1 Mahasiswa/i
Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat yang Mengalami Obesitas tentang Osteoarthritis Lutut di
Desa Guji Baru Jakarta Barat Tahun 2017.
Pengetahuan Osteoarthritis
Obesitas
Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago
sendi. Vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan kaki adalah bagian yang paling sering terkena. Prevalensi
osteoarthritis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada pria, dan 12.7% pada wanita. Pasien
osteoarthritis biasanya mengeluh pada saat waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada
sendi yang terkena. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat
mengganggu mobilitas pasien. Karena prevalensi yang cukup tinggi dan sifatnya yang kronik-progresif,
osteoarthritis mempunyai dampak sosio-ekonomik yang besar, baik di negara maju ataupun berkembang.
Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang usia lanjut di Indonesia menderita cacat karena osteoarthritis. Pada
abad mendatang tantangan terhadap dampak osteoarthritis akan lebih besar karena semakin banyaknya
populasi yang berumur tua.1
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi yang terdiagnosis oleh tenaga
kesehatan di Indonesia sebanyak 24,7%, jika berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala tertinggi
di Nusa Tenggara Timur 33,1%, diikuti Jawa Barat 32,1%, Bali 30%, dan DKI Jakarta 28,1%. Jika dilihat
dari karakteristik umur, prevalensi tertinggi pada umur ≥75 tahun (54,8%). Penderita wanita juga lebih
banyak (27,5%) dibandingkan dengan pria (21,8%). Penyakit ini menyebabkan nyeri dan disabilitas pada
penderita sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Di Amerika, 1 dari 7 penduduk menderita
osteoarthritis lutut. Osteoarthritis menempati urutan kedua setelah penyakit kardiovaskuler sebagai
penyebab ketidakmampuan fisik (seperti berjalan dan menaiki tangga) di dunia barat. 2 Dampak ekonomi,
psikologi dan sosial dari osteoarthritis sangat besar, tidak hanya untuk penderita, tetapi juga keluarga dan
lingkungan.3
Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), penduduk yang mengalami gangguan
osteoarthritis lutut di Indonesia tercatat 8,1% dari total penduduk. Sebanyak 29% diantaranya melakukan
pemeriksaan dokter, dan sisanya atau 71% mengonsumsi obat bebas pereda nyeri.4
Osteoarthritis lutut bersifat progresif lambat, umumnya terjadi pada usia lanjut, walaupun usia
bukan satu-satunya faktor risiko.1 Faktor lain yang diduga menjadi pemicu osteoarthritis lutut adalah
obesitas. Obesitas merupakan suatu kondisi dimana perbandingan berat badan dan tinggi badan melebihi
standar yang ditentukan.5 Obesitas sering dikaitkan sebagai faktor yang memperparah osteoarthritis lutut.
Dampak buruk dari berat badan berlebih dapat mencapai empat hingga lima kali lebih besar sehingga
mempercepat kerusakan struktur tulang rawan sendi.6
Hipotesis:
Masyarakat yang mengalami obesitas memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang osteoarthritis
lutut.
10 Tujuan Penelitian Uraikan tujuan khusus dan makna penelitian harus diuraikan dengan jelas.
Tujuan Khusus:
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan khusus, yaitu untuk mengidentifikasi :
1. Diketahuinya pengetahuan masyarakat yang mengalami obesitas tentang osteoarthritis dengan
pengetahuan baik.
2. Diketahuinya pengetahuan masyarakat yang mengalami obesitas tentang osteoarthritis dengan
pengetahuan cukup.
3. Diketahuinya pengetahuan masyarakat yang mengalami obesitas tentang osteoarthritis dengan
pengetahuan kurang.
Manfaat Penelitian :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, antara lain :
1. Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah dan tenaga pemberi layanan
kesehatan untuk meningkatkan sosialisasi tentang osteoarthritis pada masyarakat.
2. Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai osteoarthritis agar masyarakat dapat
mengerti dan dapat mengambil sikap untuk mencegah terjadinya osteoarthritis.
3. Peneliti Lain
Sebagai bahan kajian pustaka bagi peneliti lain, terutama peneliti yang karena pertimbangan
tertentu ingin melakukan penelitian lanjutan atau melakukan penelitian yang sejenis.
