Anda di halaman 1dari 37

Mencret dan Hubungannya dengan Sistem Urinaria dan Kontrol Tekanan

Darah
C6
MARIA YULIVA NDUA(102012230)
JULIO ATLANTA CHANDRA(102014089)
IRENE ANDREA HANDAKA(102014098)
MERIANI BORU SILABAN(102015039)
DICKY KURNIAWAN(102015090)
WELHELMINA BENDELINA LOBO(102015107)
SISILIA SINTIA DEWI(102015184)
NG CHOR YAO(102015204)
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Abstrak
Sistem urinaria adalah sistem control urine yang dilaksanakan secara utama oleh ginjal.
Ginjal sebagai organ ekskresi utama melakukan fungsi penting homeostasis untuk menjaga
keseimbangan cairan tubuh dan konsentrasi zat-zat yang terdapat dalam tubuh. Ginjal memiliki
dua bagian utama, yaitu bagian tubular dan bagian vascular. Kedua bagian ini penting untuk
membentuk urine yang akan diekskresikan. Pada ginjal terdapat daerah korteks dan medulla,
dimana kedua daerah ini memiliki fungsi yang berbeda, dan saling menunjang untuk melakukan
ekskresi. Terdapat tiga tugas utama ginjal, yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Filtrasi akan
dilakukan oleh glomerulus yang akan memfiltrasi plasma darah, kemudian untuk proses
reabsorpsi, akan dilakukan oleh sistem tubulus untuk mereabsorpsi zat-zat yang masih diperlukan
oleh tubuh, baik secara aktif maupun secara pasif. Kemudian untuk proses terakhir, sekresi, adalah
untuk mengeluarkan zat-zat yang ada di dalam darah yang tidak sempat difiltrasi oleh glomerulus.
Tujuan ketiga proses ini, adalah untuk memaksimalkan pengeluaran zat-zat yang tidak diperlukan,
ataupun zat-zat yang berada dalam kadar yang berlebih di dalam tubuh. Dengan menggunakan
hormone aldosterone, reabsorpsi ion natrium akan meningkat, dan sekresi hormone ADH, adalah
meningkatkan reabsorpsi air di tubulus. Pada keadaan mencret, akan terjadi pengeluaran cairan
yang berlebih beserta elektrolitnya, sehingga tubuh akan mengalami dehidrasi. Keadaan tersebut
akan dikompensasi dengan mengontrol kadar air dan natrium oleh hormone aldosterone dan ADH.
Control sekresi kedua hormone tersebut akan disesuaikan dengan kadar natrium dan jumlah air
saat terjadi dehidrasi pada penderita muntaber.
Kata Kunci: urinaria, ginjal, filtrasi, reabsorpsi, sekresi, dehidrasi, aldosterone, ADH

Abstract
Urinary system is a system of controlling the volume of urine implemented principally by the
kidneys. The kidneys are the main organs of excretion as performing important functions to keep
the fluid balance homeostasis of the body and concentration of the substances found in the

1
body. Kidney has two main parts, namely tubular part and vascular part. This two part are
important for forming urine which will be excreted. On the kidney, there are cortex
and medulla area, where these two areas has different functions, and are mutual support to
do it. There are three main tasks, namely kidney filtration, reabsorption,
and secretion. Filtration will be done by the glomerulus that will filtrate the plasma. And then, the
second process, reabsorption, will be done by a system of tubules to absorb substances that are
still needed by us, actively or passively. Then for the last process, secretion, is to remove
the existing substances in the blood that didn't get filtrated by the glomerulus. The third purpose
of this process is to maximize the spending of substances that are not needed, or substances
that are in excess of the levels in the body. By using the aldosterone
hormone, sodium ion reabsorption will increase, and the secretion of the ADH hormone increases
the reabsorption of water, is in tubules. In the case of vomiting, excess fluids along with the
electrolytes will be excreted, so your body will get dehydration. These circumstances will
be compensated by controlling the water content and sodium by the aldosterone and ADH
hormone. This second hormone secretion control will be adjusted by the levels of sodium and the
amount of water in the event of dehydration in people with vomiting.
Keyword: urinary, kidney, filtration, reabsorption, secretion, dehydration, aldosterone, ADH

Pendahuluan

Kehidupan manusia adalah kehidupan yang kompleks dimana banyak faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi kehidupan itu sendiri. Salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan
manusia adalah faktor dari tubuh manusia itu sendiri. seperti yang telah kita ketahui, tubuh
manusia tersusun dari bermilyar-milyar sel yang memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda-beda.1-
3
Semua sel-sel itu akan menyusun suatu bentuk yang lebih kompleks yang dinamakan sebagai
sebuah jaringan.4 Semua jaringan itu akan membentuk suatu organ, yang pada akhirnya semua
organ itu akan saling berkolaborasi dalam suatu sistem yang sangat teliti dan terampil dalam
menjalankan proses kehidupan.4,5
Salah satu bagian dari tubuh manusia yang memegang peranan penting dalam menjaga
kelangsungan hidup manusia adalah sistem pencernaan. Sistem kemih atau yang biasa dikenal
sebagai urinary system adalah salah satu sistem diantara banyaknya sistem kompleks di dalam
tubuh manusia yang berusaha mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh, khususnya adalah
keseimbangan cairan tubuh dengan cara melakukan regulasi terhadap komposisi cairan tubuh
untuk menjaganya tetap dalam kisaran yang normal sekaligus membuang zat-zat yang sudah tidak
diperlukan lagi oleh tubuh atau yang diperlukan tubuh tapi dalam kadar yang berlebihan ke dalam
urine. Saluran kemih yang dimulai dari ginjal sampai ke urethra akan memproses urine, termasuk

2
didalamnya berbagai proses penyerapan dan sekresi yang tentunya dilakukan oleh ginjal sebagai
upaya untuk mempertahankan homeostatis cairan tubuh, yang dalam hal ini berpengaruh besar
adalah plasma darah.1,6
Tentunya, keseluruhan sistem kemih ini tidak akan terlepas dari apa yang menunjang penuh
sistem ini. Salah satu hal penting yang menyebabkan urine dapat mengalir dari tempat produksinya
sampai ke lingkungan eksternal tubuh adalah saluran kemih yang menghubungkan ginjal dengan
lingkungan eksternal1,6 Ureter yang singkatnya berfungsi sebagai saluran yang menghubungkan
ginjal dengan tempat penampungan sementara urine, yaitu vesica urinaria yang memungkinkan
seseorang untuk dapat menyimpan sementara urinenya sampai pada suatu saat ketika urine dalam
jumlah yang melewati ambang kritis vesica urinaria untuk disimpan, maka urine tersebut akan
memicu serangkaian proses yang akan dijelaskan sampai pada tahap akhir, yaitu proses miksi.6,7,9
Keseluruhan kerja dari sistem kemih ini pada akhirnya akan berkontribusi besar dalam menunjang
homeostasis tubuh.1
Sesuai dengan pengertian homeostasis pada umumnya, tentunya terdapat berbagai faktor
yang dapat mengganggu homeostasis itu sendiri, baik yang berasal dari dalam atau luar tubuh.
Begitu pula yang terjadi pada sistem kemih manusia. Berdasarkan faktor internal dan eksternal,
salah satu hal yang terkait adalah munculnya salah satu penyakit akan berpengaruh pada
keseimbangan sistem kemih, yaitu mencret yang mungkin banyak dikaitkan dengan diare.10,11
Salah satu gejala dari penyakit ini adalah pembentukan urine yang menurun drastis.10 Oleh karena
itu, penulis ingin membahas lebih dalam lagi tentang struktur anatomis dan fisiologis sistem kemih
manusia, khususnya proses-proses fisiologis di ginjal, mekanisme kerja ginjal dalam sistem
urinaria pada manusia, hormone yang berperan dalam pembentukan urine, sekresi dan fungsi
ginjal, dan salah satu poin penting yang harus dibahas adalah mengenai dampak yang akan terjadi,
yaitu dehidrasi, serta mekanisme jangka panjang tubuh untuk mempertahankan keseimbangan
cairan tubuh yang akan berkaitan dengan sistem tubuh lainnya khususnya sistem sirkulasi,
pernapasan, dan pencernaan.

