Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Seorang anak perempuan berusia 11 tahun, datang bersama ibunya ke puskesmas
dengan keluhan panas tinggi sejak 5 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh pusing , nyeri
perut, dan konstipasi. Pada pemeriksaan fisik, suhu tubuh 390C. Hasil tes laboratorium
didapatkan; Hb: 10 g/dl, leukosit: 17.000/mm3 ,Widal test O dan H: 1/360.pasien
diketahui sering jajan sembarangan di luar kantin sekolah.

1.2 Rumusan Masalah dan Diagnosis


1.2.1 Rumusan Masalah
Bagaimana P-treatment dan P-drug yang tepat diberikan kepada pasien?
1.2.2 Diagnosis
Anak mengalami demam typhoid.

1.3 Tujuan Diskusi


1.3.1 Tujuan Umum
Menentukan P-Drug dan P-Treatment untuk mengatasi demam thypoid tanpa
memperparah kondisi yang lain.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengetahui alasan-alasan terutama secara farmakologis mengenai pilihan P-
drug tersebut, efek samping, dan kontraindikasinya.

1.4 Manfaat Diskusi


1.4.1 Manfaat Teoritis
Dengan adanya kegiatan diskusi mengenai obat thypoid yang telah
dilaksanakan diharapkan mahasiswa dapat menambah wawasan mengenai
farmakologi dan terapi terkhusus untuk pemilihan obat yang tepat untuk kasus demam
thypoid berlandaskan pengetahuan.

P a g e 1 | 31
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari diskusi ini diharapkan akan memberikan masukan yang
objektif tentang pengobatan demam typhoid yang dialami anak tersebut. Hasil diskusi
juga diharapkan dapat memperluas wawasan intelektual mahasiswa kedokteran di
bidang farmakologi dan terapi.

P a g e 2 | 31
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Thypoid

Demam thypoid adalah suatu jenis penyakit sistemik yang bersifat akut ang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Selain itu menurut Kemenkes RI no. 364 tahun
2006 tentang pengendalian demam tifoid, demam tifoid adalah penakit yang
disebabkan oleh kuman berbentuk basil yaitu Salmonella thypi yang ditularkan
melalui makanan atau minuman yang tercemar feses manusia.

2.1.1 Gejala

Gejala biasanya muncul 1-3 minggu setelah terkena dan dapat


bervariasi dari ringan hingga berat. Gejala meliputi demam tinggi, malaise,
sakit kepala, mual, kehilangan nafsu makan, sembelit atau diare, bintik-bintik
merah muda di dada (rose spots), dan pembesaran limpa dan hati.

Pembesaran hati dan limpa juga dapat menimbulkan rasa nyeri di perut
pada ulu hati. Pembengkakan hati dan limpa terjadi karena kuman telah
menyebar (bakteremia pertama yang asimptomatik) ke organ
retikuloendotelial tubuh. Nyeri pada ulu hati dapat menyerupai gejala sakit
lambung (sakit maag).

Konstipasi atau sembelit pada penyakit ini disebabkan oleh adanya S.


typhi intramakrofag yang menginduksi reaksi hipersensitifitas tipe lambat,
hyperplasia jaringan, dan juga nekrosis organ. Hal ini menyebabkan lumen
usus menjadi menyempit dn mengganggu pergerakan makanan, sehingga
konstipasi pun terjadi.

2.1.2 Patofisiologi

P a g e 3 | 31
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.

Penularan juga dapat terjadi melalui muntahan dan feses Salmonella


thypi kepada orang lain. Bakteri tersebut dapat ditularkan melalui hewan
perantara, misalnya saja lalat dengan hinggap di makanan orang yang sehat.
Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti
mencuci tangan dan makanan yang tercemar bakteri salmonella thypi masuk
ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian bakteri dapat masuk ke
dalam lambung, sebagian bakteri akan dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan
limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini bakteri berkembang biak, lalu masuk
ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan bakteri ke dalam sirkulasi darah
dan menimbulkan bakteriemia, lalu bakteri selanjutnya dapat memasuki organ
limpa, usus halus dan kandung empedu.

2.2 Interpretasi Hasil Lab


2.2.1 Kadar Leukosit
Rentang kadar leukosit normal pada anak adalah 9.000 – 12.000/mm3.
Sedangkan menurut data yang didapat, kadar leukosit pasien pada kasus ini
adalah 17.000 mm3. Hal ini berarti pasien tersebut mengalami leukositosis
(kadar leukosit berlebihan). Pada suatu penelitian menunjukkan bahwa adanya
kadar leukosit yang tidak normal (leukopenia maupun leukositosis) dapat
mengacu ke diagnosis demam tifoid, tetapi tidak menutup kemungkinan
terjadinya infeksi oleh bakteri lainnya. Hal ini disebabkan karena sebagian
bakteri Salmonella typhi berhasil mencapai jaringan limfoid usus halus yang
kemudian menyebabkan terjadinya infeksi usus halus yang ditandai dengan
meningkatnya kadar leukosit.
2.2.2 Kadar Hemoglobin
Menurut World Health Organization (WHO), kadar hemoglobin
normal pada anak usia 6-14 tahun adalah 12 gr/dL. Namun, hasil pemeriksaan

P a g e 4 | 31
kadar hemoglobin pada pasien kasus ini hanya 10 gr/dL. Pada suatu penelitian
disebutkan bahwa salah satu hasil pemeriksaan hematologi pada pasien
dengan diagnosis demam tifoid adalah penurunan kadar hemoglobin. Hal ini
disebabkan karena sebagian bakteri Salmonella typhi yang berhasil masuk ke
usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limfoid. Oleh karena itu, akan
terjadi infeksi usus halus dan menimbulkan inflamasi yang kemudian dapat
mengakibatkan komplikasi intestinal. Komplikasi intestinal meliputi
perdarahan intestinal, perforasi intestinal (bagian distal ileum), dan peritonitis.
Salah satu tanda adanya perdarahan intestinal adalah menurunnya kadar
hemoglobin yang mendadak sehingga perlu monitoring kadar hemoglobin
darah.
2.2.3 Uji Widal
Uji Widal bertujuan untuk mendeteksi ada atau tidaknya antibodi
pasien terhadap antigen Salmonella typhi yaitu antibodi terhadap antigen O
(dari tubuh kuman), antigen H (flagel kuman), dan antigen Vi (kapsul kuman).
Dari ketiga antibodi tersebut, hanya antibodi terhadap antigen O dan H yang
memiliki nilai diagnostik demam tifoid. Diketahui bahwa titer antibodi
terhadap antigen O adalah 1 : 360 dan titer antibodi terhadap antigen H adalah
1 : 360 sehingga dapat diduga bahwa pasien menderita demam tifoid dan lama
demam sudah selama hampir satu minggu karena titer antibodi baik terhadap
antigen O maupun antigen H mengalami peningkatan. Namun, uji widal
memiliki beberapa kelemahan antara lain sensitivitas dan spesifitas rendah,
penggunaan dapat mengakibatkan overdiagnosis, dan juga dapat terjadi reaksi
silang dengan Enterobacteriace yang lain, atau sebaliknya penderita demam
tifoid tidak menunjukkan peningkatan titer antibodi. Reaksi silang dengan
Enterobacteriace yang lain dapat menyebabkan hasil positif-palsu yang berarti
uji widal menunjukan hasil positif tetapi bukan positif untuk penyakit demam
tifoid karena bisa saja hasil positif tersebut disebabkan oleh infeksi Salmonella
serotipe yang lain