11 Tinjauan Pustaka
7
Gambar2.1.3. A. Kiri : Gambar Sendi Lutut Normal.B. Kanan :gambar sendi lutut yang mengalami osteoarthritis. 5
Terjadinya osteoarthritis tidak lepas dari banyak persendian yang ada di dalam tubuh manusia.
Sebanyak 230 sendi menghubungkan 206 tulang yang memungkinkan terjadinya gesekan. Untuk
melindungi tulang dari gesekan, di dalam tubuh ada tulang rawan. Namun karena berbagai faktor risiko
Nyeri Sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama yang seringkali membawa pasien ke dokter(meskipun
mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya). Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan beristirahat. Beberapa gerakan tertentu kadang-
kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibanding gerakan yang lain. Nyeri pada osteoarthritis
juga dapat berupa penjalaran atau akibat radikulopati, misalnya pada osteoarthritis servikal dan
lumbal. Osteoarthritis lumbal yang menimbulkan stenosis spinal mungkin menimbulkan keluhan
nyeri di betis, yang biasa disebut claudication intermitten.1
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan dengan
bertambahnya rasa nyeri.1
Kaku Pagi
Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilitas, seperti duduk di kursi
atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur.1
10
Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (seringkali terlihat di lutut atau tangan)
secara pelan-pelan membesar.1
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir semua pasien osteoarthritis
pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan
gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien
osteoarthritis yang umumnya tua.1
Untuk penyakit dengan penyebab yang tak jelas, istilah faktor risiko (faktor yang meningkatkan
risiko penyakit) adalah lebih tepat. Secara garis besar faktor risiko untuk timbulnya osteoarthritis
(primer) adalah seperti dibawah ini. Harus diingat bahwa masing-masing sendi mempunyai biomekanik,
cedera, dan persentase gangguan yang berbeda, sehingga peran faktor-faktor risiko tersebut untuk masing-
masing osteoarthritis tertentu berbeda. Dengan melihat faktor-faktor risiko ini, maka sebenarnya semua
osteoarthritis individu dapat dipandang sebagai :
-
Faktor yang mempengaruhi predisposisi generalisata.
-
Faktor-faktor yang menyebabkan beban biomekanis tak normal pada sendi-sendi tertentu.
Kegemukan, faktor genetik, dan jenis kelamin adalah faktor risiko umum yang penting.
1. Umur
Dari semua faktor risiko untuk timbulnya osteoarthritis, faktor ketuaan adalah yang
terkuat. Prevalensi dan beratnya osteoarthritis semakin meningkat dengan bertambahnya umur.
Osteoarthritis hampir tidak pernah pada anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun, dan
sering pada umur di atas 60 tahun. Akan tetapi harus diingat bahwa osteoarthritis bukan akibat
ketuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada ketuaan berbeda dengan perubahan pada
osteoarthritis.1
11
Wanita lebih sering terkena osteoarthritis lutut, sedangkan laki-laki lebih sering terkena
osteoarthritis paha, pergelangan tangan, leher. Secara keseluruhan, di bawah 45 tahun frekuensi
osteoarthritis kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita, tetapi di atas 50 tahun (setelah
menopause) frekuensi osteoarthritis lebih banyak pada wanita daripada pria. Hal ini menunjukkan
adanya peran hormonal pada pathogenesis osteoarthritis.1
3. Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoarthriti, misalnya pada ibu dari
seorang wanita dengan osteoarthritis pada sendi-sendi interfalang distal (nodus Heberden) terdapat
2 kali lebih sering osteoarthritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anak perempuan cenderung
mempunyai 3 kali lebih sering, daripada ibu dan anak perempuan-perempuan dari wanita tanpa
osteoarthritis tersebut. Adanya mutasi dalam gen prokolagen II atau gen-gen struktural lain untuk
unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat atau proteoglikan
dikatakan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada osteoarthritis tertentu.1
4. Obesitas
Salah satu faktor risiko dari osteoarthritis adalah obesitas atau kegemukan dan orang yang
mengalami obesitas rentan terhadap terjadinya osteoarthritis akibat menopang berat badan yang
berlebih. Obesitas nyata berkaitan dengan meningkatnya risiko untuk timbulnya osteoarthritis baik
pada wanita maupun pada pria. Obesitas ternyata tak hanya berkaitan dengan osteoarthritis pada
sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan osteoarthritis sendi lain (tangan atau
sternoklavikula). Oleh karena itu disamping faktor mekanis yang berperan (karena meningkatnya
beban mekanis), diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan
tersebut.8
Demikian juga cedera sendi dan olahraga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan
dengan risiko osteoarthritis yang lebih tinggi. Peran beban benturan yang berulang pada timbulnya
osteoarthritis masih menjadi pertentangan. Aktivitas-aktivitas tertentu dapat menjadi predisposisi
osteoarthritis cedera traumatic (misalnya robeknya meniscus, ketidakstabilan ligament) yang dapat
12
Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat, terutama yang banyak
menggunakan kekuatan yang bertumpu pada lutut. Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian
satu sendi yang terus-menerus (misalnya tukang pahat, pematik kapas) berkaitan dengan
peningkatan risiko osteoarthritis tertentu.8
7. Kebiasaan Merokok
Merokok meningkatkan kandungan racun dalam darah dan mematikan jaringan akibat
kekurangan oksigen, yang memungkinkan terjadinya kerusakan tulang rawan. Rokok juga dapat
merusakkan sel tulang rawan sendi. Hubungan antara merokok dengan hilangnya tulang rawan
pada osteoarthritis lutut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel tulang rawan sendi.
