Anda di halaman 1dari 12

1.

Dapatkah Anda Menjelaskan mekanisme dan hubungan empiris untuk sisten benda
dengan bentu tak beraturan, bola, permukaan miring, dan dalam ruang tertutup?

Mekanisme dan hubungan empiris untuk sisten benda dengan bentu tak beraturan, bola,
permukaan miring, dan dalam ruang tertutup adalah sebagai berikut :

a. Benda Tak Berturan


Tidak ada persamaan umum yang berlaku untuk benda padat yang bentuknya tak teratur. Namun, dapat
digunakan

⃑⃑⃑⃑⃑⃑⃑
𝑁𝑢𝑓 =𝐶 (𝐺𝑟𝑓 𝑃𝑟𝑓 )𝑚 (1)

Dengan C = 0,775 dan m = 0,208 untuk silinder vertikal yang tingginya sama dengan diameternya.
Angka Nusselt dan angka Grashof dievaluasi dengan menggunakan diameter sebagai panjang karakteristik. Jika
panjang karakteristik dinyatakan sebagai jarak tempuh partikel fluida di dalam lapisan batas maka
digunakan nilai C = 0,52 dan m = ¼ untuk daerah laminar.

b. Konveksi pada Bola


Rumus empiris untuk perpindahan kalor konveksi bebas dari bola ke udara sebagai berikut :
ℎ.𝑑
𝑁𝑢𝑓 = = 2 + 0.392 𝐺𝑟 1/4 untuk rentang 1 < 𝐺𝑟𝑓 < 105 (2)
𝑘.𝑓
Persamaan diatas dapat diubah dengan memasukkan angka Prandtl, sehingga didapatkan :

𝑁𝑢𝑓 = 2 + 0.43 (𝐺𝑟𝑓 . 𝑃𝑟𝑓 )1/4 (3)

Sifat-sifat dievaluasi pada suhu film dan dapat berlaku untuk perhitungan konveksi bebas pada
gas. Untuk rentang angka rayleigh yang lebih tinggi, hasil eksperimen dari Amato dan Tien menyarankan
korelasi berikut ini :

𝑁𝑢𝑓 = 2 + 0.50 (𝐺𝑟𝑓 . 𝑃𝑟𝑓 )1/4 untuk rentang 3 × 105 < (𝐺𝑟𝑓 . 𝑃𝑟𝑓 ) < 8 × 108 (4)

c. Konveksi pada Permukaan Miring


Orientasi kemiringan plat apakah permukaannya
menghadap atas atau ke bawah merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi bilangan nusselt . Untuk
membuat perbedaan ini Fuji dan Imura memberikan tanda sudut
θ sebagai berikut :
a. Sudut θ adalah negatif jika permukaan panas
menghadap keatas.
b. Sudut θ adalah positif jika permukaan panas
menghadap kebawah. Gambar 2 Konveksi pada bola
(Sumber: Holman, J.P., 2010. Heat Transfer 10th
Edition)
Menurut Fuji dan Imura, untuk plat miring dengan permukaan panas menghadap kebawah pada
jangkauan +𝜃 < 88°𝐶 ; 105 < (𝐺𝑟𝑄 . 𝑃𝑟𝑄 ) < 1011 bentuk korelasinya adalah :

Nu = 0.56 (𝐺𝑟𝑄 . 𝑃𝑟𝑄 . cosθ)1/4 (5)

Untuk plat dengan kemiringan kecil (88°< θ < 90°) dan permukaan panas menghadap kebawah dengan
rentang 106 < (𝐺𝑟𝑄 . 𝑃𝑟𝑄 ) < 1011 maka persamaannya menjadi :
Nu = 0.58(𝐺𝑟𝑄 . 𝑃𝑟𝑄 )1/5 (6)

Kemudian untuk plat miring dengan permukaan panas menghadap keatas dalam rentang
10 < (𝐺𝑟𝑄 . 𝑃𝑟𝑄 . 𝑐𝑜𝑠 𝜃) < 1011 untuk sudut antara -15 ˚C dan -75˚C korelasinya adalah sebagai
5

berikut:
1/3
⃑⃑⃑⃑⃑⃑⃑⃑
𝑁𝑢𝑄 == 0.14 [(𝐺𝑟𝑄 . 𝑃𝑟𝑄 )1/3 − (𝐺𝑟𝐶 . 𝑃𝑟𝑄 ) ] + 0.56 (𝐺𝑟𝑄 . 𝑃𝑟𝑄 . cosθ)1/4 (7)

