ini agar dihasilkan spektra yang dapat terbaca
dengan jelas dan tidak bertumpuk. Digunakan KBr karena KBr tidak menghasilkan serapan
pada IR sehingga yang teramati secara langsung adalah serapan dari sampel. Pada pembuatan
pellet ini divakum karena didalamnya terdapat udara, vakum akan menyedot udara sehingga
sampel menjadi padat. Pellet yang dihasilkan dianalisis dengan spektroskopi FTIR.
FTIR merupakan salah satu teknik spektroskopi inframerah yang dapat
mengidentifikasi kandungan gugus kompleks dalam suatu senyawa, tetapi tidak dapat
digunakan untuk menentukan unsur - unsur penyusunnya. Pada spektroskopi inframerah,
spektrum inframerah terletak pada daerah dengan panjang gelombang mulai dari 0,75 sampai
1000 μm atau bilangan gelombang dari 1300 sampai 1 cm-1. Dilihat dari segi aplikasi dan
instrumentasi, spektrum inframerah dibagi ke dalam tiga jenis radiasi yaitu inframerah dekat
(bilangan gelombang 12800–4000 cm-1), inframerah pertengahan (bilangan gelombang 4000–
200 cm-1), dan inframerah jauh (bilangan gelombang 200–10 cm-1). FTIR termasuk ke dalam
kategori radiasi inframerah pertengahan (bilangan gelombang 4000–200 cm-1) (Juwita 2012).
Molekul dengan ikatan kovalen dapat menyerap radiasi infra merah. Penyerapan ini
terkuantisasi, sehingga hanya frekuensi tertentu dari radiasi infra merah yang diserap. Ketika
ada radiasi dalam bentuk energi diserap, molekul akan tereksitasi menuju energi yang lebih
tinggi. Energi dari radiasi infra merah yang cukup akan menyebabkan molekul berputar dan
bergetar. Molekul menyerap radiasi ketika bergetar pada frekuensi yang sama dengan frekuensi
radiasi. Penyerapan frekuensi dipengaruhi oleh massa atom molekul, geometri molekul, besar
ikatan molekul, dan beberapa faktor lainnya (Robinson dan James 2005).
Teknik pengoperasian FTIR berbeda dengan spektrofotometer infra merah. Pada FTIR
digunakan suatu interferometer Michelson sebagai pengganti monokromator yang terletak di
depan monokromator. Interferometer ini akan memberikan sinyal ke detektor sesuai dengan
intensitas frekuensi vibrasi molekul yang berupa interferogram (Bassler 1986). Analisis sampel
pada spektroskopi FTIR diawali dengan dipancarkannya sinar infra merah dari sumber benda
hitam. Sinar tersebut melaju dan melewati celah yang mengontrol jumlah energi yang
disediakan untuk sampel. Sinar ini masuk ke dalam interferometer dimana ada kode khusus.
Hasil interferogramnya kemudian keluar dari interferometer. Sinar tersebut kemudian
memasuki ruang sampel, di mana sinar tersebut ditransmitasikan keluar atau dipantulkan
kembali oleh permukaan sampel, tergantung dari tipe analisis yang diselesaikan. Setelah itu,
sinar tersebut masuk ke detektor untuk analisis akhir. Hasil analisis akhir diolah menjadi sinyal
digital dan dikirimkan ke komputer lalu diolah menggunakan metode transformasi Fourier
(Sastrohamidjojo 2001).
Atom-atom di dalam molekul tidak dalam keadaan diam, tetapi biasanya terjadi
peristiwa vibrasi. Hal ini bergantung pada atom-atom dan kekuatan ikatan yang
menghubungkannya. Vibrasi molekul sangat khas untuk suatu molekul tertentu dan biasanya
disebut vibrasi finger print. Vibrasi molekul dapat digolongkan atas dua golongan besar, yaitu
vibrasi regangan (stretching) dan vibrasi bengkokan (bending). Saat vibrasi regangan, atom
bergerak terus sepanjang ikatan yang menghubungkannya sehingga akan terjadi perubahan
jarak antara keduanya, walaupun sudut ikatan tidak berubah. Vibrasi regangan ada dua macam,
yaitu Regangan Simetri (unit struktur bergerak bersamaan dan searah dalam satu bidang datar)
dan Regangan Asimetri (unit struktur bergerak bersamaan dan tidak searah tetapi masih dalam
satu bidang datar) (Jatmiko 2008).
Jika sistem tiga atom merupakan bagian dari sebuah molekul yang lebih besar, maka
dapat menimbulkan vibrasi bengkokan atau vibrasi deformasi yang mempengaruhi osilasi atom
atau molekul secara keseluruhan. Vibrasi bengkokan ini terbagi menjadi empat jenis, yaitu
Vibrasi Goyangan (Rocking - unit struktur bergerak mengayun asimetri tetapi masih dalam
bidang datar), Vibrasi Guntingan (Scissoring - unit struktur bergerak mengayun simetri dan
masih dalam bidang datar), Vibrasi Kibasan (Wagging - unit struktur bergerak mengibas keluar
dari bidang datar), dan Vibrasi Pelintiran (Twisting - unit struktur berputar mengelilingi ikatan
yang menghubungkan dengan molekul induk dan berada di dalam bidang datar) (Jatmiko
2008). Gambar 1 menunjukkan regangan simetri dan regangan asimetri.

Gambar 1. Regangan Simetri dan Regangan Asimetri (Jatmiko, 2008)

Gambar 2. Model Ikatan Molekul

Jumlah energi total adalah sebanding dengan frekuensi dan tetapan pegas dari pegas
dan massa (m1 dan m2) dari dua atom yang terikat dari Gambar 2. Energi yang dimiliki oleh
sinar infra merah hanya cukup untuk mengadakan perubahan vibrasi. Sesuai persamaan hukun
Hooke dalam persamaan sebagai berikut :
1 𝑘
𝑓= √
2𝜋 𝜇
Dimana : f : frekuensi
k : konstanta pegas
µ : massa tereduksi
Persamaan di atas menghubungkan bilangan gelombang dari vibrasi regangan (f)
terhadap konstanta pegas (k) dan massa atom (dalam gram) yang digabungkan oleh ikatan (m1
dan m2). Konstanta pegas merupakan ukuran tegangan dari suatu ikatan. Persaman tersebut
menunjukkan bahwa ikatan yang lebih kuat dan atom yang lebih ringan menghasilkan
frekuensi yang lebih tinggi. Semakin kuat suatu ikatan, makin besar energi yang dibutuhkan
untuk meregangkan ikatan tersebut. Frekuensi vibrasi berbanding terbalik dengan massa atom
sehingga vibrasi atom yang lebih berat terjadi pada frekuensi yang lebih rendah (Bruice 2001).

DAFTAR PUSTAKA
Ratna J. 2012 Sintesis Hidroksiapatit Berpori Berbasis Kalsium dari Cangkang Telur dan
Porogen Lilin Sarang Lebah [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Institut Pertanian Bogor.
Robinson, James W. 2005. Undergraduate Instrumental Analysis Sixth Edition. New York
(US) : The Taylor & Francis e-Library.
Bassler. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik edisi keempat. Jakarta (ID) :
Erlangga.
Sastrohamidjojo H. 2001. Spektroskopi Yogyakarta (ID) : Liberty.
Jatmiko, ES, K. Sofjan F. 2008. Rancang Bangun Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infra
Red) untuk Penentuan Kualitas Susu Sapi. Vol. 11. Hal. 23-23.
Bruice PY. 2001. Organic Chemistry. New Jersey (US) : Prentice Hall International, Inc.

Anda mungkin juga menyukai