Anda di halaman 1dari 14

ALE, Penggalian Potensi Pajak Pasca Tax Amnesty, Study Kasus Industri CPO

I. HSBC dan Penghindaran Pajak

Kompas, Rabu, 11 Februari 2015

Melalui kolaborasi sejumlah pihak, dunia kembali berhasil membongkar


megakasus penggelapan pajak yang melibatkan bank raksasa dunia. Kali ini
melibatkan HSBC, bank kedua terbesar dunia dari Inggris. Ini salah satu kasus
terbesar yang pernah ada, melibatkan sekitar 30.000 rekening rahasia senilai
hampir 120 miliar dollar AS dalam bentuk berbagai aset. Dari jumlah itu, sekitar
2.900 rekening adalah milik warga AS.

Data penggelapan pajak ini terbongkar berkat jasa seorang pakar komputer yang
bekerja di kantor HSBC Geneva. Ia kemudian menjadi pengungkap kasus yang
berkolaborasi dengan konsorsium jurnalis investigasi internasional yang berbasis
di Washington, sejumlah media terkemuka, Pemerintah Perancis, dan Pemerintah
AS.

Kejahatan penghindaran pajak dan pencucian uang dengan aktor utama bank-
bank raksasa global sebagai mitra para penghindar pajak merupakan fenomena
yang sudah berlangsung puluhan tahun, bahkan setua usia bank itu, tanpa
hukum internasional mampu menyentuhnya.

Kasus yang melibatkan HSBC ini dilakukan melalui bank cabangnya di Swiss.
Sebelumnya, dua bank terbesar Swiss – UBS dan Credit Suisee – dan bank
tertua Swiss, Wegelin & Co, juga dinyatakan bersalah dan dijatuhi denda oleh
Pemerintah AS akibat kejahatan serupa. UBS didenda 1,5 miliar dollar AS dan
Credit Suisee 2,6 miliar dollar AS.

Bukan hanya pengemplang pajak, diktator/mantan penguasa dari sejumlah


negara, koruptor, mafia obat bius, dan jaringan teroris juga menggunakan jasa
perbankan negara maju yang selama ini dikenal sebagai surga pengemplang
pajak untuk menyembunyikan aset-aset hasil kejahatannya. Kejahatan
terorganisasi ini bisa berlangsung puluhan tahun karena hukum di negara-negara
itu memang dibuat untuk mengakomodasi transaksi ilegal ini, didukung teknik
rekayasa keuangan canggih dan pasal kerahasiaan bank, yang membuat pelaku
penghindaran pajak tak tersentuh oleh hukum negaranya.

Bank menjadi besar dari kegiatan ini. AS mengklaim negaranya dirugikan ratusan
miliar dollar AS per tahun akibat praktek ini. Mengingat bank yang terlibat dalam

1
ALE, Penggalian Potensi Pajak Pasca Tax Amnesty, Study Kasus Industri CPO

jaringan ini adalah bank-bank raksasa dari negara maju, dengan jangkauan
puluhan negara, bisa dibayangkan magnitude dari kejahatan kerah putih ini.

Salah satu modusnya, dari investigasi subkomite Senat AS terhadap Credit


Suisse, terbongkar bank ini mengirim para bankirnya untuk merekrut nasabah
kaya AS lewat turnamen-turnamen golf atau acara lain dan merayu mereka agar
menyembunyikan asetnya di Swiss.

Kasus HSBC, UBS, Credit Suisse, dan yang lain mempertegas bahwa perang
global besar-besaran yang dilancarkan dunia sejak peristiwa 11 September 2001
belum mampu memberangus suburnya simbiosis mutualisme antara perbankan
offshore di negara-negara surga pengemplang pajak dan pelaku berbagai tindak
kejahatan global yang terus berlangsung hingga sekarang.

II. Landasan Teori


a. Rekayasa keuangan

Menurut Sofjan Assaury, Guru Besar Ilmu ekonomi, Manajemen FEUI


menyatakan bahwa rekayasa keuangan adalah kegiatan mendesain,
mengembangkan danmengimplementasikan instrumen dan proses keuangan
yang inovatif dan menformulasikan pemecahan atau solusi yang kreatif atas
masalah keuangan.

Setiap Wajib Pajak mencari cara agar bisa melakukan penghematan


pembayaran kewajiban pajak dengan cara-cara kreati, baik secara legal
maupun ilegal.