Di daerah turbulen, dengan fluidanya adalah udara didapatkan korelasi empiris sebagai berikut :

𝑁𝑢𝑥 = 0.17 (𝐺𝑟𝑥∗ . 𝑃𝑟)1/4 dalam rentang 1010 < (𝐺𝑟𝑥∗ . 𝑃𝑟) < 1015 (8)

Dimana 𝐺𝑟𝑥∗ sama dengan yang digunakan pada plat vertical. Jika menghadap ke bawah
𝐺𝑟𝑥∗ diganti dengan 𝐺𝑟𝑥∗ . 𝑐𝑜𝑠 2 𝜃.

Untuk silinder miring, perpindahan kalor laminar pada kondisi fluks tetap dihitung
dengan persamaan berikut :
1 1 1.75
𝑁𝑢𝐿 =[0.60 − 0.488(𝑠𝑖𝑛 𝜃)1.03 ] (𝐺𝑟𝐿 . 𝑃𝑟)4+12(𝑠𝑖𝑛 𝜃) untuk 𝐺𝑟𝐿 . 𝑃𝑟 < 2 × 108 (9)

d. Konveksi pada Permukaan Miring


Jika terdapat fluida diantara dua plat vertikal yang terpisah dengan jarak 𝜕 satu dengan lain. Jika
fluida tersebut diberi beda suhu ∆𝑇𝑤 = 𝑇2 − 𝑇1 maka terjadi perpindahan panas. Menurut
MacGregor angka Grashof dihitung sebagai :

𝑔𝛽 (𝑇2 −𝑇1 )
𝐺𝑟𝜕 = (10)
𝑉2

Pada angka Grashof yang sangat rendah, terdapat sangat sedikit arus konveksi-bebas dan
perpindahan kalor berlangsung terutama melalui konduksi melintas lapisan tersebut. Pada angka Grashof
yang lebih tinggi, terdapat berbagai ragam aliran dan perpindahan kalor pun meningkat dengan
teratur, seperti dinyatakan melalui angka Nusselt :
ℎ.𝜕
𝑁𝑢𝜕 = (11)
𝑘

Perpindahan kalor ke berbagai zat cair pada kondisi fluks kalor tetap dapat dinyatakan dengan :
1
𝐿 −0.30
𝑁𝑢𝐿 =0.42(𝐺𝑟𝜕 . 𝑃𝑟)4 𝑃𝑟 0.012 (𝜕) (12)

Dimana :𝑞𝑤 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛

104 < (𝐺𝑟𝜕 . 𝑃𝑟) < 107

1 < 𝑃𝑟 < 2000

𝐿
10 < ( ) < 40
𝜕

𝑁𝑢𝜕 == 0.046(𝐺𝑟𝜕 . 𝑃𝑟)1/3 (13)

Dimana :𝑞𝑤 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛

106 < (𝐺𝑟𝜕 . 𝑃𝑟) < 109

1 < 𝑃𝑟 < 20

𝐿
10 < ( ) < 40
𝜕
Untuk pemanasan atau pendinginan konveksi alamiah transien dalam ruang
tertutup berbentuk silinder vertikal atau horizontal dapat dihitung dengan :
𝐿
𝑁𝑢𝑓 = 0.559(𝐺𝑟𝑓 . 𝑃𝑟𝑓 )1/4 untuk rentang 0.75 < (𝜕) < 2.0 (14)

Kelemahan dari metode pendekatan empiris adalah diperlukannya data-data pendukung yang
diperoleh dari suatu eksperimen untuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan
yang ada. Tanpa adanya data-data tersebut maka metode pendekatan ini tak dapat digunakan. Selain
itu penggunaan persamaan empiris dalam penyelesaian permasalahan konveksi adalah dimensi
karakteristik yang digunakan dalam angka Nusselt dan angka Grashof bergantung pada geometri
bendanya. Untuk plat vertikal hal itu ditentukan oleh tinggi plat L, untuk silinder horizontal oleh diameter
d, dan demikian seterusnya, sehingga data eksperimen untuk soal-soal konveksi bebas terdapat
dalam berbagai rujukan, dengan beberapa hasil yang saling bertentangan. Untuk mengantisipasinya
digunakan persamaan (1), dengan nilai-nilai konstanta c dan m tertentu untuk setiap kasus seperti pada Tabel 7-1
Buku Holman Edisi 10.

