Anda di halaman 1dari 4

Mengenal "Tax Haven" atau Suaka Pajak, dan Fakta Mencengangkan di Baliknya

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal "Tax Haven" atau Suaka Pajak,
dan Fakta Mencengangkan di
Baliknya", https://ekonomi.kompas.com/read/2016/04/11/060300926/Mengenal.Tax.Haven.at
au.Suaka.Pajak.dan.Fakta.Mencengangkan.di.Baliknya.
Penulis : Estu Suryowati

Beberapa hari terakhir kita dihebohkan dengan munculnya dokumen “Panama Papers”.
Dokumen ini menyajikan informasi tentang berbagai pemimpin negara, pejabat dan petinggi
politik, pebisnis, olahragawan, hingga profesional yang menggunakan jasa firma hukum
Mossack Fonseca di Panama untuk berbagai tujuan, baik bisnis, penyamaran kepemilikan,
maupun penghindaran pajak.
Untuk memahami apa dan bagaimana “Panama Papers” berikut kami buat penjelasan singkat
agar mudah dipahami, dimulai dengan “tax havens”. Asal-usul Istilah Istilah tax havens sering
disebut juga “tax heaven” atau surga pajak.
Tax havens sebenarnya lebih tepat diterjemahkan suaka pajak, karena merupakan perlindungan
dari pengenaan pajak. Istilah surga selain menjadi penanda “sesuatu yang nikmat dan
menyenangkan”, ternyata juga dekat dengan istilah yang dipakai Prancis yaitu paradis fiscaux,
atau di Spanyol disebut paradisos fiscales, di Italia bernama rifugio fiscale, dan Jerman
menyebutnya Stuerhafens.
Sejak kapan “tax havens” ada? Tax havens lahir sebagai konsekuensi meningkatnya tarif pajak.
Istilah ini pertama kali muncul di majalah The Times 17 Mei 1894, ketika banyak wajib pajak di
Inggris memindahkan kekayaannya untuk menghindari pajak. Pasca Perang Dunia I kebutuhan
biaya akibat kehancuran ekonomi pasca perang mendorong negara-negara untuk menaikkan
tarif pajak agar pendapatan negara meningkat.
Tarif pajak pada 1924 bahkan mencapai 72 persen. Sejak saat itulah tax havens lahir dan tiga
kota di Swiss – Geneva, Zurich, dan Basel – menjadi pusat penghindaran pajak yang aman. Pada
kurun 1930-an, pemungutan pajak yang semakin agresif mendorong lahirnya tax havens baru.
Ketika Roosevelt berkuasa, para pengusaha di AS menggunakan Bahama sebagai tempat
menyembunyikan penghasilan.
Pada tahun 1960, Cayman Island lahir sebagai tax havens baru yang didukung perbankan
Kanada. The Rolling Stones meninggalkan Inggris pada 1971 karena beban pajak yang
terlampau tinggi. Mereka pun melakukan eksodus ke AS, dan diikuti banyak profesional lainnya.
Pada saat bersamaan Panama juga lahir sebagai tax havens yang menyimpan dana milik
pengusaha AS dan Amerika Tengah, terutama Kuba. Apa yang dimaksud “tax havens”?
Secara umum tax havens didefinisikan sebagai suatu negara atau wilayah yang mengenakan
pajak rendah atau sama sekali tidak mengenakan pajak dan menyediakan tempat yang aman
bagi simpanan untuk menarik modal masuk.
OECD memberi tiga ciri tax havens yaitu
1. menerapkan tarif pajak rendah atau bebas pajak,
2. lack of transparency, dan
3. lack of effective exchange of information.
Dengan demikian tidak semua yurisdiksi dengan tarif pajak rendah merupakan tax havens
karena mau bekerja sama dalam pertukaran informasi. Dalam perpajakan internasional, kerap
digunakan tiga istilah yang bisa dipertukarkan satu sama lain yaitu: Preferential Tax Regime’s
(PTRs), Offshore Financial Centers (OFCs), dan tax havens.
Apa saja yang ditawarkan oleh “tax havens”?
Negara suaka pajak pada umumnya menawarkan manfaat:
(i). peluang diversifikasi investasi,
(ii). strategi menangguhkan beban pajak,
(iii). perlindungan asset yang kuat,
(iv). hasil investasi bebas pajak,
(v). offshore banding dengan keleluasaan dan privasi,
(vi). imbal hasil yang lebih besar,
(vii). mengurangi beban pajak,
(viii). menghindari restriksi mata uang,
(ix). peluang mengembangkan bisnis.
Bahaya penggunaan tax havens antara lain
(i). money laundering,
(ii). penyalahgunaan perusahaan cangkang (shell companies),
(iii). pendanaan yang keliru,
(iv). penggelapan pajak, dan
(v). ancaman pada stabilitas sistem keuangan.
Siapa saja yang dikategorikan "tax havens"?
Kita sering berpikir tax havens adalah teritori yang sangat jauh dari kita. Faktanya tax havens
semakin marak seiring dengan globalisasi. Bahkan kaitan pajak dan globalisasi sangat erat