2
ALE, Penggalian Potensi Pajak Pasca Tax Amnesty, Study Kasus Industri CPO

Contoh: manajemen aset & risiko, memilih strategi pembiayaan dan instrumen
keuangan, menyusun rencana keuangan dan manajemen uang tunai (cash
pooling).

b. Akuntansi Agresif (Aggressive Accounting)

Praktik akuntansi yang bertujuan agar pendapatan/laba di laporan keuangan


nampak lebih tinggi atau rendah dimana prinsip akuntansi yang digunakan
sesuai atau melanggar PSAK yang tidak dianggap sebagai kecurangan
(fraud) sampai ada pernyataan dari pihak hukum bahwa terbukti laporan
keuangan telah direkayasa dengan sengaja agar pembacanya tersesat.

c. Rekayasa Pendapatan (Earnings Management)

Rekayasa pendapatan dilakukan dengan sengaja guna memanipulasi


pendapatan agar mencapai target yang ditetapkan manajemen dengan target
mengatur arus pendapatan yang konsisten untuk menyimpan atau
mengurangi laba di tahun-tahun laba tinggi yang nantinya digunakan untuk
tahun-tahun rugi atau tahun-tahun untung.

3
ALE, Penggalian Potensi Pajak Pasca Tax Amnesty, Study Kasus Industri CPO

d. L/K bermuatan kecurangan (Fraudulent Financial Reporting)

Jumlah yang dilaporkan dalam L/K sengaja diubah atau dihilangkan


(termasuk penjelasan atas laporan keuangan) dengan tujuan untuk
menyesatkan pembaca laporan keuangan.

e. Memoles Pendapatan (Income Smoothing)

Bentuk rekayasa pendapatan yang dirancang untuk menghilangkan gejolak


(naik/turunnya) pendapatan yang dilakukan pengurangan & “menyimpan” laba
di tahun-tahun yang labanya besar untuk di akui sebagai laba di tahun–tahun
merugi

f. Earnings Management

Menurut Encyclopedia of Securities Fraud yang dibuat oleh M. Owen Donley


III yang dimuat dalam Business Law Today Volume 16 yang dimaksud
dengan Earning Management adalah When a company intentionally

4
ALE, Penggalian Potensi Pajak Pasca Tax Amnesty, Study Kasus Industri CPO

manipulates their reported earnings to meet a specific monetary goal, often an


amount consistent with analyst expectations.

One of the motivations:

 to "smooth" earnings,
 to make a company's profits look less volatile and more consistent.

g. creative accounting and earnings management

Menurut www.wikipedia.com yang dimaksud dengan Creative accounting and


earnings management are euphemisms referring to accounting practices that
may follow the letter of the rules of standard accounting practices, but
certainly deviate from the spirit of those rules.

III. ALE equation, Deteksi Dini Rekayasa (Laporan) Keuangan

5
ALE, Penggalian Potensi Pajak Pasca Tax Amnesty, Study Kasus Industri CPO

Persamaan dasar akuntansi Neraca adalah :

Neraca

Assets (A) Liabilities (L)


Divident (D) Equity (e)
Expense (E) Revenue (R)

Asset (A) = Liabilies (L) + Equity (e) + Revenue (R) - Expense (E) - Divident (D)

A = L + e + (R - E - D)
A+D+E=L+e+R

6
ALE, Penggalian Potensi Pajak Pasca Tax Amnesty, Study Kasus Industri CPO

Dari persamaan matematika akuntansi diatas dapat ditemukan hubungan antara


Laporan Laba Rugi dengan Neraca (Balansheet) Wajib Pajak, yaitu:

A+0+E=L+0+R
R-E=A-L
R=E+A-L

Untuk mereduksi Penghasilan (R) maka Wajib Pajak kecenderungan akan


menciptakan Liabilities (L) dan / atau mengurangi Aset (A).

Adapun bentu-bentuk Liabilities adalah :

 Melakukan penundaan pengakuan Penghasilan yang disebut sebagai Hutang


Uang Muka/ Down Payment/ Customer deposit. Bentuk liabilities ini akan
mempengarui besar kecilnya Penghasilan (Sales) yang dilaporkan Wajib Pajak;
 Menciptakan skema transaksi Hutang Dagang /AP Trade. Bentuk liabilities ini
akan mempengaruhi Harga Pokok Penjualan (COGS) yang dilaporkan Wajib
Pajak;
 Menciptakan mbuat Hutang Bank (Overdraft Bank Account) / Monetary Loan/ AP
Other (Other Expenses)
 Membuat Hutang Biaya/ Accrued Expenses (Pencadangan)
 Provision (Pencadangan)

Dari persamaan diatas dapat dilakukan pengujian Laporan Laba Rugi Wajib Pajak
dengan menggunakan menguji Neraca (Balansheet) atau dengan kata lain dapat
dilakukan Penggalian Potensi Pajak dari Neraca (Balansheet).