2. Dapatkah Anda menjelaskan tentang metode analisis LMTD pada alat penukar kalor?

Metode Analisis Log Mean Temperature Difference (LMTD) merupakan analisis Beda
suhu antara fluida panas dan fluida dingin pada waktu masuk dan pada waktu keluar tidaklah
sama, untuk itu perlu ditentukan nilai rata-ratanya. Metode dapat ditentukan dari persamaan
kesetimbangan energy.
Gambar 1 Profil Temperature Lintas Aliran pada Alat Penukar Panas
Sumber: Holman, J.P., 2010. Heat Transfer 10th Edition

a. LMTD pada Heat Exchanger Parallel Flow


Temperatur fluida masuk dan temperatur fluida keluar dapat ditentukan dari
persamaan kesetimbangan energi, sehingga nilai dari ΔT𝐼𝑚 dapat ditentukan.

Gambar 2 Ilustrasi Parallel Flow pada Alat Penukar Pnas


Sumber: Welty. 2008. Fundamentals of Momentum, Heat and Mass Transfer 5 th edition.

Gambar 3 Profil Temperatur Parallel Flow


Sumber: Holman, J.P., 2010. Heat Transfer 10th Edition

Agar persamaan neraca energi bisa diterapkan, berikut ini asumsinya:


a. Heat exchanger adiabatik, tidak ada kalor keluar masuk heat exchanger selain
perpindahan kalor antar fluida.
b. Konduksi aksial diabaikan.
c. Energi Kinetik dan Potensial diabaikan
d. Kalor jenis fluida konstan
e. Koefisien perpindahan kalor menyeluruh konstan

Dengan asumsi-asumsi diatas, maka didapatkan:

𝑞 = 𝑚̇𝐶𝑝,ℎ (𝑇ℎ,𝑖 − 𝑇ℎ,𝑒 ) = − 𝑚̇𝐶𝑝,ℎ (𝑑𝑇ℎ ) ; untuk hot fluid (2)

𝑞 = 𝑚̇𝐶𝑝,𝑐 (𝑇𝑐,𝑒 − 𝑇𝑐,𝑖 ) = 𝑚̇𝐶𝑝,𝑐 (𝑑𝑇𝑐 ) ; untuk cold fluid (3)

sehingga
𝑞 = 𝑈𝐴 ΔT𝐼𝑚 (4)

Gambar 3 menunjukkan bahwa perbedaan suhu antara panas dan fluida dingin
bervariasi antara inlet dan exit, dan kita harus menentukan nilai rata-rata dengan
menggunakan Persamaan (4). Untuk pengubah panas aliran paralel yang ditunjukkan
pada Gambar 3, panas yang ditransfer melalui elemen area dA dapat ditulis :

𝑑𝑞 = − 𝑚̇ ℎ 𝐶ℎ (𝑑𝑇ℎ ) = 𝑚̇ 𝑐 𝐶𝑐 (𝑑𝑇𝑐 ) (5)

Dimana subscript h dan c masing-masing menunjukkan fluida panas dan dingin.


Perpindahan panas juga bisa dinyatakan

𝑑𝑞 = 𝑈(𝑇ℎ − 𝑇𝑐 ) 𝑑𝐴 (6)

Sehingga masing-masing fluida panas dan dingin dapat ditentukan dengan rumus
−𝑑𝑞
𝑑𝑇ℎ = 𝑚̇ (7)
ℎ 𝐶ℎ

𝑑𝑞
𝑑𝑇𝑐 = 𝑚̇ (8)
𝑐 𝐶𝑐

Maka dapat dilakukan substitusi persamaan (7) dan (8) ke dalam persamaan (6)
didapat
𝑑(𝑇ℎ −𝑇𝑐 ) 1 1
= −𝑈 (𝑚̇ + 𝑚̇ ) 𝑑𝐴 (9)
𝑇ℎ −𝑇𝑐 ℎ 𝐶ℎ 𝑐 𝐶𝑐
b. LMTD pada Heat Exchanger Counterflow
Dengan tipe Heat Exchanger yang sama dengan parallel flow, penurunan neraca
energi untuk menghasilkan persamaan ΔT𝐼𝑚 yang sama. Hanya saja, untuk Heat
Exchanger yang counterflow nilai ΔT1 dan ΔT2 berbeda. Untuk Heat Exchanger
counterflow, yaitu:

Gambar 4 Ilustrasi Counterflow pada Alat Penukar Pnas


Sumber: Welty. 2008. Fundamentals of Momentum, Heat and Mass Transfer 5 th edition.