2.3 NSAID

2.3.1 NSAID selective COX2

P a g e 5 | 31
Golongan NSAID pada umumnya bekerja dengan menghambat enzim
cyclooxygenase (COX) yang mengubah asam arakidonat menjadi
prostaglandin (PGG2) yang memegang peran pada nyeri yang disebabkan oleh
adanya inflamasi. Hal ini membuktikan efek analgesic dan anti inflamasi dari
obat golongan NSAID. Enzim cyclooxygenase ada 2 jenis, yaitu COX1 dan
COX2. Enzim COX2 biasanya diinduksi oleh sitokin, endotoksin, dan growth
factors. Enzim COX2 juga mensintesis prostasiklin (PGI2) yang berefek
vasodilator dan menghambat agregrasi platelet.

Obat NSAID yang hanya menghambat COX2 bertujuan untuk


mengurangi efek samping yang dapat ditimbulkan akibat penghambatan enzim
COX1 pada saluran cerna, termasuk ulkus peptikum dan pendarahan saluran
cerna. Namun, NSAID yang selektif menghambat COX2 berarti obat-obat ini
lebih menghambat pembentukan prostasiklin di endotel sehingga agregasi
platelet tidak terhambat dan dapat menyebabkan thrombosis cardiovascular
yang berbahaya untuk pasien dengan gangguan jantung seperti infark miokard
akut.

2.3.2 NSAID non-selective COX

COX1 adalah pembagian dari enzim cyclooxygenase. COX-1 esensial


dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi normal di berbagai
jaringan. Khususnya ginjal, saluran cerna dan trombosit. Di mukosa lambung,
aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat sitoprotektif.
Tromboksan A2, yang disintesis trombosit oleh COX-1, menyebabkan
agregasi trombosit, vasokonstriksi dan proliferasi otot polos. Efek samping
dari penggunaan COX-1 secara uji klini menyimplkan bahwa gangguan
saluran cerna lebih berat dari pada pemberian penghambat COX-2. Efek
samping terutama meningkat pada pasien usia lanjut. Kelompok ini paling
sring membutuhkan NSAID dan umumnya membutuhkan banyak obat-obatan
karena menderita berbagai penyakit. Efek samping yang paling sering terjadi
induksi tukak lambung atau tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia
sekunder akibat perdarahan saluran cerna.

a. Paracetamol

P a g e 6 | 31
Paracetamol merupakan obat yang lazim digunakan sebagai obat
demam karena efek antipiretik dan analgesiknya. Mekanisme kerja
parasetamol sedikit berbeda dibandingkan dengan NSAID lainnya. Hambatan
terhadap sintesis prostaglandin hanya akan terjadi dalam bagian tubuh yang
kadar H2O2 nya rendah, seperti di hypothalamus. Hal ini yang menyebabkan
parasetamol disebutkan tidak mempunyai efek anti inflamasi seperti obat
golongan NSAID lainnya. Selain itu, parasetamol juga diduga menghambat
enzim COX3 yang hanya terdapat di otak.
b. Salisilat

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin
adlah analgesik antipiretik san anti-inflamasi yang sangat luas digunakan dan
digolongkan dalam obat bebas.

Secara farmakokinetik aspirin pada pemberian oral, sebagian


diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung, tetapi sebagian besar
diusus halus bagian atas. Absorpsi pada pemberian seecara rektal, lebih lambat
dan tidak sempurna sehingga cara ini tidak dianjurkan. Kadar tertinggi dicapai
kira-kira 2jam setela pemberian peroral. Salisilat diekskresi dalam bentuk
metabolitnya terutama melalui ginjal, sebagian kecil melalui keringat dan
empedu.

Secara farmakodinamik aspirin pada dosis terapi bekerja cepat dan


efektif sebagai antipiretik. dosis toksik obat ini justru memperlihatkan efek
piretik sehingga pada keracunan justru mempeelihatkan efek piretik sehingga
pada keracunan berat terjadi demam dan hiperhidrosis. Untuk memperoleh
efek anti-inflamasi yang baik kadar plasma perlu dipertahankan antara 250-
300µg/ml.

c. Asam mefenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik, sebagai anti-inflamasi,
asam mefenamat kurang efektif dibandingkan aspirin. Asam mefenamat
terikat sangat kuat pada protein plasma. Efek samping terhadap saluran cerna
sering timbul misalnya dispepsia, diare sampai diare berdarah dan gejala iritasi
lain terhadap mukosa lambung. Efek samping lain yang berdararkan

P a g e 7 | 31
hipersensitivitas ialah eritema kulit dan bronkokonstriksi. Dosis asam
mefenamat adalah 2-3 kali 250-500mg sehari. Obat ini tidak dianjurkan untuk
diberikan kepada anak dibawah 14 tahun dan wanita hamil dan pemberian
tidak melebihi 7 hari.
d. Diklofenak
Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap.
Obat ini terikat 99% pada protein plasma dan efek metabolisme lintas pertama
(first pass) sebesar 40-50%. Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis,
eritema kulit dan sakit kepala. Obat ini tidak dianjurkan selama kehamilan.
Dosis orang dewasa 100-150 mg sehari terbagi dua atau 3 dosis.
e. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan
pertama kali dibanyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya anti-
inflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti aspirin. Efek
anti-inflamasinya terlihat dengan dosis 1200-2400 mg sehari, dosis sebagai
analgesik 4 kali 400 mg sehari tetapi dosis optimal pada tiap orang ditentukan
secara individual. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan
menyusui.

2.4 Antibiotik

2.4.1 Kuinolon
Secara garis besar golongan kuinolon dapat dibagi lagi menjadi dua
kelompok yaitu kuinolon dan fluorokuinolon. Kuinolon merupakan kelompok
obat yang tidak punya manfaat klinik untuk infeksi sistemik dan daya
antibakterinya lemah. Fluorokuinolon memiliki daya antibakteri lebih kuat dan
diserap dengan baik pada pemberian oral, dan parenteral untuk infeksi berat.
Kuinolon efektif untuk Gram-negatif, Fluorokuinolon lama untuk Gram-
Negatif dan Flurokuinolon baru efektif untuk Gram-negatif dan Gram-positif.
Cara kerja golongan Kuinolon yaitu dengan mengambat kerja enzim DNA
girase pada kuman dan bersifat bakterisidal. Untuk Flurokuinolon lama yaitu
siprofloksasin dan ofloksasin mempunyai efektivitas baik untuk demam tifoid.