IV. Tahap Penghindaran / Penggelapan Pajak


a. Reducing Taxable Income (Reklasifikasi Taxable Income)
Yaitu tahap pertama dimana Wajib Pajak menciptakan suatu skema transaksi
guna mengurangi besarnya penghasilan yang menjadi objek pajak. Pada
tahap ini Wajib Pajak melakukan reklasifikasi taxable income menjadi bentuk
lain yang bukan objek pajak dan atau menjadi pengenaan pajak final dan lain-
lain yang bukan objek pajak.

8
ALE, Penggalian Potensi Pajak Pasca Tax Amnesty, Study Kasus Industri CPO

b. Replacement Tax Avoidance/ Evation (Rekarakterisasi Taxable Income


to Non Taxable Income)
Yaitu tahap kedua dimana Wajib Pajak menciptakan suatu skema transaksi
dari non taxable income untuk dicatat kembali ke sistem pembukuan
akuntansi Wajib Pajak menjadi bentuk baru yang bukan objek pajak. Misalnya
menjadi bentuk baru sebagai pencairan hutang, setoran modal, penerimaan
dividen atau bentuk baru lainnya yang bukan objek pajak. Hal ini dilakukan
Wajib Pajak mengingat jika tidak dilakukan maka Laporan Keuangan
Balansheet Wajib Pajak akan tidak balance.

Kedua tahapan dalam siklus penghindaran pajak ini dapat dilakukan WP secara
terus-menerus dan simultan atau berhenti di tahap kedua.

V. Akibat Penghindaran/ Penggelapan Pajak

Rekayasa laporan keuangan mengakibatkan adanya Ketidaksingkronan data,


Ketidakcocokan data, Ketidakwajaran data yang terdeteksi pada Laporan SPT,
yaitu :

a. PM > PK
Pajak Masukan akan selalu lebih besar dibandingkan dengan Pajak
Keluarannya yang akan menyebabkan SPT Masa PPN akan selalu Lebih
Bayar, yang beararti Wajib Pajak meminta kompensasi dan atau restitusi
PPN;
b. DPP WHT > Sumber Objek
Dasar Pengenaan Pajak Objek Pemotongan dan atau Pemungutan akan
selalu lebih besar dibandingkan dengan sumber objeknya. Misalnya DPP PPh
Pasal 21 masa pajak Januari – Desember suatu tahun pajak akan selalu lebih
besar dibandingkan dengan sumber objeknya yaitu Biaya Gaji, Tunjangan,
Upah dan lain-lain.

9
ALE, Penggalian Potensi Pajak Pasca Tax Amnesty, Study Kasus Industri CPO

VI. Data Tax Amnesty

Berdasarkan data dashboard tax amnesty dapat diperoleh data sebagai berikut :

a. Data Komposisi Uang Tebusan berdasarkan SPH yang disampaikan sebesar Rp 115
triliun, uang tebusan terbesar dibayarkan oleh WP OP Non UMKN sebesar Rp 91.4
triliun, yang berasal dari para WP OP Pemilik Usaha (Hight Net Wealth Individual /
HNWI).

b. Data Komposisi Harta berdasarkan SPH yang disampaikan sebesar Rp 4.884 triliun,
data deklarasi harta yang terbesar disampaikan baik deklarasi harta di DN maupun di
LN sebesar masing-masing Rp 3.701 triliun dan Rp 1.037 triliun, sedangkan
repatriasi hanya sebesar Rp 147 triliun.

10
ALE, Penggalian Potensi Pajak Pasca Tax Amnesty, Study Kasus Industri CPO

c. Data Komposisi Realisasi berdasarkan SSP yang diterima sebesar Rp 135 triliun,
data Pembayaran Tebusan sebesar Rp 114 triliun, pembayaran tunggakan dan
bukper masing-masing senilai Rp 19.4 triliun dan Rp 1.75 triliun.

Berdasarkan data-data tax amnesty dapat dilakukan Penggalian Potensi Pajak atas WP
Badan dimana WP OP sebagai Pemilik Usaha yang telah mengikuti Program Tax Amnesty.

VII. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam Penggalian Potensi Pajak


Pasca Tax Amnesty.