Gambar 5 Profil Temperatur Counterflow


Sumber: Holman, J.P., 2010. Heat Transfer 10th Edition

Persamaan diferensial (9) dapat diintegrasikan antara kondisi 1 dan 2 seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 5. Maka didapat :
𝑇 −𝑇 1 1
𝑙𝑛 𝑇ℎ2 −𝑇𝑐2 = −𝑈𝐴 (𝑚̇ + 𝑚̇ ) (10)
ℎ1 𝑐1 ℎ 𝐶ℎ 𝑐 𝐶𝑐

Kembali ke Persamaan (4), produk 𝑚̇ ℎ 𝐶ℎ dan 𝑚̇𝑐 𝐶𝑐 dapat diekspresikan dalam


kerangka total perpindahan panas q dan perbedaan suhu keseluruhan cairan panas dan
dingin. Dengan demikian
𝑞
𝑚̇ ℎ 𝐶ℎ = 𝑇 (11)
ℎ1 −𝑇ℎ2

𝑞
𝑚̇ 𝑐 𝐶𝑐 = 𝑇 (12)
𝑐2 −𝑇𝑐1

Kemudian kedua persamaan di atas distubtitusikan ke dalam persamaan (10) maka


(𝑇ℎ2 −𝑇𝑐2 )−(𝑇ℎ1 −𝑇𝑐1 )
𝑞 = 𝑈𝐴 (13)
ln[(𝑇ℎ2 −𝑇𝑐2 )/(𝑇ℎ1 −𝑇𝑐1 )]

Membandingkan Persamaan (13) dengan Persamaan (4) maka didapat perbedaan


suhu rata-rata adalah pengelompokan istilah dalam tanda kurung. Dengan demikian
(𝑇ℎ2 −𝑇𝑐2 )−(𝑇ℎ1 −𝑇𝑐1 )
∆𝑇𝐼𝑚 = (14)
ln[(𝑇ℎ2 −𝑇𝑐2 )/(𝑇ℎ1 −𝑇𝑐1 )]

3. Dimana letak perbedaan antara LMTD dengan metode analisis efektivitas NTU ?

Metode Log Mean Temperature Difference (LMTD) merupakan metode analisis Beda
suhu antara fluida panas dan fluida dingin pada waktu masuk dan pada waktu keluar tidaklah
sama, untuk itu perlu ditentukan nilai rata-ratanya. Metode dapat ditentukan dari persamaan
kesetimbangan energi. Metode ini dapat dipakai secara langsung untuk menentukan luas
permukaan , koefisien perpindahan panas, maupun jumlah energi panas yang ditransferkan.

Sedangkan Metode NTU-Efektivitas merupakan metode yang menggunakan prinsip


efektivitas alat penukar kalor dalam memindahkan sejumlah kalor tertentu. Metode efektivitas
digunakan ketika metode LMTD sulit untuk diterapkan akibat tidak diketahuinya suhu masuk
dan/atau suhu keluar. Jika suhu masuk dan/atau suhu keluar tidak diketahui, maka penggunaan
metode LMTD harus melibatkan proses iterasi, hal ini disebabkan karena metode LMTD
merupakan fungsi algoritma. Keunggulan metode NTU-Efektivitas adalah dapat
membandingkan berbagai jenis alat penukar kalor sehingga diperoleh alat penukar kalor dengan
kinerja terbaik dilihat dari nilai efektivitasnya. Selain itu ketelitian metode NTU-Efektivitas
dapat mencapai<1% ketika C<0,5 dan N<3,0 serta dapat mencapai 6,5% ketika C=1,0 dan N =
6,0. Nilai efektivitas dari suatu alat penukar kalor dapat ditinjau dari perpindahan kalor, suhu,
perubahan fasa, dan rumus relasi NTU pada setiap geometri dan rumus keefektifannya.