P a g e 8 | 31
Efek samping dari golongan kuinolon adalah rasa tidak mual, muntah, tidak
enak diperut dan pusing.

2.4.2 Kotrimoksazol

Kotrimoksazol merupakan golongan yang didalamnya terdiri atas dua


kombinasi obat yaitu trimetoprim dan sulfametoksazol. Kombinasi ini bekerja
secara berurutan dalam rekasi enzimatik yaitu sulfametoksazol mengambat
masuknya PABA ke molekul asam folat dan trimetoprim mengambat reaksi
reduksi dari dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Untuk mencapai efek
maksimal maka diberikan perbandingan dosis 20:1 untuk
Trimetoprim:Sulfometoksazol. Kotrimoksazol dapat digunakan untuk
pengobatan shigella namun juga dapat digunakan untuk demam tifoid bila
kloramfenikol terjadi resistensi. Efek samping berupa mual, muntah dan ada
kontraindikasi pada ganguan darah.

2.4.3 Sulfonamid

Sulfonamid adalah kemoterapeutik pertama yang digunakan untuk


infeksi pada manusia. Sulfonamid bersifat bakteriostatik namun pada kadar
tinggi pada urin dapat bersifat bakterisidal. Sulfonamid bekerja dengan
berkompetisi dengan PABA. Absorbsi baik dan cepat melalui oral namun
dapat juga diberikan melalui parenteral.

2.4.5 Penisilin

Penisilin merupakan kelompok antibiotik betalaktam yang terdiri dari


satu inti siklik yaitu cincin tiazolidin dan cincin betalaktam dengan satu
rantai samping yaitu gugus asam amino bebas. Penisilin bekerja dengan
menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis
dinding sel mikroba sehingga akan menghasilkan efek bakterisid. Mekanisme
kerja nya yaitu pertama obat akan bergabung dengan penicillin-binding
protein PBPs pada kuman, setelah itu terjadi hambatan sintesis dinding sel
kuman karena terganggunya proses transpeptidase antar rantai peptidoglikan
dan kemudian terjadi aktivitas enzim proteolitik pada dinding sel. Beberapa
penisilin akan berkurang aktivitasnya dalam suasana asam sehingga beberapa

P a g e 9 | 31
penisilin ini harus diberikan secara parenteral. Efek samping yang sering
dijumpai pada penggunaan penisilin yaitu reaksi alergi.

2.4.6 Sefalosporin

Sefalosporin berasal dari fungus Cephalosporium acremonium, inti


dasar antimikroba ini yaitu 7-amino-sefalosporanat yang merupakan
kompleks cincin dihidrotiazin dan cincin betalaktam. Mekanisme kerja
sefalosprorin yaitu menghambat sintesis dinding sel mikroba dengan
menghambat reaksi transpeptidase tahap ketiga. Sefalosporin aktif terhadap
kuman Gram-postif maupun Gram-negatif. Efek samping dari sefalosporin
yaitu reaksi alergi yang mendadak yaitu anafilaksis dengan spasme bronkus,
memiliki sifat nefrotoksik, diare terutama pada pemberian sefoperazon dan
pendarahan hebat karena hipoprotombinemia khususnya pada pemberian
moksalaktam.

2.4.7 Kloramfenikol

Kloramfenikol merupakan kristal putih yang sukar larut dalam air


dengan rasanya yang sangat pahit. Antimikroba ini bekerja dengan
menghambat sintesis protein kuman dengan terikat pada ribosom 50s dan
menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan peptida tidak
terbentuk pada proses sintesis protein mikroba. Umumnya kloramfenikol
bersifat bakteriostatik tetapi apabila diberikan dalam kosentrasi yang tinggi
bisa bersifat bakterisidal terhadap mikroba tertentu. Pada pemberian oral
kloramfenikol diserap dengan cepat, untuk pemberian secara parenteral
makan digunakan kloramfenikol suksinat yang akan dihidrolisis dalam
jaringan dan membebaskan kloramfenikol. Efek samping dari kloramfenikol
yaitu reaksi hematologik, reaksi saluran cerna berupa mual,muntah,diare dan
dapat menimbulakn sindrom gray.

2.5 Terapi Nonfarmako

Mengubah kebiasaan buruk juga dapat menjadi salah satu terapi yang efektif
selain terapi obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien. Pasien harus lebih

P a g e 10 | 31
memperhatikan kesehatan tubuhnya, terutama mengurangi membeli makanan
sembarangan di pinggir jalan karena diketahui pasien sering membeli jajanan di depan
sekolahnya. Makanan yang dijual di pinggiran jalan belum tentu sehat dan belum
diketahui komposisi yang ada di dalam makanan tersebut. Bakteri-bakteri juga
seringkali masuk melewati jalur peroral, sehingga saat makan makanan yang kurang
bersih dan sehat, bakteri seringkali ada pada makanan tersebut. Menjaga kehigienisan
tubuh dan lingkungan juga salah satu anjuran yang diberikan, karena bakteri seringkali
tumbuh di lingkungan yang kurang higienis. Terakhir adalah mengurangi aktivitas yang
dapat menyebabkan kelelahan berlebih. Kelelahan berlebih dapat menyebabkan
imunitas tubuh menurun dan lebih mudah diserang oleh bakteri-bakteri yang biasanya
tidak mampu menembus imunitas tubuh dalam keadaan sehat.

2.6 Paracetamol

Parasetamol merupakan salah satu obat analgetik-antipiretik yang sangat


umum dikenali dan dikonsumsi di masyarakat. Mekanisme kerjanya adalah dengan
menghambat sintesis prostaglandin (menghambat enzim cyclooxygenase/COX)
terutama di sistem saraf pusat. Parasetamol dapat digunakan baik sebagai obat
tunggal ataupun dikombinasikan dengan obat jenis lain. Parasetamol memiliki daya
kerja anti radang, namun hanya sedikit sekali sehingga sangat jarang digunakan
sebagai piliha untuk obat antiinflamasi. Selain itu, obat ini juga tidak menyebabkan
iritasi dan peradangan lambung.
2.6.1 Farmakokinetik
a. Absorbsi
Paracetamol dapat dikonsumsi secara peroral, melalui infusion,
ataupun melalui supositoria. Obat ini dipasarkan dengan kemasan dalam
bentuk :
 Paracetamol tablet 100 mg, 120 mg, 250 mg, 500 mg, dan 650 mg;
 Paracetamol syrup 120 mg/5 ml syrup, 160 mg/5 ml syrup, dan 250 mg/5
ml syrup;
 Paracetamol drops 100 mg/ml oral drops;
 Paracetamol infusion 10 mg/ml;
 Paracetamol Suppository 125 mg dan 250 mg.
b. Distribusi

P a g e 11 | 31
Kadar serum puncak Paracetamol diperoleh dalam waktu 30-60 menit
dan memiliki waktu paruh sekitar 2 jam.
c. Metabolisme
Paracetamol dimetabolisme di hati, sekitar 3% diekskresi dalam bentuk
tidak berubah/aktif melalui urin dan 80-90 % dikonjugasi dengan asam
glukoronik atau asam sulfurik kemudian diekskresi melalui urin dalam
satu hari pertama; sebagian dihidroksilasi menjadi N-asetil benzokuinon
yang sangat reaktif dan berpotensi menjadi metabolit berbahaya. Pada
dosis normal bereaksi dengan gugus sulfhidril dari glutation menjadi
substansi nontoksik. Pada dosis besar akan berikatan dengan sulfhidril dari
protein hati.
d. Eliminasi
Paracetamol diekskresi melalui ginjal.