karena efisiensi pajak merupakan motif utama modal mencari keuntungan maksimal.
OECD pada tahun 1998 mengeluarkan dokumen Anti-Harmful Tax Competition dan menyusun
daftar hitam negara suaka pajak. Sejak saat itu genderang perang terhadap tax havens dimulai.
Menurut IMF, setidaknya diidentifikasi 60 teritori suaka pajak. Tujuh tax havens terbaik
(Hoyt:2007) adalah Switzerland, Liechtenstein, Austria, Panama, Saint Kitts and Nevis, Belize,
Hong Kong. Sedangkan 11 tax havens terbaik untuk melindungi asset (Hadnum:2011) adalah
Jersey (Channel Island / European Mediterania), Liechtenstein, The Cayman Island, St Kitt Nevis,
Panama, Gilbatar, Isle of Man, Bermuda, Bahamas, Austria, New Zealand. Dalam taraf tertentu
Irlandia juga merupakan low tax regime karena pemberlakuan “Double Irish” yang mengenakan
pajak sangat rendah untuk perusahaan yang berkedudukan di Irlandia namun kontrol
manajemen dilakukan di luar Irlandia. Belanda juga dikenal dengan ‘Dutch Sandwich” yang tidak
mengenakan pajak terhadap pembayaran royalti dan bunga sehingga sering digunakan sebagai
tempat pendirian special purpose vehicle (SPV). Adakah data dan fakta yang mencengangkan
terkait "tax havens"? Sebanyak 33 persen Modal Asing Langsung atau FDI berasal dari tax
havens. Pada tahun 2010 Barbados, Bermuda dan the British Virgin Islands (BVI) menerima FDI
5,11 persen dari FDI global, melebihi Jerman (4,77 persen) atau Jepang (3,76 persen). Investasi
ketiga negara ini mencapai 4,54 persen terhadap investasi global, melebihi Jerman (4,28
persen). Sementara itu, tahun 2010 lalu BVI merupakan investor terbesar kedua ke China (14
persen), setelah Hong Kong (45 persen), dan di atas AS (4 persen). Bermuda merupakan
investor terbesar ketiga di Chili (10 persen). Mauritius adalah investor terbesar ke India dengan
kontribusi hingga 24 persen, Cyprus (28 persen), BVI (12 persen), Bermuda (7 persen). Bahama
(6 persen) adalah investor terbesar ke Russia. BVI berpenduduk 19.000 orang tetapi memiliki
830.000 perusahaan terdaftar dan 300.000 perusahaan cangkang. Adapun negara Cayman
memiliki 70.000 perusahaan, 430 bank, 720 perusahaan asuransi, 7.000 lembaga pembiayaan.
Padahal tercatat hanya 5.400 pegawai dan terdapat satu alamat dengan 18.000 perusahaan.
Cayman memiliki asset 1,3 kali GDP Norwegia dan total assetnya sebesar 700 kali GDP. Contoh
lain, Swiss menyimpan 2.300 miliar dollar AS dana asing. Dan AS kehilangan potensi pajak
sebesar Rp 6.000 triliun, karena Rp 30 triliun laba perusahaan diparkir di luar negeri. Siapa saja
yang pernah memanfaatkan jasa "Tax Havens”? Yang paling hangat adalah Apple, Google,
Starbucks dan Amazon. Sebelumnya Airbus, Mark Spencer, Vodafone, Coca Cola, Cisco, Pfizer,
LTCM, Parmalat, Refco, Enron, Northern Rock. Pada 2008, seekor anjing bernama Gunter
terdaftar bersama 1.400 orang pemilik trusts di Leichenstein, untuk menghindari pajak Jerman.
Juni 2008, pegawai senior bank UBS Swiss mengaku telah membantu menghindari pajak orang
AS senilai 20 miliar dollar AS, dengan biaya 200 juta dollar AS. Apa yang dilakukan untuk
menangkal “Tax Havens”? Inisiatif yang pernah dilakukan adalah Financial Action Task Force
(1989), membentuk OECD Forum on Harmful Tax Practices dan OECD Global Forum, Tax
Information Exchange Agreement (2001), dan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Action
Plan (2013) yang diinisiasi OECD dan G-20. Berapa potensi pajak orang Indonesia di “Tax
Havens”? Menurut penelitian Tax Justice Network (2010), lebih dari 331 miliar dollar AS (setara
Rp 4.500 triliun) asset orang Indonesia berada di tax havens. Sedang, menurut Global Financial
Integrity (2014), sedikitnya terdapat Rp 200 triliun aliran dana ilegal keluar Indonesia setiap
tahunnya. Lembaga lain seperti McKinsey pernah menyebut jumlah asset orang Indonesia di
luar negeri mencapai Rp 4.000 triliun. (Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for
Indonesia Taxation Analysis (CITA)).
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal "Tax Haven" atau Suaka Pajak,
dan Fakta Mencengangkan di
Baliknya", https://ekonomi.kompas.com/read/2016/04/11/060300926/Mengenal.Tax.Haven.at
au.Suaka.Pajak.dan.Fakta.Mencengangkan.di.Baliknya.
Penulis : Estu Suryowati

Anda mungkin juga menyukai