2. Sebuah alat penukar kalor aliran silang dengan kedua fluida tak bercampur,
digunakan untuk memanaska 0,1 lb/s air dari suhu 50oF menjadi 180oF. Fluida pemanas
yang digunakan adalah gas buang panas bersuhu 430oF yang akan mengalami
penurunan suhu menjadi 220oF
𝐵𝑡𝑢
a. Hitunglah luas area permukaan yang dibuthkan, jika diketahui 𝑈 = 20 . 𝑓𝑡 2 ℉

𝐵𝑡𝑢
b. Jika nilai U mengalami penurunan akibat fouling factor menjadi 14,7 . 𝑓𝑡 2 ℉,

perkirakan suhu keluar air pada kondisi tersebut

430℉

50℉ 180℉

220℉

Gambar 1 Ilustrasi aliran silang dengan kedua fluida tak-campur


Sumber: Pribadi

Diketahui : Sebuah alat penukar kalor aliran silang dengan kedua fluida tak-campur

Data yang diberikan pada soal :


𝑚̇ 𝑐 = 0,1 𝑙𝑏𝑚 / s ;
𝑐𝑝,𝑐 = 0,999 𝐵𝑡𝑢/𝑙𝑏𝑚℉ ;
𝐵𝑡𝑢
𝑈 = 20 . 𝑓𝑡 2 ℉ ;

𝑇𝑐,𝑖𝑛 = 50℉ ;𝑇𝑐,𝑒𝑥𝑖𝑡 = 180℉ ;
𝑇ℎ,𝑖𝑛 = 430℉ ; 𝑇ℎ,𝑒𝑥𝑖𝑡 = 220 ℉
Note: subscript c (water) dan h (flue gas) menunjukkan fluida cold dan fluida hot

a. Luas permukaan area pertukaran panas yang dibutuhkan (A) ?


Analisis : kita dapat menggunakan metode LMTD karena diketahuinya suhu masuk
dan/atau suhu keluar untuk luas yang dibutuhkan heat Exchanger (A)
Jawab:
 Perpindahan panas total ditentukan dari energy yadng diserap oleh air (cold fluid)
sehingga rumus menjadi :

𝑞 = 𝑚̇ 𝑐 𝐶𝑝,𝑐 (∆𝑇𝑐 )
𝑙𝑏𝑚 𝐵𝑡𝑢
= (0,1 )( 0,999 )(180 − 50)℉
𝑠 𝑙𝑏𝑚 ℉

= 12,98 Btu/s
 Karena semua temperature fluida diketahui, metode LMTD dapat digunakan
untuk mencari suhu rata-rata pada heat exchanger tersebut sehingga :

(𝑇ℎ,𝑒 − 𝑇𝑐,𝑒 ) − (𝑇ℎ,𝑖 − 𝑇𝑐,𝑖 )


∆𝑇𝐼𝑚 =
ln[(𝑇ℎ,𝑒 − 𝑇𝑐,𝑒 )/(𝑇ℎ,𝑖 − 𝑇𝑐,𝑖 )]
(430−180)−(220−50)
= ln[(430−180)/(220−50)]

= 207,8 ℉

 Kemudian substitusi

𝑞 = 𝑈𝐴 (∆𝑇𝑙𝑚 )
𝑞
𝐴=
𝑈(∆𝑇𝑙𝑚 )
𝐵𝑡𝑢 3600 𝑠
12,98 ×
𝑠 1ℎ
𝐴= 𝐵𝑡𝑢 2
(20 .𝑓𝑡 ℉)(207,8 ℉)

= 11,24 𝑓𝑡 2

Maka luas permukaan area pertukaran panas yang dibutuhkan ialah 11,24 𝑓𝑡 2
𝐵𝑡𝑢
b.Tentukan suhu keluaran air, jika nilai U=14.7 . 𝑓𝑡 2 ℉ mengalami penurunan akibat

fouling factor

Analisis: Metode efektivitas-NTU digunakan ketika metode LMTD sulit untuk diterapkan akibat
tidak diketahuinya suhu masuk dan/atau suhu keluar. Jika suhu masuk dan/atau suhu keluar
tidak diketahui, maka penggunaan metode LMTD harus melibatkan proses iterasi, hal ini
disebabkan karena metode LMTD merupakan fungsi algoritma.