2.6.2 Farmakodinamik
Paracetamol, mempunyai daya kerja analgetik dan antipiretik sama dengan
Asetosal, meskipun secara kimia tidak berkaitan dengan Asetosal. Paracetamol
menghambat siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang
menyebabkan Paracetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek pada
pusat pengaturan panas. Selain itu, untuk efek analgesik, Paracetamol hanya
mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer sehingga hanya menghilangkan
atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang, seperti nyeri kepala, myalgia, dan
nyeri paska meahirkan. Paracetamol juga tidak memiliki efek samping yang
melibatkan lambung, baik berupa iritasi, erosi, dan perdarahan; juga tidak memiliki
efek samping terhadap pernapasan dan keseimbangan asam-basa.
Paracetamol memiliki sangat sedikit kandungan antiinflamasi sehingga tidak
dapat digunakan sebagai antireumatik sebagaimana Ibuprofen.
Paracetamol juga tidak bekerja dengan langsung menghambat efek dari
prostaglandin, melainkan lebih mempengaruhi sintesis dari prostaglandin tersebut.
2.6.3 Efek Samping
a. Overdosis bisa menimbulkan mual, muntah dan anoreksia.
Penanggulangannya dengan cuci lambung, juga perlu diberikan zat-zat
penawar (asam amino N-asetilsistein atau metionin) sedini mungkin,

P a g e 12 | 31
sebaiknya dalam 8-10 jam setelah intoksikasi. Interaksi pada dosis tinggi
memperkuat efek antikoagulansia, dan pada dosis biasa tidak interaktif.(Tjay,
2002)
b. Paracetamol bisa menyebabkan kerusakan hati terutama jika penggunaanya
melebihi dosis yang dianjurkan. Potensi efek samping ini meningkat pada
orang-orang yang mengkonsumsi alkohol.
c. Efek samping ringan pada saluran pencernaan misalnya mual dan muntah.
Pada penggunaan dosis yang lebih tinggi, paracetamol diketahui meningkatkan
resiko terjadinya perdarahan lambung.
d. Efek samping pada ginjal relatif jarang. Namun pada penggunaan jangka
panjang, obat ini dapat meningkatkan resiko kerusakan ginjal., termasuk gagal
ginjal akut.
e. Efek samping pada kulit kejadiannya jarang. Pada tahun 2013, FDA (US Food
and Drug Administration) memperingatkan kemungkinan terjadinya efek pada
kulit seperti sindrom stevens-johnson dan nekrolisis epidermal toksik akibat
pemakaian paracetamol, meski hal ini sangat jarang namun bisa fatal jika
terjadi.
f. Beberapa ahli menyarankan untuk menghindari penggunaan obat ini pada
penderita asma terutama anak-anak, karena ada kemungkinan terjadinya
peningkatan resiko asma ataupun memperburuk penyakit asma yang telah
diderita sebelumnya.
g. Reaksi hipersensitivitas akibat pemakaian obat ini sangat jarang, namun jika
terjadi pertolongan medis harus segera diberikan karena bisa menyebabkan
syok anafilaksis yang berakibat fatal.
h. Beberapa ahli mengaitkan penggunaan paracetamol oleh ibu hamil, dengan
resiko terjadinya asma pada anak-anak dan peningkatan ADHD. Namun obat
ini tetap dianjurkan sebagai obat pilihan pertama untuk nyeri dan demam
selama kehamilan, meski harus memperhatikan risikonya.
2.6.4 Interaksi Obat
a. Metoclopramide : meningkatkan efek analgetic paracetamol.
b. Carbamazepine, fenobarbital dan fenitoin : meningkatkan potensi kerusakan
hati.
c. Kolestiramin dan lixisenatide : mengurangi efek farmakologis paracetamol.

P a g e 13 | 31
d. Antikoagulan warfarin : paracetamol meningkatkan efek koagulansi obat ini
sehingga meningkatkan potensi resiko terjadinya perdarahan.
2.6.5 Kontra Indikasi
a. Tidak dianjurkan untuk pasien yang memiliki riwayat hipersensitivitas atau
alergi terhadap paracetamol. Pemakaian obat ini harus dihentikan jika tanda-
tanda awal reaksi alergi seperti ruam, gatal, sakit tenggorokan, demam,
arthralgia, pucat, atau tanda-tanda lainnya muncul.
b. Obat ini tetap dianjurkan pemakainnya oleh ibu hamil, akan tetapi harus
memerhatikan risiko-risiko terkait.

2.6.6 Efficacy
Paracetamol menghambat siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin,
inilah yang menyebabkan Paracetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui
efek pada pusat pengaturan panas.

2.6.7 Safety
Wanita hamil dapat menggunakan Paracetamol dengan aman, juga selama
laktasi walaupun mencapai air susu ibu. Paracetamol juga aman digunakan untuk
anak-anak dengan usia di bawah 2 tahun.
2.6.8 Suitability
a. Paracetamol baik untuk anak-anak dengan usia di bawah 2 tahun.
b. Paracetamol digunakan untuk menurunkan demam pada segala usia. Namun
obat ini sebaiknya digunakan bila suhu tubuh sudah benar-benar tinggi dan
membutuhkan terapi obat penurun panas.
c. Digunakan secara luas untuk meredakan sakit kepala, sakit gigi dan nyeri
ringan lainnya. Pada nyeri yang lebih berat seperti nyeri pasca operasi obat
ini biasanya dikombinasikan dengan NSAID atau analgetic opioid.
d. Paracetamol memiliki sangat sedikit kandungan antiinflamasi sehingga tidak
dapat digunakan sebagai antireumatik sebagaimana Ibuprofen. Apabila
terdapat komplikasi berupa radang inflamasi pada penyakit yang diderita
pasien, maka paracetamol bekerja kurang maksimal.
2.6.9 Cost
a. Paracetamol tablet : Rp37.026,00