Struktur Makroskopis Ginjal


Sekilas mengenai ginjal, bahwa ginjal atau ren adalah suatu organ yang mengekskresikan
metabolit dan kelebihan cairan.6,7,8,12 Proses ekskresi ini adalah proses yang esensial bagi tubuh
untuk dapat mengontrol konsentrasi masing-masing zat di dalam tubuh manusia, mempertahankan

3
keseimbangan elektrolit dan air di dalam pembuluh darah ataupun di dalam jaringan interstisial.
ginjal juga mensekresikan hormone yaitu salah satunya adalah eritropoetin yang penting untuk
mengatur jumlah sel darah merah ataupun mengkompensasi berbagai ketidakseimbangan di dalam
tubuh misalnya keadaan hipoksia yang berkepanjangan pada manusia.6,7 Ginjal juga
mensekresikan 1,25 dihidroksi-kolekalsiferol atau yang lebih dikenal sebagai kalsitriol yang
berfungsi dalam absorpsi kalsium , dan renin yang akan berdampak pada tekanan darah melaui
reabsorpsi aktif ion Na+.6,7,8,12
Ginjal merupakan salah satu organ yang terletak retroperitoneal, yang artinya ginjal tidak
dibungkus di dalam rongga peritoneum, melainkan di belakangnya, di masing-masing sisi columna
vertebralis. Dilihat dari struktur makroskopisnya, ginjal dalam keadaan segar berwarna coklat
kemerahan. Posisi ginjal itu sendiri terletak pada topografi yang khas. Disebelah atasnya akan
berbatasan dengan bagian atas dari segmen columna vertebralis Th XII, dan di bagian bawahnya
berbatasan dengan segmen L III. Ginjal sebelah kanan tentunya akan berada sedikit di bawah
dibandingkan dengan ginjal kiri, karena ginjal kanan berbatasan langsung dengan hati di bagian
bare area. Ginjal kiri lebih panjang dan sempit dari ginjal kanan, dan terletak lebih dekat dengan
garis medial. (lihat Gambar 1). Sumbu panjang ginjal memiliki arah lateroinferior dan sumbu
transversalnya posteromedial. Jadi, posisi facies anterior dan posterior ginjal sebenarnya adalah
anterolateral dan posteromedial. Ginjal memiliki beberapa sisi, yaitu polus superior dan inferior,
margo medial dan lateral, dan facies anterior dan posterior. Pada margo medial ginjal, terdapat
daerah yang merupakan tempat masuk keluarnya pembuluh-pembuluh darah dan getah bening
serta saraf, yaitu hilus renalis yang terlihat mencekung.
Ukuran ginjal orang dewasa adalah dengan panjang 11 cm, lebar 6 cm, dan tebal sekitar 3
cm. Ginjal kiri lebih panjang 1.5 cm dari yang kanan. Massa ginjal kira-kira 150 gram untuk pria
dan 135 gram untuk wanita.

4
Gambar 1. Topografi Ren Dekstra dan Sinistra12
Ginjal kanan dan kiri memiliki topografi yang berbeda. Ginjal kanan akan berbatasan
dengan berbagai organ, seperti di bagian atas akan berbatasan dengan glandula suprarenalis
dekstra dan sebagian dari lobus dekstra hepatis.12 Ginjal kanan juga berbatasan dengan pars
descendens duodeni di sebelah anterior, dan berbatasan dengan flexura colli dekstra di sebelah
inferiornya. Di bagian posterior, ginjal akan berbatasan dengan otot dinding abdomen bagian
belakang, yaitu M. quadratus lumborum dan M. psoas major dan sebagian kecil diafragma.13 Sisi
medial dari ginjal kanan akan berbatasan dengan AV. Renalis dan vena cava inferior. Sedangkan
topografi untuk ginjal kiri adalah sebagai berikut. Di sebelah atasnya akan berbatasan dengan
glandula suprarenalis sinistra. Di sebelah bawah akan berbatasan dengan flexura colli sinistra.
Facies anteriornya akan berbatasan dengan beberapa organ, seperti gaster, lien, cauda pancreas,
dan jejunum. Di bagian belakang akan berbatasan dengan M. quadratus lumborum dan M. psoas
major dan sebagian kecil diafragma.12-16
Ginjal dibungkus oleh beberapa lapisan di bagian luar.12,15,16 Lapisan pertama yang
menempel langsung pada ginjal adalah capsula fibrosa yang merupakan jaringan ikat yang kuat.
Lapisan diluarnya adalah capsula adiposa yang ikut menunjang posisi ginjal dan merupakan
kontributor terbesar dalam mempertahankan posisi ginjal selain memang letaknya yang sedikit
tertahan oleh peritoneum parietale di sisi anteriornya.15 Capsula adiposa ini membungkus sisi

5
depan ginjal yang dinamakan fascia Gerota dan bagian belakang ginjal yang dinamakan fascia
Zuckerkandl. Kedua fascia ini selain disebut sebagai capsula adiposa juga disebut sebagai fascia
perirenal.16 Capsula adiposa, atau fascia perirenal ini akan bergabung di sisi atas dan bawah dan
akan bertemu di sisi lateral kedua ginjal seperti yang terlihat pada Gambar 2a dan 2b. Kemudian
lapisan terluar adalah fascia renalis. Fascia ini berasal dari fascia transversalis yang merupakan
perpanjangan dari aponeurosis M. transversus abdonimis yang membungkus ginjal dan gladula
suprarenalis di sisi luar capsula adiposa.17 Seperti yang terlihat pada Gambar 2a, fascia renalis
akan membungkus kedua organ tersebut dan bersatu di sisi atas, dan akan terbuka ke sisi bawah
yang menandakan bahwa tidak ada pembatas untuk ginjal ke arah inferior selain lapisan capsula
adiposa. Oleh karena itu, pada beberapa kasus, dimana ginjal dapat mengalami penurunan dari
segi topografinya, oleh karena penipisan dari capsula adiposa yang merupakan penunjang utama
posisi ginjal dari sisi inferiornya.17

Gambar 2. a. Potongan Frontal Ren Dekstra b. Potongan Transversal Ren Dekstra12

Ginjal dan glandula suprarenalis yang lebih dikenal sebagai anak ginjal saling menempel
satu dengan yang lainnya. Terlihat menempel, tapi tidak benar-benar menempel. Ginjal dan anak
ginjal dibatasi oleh suatu lapisan yaitu capsula adiposa yang ikut membungkus ginjal dan anak
ginjal dari sisi luar seperti yang terlihat pada Gambar 2a.12,13,14

6
Apabila ginjal dipotong dengan potongan frontal, maka akan tampak bagian-bagian dalam
dari ginjal. Pada sisi hilus renalis akan tampak urutan pembuluhnya, dari sisi anterior sampai
posterior. Dari anterior, yang pertama adalah V. renalis, kemudian A. renalis, dan paling belakang
adalah pelvis renalis yang merupakan muara dari berbagai nefron di ginjal yang akan berlanjut ke
distal ke arah vesica urinaria sebagai ureter.12,15(Gambar 3a dan 3b)

Gambar 3. a. Pelvis Renalis; Potongan Frontal, b. AV.renalis15


Dari Gambar 3, kita dapat melihat bagian internal ginjal. Bagian luar dengan warna yang
lebih terang, dinamakan korteks renalis yang akan berisi korpus renalis. Bagian ginjal dengan
warna yang lebih gelap adalah bagian medulla ginjal atau pyramid renalis tempat muara akhir dari
nefron yang pada akhirnya akan bermuara pada pelvis renalis di sinus renalis. Pyramid renalis
memiliki dua bagian, yaitu basis renalis pada sisi luar, dan papilla renalis, yang mengarah ke
bagian dalam. Papilla renalis ini akan mengarah ke saluran pertama, yaitu calyx minor, kemudian
calyx minor akan bermuara ke calyx major, dan pada akhirnya calyx major akan bermuara ke
tempat pengumpul urin di sisi hilus renalis, yaitu pelvis renalis. Terlihat pula, bagian korteks ginjal
yang menjorok di antara medulla renalis, yaitu columna renalis Bertini. Pada bagian medulla,
terlihat corak garis yang dinamakan processus medullaris (Ferreini).15

7
Vaskularisasi dan Inervasi Ginjal

Gambar 4. Vaskularisasi Ginjal16


Sistem vascular pada ginjal selain berfungsi untuk perdarahan ginjal juga berfungsi sebagai
“jalan tol” utama metabolit tubuh untuk diekskresikan. Dari aorta abdominalis, dua cabang besar
akan keluar di sisi kiri dan kanan, yaitu A. renalis dekstra dan sinistra. A. renalis akan bergerak
masuk ke arah hilus renalis dan akan bercabang lagi. Setiap A. renalis akan bercabang menjadi 5
A. segmentalis yang berfungsi untuk mendarahi setiap segmen ginjal. 5 segmen tersebut adalah
anterior superior, anterior inferior, superior, inferior, dan posterior. Kelima A. segmentalis ini
akan bercabang lagi dan masuk di antara pyramid renalis, yang dinamakan A. interlobaris. Arteri
ini akan masuk dan akan sampai pada batas korteks dan medulla, dan menjadi A. arcuata. A.
arcuata akan mengelilingi batas korteks dan medulla ginjal dan akan mempercabangkan A.
interlobularis yang akan masuk ke dalam korteks ginjal dan akan bercabang lagi sampai masuk ke

8
dalam sistem nefron pada ginjal, yaitu vas afferent, vas defferent, dan kapiler peritubulus. Sistem
vena akan mengikuti sistem arteri pada ginjal.16