2. Merokok dapat meningkatkan tekanan oksidan yang mempengaruhi hilangnya tulang rawan.
3. Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida dalam darah, menyebabkan
jaringan kekurangan oksigen dan dapat menghambat pembentukan tulang rawan.9
13
Hambatan Gerak
Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada osteoarthritis yang masih dini (secara
radiologis). Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi hanya bias
digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerak)
maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja).11
Krepitasi
Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis osteoarthritis lutut. Pada awalnya hanya berupa
perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa.
Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu. Gejala ini
mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau
secara pasif di manipulasi.11
Pembengkakan sendi pada osteoarthritis dapat timbul karena efusi pada sendi yang biasanya tak
banyak (<100 cc). Sebab lain ialah karena adanya osteofit, yang dapat mengubah permukaan
sendi.11
Tanda Peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata
dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada osteoarthritis karena adanya sinovitis. Biasanya
tanda-tanda ini tak menonjol dan timbul belakangan, seringkali dijumpai di lutut, pergelangan
kaki, dan sendi-sendi kecil tangan dan kaki.11
Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi,
berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan perubahan pada tulang dan permukaan sendi.11
14
Hanya pemeriksaan laboratorium pada osteoarthritis biasanya tak banyak berguna. Darah tepi
(hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas-batas normal, kecuali osteoarthritis
generalisata yang harus dibedakan dengan artritis peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA,
faktor rheumatoid, dan komplemen) juga normal. Pada osteoarthritis yang disertai peradangan,
mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan ringan
sel peradangan (<8000/m) dan peningkatan protein.12
2.1.8 Pengelolaan
Pengelolaan osteoarthritis berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena) dan berat
ringannya sendi yang terkena. Pengelolaanya terdiri dari 3 hal :1
Terapi non-farmakologis :
o Edukasi atau penerangan
o Terapi fisik dan rehabilitasi
o Penurunan berat badan
Terapi farmakologis :
o Analgesik oral non-opiat
15
Terapi Non-Farmakologis
1. Penerangan
Maksud dari penerangan adalah agar pasien mengetahui sedikit seluk-beluk tentang penyakitnya,
bagaimana menjaganya agar penyakitnya tidak bertambah parah serta persendiannya tetap dapat
dipakai.1
Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk
melindungi sendi yang sakit.1
Berat badan yang berlebihan ternyata merupakan faktor yang akan memperberat penyakit
osteoarthritis. Oleh karenanya berat badan harus selalu dijaga agar tidak berlebihan. Apabila berat
badan berlebihan, maka harus diusahakan penurunan berat badan, bila mungkin mendekati berat
badan ideal.1
Terapi Farmakologis
Pada umumnya pasien telah mencoba untuk mengobati sendiri penyakitnya, terutama dalam hal
ini mengurangi atau menghilangkan rasa sakit. Banyak sekali obat-obatan yang dijual bebas yang
mampu mengurangi rasa sakit. Pada umumnya pasien mengetahui hal ini dari iklan atau media
masa, baik cetak, radio ataupun televisi.13
16
Analgesik topical dengan mudah dapat kita dapatkan dipasaran dan banyak sekali yang dijual
bebas. Pada umunya pasien telah mencoba terapi dengan cara ini, sebelum memakai obat-obatan
peroral lainnya.13
Apabila dengan cara-cara tersebut diatas tidak berhasil, pada umumnya pasien mulai datang ke
dokter. Dalam hal seperti ini kita pikirkan untuk pemberian OAINS, oleh karena obat golongan ini
di samping mempunyai efek analgetik juga mempunyai efek anti inflamasi. Oleh karena pasien
osteoarthritis kebanyakan usia lanjut, maka pemberian obat-obatan jenis ini harus sangat berhati-
hati. Jadi pilihlah obat yang efek sampingnya minimal dan dengan cara pemakaian yang
sederhana, di samping itu pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya efek samping selalu
harus dilakukan.13
4. Chondroprotective Agent
Yang dimaksud dengan chodroprotective agent adalah obat-obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan (repair) tulang rawan sendi pada pasien osteoarthritis. Sebagian peneliti
menggolongkan obat-obatn tersebut dalam Slow Acting Anti Osteoarthtritis Drugs (SAAODs) atau
Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam
kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan,
vitamin-C, superoxide dismutase dan sebagainya.