P a g e 14 | 31
b. Paracetamol syrup : Rp2.528,00
c. Paracetamol drops : Rp5.802,00
d. Paracetamol infus :Rp54.450,00
2.6.10 Dosis
Masing-masing sediaan paracetamol diberikan dengan dosis berikut :
a. TABLET 500 MG :
Dewasa atau anak > 12 tahun : 3 – 4 x sehari 1 tablet.
Anak 5 – 12 tahun : 3 – 4 x sehari ½ tablet.

b. SYRUP 120 MG/5 ML :


Anak < 1 tahun : 3-4 x sehari 2.5 ml sirup.
Anak 1-3 tahun : 3-4 x sehari 2.5 ml sirup.
Anak 3-6 tahun : 3-4 x sehari 5 ml sirup.
Anak 6-12 tahun : 3-4 x sehari 5-10 ml sirup.
Di atas 12 tahun : 3-4 x sehari 15-20 ml sirup.

c. SYRUP 160 MG/5 ML :


Anak 3 tahun : 3-4 x sehari 5 ml sirup.
Anak 4-5 tahun : 3-4 x sehari 7.5 ml sirup.
Anak 6 tahun : 3-4 x sehari 10 ml sirup.

d. SYRUP 250 MG/5 ML :


Anak 6-12 tahun : 3-4 x sehari 5 ml sirup.
Anak di atas 12 tahun : 3-4 x sehari 10 ml sirup.

e. DROPS :
Anak < 1 tahun : 3-4 x sehari 0.6 ml drops.
Anak 1-2 tahun : 3-4 x sehari 0.6-1.2 ml drops.
Anak 3-6 tahun : 3-4 x sehari 1.2 ml drops.
Anak 6-12 tahun : 3-4 x sehari 2.4 ml drops.

f. CHEWABLE TABLET (120MG/TABLET) :


dosis anak usia 6-12 tahun : 3-4 x sehari 2-4 tablet.
dosis anak usia 2-5 tahun : 3-4 x sehari 1-2 tablet.

f. RECTAL ATAU SUPPOSITORY :

P a g e 15 | 31
dosis dewasa : 3-4 x sehari 0.5-1 gram, maksimal 4 gram/hari.
dosis anak usia 7-12 tahun : 3-4 x sehari 250 mg, maksimal 1 gram/hari
dosis anak usia 1-6 tahun : 3-4 x sehari 125 mg, maksimal 750 mg/hari
dosis anak usia kurang dari 1 tahun : 3-4 x sehari 60 mg.

g. INFUSION :
Dosis dewasa dan anak dengan berat badan lebih dari 50 kg : 1 gram
diberikan secara infus intravena selama 15 menit. Obat diberikan hingga 4 x
sehari. Dosis maksimal 4 gram.

Dosis dewasa dan anak dengan berat badan 30-50 kg : 15 mg/kg BB


diberikan secara infus intravena selama 15 menit. Obat diberikan hingga 4 x
sehari. Dosis maksimal 60 mg/kg BB/hari.

Obat diberikan dengan interval waktu minimal 4 jam,

2.7 Ibuprofen
Ibuprofen merupakan NSAID (nonsteroidal anti-inflammatory drug) yang
bersifat non-selektif, yaitu menghambat kerja enzim cylooxigenase-1 dan
cyclooxigenase-2 (COX-1 dan COX-2). Obat golongan NSAID berfungsi sebagai
analgesik (anti nyeri), anti-inflamasi, dan antipiretik, namun masing-masing obat
memiliki efektivitas dan duration of action yang berbeda. Ibuprofen diketahui
memiliki efek anti-inflamasi yang efektif.
2.7.1 Farmakokinetik

Ibuprofen diabsorbsi dengan baik melalui penggunaan peroral. Waktu


paruh Ibuprofen adalah 2 jam dan relatif aman. Waktu Ibuprofen untuk
mencapai konsentrasi maksimal pada plasma adalah 47 menit untuk sediaan
suspensi, 62 menit untuk tablet kunyah, dan 2 jam untuk tablet. Ibuprofen
dimetabolisme oleh sitokrom P450 2C9 di hepar dan dieksresi melalui urine.
2.7.2 Farmakodinamik
Ibuprofen bekerja antagonis terhadap COX dengan melekat pada sisi
aktif COX, mencegah substrat dalam hal ini asam arakidonat, untuk memasuki

P a g e 16 | 31
sisi aktif. Efek analgesik, antipiretik, dan anti-inflamasi yang diperoleh dari
penggunaan Ibuprofen merupakan dampak dari penurunan sintesis
prostaglandin. Seperti yang diketahui bahwa dalam sintesis prostaglandin,
diperlukan kerja enzim COX untuk mengubah asam arakidonat menjadi
prostaglandin yang merupakan agen inflamasi, demam, nyeri, dan agregasi
platelet. Apabila enzim COX dihambat, sintesis prostaglandin pun akan
menurun dan inflamasi pun akan menurun.
Ibuprofen diketahui lebih poten daripada aspirin dan memiliki efek
analgesik pada dosis yang lebih rendah daripada aspirin. Tidak seperti aspirin,
Ibuprofen merupakan inhibitor reversibel enzim COX.
2.7.3 Efek Samping
NSAID diketahui menyebabkan gangguan pada sistem pencernaan,
terutama lambung. Hal ini terjadi karena terjadi inhibisi pada sintesis
prostaglandin di lambung yang terjadi karena penggunaan obat NSAID
menyebabkan inhibisi pada sintesis PGE2 yang bersifat protektif pada
lambung.
Pada penggunaan NSAID, terdapat risiko kerusakan ginjal terutama
pada pasien dengan penyakit ginjal karena NSAID dieksresikan melalui ginjal.
2.7.4 Interaksi Obat
Ibuprofen dapat diberikan setelah makan, hal ini dilakukan untuk
mengurangi efek iritasi lambung yang dapat ditimbulkan oleh Ibuprofen.
Namun, perlu dicatat bahwa makanan dapat menghambat absorbsi Ibuprofen.
Ibuprofen tidak boleh dikonsumsi bersamaan dengan alkohol. Dosis Ibuprofen
lebih dari 2,4 g per hari, dapat menggantikan warfarin dari ikatannya dengan
protein plasma.
2.7.5 Kontra Indikasi
 Ibuprofen tidak boleh diberikan kepada pasien dengan gastritis karena
dapat menyebabkan iritasi lambung oleh karena inhibisi PGE2 pada
lambung.
 Ibuprofen tidak boleh diberikan kepada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal karena eksresi Ibuprofen melalui ginjal.
 Ibuprofen tidak boleh diberikan kepada ibu hamil trimester ketiga karena
dapat menyebabkan keterlambatan lahir.