Inervasi Ginjal

Gambar 5. Persarafan Ginjal16

9
Persarafan ginjal berasal dari cabang-cabang plexus dan ganglion coeliacus, ganglion
aorticorenal, N. splanchnicus major et minor, N. splanchnicus lumbalis, dan plexus aorticus yang
terletak di sekitar A. renalis. Plexus renalis terletak di belakang A. renalis. Plexus ini akan
mengarah ke ginjal searah arterinya dan masuk ke dalam ginjal. Akson yang berasal dari plexus
renalis yang terletak di sekitar A. arcuata akan menginervasi arteriol eferen jukstaglomerulus dan
vasa rekta, yang akan mengontrol jumlah darah yang masuk ke korteks dan medulla tanpa
mempengaruhi filtrasi glomerulus. Cabang-cabang plexus renalis juga akan bergerak ke arah distal
untuk mempersarafi sebagian ureter dan masuk ke plexus gonadalis.12

Struktur Mikroskopis Ginjal


Ginjal merupakan organ utama yang melangsungkan proses-proses ekskresi zat yang tidak
diperlukan oleh tubuh. Oleh karena itu, diperlukan berbagai struktur yang kompleks dan
terorganisasi secara fungsi dan structural untuk menunjang fungsi tersebut. Berikut ini adalah
struktur mikroskopik ginjal yang akan menunjang fungsi tersebut.18

10
Gambar 6. Ginjal, Korteks, Medula, Pyramid, dan Papilla Renalis18
Pada potongan sagital, ginjal dibagi menjadi bagian luar yaitu korteks, dan bagian dalam
yaitu medulla, seperti pada Gambar 6. Di bagian luar, ginjal dibungkus oleh suatu jaringan ikat
padat ireguler, yaitu capsula renalis (1). Korteks berisi tubulus kontortus proksimal dan tubulus
kontortus distal (4,11), glomerulus (2), dan berkas medulla (3). Di bagian korteks juga dapat
ditemukan A. interlobularis (12) dan V. interlobularis (13). Berkas medulla (3) dibentuk oleh
nefron panjang yang lurus, pembuluh darah, dan tubulus koligentes yang masuk ke dalam medulla
untuk membentuk ductus koligentes (6). Berkas medulla tidak menembus sampai ke kapsula
fibrosa karena terdapat tubulus kontortus subkapsularis (10).18,19

11
Bagian medulla membentuk pyramid renalis. Basis piramis (5) terletak di samping korteks
dan apeksnya meruncing membentuk papilla renalis (7) dan akan bermuara ke saluran calyx minor
(16). Area cribosa (9) merupakan daerah pada papilla renalis yang berlubang-lubang yang
merupakan muara dari ductus koligentes ke arah calyx minor.18
Papilla renalis atau lebih tepatnya ductus papillaris dilapisi oleh epitel selapis torak (8).
Pada saat papilla renalis bermuara ke calyx minor, epitelnya berubah menjadi epitel transisional
(16). Ruangan tempat calyx dinamakan sinus renalis (15).18
Pada sinus renalis (15) terdapat cabang dari AV. Renalis yang dinamakan A. interlobaris
(17). Arteri ini akan masuk ke dalam ginjal dan bercabang di basis pyramid (5) sebagai AV.
Arcuata (14). AV. Arcuata akan mempercabangkan cabang-cabang kecil, yaitu AV. Interlobularis
(12,13) yang masuk secara radial ke dalam korteks ginjal dan bercabang lagi menjadi arteriol
aferen yang akan berubah menjadi kapiler glomerulus (3).18,19

12
Gambar 7. Korteks Ginjal dan Medulla Bagian Luar18
Pada pembesaran yang lebih kuat, ginjal memperlihatkan struktur detail korteks, seperti
pada Gambar 7. Korpus renalis (5,9) dari glomerulus (5a) dan kapsul Bowman (5b). Glomerulus
(5a) adalah suatu kuntum kapiler yang dibentuk oleh arteriol aferen (11), yang diikat oleh suatu
jaringan ikat dan dibungkus oleh kapsul Bowman (5b). Kapsul glomerulus dibagi menjadi dua,
yaitu lapisan viseral yang berupa kapiler glomerulus (5a), dan kapsul Bowman (5b). glomerulus
dibungkus oleh sel podosit (9a).18,19
Dua tipe tubulus kontortus, adalah tubulus kontortus proksimal (1) dan distal (2,4). Tubulus
kontortus ini berfungsi sebagai saluran awal dan akhir dari nefron ginjal. Tubulus kontortus
proksimal (1) lebih panjang dari yang distal, dan oleh karena itu lebih banyak di bagian
korteks.tubulus kontortus proksimal memiliki ciri-ciri lumen kecil, epitel selapis kubis dengan
sitoplasma eosinophil dan bergranula. Mikrovili atau brush border melapisi sel tapi tidak selalu di
setiap sisi. Ruang kapsular (10) terhubung dengan lumen tubulus kontortus proksimal di kutub
urinaria. Di kutub urinaria, epitel selapis gepeng kapsul Bowman berubah menjadi epitel selapis
kubis di tubulus kontortus proksimal (1).18
Tubulus kontortus distal (2,4) lebih pendek dan sedikit dari tubulus kontortus proksimal.
Tubulus ini memiliki lumen yang lebih lebar, epitel kuboid, dan sitoplasmanya berwarna biru,
serta brush bordernya tidak ada, tidak seperti pada tubulus kontortus proksimal.18
Pada berkas medulla, terdapat 3 jenis saluran: tubulus rektus proksimal (14), tubulus rektus
distal (6), dan tubulus koligentes (12). Tubulus rektus proksimal mirip dengan tubulus kontortus
proksimal, begitu pula dengan tubulus distal. Tubulus koligentes (12) di korteks sangat jarang
ditemukan karena selnya sulit untuk diberi pewarnaan.18,19
Pada bagian medulla terdapat tubulus rektus dan segmen Ansa Henle. Segmen tipis ansa
henle (15) dilapisi oleh epitel selapis gepeng. Juga dapat dilihat di korteks adalah AV. Interlobular
(7) dan AV. Interlobaris (11) yang masuk ke kapsul glomerulus (5b) di kutub vascular dan
membentuk glomerulus (5a).18

13
Gambar 8. Aparatus Jukstaglomerulus18
Pembesaran yang lebih kuat pada ginjal, memperlihatkan berbagai struktur, salah satunya
adalah apparatus jukstaglomerulus seperti pada Gambar 8. Korpus renalis memperlihatkan
kapiler glomerulus (2) dan kapsul Bowman serta ruang kapsul (13). Brush border dan sel asidofilik
menutupi tubulus kontortus proksimal (6,14) dan tubulus kontortus distal (1,15) yang lebih kecil,
dan lumen lebih jelas, serta brush border tidak ada. Terdapat membrana basalis yang menutupi
tubulus ini. Sel kubis pada tubulus koligentes (8) menutupi lumen.18
Pada kutub vascular, terdapat epitel termodifikasi dengan sitoplasma bergranula yang
menggantikan sel otot arteriol aferen. Sel ini dinamakan sel jukstaglomerulus (4). Di tubulus
kontortus distal, saat melewati sisi kutub vascular, dinding sel yang menghadap kutub vascular
akan termodifikasi menjadi sel-sel yang lebih padat dan lebih gelap, yang dinamakan macula densa
(5). Sel jukstaglomerulus (4) di arteriol aferen dan macula densa di tubulus distal membentuk
apparatus jukstaglomerulus.18,19

14
Gambar 9. Korpus Renalis, Aparatus Jukstaglomerulus, dan Tubulus Kontortus18
Fotomikrograf dengan pembesaran kuat, menunjukkan korpus renalis dengan tubulus di
sekitarnya. Korpus renalis terdiri dari glomerulus (1) dan kapsul glomerulus (2) dengan lapisan
parietal (2a) dan viseral (2b). Di antara lapisan ini terdapat ruang kapsul (5), dengan podosit (4,7)
menempel pada lapisan viseral (2b). Pada kutub vascular, pembuluh darah masuk dan
meninggalkan korpus renalis. Di samping kutub vascular terdapat apparatus jukstaglomerulus (3).
Bagian ini terdiri dari otot polos arteriol aferen yang termodifikasi, sel jukstaglomerulus (3a), dan
macula densa (3b) di dinding tubulus kontortus distal (6,9).18,19

Gambar 10. Medulla Renalis; Regio Papillaris18


Papilla renalis pada ginjal bermuara pada calyx minor dan berisi tubulus koligentes bagian
akhir yang dinamakan ductus papillaris (3). Ductus papillaris berdiameter besar dan lumen lebar,
dan dibatasi oleh epitel selapis torak. Pada sediaan juga terdapat tubulus rektus proksimal (1,6,11)
dan tubulus rektus distal (7,10). Terdapat pula potongan ansa henle (5,8) yang dicirikan sebagai

15
dinding tipis selapis gepeng. Jaringan ikat (12) mengelilingi tubulus dan berfungsi sebagai
penyokong.18

Gambar 11. Duktus pada Regio Medulla Ginjal18


Daerah medulla ginjal terdiri dari tubulus dengan berbagai ukuran, ductus yang lebar, dan
pembuluh darah vasa rekta. Pada fotomikrograf ini, tubulus ginjal yang berbeda terpotong secara
memanjang. Tubulus dengan lumen yang lebar, dan sel epitel kubis dengan batas sel jelas adalah
ductus koligentes. Di samping tubulus koligentes terdapat tubulus dengan dinding kuboid yang
berwarna gelap. Ini adalah ansa Henle dinding tebal (2). Di antara tubulus terdapat pembuluh darah
vasa rekta (4) dan segmen tipis ansa Henle (3).18