-
Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai kemampuan untuk menghambat kerja enzim MMP dengan
cara menghambatnya. Salah satu contoh adalah doxycycline, sayangnya obat ini baru dipakai pada
hewan dan belum dipakai pada manusia.
-
Asam hialuronat disebut juga sebagai viscosupplement oleh karena salah satu manfaat obat ini
adalah dapat memperbaikiviskositas cairan synovial, obat ini diberikan secara inta-artikular. Asam
hialuronat ternyata memegang peranan penting dalam pembentukan matriks tulang rawan melalui
agregasi dengan proteoglikan. Disamping itu pada binatang percobaan, asam hialuronat dapat
mengurangi inflamasi pada sinovium, menghambat angiogenesis dan khemotaksis sel-sel
inflamasi.
17
Terapi Bedah
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi rasa sakit dan
juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang menganggu aktivitas sehari-hari.13
18
Kegemukan (overweight) dan obesitas merupakan dua hal yang berbeda, namun demikian
keduanya sama-sama menunjukkan adanya penumpukan lemak yang berlebihan di dalam tubuh, yang
ditandai dengan peningkatan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas normal. Obesitas merupakan faktor
utama terjadinya osteoarthritis.13
Obesitas sering dikaitkan sebagai faktor yang memperparah osteoarthritis pada pasien. Terutama
pada sendi lutut, dampak buruk dari berat badan berlebih dapat mencapai empat hingga lima kali lebih
besar sehingga mempercepat kerusakan struktur tulang rawan sendi. Hasil penelitian Booth et al.
menunjukkan bahwa obesitas memberikan nilai adds ratio sebanyak 8,0 terhadap risiko osteoarthritis
lutut. Studi lain dari peneliti kesehatan masyarakat University College London menyimpulkan bahwa
obesitas meningkatkan risiko terjadinya osteoarthritis hingga empat kali banyaknya pada pria dan tujuh
kali pada wanita. Terjadinya osteoarthritis lutut pada salah satu pasien obese meningkat mencapai lima
kali lipat dibandingkan dengan pasien non-obese.6
Obesitas juga dianggap sebagai salah satu faktor yang meningkatkan intensitas nyeri yang
dirasakan pasien osteoarthritis lutut. Pasien osteoarthritis lutut dengan obesitas sering mengeluhkan nyeri
pada sendi lututmya dibandingkan dengan pasien yang non obese. Peningkatan dari rasa nyeri dan
ketidakmampuan fungsi pada pasien penderita osteoarthritis semakin meningkat seiring dengan
berjalannya waktu.6
Indeks massa tubuh (IMT) adalah metode yang murah, mudah dan sederhana untuk menilai
status gizi pada seorang individu, namun tidak dapat mengukur lemak tubuh secara langsung.