P a g e 17 | 31
2.7.6 Efficacy
Ibuprofen memiliki efek analgesik, antipiretik, sekaligus antiinflamasi
sehinga lebih baik untuk mengatasi radang serta inflamasi dibandingkan
Parasetamol.
2.7.7 Safety
Ibuprofen dapat menimbulkan gangguan pada sistem gastrointestinal,
menimbulkan reaksi hipersensitivitas, dan dapat mengganggu aktivitas
antitrombotik apabila dikonsumsi bersamaan dengan aspirin.
2.7.8 Suitability
Secara umum diindikasikan untuk mengatasi demam, nyeri dan
inflamasi ringan hingga sedang (pada saat kondisi sakit kepala, termasuk
migren, dysmenorrhea, nyeri pasca operasi, nyeri gigi, gangguan otot rangka
dan persendian, rheumatoid arthritis, osteoartritis, juvenile arthritis [artritis
pada anak], gangguan periartikular, gangguan jaringan lunak, seperti terkilir
atau sprain dan strain).
Ibuprofen juga memiliki kandungan antiinflamasi sehingga dapat digunakan
apabila terdapat komplikasi berupa radang inflamasi pada penyakit yang
diderita pasien.
2.7.9 Cost
Harga Ibuprofen generik di pasaran cukup murah yaitu:
Ibuprofen suspensi 100 mg/5 ml btl 60 ml 4.725

Ibuprofen suspensi 200 mg/5 ml btl 60 ml 6.075

Ibuprofen tablet 200 mg btl 100 tablet 15.593

Ibuprofen tablet 400 mg ktk 10 x 10 tablet 27.680

2.7.10 Dosis
Dosis penggunaan Ibuprofen untuk anak adalah 20 mg/ kg BB/ hari dan untuk
dewasa adalah 200-400 mg/ hari, keduanya dalam dosis terbagi.

2.8 Kloramfenikol

2.8.1 Farmakokinetik
h. Absorbsi
P a g e 18 | 31
 Diabsorbsi secara cepat di GIT, bioavailability 75% sampai 90%.

 Kloramfenikol oral : bentuk aktif dan inaktif prodrug,


 Mudah berpenetrasi melewati membran luar sel bakteri.
 Pada sel eukariotik menghambat sintesa protein mitokondria sehingga
menghambat perkembangan sel hewan & manusia.
 Sediaan kloramfenikol untuk penggunaan parenteral (IV) adalah water-
soluble.
i. Distribusi
 Kloramfenikol berdifusi secara cepat dan dapat menembus plasenta.
 Konsentrasi tertinggi : hati dan ginjal
 Konsentrasi terendah : otak dan CSF (Cerebrospinal fluid).
 Dapat juga ditemukan di pleura dan cairan ascites, saliva, air susu, dan
aqueous dan vitreous humors.
j. Metabolisme
 Metabolisme : hati dan ginjal
 Half-life kloramfenikol berhubungan dengan konsentrasi bilirubin.
 Kloramfenikol terikat dengan plasma protein 50%; ↓pasien sirosis dan
pada bayi.
k. Eliminasi
Rute utama dari eliminasi kloramfenikol adalah pada metabolisme
hepar ke inaktif glukuronida.
2.8.2 Farmakodinamik
 Mekanisme:menghambat sintesis protein kuman.
 Masuk ke sel bakteri melalui diffusi terfasilitasi.
 Mekanisme resistensi : inaktivasi obat oleh asetil trensferase yang
diperantarai oleh factor R. Resistensi terhadap P. aeruginosa, Proteus
dan Klebsielaterjadi karena perubahan permeabilitas membran yang
mengurangi masuknya obat ke dalam sel bakteri
2.8.3 Efek Samping
Efek samping yang paling serius dari kloramfenikol (chloramphenicol)
adalah anemia aplastik, meskipun jarang tetapi secara umum sangat fatal bila
terjadi. kloramfenikol (chloramphenicol) juga menyebabkan tertekannya
sumsum tulang belakang selama pemakaian, dan bisa menyebabkan leukemia
P a g e 19 | 31
(kanker darah atau kanker sumsum tulang) pada pemakaian dalam jangka
waktu lama. pemberian secara Intravena bisa menyebabkan sindrom abu-abu
pada bayi baru dilahirkan ataupun bayi prematur. efek lain kloramfenikol
(chloramphenicol) adalah hipersensitivitas, ruam,urtikaria, mual, muntah,
diare, sakit kepala dan super infeksi.
2.8.4 Kontraindikasi

 Penderita yang hipersensitif atau mengalami reaksi toksik dengan


kloramfenikol.
 Jangan digunakan untuk mengobati influenza, batuk-pilek, infeksi
tenggorokan, atau untuk mencegah infeksi ringan.
 Wanita hamil dan menyusui.
 Penderita depresi sumsum tulang atau diskrasia darah.
2.8.5 Interaksi Obat
 Kloramfenikol menghambat metabolisme dikumarol, fenitoin,
fenobarbital, tolbutamid, klorpropamid dan siklofosfamid.
 Mengurangi efektivitas kontrasepsi oral.
 Mengurangi efektivitas suplemen zat besi dan vitamin B12 pada terapi
anemia.
 Meningkatkan efek antikoagulan oral, antidiabetes oral, dan fenitoin.
2.8.6 Dosis
 Dewasa, anak-anak, dan bayi berumur lebih dari 2 minggu : 50 mg/kg
BB sehari dalam dosis terbagi 3 – 4.
 Bayi prematur dan bayi berumur kurang dari 2 minggu : 25 mg/kg BB
sehari dalam dosis terbagi 4.
2.8.7 Efikasi
Chloramphenicol bakteriostatik untuk salmonella dan first line drug
untuk demam tifoid (nilai 9)
2.8.8 Safety
Karena efek sampignya bermasalah pada gastroenteritis berat dan
syndrome gray pada bayi sehingga tidak masalah (nilai 6)
2.8.9 Suitability
Digunakan untuk mengobati demam tifoid (nilai 8)
2.8.10 Cost
P a g e 20 | 31
chloramphenicol 125mg/5ml
1 botol/60 ml: 6.075,00-

2.9 Amoxicillin
2.9.1 Farmakokinetik
a. Absorbsi
Absorbsi amoxicillin di saluran cerna lebih baik daripada
ampicillin. Penyerapan amoxicillin tidak terhambat oleh adanya makanan
sehingga dapat diberikan setelah makan. Dengan dosis oral yang sama,
amoxicillin mencapai kadar dalam darah 2 kali lipat daripada ampicillin,
sedangkan masa paruh eliminasi kedua obat ini adalah sama.
b. Distribusi
Distribusi amoxicillin dan ampicillin kurang lebih sama. Ia
didistribusi luas di dalam tubuh dan ikatannya dengan protein plasma
hanya 20%. Amoxicilin yang masuk ke empedu mengalami sirkulasi
enterohepatik, tapi yang diekskresi di tinja cukup tinggi. penetrasi ke CSF
dapat mencapai kadar yang efektif pada keadaan radang meningen.
c. Metabolisme
Umumnya semua penisilin mengalami biotransformasi oleh
mikroba berdasarkan pengaruh enzim penisilinase dan amidase. Akibat
pengaruh penisilinase terjadi pemecahan cincin beta lactam yang
menyebabkan hilangnya aktifitas anti-mikroba.
d. Eliminasi
Penisilin umunya dieksresi di ginjal melalui proses sekresi di tubuli
ginjal yang dapat dihambat dengan adanya probenacid.