Proses Homeostatis pada Ginjal


Ginjal sebagai organ ekskresi utama pada tubuh memiliki berbagai fungsi yang akan
menunjang homeostasis tubuh. Berbagai kelebihan zat dalam tubuh, baik yang diperlukan ataupun
yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh akan dilekuarkan melalui ginjal. Serangkaian proses
fisiologis dilakukan oleh ginjal, seperti filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Namun, sebelum
membahas lebih jauh mengenai ketiga fungsi utama ginjal tersebut, penulis akan membahas
tentang komponen-komponen utama ginjal secara singkat.6,8
Pada dasarnya, ginjal adalah kumpulan unit-unit fungsional yang melaksanakan
keseluruhan proses yang terjadi di ginjal. Unit fungsional tersebut dinamakan nefron. Satu nefron
dapat melakukan fungsi filtrasi. reabsorpsi, dan sekresi. Nefron pada ginjal dibagi menjadi dua
jenis, yaitu nefron kortikal dan nefron jukstamedularis. Beberapa perbedaannya adalah nefron
kortikal memiliki ukuran yang relative lebih pendek, sehingga hanya masuk sampai medulla ginjal
bagian luar, sedangkan nefron jukstamedularis atau yang lebih dikenal sebagai nefron panjang

16
akan masuk sampai ke bagian dalam medulla. Glomerulus nefron kortikal terletak di korteks
bagian luar, sedangkan nefron panjang memiliki glomerulus yang terletak di korteks bagian dalam
dan biasa berdekatan dengan bagian medulla ginjal. Kemudian nefron kortikal tidak memiliki vasa
rekta, sedangkan nefron panjang memilikinya. Kedua jenis nefron ini juga memiliki perbedaan
dalam hal distribusinya di dalam ginjal. Jumlah nefron kortikal adalah sekitar 80% sedangkan
sisanya adalah nefron panjang. Kedua nefron ini memiliki fungsi yang penting untuk menunjang
fungsi ginjal secara keseluruhan.6-8
Nefron sebagai unit fungsional ginjal dibagi menjadi dua bagian, yaitu komponen vascular
dan komponen tubular. Komponen vascular adalah bagian pembuluh darah seperti arteriol aferen,
eferen, dan kapiler glomerulus serta kapiler peritubulus. Komponen tubularnya adalah tubulus
proksimal, ansa Henle, tubulus distal, dan ductus koligentes. Kedua komponen ini memiliki fungsi
yang berbeda dan saling berkontribusi dalam melaksanakan fungsi ginjal.6

Proses Filtrasi di Ginjal


Fungsi ginjal yang pertama adalah melakukan filtrasi. Ginjal melakukan filtrasi pada darah
yang lewat pada kapiler glomerulus, dengan menggunakan dinding kapilernya yang sangat
permeable untuk plasma darah, kecuali protein.proses ini akan menghasilkan untrafiltrat berupa
plasma tanpa protein, yang artinya sel darah tidak akan dapat melewati celah filtrasi. Berbicara
mengenai celah filtrasi, pada glomerulus terdapat tiga lapisan “saringan” yang berfungsi untuk
menghasilkan filtrate glomerulus. Yang pertama adalah kapiler glomerulus yang berupa kapiler
fenestrate yang berarti berpori-pori. Kemudian yang kedua adalah membrana basalis yang
merupakan lapisan aseluler dengan kandungan kolagen dan glikoprotein.glikoprotein yang
bermuatan negative akan menolak setiap molekul negative yang mendekat, sesuai dengan hukum
Coulomb. Salah satu molekul di dalam darah yang bermuatan negative adalah protein plasma.
Oleh karena itu, protein plasma tidak akan dapat mendekati tempat filtrasi sehingga tidak akan
melewati saringan. Lapisan ketiga adalah membran dalam kapsula Bowman yang dilapisi oleh sel
podosit. Sel ini berfungsi sebagai sawar terakhir bagi filtrate untuk melewati dinding glomerulus.
Pada podosit, terdapat kaki podosit yang berfungsi membentuk filtration slit atau celah filtrasi.
Cairan plasma yang dapat melewati ketiga sawar tersebut akan masuk ke rongga kapsula bowman
dan akan dialirkan ke tubulus kontortus proksimal.6,7

17
Hal yang wajib dipertanyakan adalah apa yang membuat plasma dapat mengalir melewati
glomerulus sehingga dapat menjadi filtrate glomerulus. terdapat berbagai gaya yang bekerja pada
glomerulus sehingga darah dapat terus mengalir di dalam kapiler. Gaya yang sama yang bekerja
pada setiap pembuluh darah pada manusia, adalah tekanan hidrostatik yang dihasilkan oleh
jantung. Sebagai definisi, tekanan hidrostatik adalah tekanan yang dihasilkan oleh cairan di dalam
suatu ruang bertekanan. Semakin banyak cairan, semakin tinggi pula tekanan hidrostatiknya. Pada
ginjal terdapat tiga gaya yang bekerja pada proses filtrasi, yaitu tekanan hidrostatik glomerulus
sebesar 55 mmHg, tekanan onkotik kapiler glomerulus sebesar 30 mmHg, dan tekanan hidrostatik
kapsula Bowmansebesar 10 mmHg. (Gambar 12).6

Gambar 12. Tekanan yang Bekerja Pada Filtrasi Glomerulus6


Ketiga gaya ini memiliki arah yang berbeda-beda. Arah gaya yang berbeda ini akan
menentukan seberapa besar plasma yang mengalir melalui dinding glomerulus. Arah gaya
hidrostatik glomerulus adalah ke arah kapsul Bowman, merupakan gaya utama filtrasi. Kemudian
dua gaya lainnya, tekanan onkotik kapiler glomerulus dan tekanan hidrostatik kapsul Bowman
bersifat melawan filtrasi, sehingga kita mendapatkan tekanan filtrasi netto adalah 55-30-10 = 15
mmHg.8
Terdapat beberapa mekanisme untuk mempertahankan laju filtrasi pada glomerulus.
Penting bagi ginjal untuk terus mempertahankan laju filtrasi dengan tekanan filtrasi netto yang
relative konstan tersebut. Hal ini dikarenakan apabila ginjal memfiltrasi terlalu cepat atau lambat
maka keseimbangan cairan tubuh akan bergeser, dan homeostasis tidak akan tercapai. Mekanisme
yang dimaksud adalah mekanisme miogenik dan umpan balik tubuloglomerulus. Mekanisme
miogenik bekerja pada tekanan darah pada arteriol aferen, dimana apabila tekanan arteriol ini naik,
maka tekanan tersebut akan merangsang sel otot polos arteriol aferen untuk berkonstriksi sehingga
arus darah akan menurun ke keadaan normal. Begitu pula sebaliknya, apabila terjadi penurunan
tekanan darah, maka arteriol aferen akan berdilatasi untuk meningkatkan arus darah sehingga laju

18
filtrasi naik ke angka yang normal. Mekanisme kedua adalah dengan menggunakan umpan balik
tubuloglomerulus, yang apabila arus filtrate terlalu tinggi dan kadar garam dalam filtrate
meningkat, maka macula densa akan mendeteksi kenaikan kadar garam dan merangsang sekresi
ATP dan adenosine untuk mengkonstriksikan arteriol aferen sehingga arus darah menurun. Pada
mekanisme ini pula terdapat control umpan balik jangka panjang terhadap tekanan darah, dimana
apabila tekanan darah terlalu tinggi, maka ia akan menghambar sekresi sistem renin angiotensin
aldosterone atau RAA yang akan pada akhirnya akan menurunkan reabsorpsi ion Na dan air
sehingga tekanan darah akan turun dan kembali ke keadaan normal, dan menghasilkan tekanan
filtrasi yang normal kembali. Perlu diingat bahwa kedua mekanisme ini hanya dpat
mengompensasi tekanan darah sekitar 80-180 mmHg (Gambar 13).6-8

Gambar 13. Hubungan Tekanan Darah Sistemik dengan Laju Filtrasi Glomerulus 8

Secara singkat arteriol aferen yang berkonstriksi akan menurunkan laju filtrasi sedangkan
apabila berdilatasi maka akan meningkatkan laju filtrasi. Hal ini tidak berlaku untuk arteriol eferen.
Pada saat terjadi vasokonstriksi arteriol eferen, maka sampai pada ambang tertentu maka laju
filtrasi akan meningkat. Namun apabila telah melewati ambang kritis, maka laju filtrasinya tetap
akan menurun. Hal ini dikarenakan terdapat efek Donnan. Efek Donnan adalah efek yang
ditimbulkan apabila konstriksi arteriol eferen terlalu tinggi sampai melewati ambang, maka hal
tersebut akan meningkatkan konsentrasi protein plasma dalam kapiler glomerulus, sehingga
tekanan filtrasi neto akan menurun akibat peningkatan tekanan osmotic pada kapiler glomerulus.
oleh karena itu untuk peningkatan laju filtrasi oleh arteriol eferen, terdapat ambang yang akan
menentukan laju filtrasi.8 (Gambar 14a dan 14b)