Asumsi: spesifik panas gas buang panas ialah 0,2509 Btu/lbm℉

Jawab:

Dari pernyataan soal, kita tidak tahu apakah air atau gas buang panas yang merupakan
minimum fluid. Jika air adalah minimum fluid, kita dapat segera menghitung NTU dan
menggunakan Gambar 2 menentukan laju aliran air dan suhu air keluar. Jika gas buang panas
adalah minimum fluid, prosedur trial-and-error harus digunakan dengan Gambar 2 atau tabel 1.
Kami berasumsi jika udara adalah minimum fluid dan kemudian memeriksa kebenaran asumsi.
Kemudian
𝑙𝑏𝑚 𝐵𝑡𝑢 3600 𝑠 𝐵𝑡𝑢
𝐶𝑚𝑖𝑛 = 𝑚̇ 𝑐 𝐶𝑝,𝑐 = (0,1 ) ( 0,999 𝑙𝑏𝑚 ℉ × ) = 359,64 ℎ.℉
𝑠 1ℎ

Dan
𝐵𝑡𝑢
𝑈𝐴 (14.7 .𝑓𝑡 2 ℉)

𝑁𝑇𝑈𝑚𝑎𝑥 = 𝐶 = 𝐵𝑡𝑢 = 0.0408
𝑚𝑖𝑛 359,64
ℎ.℉

dan efektivitas berdasarkan udara sebagai minimum fluid

∆𝑇𝑎𝑖𝑟 (180 − 50)℉


∈= = = 0.342
∆𝑇𝑚𝑎𝑥 (430 − 50)℉

Dilihat Gambar 2 di bawah, tidak dapat dicocokan nilai diatas dengan kurva. Maka dari itu gas
buang panas menjadi minimum fluid. Oleh karena itu, harus mengasumsikan nilai-nilai untuk laju
aliran gas buang panas sampai kita dapat mencocokkan kinerja seperti yang diberikan oleh
Gambar 2 atau Tabel 1. maka
𝑙𝑏𝑚 𝐵𝑡𝑢 3600 𝑠 𝐵𝑡𝑢
𝐶𝑚𝑎𝑥 = 𝑚̇ 𝑐 𝐶𝑝,𝑐 = (0,1 ) ( 0,999 𝑙𝑏𝑚 ℉ × ) = 359,64 ℎ.℉
𝑠 1ℎ

𝑈𝐴
𝑁𝑇𝑈𝑚𝑎𝑥 =
𝐶𝑚𝑖𝑛

∆𝑇ℎ ∆𝑇ℎ
∈= =
∆𝑇𝑚𝑎𝑥 (220 − 50)

3600 𝑠
𝑞 12,98 𝐵𝑡𝑢/𝑠 ×
∆𝑇ℎ = = 1 ℎ = 46728 𝐵𝑡𝑢/ℎ
𝐶𝑚𝑖𝑛 𝐶𝑚𝑖𝑛 𝐶ℎ

Dilakukan iterasi :

Calculated
𝑪𝒎𝒊𝒏 From figure from
𝑪𝒎𝒊𝒏 ∆𝑻𝒉
𝑵𝑻𝑼𝒎𝒂𝒙 ∆𝑻𝒉 10-15 or
𝑪𝒎𝒂𝒙 = 𝒎𝒉 𝒄𝒉 ∈=
table 10-13 ∆𝑻𝒎𝒂𝒙

0,5 179,82 0,918 259,8 1,238 1,528


0,60 215,78 0,765 216,5 1,032 1,273
0,78 282,3 0,585 165,5 0,937 0.970

Maka jika diperkirakan laju alir gas buang panas adalah


𝐵𝑡𝑢
𝑚̇ ℎ 𝐶ℎ = 282,3 ℎ.℉

Dan

𝐵𝑡𝑢
198 𝐵𝑡𝑢
𝑚ℎ = ℎ. ℉ = 1123
0,2509 𝐵𝑡𝑢/𝑙𝑏𝑚℉ ℎ. ℉

Maka keluaran gas buang panas

46728 𝐵𝑡𝑢/ℎ
𝑇𝑔𝑎𝑠𝑏𝑢𝑎𝑛𝑔,𝑒𝑥𝑖𝑡 = 220 −
𝐵𝑡𝑢
282,3
ℎ. ℉
= 54,5 ℉

Gambar 2 Kurva Keefektifan aliran silang dengan fluida tak-campur


Sumber: Holman, J.P., 2010. Heat Transfer 10th Edition
Tabel 1 Keefektifan aliran silang dengan fluida tak-campur
Sumber: Holman, J.P., 2010. Heat Transfer 10th Edition

Anda mungkin juga menyukai