2.9.2 Farmakodinamik
Amoxicillin bekerja dengan mengambat pembentukan mukopeptida
yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Kerja amoxicillin bersifat
bakterisida, sehingga ampuh membunuh bakteri penyebab penyakit seperti E.
coli, Proteus mirabilis, H. influenza

2.9.3 Efek Samping

P a g e 21 | 31
 Reaksi alergi, antara lain urticarial, pruritus demam, pembengkakan
sendi, anemia hemolitik, nefritis, dan anafilaktik syok. Cross
allergenicity antara penisilin yang berbeda harus diperhatikan.

 Gangguan gastrointestinal seperti nausea dan diare dapat timbul.

2.9.4 Kontraindikasi

Obat ini sebaiknya jangan diberikan kepada pasien yang memiliki


riwayat alergi terhadap obat penisilin.

2.9.5 Efikasi
Amoxicillin memiliki kemampuan yang baik untuk membunuh bakteri
positif maupun negative. Obta ini ampuh bekerja untuk bakteri Listeria
monocytogenes, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Haemophilus influenza,
dan Moraxella catarrhalis. Amoxicillin juga dijadikan sebagai salah satu
antibiotik lini pertama yang digunakan untuk mengobati demam typhoid.

2.9.6 Safety

Dibandingkan dengan antibiotik lini pertama yang digunakan untuk


mengobati demam typhoid lainnya, amoxicillin memiliki efek samping yang
paling sedikit dan dirasa paling aman untuk diberikan kepada anak-anak. Efek
samping yang dimiliki oleh amoxiciliin adalah reaksi alergi dan gangguan
gastrointestinal. Dan pada kasus pasien tida memiliki riwayat alergi terhadap
obat apapun sehingga dirasa aman untuk diberikan.

2.9.7 Suitability
Amoxicillin cocok digunakan sebaga obat pilihan dalam kasus ini
karena kerjanya yang tepat untuk membunuh jenis bakteri pada kasus demam
typhoid. Selain itu, sediaan yang berada di Indonesia juga ada yang berbentuk
sirup yang cocok untuk anak dibawah umur yang mungkin belum bisa atau
terbiasa meminum sediaan tablet.

2.9.8 Cost
Harga untuk satu botol obat sirup amoxicillin (250 mg/5 ml) dengan
volume 60 ml adalah Rp. 6.961. bila dihitung dengan dosis yang dibutuhkan

P a g e 22 | 31
pasien dan total jumlah obat yang dibutuhkan, maka obat ini masih tergolong
murah.

2.10 Kotrimoxazol

Kotrimoxazol adalah kombinasi dari Sulfonamide (5) dan Trimethoprim (1).


Keduanya menghasilkan efek yang sinergis untuk memblok sintesis folat. Kombinasi obat
ini dapat bersifat bakterisidal.

1. Sulfonamide
Farmakokinetik dari obat ini distribusi obat sangat luas ke berbagai jaringan,
metabolism di hati, eksresinya di urine. Kelarutan dalam air akan turun jika
pada urin yang asam, sehingga dapat menjadi toksik. Berikatan kuat dengan
protein plasma, sehingga bersaing dengan bilirubin dan obat lainnya.
Mekanisme obat ini menghambat sintesis asam folat. Sebagai antimetabolite
dari PABA obat ini menjadi kompetitif inhibitor dari dihydripteroate synthase.
Resistensi bisa terjadi dengan mengubah jalur metabolite dari bakteri.
Penggunaan klinis Sulfonamide untuk ISK, infeksi ocular, infeksi terbakar,
ulcerative colitis, rheumatoid arthritis dan toxoplasmosis. Toksisitas yang
dapat terjadi adalah hipersensitivitas, N/V/D, hematotoxicity, nefrotoksik dan
interaksi obat.
2. Trimethoprim
Farmakokinetik dari obat ini secara structural mirip asam folat. Obat ini adalah
basa lemah dan akan di ekresi pada suasana urin yang asam, sehingga terdapat
konsentrasi yang tinggi pada cairan prostat dan vagina. Seluruhnya diekresi di
urine dalam bentuk yang tidak berubah. Half-life obat ini 10-12 jam.
Mekanisme obat ini menghambat sintesis asam folat. Sebagai kompetitif
inhibitor dari dihydrofolate reductase bakteri untuk mecegah pembentukan
asam tetrahidrofolat. Resistensi bisa terjadi dengan mengubah afinitas enzim
dihydrofolate reductase dari bakteri berkurang terhadap obat. Penggunaan
klinis Sulfonamide untuk ISK, infeksi saluran nafas, DOC pneumocystis
pneumonia, nocardioasis, typhoid fever, shigellosis, MRSA dan Listeria

P a g e 23 | 31
monocytogenes. Toksisitas yang dapat terjadi adalah anemia makrositik dan
trombositopenia.

Kami memberikan angka sembilan pada efikasi karena Salmonella termasuk


spectrum dari antibiotic ini. Safety kami berikan angka enam karena banyak efek
samping yang ditimbulkan. Suitabilitly kami memilih angka delapan karena T 480
mg/ hari berarti 240 mg/x dan S 1600 mg/hari berarti 800mg/x pasien lebih nyaman
dengan minum 2 kali sehari. Untuk cost kami memilih angka tujuh karena harga obat
yang paling rendah yaitu, Rp. 5000,00 dibandingkan obat lainnya.

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Keluhan Utama


Panas tinggi.

3.2 Kata Kunci


 Anak perempuan
 11 tahun
 Berat badan 40 kg

P a g e 24 | 31
 Suhu axilla 39oC
 Sudah 5 hari
 Pusing
 Nyeri perut
 Susah buang air besar (konstipasi)
 Kebiasaan jajan sembarangan
 Pemeriksaan lainnya :
- Jumlah Leukosit 17.000 /mm3
- Hb 10 gr/dl
- Widal test O dan H = 1/360

3.3 Diagnosis
Typhoid Fever

3.4 Tujuan Pengobatan Spesifik


Membunuh bakteri penyebab Typhoid Fever yaitu Salmonella typhosa dan mengatasi
gejala dengan terapi simptomatis.