19
Gambar 14. Hubungan Resistensi Arteriol Aferen dan Eferen terhadap Laju Filtrasi
Glomerulus8
Di samping itu, dalam berbagai kondisi, tubuh dapat dengan sengaja mengubah laju filtrasi,
untuk dapat menyeimbangkan keadaan tubuh lainnya. Misalnya apabila tubuh kehilangan banyak
volume darah, maka dengan sendirinya tekanan filtrasi akan menurun. Namun karena adanya
mekanisme kompensasi berupa miogenik, maka ginjal akan menaikkan laju filtrasi ke keadaan
normal, walaupun tubuh berada dalam keadaan kekurangan cairan. Apabila hal ini dibiarkan, maka
tubuh akan kehilangan lebih banyak volume darah, dan dapat terjadi syok hipovolemik dan dapat
terjadi kematian. Untungnya, tubuh memiliki mekanisme kompensasi lainnya yang lebih kuat
dibandingkan dengan mekanisme miogenik ini. Terdapat persarafan simpatis yang akan bekerja
melalui sistem saraf. Reseptor volume di atrium kiri akan mendeteksi penurunan volume darah
yang diterimanya dan akan mengirimkan ke pusat kardiovaskuler di medulla oblongata.
Kemudian, dengan berbagai mekanisme lainnya, maka akan terjadi peningkatan efek simpatis dan
penurunan efek parasimpatis. Efek simpatis ini akan berusaha untuk mengembalikan tekanan
darah kembali ke normal, yaitu dengan cara meningkatkan kontraktilitas jantung (inotropic) dan
meningkatkan frekuensi kontraksinya, melakukan konstriksi terhadap pembuluh darah
generalisata, meningkatkan aliran balik vena, dan pada akhirnya tekanan darah akan kembali ke
normal. Pada saat yang bersamaan, terjadi vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal yang
sebenarnya akan bertolak belakang dengan mekanisme miogenik. Namun karena sistem simpatis
memiliki efek yang lebih kuat, maka akan terjadi vasokonstriksi di bawah pengaruh simpatis, dan
pada akhirnya akan menurunkan laju filtrasi. Hal ini penting karena pada saat tubuh dalam
kekurangan cairan, maka tubuh harus segera menghemat pengeluaran air. Oleh karena itu

20
mekanisme vasokonstriksi simpatis akan jauh lebih menguntungkan daripada mekanisme
vasodilatasi miogenik ginjal.6-8 (Gambar 15)

Gambar 15. Mekanisme Jangka Panjang Baroreseptor-Simpatis terhadap Tekanan Darah6


Beberapa zat lain yang juga mempengaruhi arus darah ginjal yang akan mempengaruhi laju
filtrasi adalah prostaglandin, bradykinin, endothelin, dan nitrat oksida. Prostaglandin dan
bradykinin akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah (sebagai penurun resistesi pembuluh)
sehingga akan menyebabkan laju filtrasi akan meningkat. Begitu pula dengan nitrat oksida yang
bekerja sebagai vasodilator poten dan merupakan bagian dari mekanisme jalur parasimpatis.
Sedangkan endothelin, akan menurunkan laju filtrasi karena bekerja sebagai vasokonstriktor
endotel (meningkatkan resistensi pembuluh).8

Proses Reabsorpsi di Ginjal


Beralih dari proses filtrasi, maka proses selanjutnya adalah proses reabsorpsi. Proses ini
melibatkan berbagai zat yang melewati celah filtrasi dan masih diperlukan oleh tubuh, oleh karena
21
itu ginjal akan menyerapnya kembali supaya keseimbangan zat tersebut di dalam tubuh dapat
terjaga. Beberapa zat yang akan direabsorpsi adalah seperti Na+, K+, Ca2+, PO43-, air, asam amino,
glukosa, urea, dan zat lainnya dengan reabsorpsi yang minim.6
Proses reabsorpsi melibatkan dua proses, dimana ada proses aktif dan pasif. Proses aktif
yang artinya menggunakan ATP (ATPase) dan pasif yang tidak menggunakan ATP. Beberapa ion
yang diserap secara aktif adalah seperti ion kalsium, fosfat, natrium, glukosa, dan asam amino.
(Lihat Gambar 16).

Gambar 16. Proses Reabsorpsi Ion Natrium, Glukosa, dan Asam Amino8
Proses reabsorpsi ion natrium melewati membran luminal adalah secara pasif
menggunakan pompa SGLT (Sodium-Glucose Cotransporter). Artinya penyerapan glukosa akan
terjadi dengan menggunakan kanal yang energinya berasal dari lewatnya ion natrium menuruni
gradient konsentrasinya. Kemudian ion Natrium akan terkumpul di dalam sel tubulus dan dengan
menggunakan pompa Na-K, maka ion natrium akan menurun di dalam sel, dan meningkatkan
kadarnya di ruang basolateral. Dari ruang basolateral, ion Natrium akan mengalir masuk ke dalam
kapiler untuk didistribusikan melalui sistem sirkulasi. Sedangkan untuk glukosa, setelah kadarnya
tinggi di sel tubulus, maka dengan menggunakan kanal GLUT, glukosa akan menuruni gradient
konsentrasinya untuk masuk ke ruang interstisial dan masuk ke kapiler darah untuk direabsorpsi.
Begitu pula dengan asam amino, Hal yang lain terjadi pada ion H+ yang akan disekresikan. Pada
tubulus proksimal, ion H+ akan disekresi melawan gradient konsentrasinya dengan menggunakan
energi yang berasal dari pemasukkan ion natrium ke dalam sel tubulus. Kanal yang berlaku adalah

22
NHE (Sodium-Hydrogen Exchanger). Kadar ion natrium di dalam sel dipertahankan rendah untuk
memacu aktivitas penyaluran ion ini dengan cara pompa Na-K di membran basolateral sel tubulus
ginjal.8
Reabsorpsi natrium dan sekresi kalium adalah dua hal yang berkaitan. Pada Gambar 14,
jelas terlihat bahwa setiap ada reabsorpsi natrium, maka akan ada sekresi kalium. Hal ini
dikarenakan kedua proses tersebut menggunakan pompa yang sama, yaitu pompa Na-K. oleh
karena itu, setiap ada peningkatan reabsorpsi natrium, maka sekresi kalium juga akan meningkat.
Terdapat suatu mekanisme, yaitu sistem RAA yang akan bekerja pada sistem ini, yang memiliki
berbagai fungsi, diantaranya adalah untuk meningkatkan tekanan darah, meningkatkan reabsorpsi
natrium dan air, kemudian akan meningkatkan tekanan darah. Sistem ini akan berespon terhadap
penurunan kadar natrium di tubulus distal, pada daerah aparatus jukstaglomerulus, macula densa.
Macula densa akan mensekresikan renin, kemudian renin akan mengubah angiotensinogen yang
dihasilkan oleh hati dan berada di dalam darah menjadi angiotensin I, kemudian di kapiler paru
akan disekresikan ACE (angiotensine converting enzyme) yang akan mengubah angiotensin I
menjadi angiotensin II. Angiotensin II memiliki berbagai efek yang akan dijelaskan kemudian.
Angiotensin II akan menstimulasi korteks adrenal untuk mensekresikan aldosterone. Hormone
aldosterone inilah yang bekerja pada pompa natrium dan kalium. Pompa yang bekerja lebih aktif
akan mereabsorpsi natrium lebih banyak sekaligus mensekresikan kalium lebih banyak. Pada
akhirnya, dengan reabsorpsi natrium, maka air akan mengikuti secara osmosis, dan volume darah
akan naik, dan tekanan darah akan naik. Tekanan darah yang naik ini akan menaikkan laju filtrasi
glomerulus dan akan meningkatkan kadar garam yang terfiltrasi dan masuk ke sistem tubulus
ginjal. Kadar garam yang meningkat ini akan dideteksi oleh macula densa, sehingga macula densa
akan menurunkan stimulasinya terhadap sekresi renin. Hal inilah yang bekerja sebagai efek umpan
balik negative terhadap kadar natrium yang tinggi dan tekanan darah yang naik ke kisaran normal.
Singkatnya, proses RAA akan dijelaskan dalam Gambar 17.6-8

23
Gambar 17. Sistem RAA pada Ginjal6
Kemudian penyerapan ion kalsium dan fosfat akan tergantung pada kebutuhan tubuh.
Kedua ion ini akan diserap dengan pengaruh hormone paratiroid dan hormone kalsitriol. Kedua
hormone ini akan bekerja untuk menyeimbangkan jumlah reabsorpsi dan jumlah kedua ion ini di
dalam darah. Hormone paratiroid akan meningkatkan kadar kedua ion ini di dalam darah,
sedangkan kalsitriol akan menurunkannya dengan cara pengendapan kalsium fosfat di tulang.7
Penyerapan urea berlangsung secara pasif. Dimana terdapat air yang diserap pada berbagai
segmen tubulus, maka secara tidak langsung kadar urea akan semakin meningkat, dan pada
akhirnya akan lebih tinggi konsentrasinya di tubulus ginjal daripada di darah. Oleh karena itu urea
akan berdifusi pasif melewati membran luminal sel tubulus dan masuk ke dalam kapiler darah
untuk menyamakan konsentrasinya.6-8(lihat Gambar 18)