Pengukuran dan penilaian menggunakan IMT berhubungan dengan kekurangan dan kelebihan status
gizi. Gizi kurang dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi dan gizi lebih dengan
akumulasi lemak tubuh berlebihan meningkatkan risiko menderita penyakit degenerative.15
Rumus untuk mengetahui nilai IMT dapat dihitung dengan rumus metrik berikut:
IMT = Berat badan (Kg)
[Tinggi badan (m)]2
19
Tabel No. 1
Klasifikasi IMT (WHO)15
Klasifikasi BMI (kg/cm2)
Berat badan kurang < 18,50
Sangat kurus < 16,00
Kurus 16,00 – 16,99
Sedikit kurus 17,00 – 18,49
Normal 18,50 – 24,99
Berat badan lebih ≥ 25,00
Pre-obesitas 25,00 – 29,99
Obesitas ≥ 30,00
Obesitas derajat I 30,00 – 34,99
Obesitas derajat II 35,00 – 39,99
Obesitas derajat III ≥ 40,00
Klasifikasi lain juga disusun oleh WHO yang secara khusus diperuntukkan pada
orang dewasa Asia, yang dapat dilihat pada tabel no. 2.15
Tabel No. 2
Klasifikasi IMT Asia (WHO)15
Klasifikasi BMI (kg/cm2)
Berat badan kurang < 18,50
Normal 18,50 – 22,99
Berat badan lebih ≥ 23,00
Beresiko (Pre-obesitas) 23,00 – 24,99
Obesitas derajat I 25,00 – 29,99
Obesitas derajat II ≥ 30,00
2.3 PENGETAHUAN
Pengetahuan adalah kepandaian atau segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal.
Sedangkan menurut Notoatmodjo, pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Berdasarkan dua definisi pengetahuan
diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan keseluruhan pemikiran manusia yang
21
Perilaku manusia dibagi menjadi tiga domain yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Pengetahuan
termasuk dalam domain kognitif dan memiliki enam tingkatan, antara lain :
a. Tahu (Know)
Tahu merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat
kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu adalah ia
dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan.16
b. Memahami (Comprehensing)
Memahami artinya kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar tentang
objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan,
memberikan contoh, dan menyimpulan.16
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan
kondisi nyata. Aplikasi disini dapat diartikan penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dalam
situasi nyata.16
d. Analisis (Analysis)
Analisis artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian lebih kecil
tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran
kemampuan adalah ia dapat menggambarkan, membuat bagan, membedaka, memisahkan, membuat
bagan proses adopsi perilaku, dan dapat membedakan pengertian psikologi dengan fisiologi.16
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi
yang ada. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan, dan
menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.16
22
Evaluasi yaitu suatu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Penilaian
tersebut berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan, baik itu kriteria sendiri maupun kriteria
yang telah ada.16
2.3.2 Cara Memperoleh Pengetahuan
Cara memperoleh pengetahuan, biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari
berbagai macam sumber, misalnya : media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas
kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya. Menurut Notoatmodjo (2003) dari
berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang
sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni :17
a. Cara Tradisional atau Non Ilmiah
Cara ini dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum
adanya peradaban. Pada waktu ini bila seseorang menghadapi persoalan atau
masalah, upaya yang dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, maka
dicoba kemungkinan yang lain sampai berhasil. Oleh karena itu cara ini disebut
dengan metode Trial (coba) dan Error (gagal atau salah) atau metode coba-salah
adalah cobacoba. Metode ini telah banyak jasanya terutama dalam meletakkan
dasar-dasar menemukan teori-teori dalam berbagai ilmu pengetahuan. Hal ini juga
merupakan pencerminan dari upaya memperoleh pengetahuan, walaupun pada taraf
yang masih primitive. Pengalaman yang diperoleh melalui penggunaan metode ini
banyak membantu perkembangan berfikir dan kebudayaan manusia ke arah yang
lebih sempurna.17
23
4) Jalan Pikiran
2. Pendidikan merupakan proses menumbuh kembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia
melalui pengetahuan, sehingga dalam pendidikan perlu dipertimbangkan umur (proses
perkembangan klien) dan hubungan dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang atau lebih mudah menerima ide-ide dan
teknologi. Pendidikan meliputi peranan penting dalam menentukan kualitas manusia. Dengan