3.5 Inventarisis Kelompok Obat yang Efektif


Kelompok Antipiretik + analgesik dan Antibiotik
3.6 P-Drug
 Golongan Obat Antipiretik

Golongan Efficacy Safety Suitability Cost Total


Obat (50%) (20%) (20%) (10%)

Paracetamol 400 160 180 90 830

Ibuprofen 450 140 160 70 820

Dari tabel di atas, kami memilih Paracetamol karena memiliki total tertinggi,
meliputi segi keamanan dan kenyamanan penggunan serta harganya yang lebih
terjangkau.

P a g e 25 | 31
 Golongan Obat Antibiotik

Efficacy Safety Suitability Cost Total


Golongan Obat
(50%) (20%) (20%) (10%)

Chloramphenicol 450 180 140 60 830

Amoxicillin 450 180 140 90 860

Kotrimoksasol 450 160 160 70 840

Dari tabel di atas, kami memilih Amoxicillin karena memiliki nilai tertinggi,
terutama jika dilihat dari segi harga yang lebih terjangkau.

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Obat yang dipilih untuk pasien dengan demam typhoid adalah antibiotik,
antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi.
Amoxicillin dipilih sebagai antibiotik karena Amoxicillin termasuk dalam
golongan obat lini pertama untuk mengobati demam typhoid. Selain itu, Amoxicillin
juga memiliki spektrum yang luas dan memiliki efek samping yang lebih kecil
dibandingkan obat yang lainnya.

P a g e 26 | 31
Paracetamol dipilih sebagai antipiretik dengan sedikit anti-inflamasi. Sebagai
anti-piretik, Paracetamol diharapkan dapat menurunkan demam, sehingga pasien
dapat beraktivitas dengan lancar.

Obat yang diberikan sebagai berikut:


A. Amoxicillin
 Bentuk sediaan : Suspensio (obat jadi)
 Cara Pemberian : Per oral
 Dosis Pemberian : 500 mg 4 kali sehari
 Lama pemberian : Obat dikonsumsi hingga habis
 Efek samping : Alergi dan gangguan pencernaan (nausea dan diare)

B. Paracetamol
 Bentuk sediaan : Suspensio (obat racikan)
 Cara Pemberian : Per oral
 Dosis Pemberian : 400 mg 3 kali sehari
 Lama pemberian : Obat dikonsumsi hingga gejala hilang
 Efek samping : Gangguan sistem pencernaan, mual, muntah, nafsu makan
berkurang.
4.2 Saran

P-treatment yang bersifat non-farmakologis juga diberikan pada pasien dalam


bentuk edukasi berupa anjuran untuk:
 Menghabiskan antibiotik yang telah diresepkan
 Menghentikan penggunaan Ibuprofen apabila gejala sudah hilang
 Menghindari jajan di sembarangan tempat, terutama di tempat yang tidak
terjamin kebersihan makanannya
 Menjaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan
 Mengurangi aktivitas yang dapat menyebabkan kelelahan berlebih

P a g e 27 | 31
LAMPIRAN

Resep

dr. Daeng Kulle


SIP: 031 / 2017
Alamat : Jl. Urip Sumoharjo

Makassar, 18 Desember 2017

R/ Susp. Amoxicillin 250mg / 5ml fl. No. VII


ʃ 4 dd. cth. II p.c.

Pro : An. Bacco


Usia : 11 tahun
Alamat : Jl. Yang lurus

P a g e 28 | 31
dr. Daeng Kulle
SIP: 031 / 2017
Alamat : Jl. Urip Sumoharjo

Makassar, 18 Desember 2017

R/ Paracetamol 6g
CMC Na 1%
Sir. Simplex 10%
Aquadest. Ad 75 ml
m.f.la. susp.
ʃ 3 dd. cth.I p.c. p.r.n

Pro : An. Bacco


Usia : 11 tahun
Alamat : Jl. Yang lurus

P a g e 29 | 31
Daftar Pustaka

Buku Saku Dokter. (2017). CHLORAMPHENICOL. [online] Available at:


https://bukusakudokter.org/2012/12/08/chloramphenicol/ [Accessed 25 Oct. 2017].
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. (2009). Farmakologi dan Terapi Edisi 5.
Jakarta: Bagian Farmakologi FK UI.
Drugbank.ca. (2017). Chloramphenicol - DrugBank. [online] Available at:
https://www.drugbank.ca/drugs/DB00446 [Accessed 25 Oct. 2017].
Farmasiana. (2017). chloramphenicol : Dosis obat | Kegunaan | Efek samping. [online]
Available at: https://www.farmasiana.com/chloramphenicol/kloramfenikol/ [Accessed
25 Oct. 2017].
Garina, L.A. Tifoid Berat pada Anak. [online] Available at :
http://repository.unisba.ac.id/bitstream/handle/123456789/117/Lisa_2014_Tifoid_ber
at_pada_anak_SV.pdf?sequence=1&isAllowed=y [Accessed 25 October 2017].
Handayani, N.P.D.P., 2014. Karakteristik Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Demam, Kadar
Hemoglobin, Leukosit, dan Trombosit Penderita Demam Tifoid pada Pasien Anak di
RSU Anutapura Tahun 2013. [online] Available at :
http://lib.fkik.untad.ac.id/index.php?p=show_detail&id=1496&keywords= [Accessed
25 October 2017].
Inawati (2009). DEMAM TIFOID, [online] 20(20). Available at:
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus%20Desember
%202009/DEMAM%20TIFOID.pdf [Accessed 25 Oct. 2017].
Natari, N.N.L., Yasa, I.W.P.S., Lestari, A.A.W., 2014. Karakteristik Penderita Demam Tifoid
dengan Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap dan Uji Widal di RSIA Puri Bunda Periode
Oktober 2013 – Januari 2014. [online] Available at :
http://erepo.unud.ac.id/17077/1/1002006085-2-
JURNAL%20PUBLIKASI%20NI%20NYOMAN%20LOKA%20NATARI%20BAR
U%202.pdf [Accessed 25 October 2017].
PATOFISIOLOGI. (2017). TYPHOID. [online] Available at:
https://patofisiologi.wordpress.com/2010/12/04/typhoid/ [Accessed 25 Oct. 2017].
Sucipta, A.A.M., 2015. Baku Emas Pemeriksaan Laboratorium Demam Tifoid pada Anak.
Skala Husada, [online], 12 (1), pp. 22-26. Available at : http://poltekkes-
denpasar.ac.id/files/JSH/V12N1/A.A%20Made%20Sucipta.pdf [Accessed 25 October
2017].
Trevor, A., Katzung, B. and Kruidering-Hall, M. (2015). Pharmacology examination &
board review. 10th ed. New York: McGraw-Hill, p.384.
Velina, V.R., Hanif, A.M., Efrida, 2016. Gambaran Hasil Uji Widal Berdasarkan Lama
Demam pada Pasien Suspek Demam Tifoid. Kesehatan Andalas, [online], 5 (3).

P a g e 30 | 31
Available at : http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/602/488
[Accessed 25 October 2017].

P a g e 31 | 31

Anda mungkin juga menyukai