24
Gambar 18. Mekanisme Penyerapan ion Cl- dan Urea di Tubulus Ginjal8
Untuk penyerapan ion Cl-, terjadi secara pasif. Pada saat natrium diserap oleh tubulus
ginjal, maka air juga akan ikut terserap secara osmosis. Sama seperti urea, maka kadar ion klorin
akan meningkat seiring dengan diserapnya air secara osmosis. Kemudian karena terjadi reabsorpsi
natrium, maka potensial negative tubuler akan meningkat. Dua gaya ini akan berkontribusi pada
reabsorpsinya ion Cl- pada tubulus ginjal.6,7 (lihat Gambar 16).
Untuk semua zat yang direabsorpsi secara aktif, maka diperlukan kanal yang spesifik untuk
pengangkutan zat yang bersangkutan. Oleh karena itu terdapat titik jenuh untuk setiap zat yang
direabsorpsi secara aktif. Titik jenuh tercapai apabila semua kanal sudah terikat pada molekul
spesifiknya dalam satuan waktu. Jadi apabila terdapat kadar suatu zat di dalam tubulus yang
melebihi ambang atau titik jenuhnya, maka sisa zat yang berlebih tersebut akan diekskresikan
bersama dengan urine. Penjelasan ini secara ringkas terdapat dalam Gambar 19 dicontohkan
dengan molekul glukosa.6,8

25
Gambar 19. Hubungan Filtrat Glukosa, Titik Jenuh, Reabsorpsi, dan Sekresi Glukosa8
Berikut ini adalah beberapa zat yang direabsorpsi di tubulus ginjal beserta tubulus
maksimumnya (titik jenuh), pada Gambar 20.

Gambar 20. Transport Maksimum (Titik Jenuh) Berbagai Zat yang Direabsorpsi8

Proses Sekresi di Ginjal


Proses terakhir di ginjal adalah sekresi. Proses sekresi adalah proses pengeluaran zat sisa
atau zat yang berlebih di dalam darah yang seharusnya melalui filtrasi masuk ke sistem tubulus,
tetapi tidak menjadi filtrate dan hanya melewati glomerulus saja. Hal ini dikarenakan glomerulus

26
hanya mampu memfiltrasi 20 % total plasma yang lewat. Sedangkan sisanya 80%, hanya
melewatinya saja tanpa adanya filtrasi. Oleh karena itu, zat-zat yang seharusnya dibuang dari
tubuh, tapi tidak sempat mengalami filtrasi, akan disekresikan di dalam tubulus untuk
menyeimbangkan kadarnya.6
Berbagai proses sekresi dalam ginjal, misalnya sekresi H+ apabila kadar asam di tubuh
terlalu tinggi, dan sekresi ion organic dalam rangka mempertahankan keadaan osmotic cairan yang
dikeluarkan. Kemudian untuk berbagai zat yang disekresikan, juga terdapat tubulus maksimum.
Sama dengan tubulus maksimum untuk reabsorpsi aktif, terdapat ambang maksimum untuk sekresi
zat di tubulus. Hal ini dikarenakan kanal yang berikatan dengan zat spesifik sudah jenuh terhadap
zat yang bersangkutan. Oleh karena itu, sisa zat yang berlebih itu, apabila tidak disekresikan maka
akan kembali lagi ke sistem sirkulasi untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Proses sekresi ini dihitung
persatuan waktu. Oleh karena itu, dalam waktu yang relative lebih lama, maka proses sekresi akan
meningkat dan kadar zat berlebih tersebut akan dapat disekresikan, walaupun tidak dalam waktu
yang bersamaan.6-8
Dalam proses sekresi, dikenal istilah clearance atau bersihan plasma. Istilah ini mengacu
kepada seberapa banyak plasma darah yang dibersihkan dari suatu zat per satuan waktu. Jadi
apabila terdapat zat, sebagai contoh inulin, yang difiltrasi, tetapi tidak direabsorpsi dan disekresi,
maka bersihan plasma zat tersebut sama dengan laju filtrasi glomerulus. apabila suatu zat difiltrasi
dan disekresi, tetapi tidak direabsorpsi, maka bersihan plasma zat tersebut lebih besar dari laju
filtrasi glomerulus. untuk zat yang difiltrasi dan direabsorpsi tetapi tidak disekresi, maka bersihan
plasma zat tersebut lebih rendah dari laju filtrasi glomerulus, serta untuk zat yang difiltrasi, tetapi
direabsorpsi dan disekresi dengan kecepatan yang sama, maka bersihan plasmanya sama dengan
laju filtrasi glomerulus.6-8
Terkait dengan filtrasi dan aliran plasma ginjal, terdapat suatu istilah yang menjelaskan
mengenai perbandingan kedua hal tersebut. Filtration fraction atau fraksi filtrasi adalah
perbandingan laju filtrasi glomerulus dengan aliran plasma total. Fraksi filtrasi ginjal sekitar 20%
dalam keadaan normal. Angka inilah yang menunjukkan jumlah filtrasi glomerulus 20% per satuan
waktu.6,8

27
Sistem Counter Current di Ginjal
Ginjal memegang peranan besar dalam mengatur jumlah air dalam plasma darah.
Tentunya, ketika membicarakan tentang air, osmolaritas adalah hal yang esensial, karena tentunya
di dalam air (volume plasma) terdapat zat terlarut di dalamnya, yang menciptakan gaya-gaya
osmotic dalam cairan. Pada keseimbangan cairan dan konsentrasi zat normal, cairan tubuh berada
dalam keadaan isotonic, yaitu 300 mOsm/L. Jika jumlah air terlalu banyak dibandingkan dengan
zat terlarut, maka cairan tubuh bersifat hipotonik(< 300mOsm/L), dan sebaliknya, apabila zat
terlarut terlalu tinggi, maka cairan tubuh berada dalam keadaan hipertonik( > 300mOsm/L).7,8
Pada ginjal terdapat suatu perbedaan konsentrasi zat jika dibandingkan dengan tempat
manapun di dalam tubuh manusia. Daerah medulla ginjal semakin ke dalam semakin hipertonik.
Hal ini dikarenakan terdapat jumlah natrium yang terkonsentrasi sangat banyak di dalam cairan
interstisial medulla sehingga gaya osmotic medulla ginjal sangat besar apabila terdapat cairan di
sana. Melalui hiperosmolaritas medulla ini, ginjal dapat menghasilkan urine dengan berbagai
konsentrasi yang pada akhirnya akan menunjang kadar cairan yang sesuai untuk homeostasis.
Ginjal dapat menghasilkan urine encer dengan osmolaritas 100 mOsm/L dan urine yang sangat
pekat mencapai 1200 mOsm/L. Pertanyaannya adalah, apa yang membuat ginjal menjadi sangat
hipertonik di bagian medullanya? Jawabannya adalah karena terdapat ansa Henle, yang akan
berperan sebagai counter current multiplier, dan selain itu, vasa rekta yang akan berfungsi sebagai
counter current exchanger yang akan mempertahankan osmolaritas tinggi medulla ginjal. Pada
Gambar 21, disajikan gambar yang menguraikan hiperosmolaritas medulla ginjal.6,7