pendidikan manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan implikasinya. Semakin tinggi
pendidikan, hidup manusia akan semakin berkualitas karena pendidikan yang tinggi akan
membuahkan pengetahuan yang baik yang menjadikan hidup yang berkualitas.17
3. Paparan media massa, melalui berbagai media massa baik cetak maupun elektronik maka berbagai
informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media
massa akan memperoleh informasi yang lebih banyak dan dapat mempengaruhi tingkat
pengetahuan yang dimiliki.17
4. Sosial ekonomi (pendapatan) dalam memenuhi kebutuhan primer, maupun skunder keluarga,
status ekonomi yang baik akan lebih mudah tercukupi dibanding orang dengan status ekonomi
rendah, semakin tinggi status sosial ekonomi seseorang semakin mudah dalam mendapatkan
pengetahuan, sehingga menjadikan hidup lebih berkualitas.17
5. Hubungan sosial, faktor mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikan untuk menerima
pesan menurut model komunikasi media. Apabila hubungan sosial seseorang dengan individu baik
maka pengetahuan yang dimiliki juga akan bertambah.17
6. Pengalaman adalah suatu sumber pengetahuan atau suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. Pengalaman seseorang
individu tentang berbagai hal biasanya diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam proses
pengembangan misalnya sering mengikuti organisasi.17
25
Atas dasar informasi dari tinjauan kepustakaan diatas , maka ditunjukkan Kerangka Teori sebagai
berikut:
26
TINGKAT
PENGETAHUAN OSTEOARTHRITIS
27
12.4 Sampling (menyebutkan teknik sampling dan menghitung besar sampel dengan rumus yang
sesuai)
Pengambilan sampel yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah dengan menggunakan
metode simple random sampling atau pemilihan sampel acak terhadap seluruh populasi
terjangkau yang telah ditentukan sebelumnya.
Besar sampel minimal yang dibutuhkan untuk penelitian ini akan ditentukan dengan
menggunakan rumus :
28
Dengan menggunakan rumus diatas, diperoleh besar sampel minimal yang akan diteliti
sebanyak :
Jumlah sampel penelitian yang didapatkan dari perhitungan rumus diatas sebanyak 91
responden. Peneliti menambahkan 10% dari total sampel untuk mengantisipasi adanya
responden yang drop out. Formula yang digunakan untuk koreksi atau penambahan jumlah
sampel adalah :
n’ = n
1-f
Keterangan :
n’ = besar sampel setelah dikoreksi
n = jumlah sampel berdasarkan estimasi sebelumnya
f = prediksi sampel drop out (10%)
29
timbangan badan, dan laptop untuk pencatatan dan analisis data.
12.6.3 Cara
1. Tahap persiapan, meliputi :
a. Penyusunan proposal dan seminar proposal.
2. Tahap pelaksanaan, meliputi :
a. Menghubungi Lurah kemudian ketua RW Kelurahaan Desa Guji Baru
yang menjadi daerah penelitian untuk melaporkan tujuan diadakannya
penelitian di daerah tersebut.
b. Pemilihan responden sesuai dengan kriteria penelitian.
c. Meminta responden untuk mengisi kuesioner yang telah dipersiapkan.
d. Melakukan pengukuran Indeks Massa Tubuh
30
Dari rumus diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan nilai IMT seseorang,
terlebih dahulu kita perlu mengetahui berat badan dan tinggi badan orang tersebut. Pada
subjek yang berusia lebih dari 2 tahun dan dapat berdiri, tinggi badan diukur dengan
menggunakan mikrotoa yang sudah dikalibrasi dan diletakkan pada ketinggian yang
sesuai. Tinggi badan diukur dengan terlebih dahulu menempatkan subjek untuk berdiri
pada pijakan yang keras dan rata tanpa alas kaki dengan posisi tegak, yaitu kedua kaki
yang rapat pada tumit, posisi kepala membentuk bidang Frankfurt, serta tumit, bokong,
skapula, dan kepala menyentuh dinding tempat diletakkannya mikrotoa. Pengukuran
tinggi badan dilakukan dengan menarik turun mikrotoa hingga menyentuh puncak kepala
subjek tanpa menekannya, yang kemudian dibaca dengan mata pemeriksa setinggi alat
hingga ketelitian 1 milimeter.
Berat badan subjek dapat diperoleh dengan menggunakan timbangan badan yang
sudah ditera dan diletakkan pada permukaan yang rata dan keras. Pengukuran diawali
dengan memastikan bahwa subjek berada dalam keadaan belum makan dan sudah buang
air besar dan kecil. Subjek juga seharusnya menanggalkan seluruh pakaian, atau
menggunakan pakaian yang sudah diketahui beratnya. Setelah mengembalikan jarum
timbangan badan ke posisi 0 (pada timbangan badan dengan jarum), subjek diminta
untuk berdiri tegak dengan santai tanpa bergerak diatas timbangan badan, sambil melihat
lurus ke depan dan memposisikan kepala membentuk bidang Frankfurt. Pembacaan hasil
pengukuran dilakukan oleh pemeriksa dengan mata sejajar dengan jarum yang akan
dibaca hingga ketelitian 0,1 kilogram.