a. Untuk AR
1. Para Kepala Seksi Waskon berdasarkan data tax amnesty melakukan
analisa ALE, dimana dilakukan analisa resiko atas WP Badan yang
pemegang sahamnya adalah WP OP Pemilik Usaha beserta
keluarganya yang mengikuti Program Tax Amnesty dengan kriteria
WP Badan sebagai berikut :
 WP Badan yang 2 tahun sampai dengan 5 tahun rugi berturut-turut
atau bahkan yang selalu rugi, namun secara bisnis perusahaan
memperlihatkan kondisi running wel,
 WP Badan bukan eksportir yang SPT PPN Masa menyatakan LB,
 WP Badan yang berdasarkan ekualisasi antara DPP PPh With
Holding Tax menyatakan lebih besar di SPT dibandingkan dengan
sumbernya. Misalnya SPT Masa Januari-Desember PPh Pasal 21
lebih besar dibandingkan dengan Biaya Gaji, Upah, Bonus dan
pembayaran lainnya terkait dengan karyawan, buruh dan lain-lain.
2. Melakukan Analisa Resiko Net Worth (kekayaan bersih) WP OP
Pemilik usaha dibandingkan dengan sumber penghasilannya,
misalnya gaji, bonus, dividen dan lain-lain.
3. Melakukan Analisa Resiko guna menemukan Scheme Transaction
(Skema transaksi) antara WP Badan dengan WP OP Pemilik Usaha
sebagai Pemegang saham beserta keluarganya.
4. Temukan modus penghindaran dan atau penggelapan pajak.
5. Usulkan untuk dilakukan Pemeriksaan Khusus dan atau Pemeriksaan
Bukti Permulaan sampai ke Penyidikan.

11
ALE, Penggalian Potensi Pajak Pasca Tax Amnesty, Study Kasus Industri CPO

b. Untuk FPP

Para Ketua Kelompok berdasarkan data tax amnesty melakukan analisa ALE,
dimana dilakukan analisa resiko atas WP Badan yang pemegang sahamnya adalah
WP OP Pemilik Usaha beserta keluarganya yang mengikuti Program Tax Amnesty
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Pada dasarnya WP yang mengikuti Program Tax Amnesty adalah sedang
melaksanakan kewajiban perpajakan atas Net Worth (kekayaan bersih) atau
Retained Earning yang belum dikenakan pajak dengan tarif pajak sesuai
dengan ketentuan tax amnesty yaitu 2% atau 4%. Oleh karena itu FPP
diharapkan melakukan Equal Treathment atas pemeriksaan WP Badan yang
tidak mengikuti Program Tax Amnesty dengan tarif normalnya yaitu 25%
2. FPP dapat melakukan pemeriksaan dengan analisa ALE dengan fokus
pemeriksaan atas Neraca, yaitu menguji keberadaan Liabilities. FPP
diharapkan dapat melakukan pemeriksaan PPh Badan tahun terakhir dengan
fokus pada Liabilities yang nantinya bisa menemukan koreksi atas Retained
Earning yang kurang dibayar pajaknya dengan skema transaksi hutang
piutang antar perusahaan afiliasi.
3. FPP dapat menerapkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf p UU PPh, yaitu
tambahan kekayaan bersih yang belum dikenakan pajak dengan fokus
kepada Substance Over Form Doctrin.
4. FPP dapat menindaklanjuti pemeriksaan ke Penegakan Hukum dengan
diusulkan ke Pemeriksaan Bukti Permulaan untuk selanjutnya dilakukan
Penyidikan atas Penggelapan Pajak.

12
ALE, Penggalian Potensi Pajak Pasca Tax Amnesty, Study Kasus Industri CPO

VIII. Simpulan
a. Berdasarkan tulisan diatas, maka penulis memberi simpulan bahwa dapat
dilakukan Penggalian Potensi Pajak atas WP Badan yang Pemegang
Sahamnya adalah WP OP Pemilik Usaha menggunakan data Tax Amnesty
dengan menggunakan analisa ALE dengan fokus audit pada Liabilities
dengan harapan dapat mengamankan penerimaan pajak tahun 2018 sebagai
berikut :
1. Account Representative :
 Analisa Resiko WP Badan, WP OP pemilik ikut TA;
 Net Worth VS Sumber (Gaji, Dividen, dll);
 Scheme Transaction;
 Modus;
 Riksus or Sidik.
2. Fungsional Pemeriksa Pajak :
 Equal treatment TA;
 Net worth RE;
 Pasal 4 (1) huruf p UU PPh;
 Bukper;
 Sidik.
b. Sesuai dengan tulisan diatas, penulis berharap agar bisa menjadi bahan
pemikiran untuk diterapkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf p UU PPh atas
temuan koreksi dari Neraca, karena :
 Neraca itu bersifat terbuka, dari perusahaan pertama kali didirikan
sampai dengan perusahaan itu ditutup;
 Sulit atau bahkan tidak mungkin melakukan rekayasa Neraca, karena
Neraca tidak akan balance.
c. Sebagai bahan sumbangsi turut mengamankan target penerimaan pajak
tahun 2018 sebesar Rp 1.424 triliun.

Jakarta, Agustus 2018

Penulis
Joko Ismuhadi

13
ALE, Penggalian Potensi Pajak Pasca Tax Amnesty, Study Kasus Industri CPO

Halaman ini sengaja dikosongkan :

14

Anda mungkin juga menyukai