Gambar 21. Gradien Osmotik Vertikal pada Medulla Ginjal6

28
Sebelum memasuki mekanisme kerja pemekatan urine oleh ansa Henle, hal yang penting
untuk dibahas adalah sifat-sifat dari ansa Henle itu sendiri. Secara mikroskopik, ansa Henle dibagi
menjadi dua bagian, yaitu pars descendens dan pars ascendens. Pars descendens ansa henle adalah
bagian tubulus yang membawa cairan filtrate dari tubulus proksimal ke dalam medulla, dan pars
ascendens ansa henle adalah yang membawa cairan dari pars descendens ansa henle ke daerah
korteks, yaitu tubulus distal. Pars descendens ansa henle permeable terhadap air dan impermeable
terhadap zat lain. Sedangkan pars ascendens ansa henle memiliki pompa natrium dan impermeable
terhadap zat lain. Perbedaan sifat inilah yang membuat ansa Henle dapat bekerja sebagai counter
current multiplier.6
Pemompaan terus-menerus ion Natrium dari pars ascendens ansa Henle akan
meningkatkan osmolaritas cairan interstisial. Namun, di sisi lain, karena pars descendens ansa
henle permeable terhadap air, maka air dari pars descendens akan berusaha untuk mengimbangi
tekanan osmotik ion natrium yang terus bertambah akibat pemompaan aktif ion natrium. Oleh
karena itu, terjadi mekanisme pemekatan urine di pars descendens karena terjadi penyerapan air
tanpa penyerapan zat-zat terlarut, dan terjadi pengenceran urine pada pars ascendens karena terjadi
pemompaan aktif ion natrium yang tidak diikuti osmosis air ke jaringan interstisial medulla ginjal.
Pada puncak ansa henle, osmolaritas cairan tubulus mencapai maksimal, yaitu 1200 mOsm/L, dan
saat masuk ke pars ascendens ansa henle, kepekatannya berkurang, dan saat sampai di tubulus
distal, kepekatannya atau osmolaritasnya tinggal 100 mOsm/L. Mengapa ginjal memekatkan urine
yang pada akhirnya mengencerkannya kembali? Hal ini bukanlah proses yang sia-sia. Proses ini
akan menciptakan keadaan hiperosmolaritas yang semakin meningkat seiring kedalaman medulla
ginjal. Gradien osmotic ini akan digunakan oleh ductus koligentes yang sensitive terhadap
hormone vasopressin atau ADH untuk melakukan penyerapan air, jika sewaktu-waktu tubuh
kekurangan air. Ketika air yang telah melewati ansa Henle masuk ke tubulus distal, hanya sedikit
penyerapan air yang terjadi. Jikalau ada, maka sebagian besar air yang diserap adalah air yang
mengikuti penyerapan ion natrium yang terkait aldosterone. Oleh karena itu, penyerapan air disini
tidak akan menaikkan osmolaritas cairan tubulus. Sedangkan pada ductus koligentes,seperti
mekanisme kerja ADH, air akan diserap tanpa dilakukan penyerapan terhadap ion natrium. Oleh
karena itu, apabila sekresi ADH meningkat, terjadi penyerapan air yang akan menjadikan urine
menjadi lebih pekat. Apabila tubuh dalam keadaan sangat membutuhkan air, maka reabsorpsi air
akan sangat tinggi di ductus koligentes sehingga urine akan menjadi sangat pekat.6-8

29
Counter current kedua adalah counter current exchanger, yang dalam hal ini, bagian nefron
yang berperan adalah vasa rekta. Vasa rekta, yang mengelilingi ansa Henle dan terdapat di bagian
korteks yang masuk ke dalam medulla memiliki fungsi sebagai penyalur oksigen dan nutrient ke
dalam medulla. Namun, sebagai counter current exchanger, vasa rekta berfungsi dalam menjaga
hiperosmolaritas medulla ginjal. Mechanisme ini akan dijelaskan secara singkat pada Gambar 22.

Gambar 22. Vasa Rekta dan Mekanisme Counter Current Exchanger8


Vasa rekta sangat permeable terhadap solute dan air. Jadi saat vasa rekta berada pada
bagian korteks, plasma darah bersifat isotonic. Namun saat masuk ke dalam medulla mengikuti
tubulus, maka solute akan mulai masuk ke pars descendens vasa rekta dan air akan keluar. Hal ini
akan menyebabkan osmolaritas darah pars descendens vasa rekta meningkat seiring dengan
kedalaman medulla. Kemudian osmolaritas tertinggi akan terjadi saat vasa rekta mencapat
puncaknya di medulla bagian dalam. Osmolaritasnya adalah 1200 mOsm/L, sama dengan
osmolaritas medulla. Saat darah mulai naik kembali ke bagian ascendens vasa rekta, solute akan
keluar dan air akan masuk sehingga osmolaritasnya akan menurun, dan kembali ke sistem vena
dengan osmolaritas yang sedikit lebih tinggi daripada osmolaritas tubuh, yaitu 350 mOsm/L. Hal
ini dapat terjadi karena vasa rekta akan mengembalikan natrium yang tertumpuk sangat banyak di
dalam medulla ginjal oleh ansa Henle pars ascendens ke dalam sistem sirkulasi, untuk
mengimbangi kadar natrium tubuh total yang sebagian besar dipompa secara aktif di medulla
ginjal.6-8

30
Mekanisme Kerja Hormon ADH (Vasopressin)
Hormone ADH adalah salah satu hormone yang dihasilkan oleh hipofisis posterior atau
neurohipofisis yang tergantung pada stimulasi hipotalamus. Stimulasi hipotalamus memiliki
berbagai control regulatorik. Tubuh bisa saja berada dalam berbagai keadaan, seperti hipertonik,
saat tbuh kekurangan air, hipotonik, saat tubuh kelebihan air, dan isotonic, saat tubuh telah
mencapai keseimbangan cairannya. Hormone ini akan disekresikan oleh neurohipofisis saat tubuh
kekurangan air. Berbagai hal yang berhubungan dengan kekurangan air, akan merangsang
disekresikannya ADH. Berbagai hal yang dimaksud tersebut adalah saat tekanan darah turun, saat
kadar ion natrium tubuh meningkat, saat osmolaritas cairan tubuh meningkat, saat tubuh
mengalami dehidrasi, dan sebagainya. Sebagai contoh, saat tekanan darah turun, maka salah satu
penyebabnya adalah karena volume plasmanya menurun. Kadar air tubuh menurun di bawah
normal. Oleh karena itu, osmoreseptor di hipotalamus akan mendeteksi peningkatan kepekatan ini
dan merangsang sekresi ADH oleh hipofisis posterior. ADH ini akan masuk ke sirkulasi untuk
mencapai ductus koligentes ginjal.6-8
Saat ADH sudah mencapai sel ductus koligentes, karena ADH termasuk hormone peptide,
maka reseptornay terdapat di membran sel tubulus, merangsang pembentukan cAMP sebagai
second messenger yang akan merangsang transkripsi dan translasi segmen DNA untuk AQP
(akuaporin atau kanal air), yang selanjutnya, akan menyelip di antara membran plasma luminal sel
ductus koligentes yang akan merubah sifat ductus koligentes terhadap air. Ductus koligentes yang
semula impermeable terhadap air karena tidak memiliki AQP, karena adanya hormone ADH yang
merangsang dibentuknya AQP pada membran luminal ductus koligentes, maka ductus koligentes
sekarang permeable terhadap air, tapi tidak untuk zat lainnya. Oleh karena itu, hanya ada satu
kemungkinan air dapat diserap ke dalam pembuluh darah, yaitu tekanan osmotic medulla ginjal.
Oleh karena itu, air akan terserap secara osmotic ke dalam medulla, dan akhirnya masuk ke dalam
pembuluh darah untuk kembali disirkulasikan. Air yang masuk ini akan meningkatkan volume
plasma darah, dan tekanan darah akan naik ke kisaran normal, dan hormone ADH akan dihambat
sekresinya tepat pada saat dimana tekanan darah telah mencapai keadaan normal.6,7
Mekanisme kerja ADH terhadap penyerapan air secara fakultatif akan dijelaskan secara
ringkas pada Gambar 23.

31
Gambar 23. Mekanisme Kerja ADH untuk Penyerapan Air Fakultatif6

Jenis-Jenis Dehidrasi
Kehilangan cairan tubuh biasanya disertai gangguan keseimbangan elektrolit. Dehidrasi
dapat dikategorikan berdasarkan osmolaritas dan derajat keparahannya. Kadar natrium serum
merupakan penanda osmolaritas yang baik selama kadar gula darah normal. Berdasarkan
perbandingan jumlah natrium dengan jumlah air yang hilang, dehidrasi dibedakan menjadi tiga
tipe yaitu dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik, dan dehidrasi hipotonik.20,21

Variasi kadar natrium men-cerminkan jumlah cairan yang hilang dan memiliki efek
patofisiologi berbeda.
Dehidrasi isotonik (isonatremik). Tipe ini merupakan yang paling sering (80%). Pada
dehidrasi isotonik kehilangan air sebanding dengan jumlah natrium yang hilang, dan biasanya
tidak mengakibatkan cairan ekstrasel berpindah ke dalam ruang intraseluler. Kadar. natrium dalam
darah pada dehidrasi tipe ini 135-145 mmol/L dan osmolaritas efektif serum 275-295 mOsm/L.20

32
Dehidrasi hipotonik (hiponatremik). Natrium hilang yang lebih banyak dari-pada
air.Penderita dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135
mmol/L) dan osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mOsml/L). Karena kadar natrium rendah,
cairan intravaskuler berpindah ke ruang ekstravaskuler, sehingga terjadi deplesi cairan
intravaskuler. Hiponatremia berat dapat memicu kejang hebat; sedangkan koreksi cepat
hiponatremia kronik (2 mEq/L/jam) terkait dengan kejadian mielinolisis pontin sentral.20,21
Dehidrasi hipertonik (hipernatremik). Hilangnya air lebih banyak daripada natrium.
Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium serum (lebih dari 145 mmol/L) dan
peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dari 295 mOsm/L). Karena kadar natrium serum
tinggi, terjadi pergeseran air dari ruang ekstravaskuler ke ruang intravaskuler. Untuk
mengkompensasi, sel akan merangsang partikel aktif (idiogenik osmol) yang akan menarik air
kembali ke sel dan mempertahankan volume cairan dalam sel. Saat terjadi rehidrasi cepat untuk
mengoreksi kondisi hipernatremia, peningkatan aktivitas osmotik sel tersebut akan menyebabkan
infl uks cairan berlebihan yang dapat menyebabkan pembengkakan dan ruptur sel; edema serebral
adalah konsekuensi yang paling fatal. Rehidrasi secara perlahan dalam lebih dari 48 jam dapat
meminimalkan risiko ini.20,21
Perbandingan ketiga jenis dehidrasi ini disajikan dan dibandingkan pada Gambar 24.