3.Tahap Penulisan
Data yang telah terkumpul dianalisis secara univariat serta diinterpretasikan
dalam bentuk laporan.
TOTAL Rp 350.000
32
33
34
Implikasi Etik Eksperimental pada Manusia Berikan pernyataan singkat mengenai permasalahn etik
yang dapat timbul dari eksprimentasi, dan jelaskan bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi. Permasalahan etik
termasuk (a) bahaya dan komplikasi perlakuan, (b) kerahasiaan data (confidentiality), (c) Informed consent, dan sebagainya.
35
1. Joewono Soeroso, Harry Isbagio, Handono Kalim, et all. Osteoartritis. Dalam: Setiati S, Alwi I,
Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3. Edisi
ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2015: h. 3199-211, 2568-70.
2. Reginster J.Y. The Prevalence and Burden of Osteoarthritis.Rheumatology. 2002; 41 (suppl 1) : h.
3 – 6.
3. Wibowo Dhidik Tri, Kurniawan Yusuf, Latifah Tati, et all. Perancangan dan Implementasi Sistem
Bantu Diagnosis Penyakit Osteoartritis dan Reumatoid Artritis Melalui Deteksi Penyempitan
Celah Sendi pada Citra X-Ray Tangan dan Lutut. Dalam Temu Ilmiah Reumatologi. Jakarta ; 2003
: h. 168 – 172.
4. Pranatha INA. Penambahan Latihan Pengutan dengan En Tree pada Intervensi Ultra Sound dan
Tens untuk Mengurangi Nyeri pada Penderita Osteoartritis Lutut di RSUP Sanglah Denpasar.
Denpasar : Bagian Fisioterapi Universitas Udayana Denpasar. 2011. [ cited 2017 April 2 ]
available from : http://ojs.unud.ac.id
5. Konggres Nasional Ikatan Reumatologi Indonesia VI. 2005, 10:21:40. Available from :
http://pemda-diy.go.id/berita
6. Booth BL. OKU: Orthopaedic Knowledge. Hip and Knee Reconstruction: Osteoarthritis dan
Arthritis Inflamatoric ; 2006; 3(16): h. 23-30.
7. Imayati K. Laporan Kasus Osteoartritis. Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Denpasar: Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Denpasar. 2011. [ cited 2017 Mei 5 ] available from :
http://ojs.unud.ac.id
8. Tangtrakulwanich Boonsin , Geater Alan F., Chongsuvivatwong Virasakdi. Prevalence, Patterns
and Risk Factors Of Knee OA In Thai Monks. Journal of Orthopaedic Science. 2006; 11(5) : h.
439 - 445.
9. Hunter D.J., March L., Sambrook P.N. Knee Osteoarthritis : The Influence of Environmental
Factors. Clinical Exp Rheumatology. 2002; 20 : h. 93 – 100.
10. Maharani E.P. Faktor-Faktor Risiko Osteoartritis Lutut (Studi Kasus di Rumah Sakit Kariadi
Semarang). 2007-08-31. [ cited 2017 April 10 ] available from : http://eprints.undip.ac.id
11. Lau E.C., Cooper C., Lam D., Chan V.N.H., Tsang K.K., Sham A.Factors Associated with
Osteoarthritis of the Hip and Knee in HongKong Chinese: Obesity, Joint Injury, and Occupational
Activities. American Journal Epidemiology. 2000; 152 : h. 855 – 62.
12. Davey P. At a glance medicine. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2006 : h. 374.
13. Yatim F. Penyakit tulang dan persendian arthritis atau arthralgia. Edisi ke-1. Jakarta : Pustaka
Populer Obor; 2006 : h. 10-1
14. Misnadiarly. Obesitas sebagai faktor risiko beberapa penyakit. Edisi ke-1. Jakarta : Pustaka Obor;
2007 : h. 44-59.
15. Anonymous. BMI classification. World health organization. 2016-04-13. [ cited 2017 Mei 13]
available from http://tinyurl.com/zpbvwy7,
36
37