Gambar 24. Perbandingan Dehidrasi Hipertonik, Hipotonik, dan Isotonik20

33
Keseluruhan uraian pada makalah ini akan dikaitkan dengan skenario, dimana kejadian
muntaber yang menyerang seorang anak, dan menyebabkan gangguan pembentukan urine pada
anak yang bersangkutan.
Saat anak tersebut mengalami muntaber, atau yang secara klinis disebut sebagai
gastroenteritis, adalah suatu penyakit yang menyebabkan terjadinya ekskresi cairan tubuh
berlebihan, yang dapat menyebabkan keadaan dehidrasi pada tubuh. Kondisi dehidrasi ini dapat
menyebabkan berbagai masalah serius, sampai pada depresi pada SSP dan dapat menyebabkan
kematian apabila terjadi syok hipovolemik yang berkelanjutan. Tentunya hal ini akan
mempengaruhi sistem tubuh lainnya, supaya keadaan dehidrasi ini dapat ditanggulangi untuk
sementara waktu sampai orang yang bersangkutan mendapatkan hidrasi air untuk mengembalikan
volume cairan tubuh.20,21
Karena muntaber membuang banyak air dari tubuh, yang seharusnya diserap, maka tubuh
akan melakukan berbagai kompensasi sesuai dengan kelainan yang terjadi akibat muntaber.
Muntaber dapat menyebabkan ketiga jenis dehidrasi, tergantung dari waktu muntaber dan defek
yang terjadi karena muntaber tersebut, misalnya apabila terjadi gangguan penyerapan air dan
elektrolit sehingga dibuang melalui muntah dan BAB, maka kelainan yang terjadi adalah dehidrasi
isotonic. Sesuai dengan fungsi fisiologis, maka apabila terjadi dehidrasi cairan dan garam yang
seimbang, maka kompensasi tubuh adalah dengan cara meningkatkan sistem RAA. Sistem RAA
akan meningkatkan reabsorpsi ion natrium dan air untuk menyeimbangkan kadarnya di dalam
darah dan pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah ke arah normal. Demikian pula
hormone ADH, yang akan membantu penyerapan air di ductus koligentes untuk meningkatkan
tekanan darah ke arah normal. Demikian pula, beberapa obat diare seperti Attapulgit akan
menurunkan aktivitas usus besar sehingga penyerapan air di usus sehingga feces akan menjadi
lebih padat, dan cairan akan kembali ke dalam darah untuk membantu mengembalikan kondisi
dehdrasi tubuh. Apabila diperlukan, maka perlu dilakukan hidrasi yang cukup untuk membantu
mengembalikan keseimbangan cairan tubuh.20,21
Berbeda halnya dengan pada saat anak-anak atau bayi, dehidrasi yang paling sering terjadi
adalah dehidrasi hipertonik. Keadaan hipertonik atau yang lebih sering dikaitkan dengan
hipernatremic dehydration adalah jumlah terjadi kekurangan air dan natrium, namun kehilangan
air lebih banyak daripada natrium, sehingga osmolaritas cairan tubuh meningkat. Konsekuensinya
adalah sama, yaitu menurunnya tekanan darah. Oleh karena itu, osmoreseptor hipotalamus akan

34
berespon, dan meningkatkan sekresi ADH. Sekresi RAA juga dilakukan, namun karena terjadi
peningkatan konsentrasi ion natrium di dalam tubuh, maka sistem RAA tidak akan terlalu tinggi,
karena juga dihambat. Sekresi ADH yang mendominasi akan menstimulasi penyerapan air yang
banyak untuk menurunkan kadar natrium dalam tubuh, sehingga tekanan darah yang sudah turun,
dan hiperosmolaritas cairan tubuh dapat kembali dalam kisaran yang normal. Dalam hal ini, perlu
dilakukan hydrasi hipotonik seperti air, sehingga cairan tubuh akan dibantu kembali ke keadaan
normal.20
Dehidrasi jenis terakhir adalah dehidrasi hipotonik. Diare juga dapat menyebabkan
dehidrasi hipotonik, atau hyponatremic dehydration. Keadaan ini disebabkan kadar natrium yang
terlalu rendah di dalam tubuh, disertai terjadinya defisit air di tubuh. Hal ini harus ditangani dengan
peningkatan sekresi RAA dan penurunan hormone ADH. Hormone ADH akan diturunkan
sekresinya karena memang osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi adanya kadar natrium yang
terlalu rendah, namun karena adanya tekanan darah yang relative rendah, hormone ADH akan
diseimbangkan sekresinya, namun tidak akan mendominasi. Berbeda halnya dengan sistem RAA,
dimana kadar natrium sangat rendah. Sistem RAA akan berlangsung menyebabkan reabsorpsi ion
natrium meningkat sehingga dapat kembali ke keadaan normal. Namun, perlu diingat bahwa
reabsorpsi ion natrium akan diikuti secara osmotic oleh air. Jadi mekanisme totalnya, hanya akan
memperbaiki keadaan tekanan darah yang menurun dan dehidrasinya. Tetapi, untuk keadaan
hipotonik cairan tubuh dan jumlah air berlebih belum disesuaikan dalam kisaran normal. Hal ini
akan dikompensasi dengan hormone ADH yang dihambat apabila tekanan darah yang normal
sudah tercapai, dan kelebihan air akan dibuang melalui urine. Kedua sistem ini akan saling
menyeimbangkan osmolaritas dan kadar natrium serta tekanan darah sistemik untuk menunjang
keseimbangan sistem tubuh.20,21

Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kejadian tidak terbentuknya
urine saat muntaber karena tekanan darah akan menurun dan terjadi dehidrasi. Dalam keadaan
dehidrasi tubuh akan menahan air lebih banyak sehingga, jumlah urine akan menurun, tergantung
pada derajat dehidrasi.

35
Daftar Pustaka
1. Ramadhani D, Ong HO, editors. Fisiologi manusia: Dari sel ke sistem. 8th ed. Diterjemahkan
dari: Sherwood L. Introduction to human physiology. 8th ed. Jakarta: EGC; 2012. P. 4-6. P.326-
38.
2. Albert B, Johnson A, Lewis J, Morgan D, Raff M, Robert K, et al. Molecular biology of the
cell. 6th ed. New York: Garland Science; 2015. P. 1-4, 963-6.
3. Goodman SR. Medical cell biology. 3rd ed. California: Elsevier; 2012. P. 1-6.
4. Clark DP, Pazdernik NJ. Molecular biology. 2nd ed. Oxford: Elsevier; 2013. P. 3-9.
5. Karp G. Cell and molecular biology. Concepts and experiments. Oxford. P. 19.
6. Barrett KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL. Ganong’s review of medical physiology. 24th
ed. Chicago: McGraw-Hill Companies,Inc.; 2012.
7. Silverthorn DE. Human physiology an integrated approach. 6th ed. Boston: Pearson Education,
Inc.; 2013.
8. Hall JE. Guyton and Hall, Textbook of Medical Physiology. 13th ed. Philadelphia: Elsevier;
2016.
9. Carlson BM. Human embryology and developmental biology 3rd ed. Saint Louis: Mosby;
2010.
10. Silbernagl S. Lang F. Colour atlas of pathophysiology. Thieme, 2000.
11. William L, Wilkins L. Atlas of pathophysiology. 3rd ed. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2014.
12. Standring S. Gray’s Anatomy; The anatomical basis of clinic practice. London: Elsevier; 2016.
13. Moore KL. Dalley AF, Agur AMR. Moore; Clinically oriented anatomy. 7th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins; 2014.
14. Clinical anatomy. Harold Ellis, Vishy Mahadevan.2010. Wiley-Blackwell. Singapore. 12th ed.
15. Paulsen F, Washcke J. Sobotta, Internal Organs. 23rd ed. Vol. 2. Munchen: EGC; 2010.
16. Netter FH. Atlas of human anatomy. 6th ed. Philadelphia: Saunders; 2014.
17. Kasim I. Sistem Urinaria. Jakarta: Universitas Kristen Krida Wacana; 2012.
18. Eroschenko VP. DiFiore atlas of histology with functional correlations. 11th ed. Baltimore:
Lippincott Williams and Wilkins; 2008.
19. Mescher AL. Junqueira’s basic histology text and atlas. 13th ed. New York: McGraw-Hill;
2013.

36
20. Leksana E. Strategi terapi cairan pada dehidrasi. Kalbemed [serial on the Internet]. 2015; 42:
1. Available from: http://www.kalbemed.com/Portals/6/23_224Praktis-
Strategi%20Terapi%20Cairan%20pada%20Dehidrasi.pdf
21. Modric J. Dehydration types: Pathophysiology, lab test and values. eHealthstar [Internet]. 2013
July 31. Available from: http://www.ehealthstar.com/dehydration/types-pathophysiology.

37

Anda mungkin juga menyukai